FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI (0-12 BULAN) (STUDI KASUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG TAHUN 2015)

dokumen-dokumen yang mirip
Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Faktor-Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MIROTO SEMARANG TAHUN 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

Jurnal Husada Mahakam Volume IV No.4, November 2017, hal

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

ABSTRAK. Ika Dewi Wiyanti, 2016; Pembimbing I : dr. Dani, M.kes Pembimbing II : dr.frecillia Regina,Sp.A

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI DAN ANAK USIA 7 BULAN 5 TAHUN

Castanea Cintya Dewi. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS MOJOGEDANG II KABUPATEN KARANGANYAR ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

Putri E G Damanik 1, Mhd Arifin Siregar 2, Evawany Y Aritonang 3

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

Kata Kunci: anak, ISPA, status gizi, merokok, ASI, kepadatan hunian

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEMONIA PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUDIANG KOTA MAKASSAR

ARTIKEL ILMIAH. Analisis Deskriptif Angka Kematian Balita di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Tahun 2012

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

Hubungan berat badan lahir rendah terhadap frekuensi kejadian Ispa 31

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

REZITA OKTIANA RAHMAWATI J500

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT ( ISPA) PADA BALITADI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK (RSIA) HARAPAN BUNDATAHUN 2015

Immawati, Ns., Sp.Kep.,A : Pengaruh Lama Pemberian ASI Eklusif

Healthy Tadulako Journal (Enggar: 57-63) 57

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI RSUD SUKOHARJO

Eva Silviana Rahmawati STIKES NU TUBAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE DISERTAI DEHIDRASI BERAT PADA ANAK USIA 1-4 TAHUN (STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT TUGU REJO SEMARANG TAHUN 2015)

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Rawat Inap RSUD Al-Ihsan Bandung Periode Bulan Maret-April Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ROKOK DAN TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DUSUN PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

HUBUNGAN USIA ANAK, JENIS KELAMIN DAN BERAT BADAN LAHIR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA di WILAYAH KERJA PUSKESMAS BERGAS KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL PENELITIAN

Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Aceh Besar

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

ABSTRAK. Zurayidah 1 ;Erna Prihandiwati 2 ;Erwin Fakhrani 3

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

Lingkungan Fisik Kamar Tidur dan Pneumonia pada Anak Balita di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 4, No. 2, Juni 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: ISPA, Pengetahuan Ibu, ASI Eksklusif, Merokok, Jenis Bahan Bakar Memasak

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS 1 BANTUL 2012

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

Hubungan Status Gizi Menurut Berat Badan terhadap Umur dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Puskesmas Kenten Palembang

FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK USIA 6 BULAN SAMPAI 5 TAHUN DI PUSKESMAS ROWOSARI

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

Transkripsi:

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI (0-12 BULAN) (STUDI KASUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG TAHUN 2015) Vindi Wiasih *), Kriswiharsi Kun S., SKM, M.Kes (Epid), **) *) Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro **) Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Email : wiasihvindi@gmail.com ABTRACT Background: Acute Respiratory Infection (ARI) is a disease that often occurs in infants and toddlers especially pneumonia. In the world each year estimated more than 2 million children under five years old died caused of pneumonia (1 toddler / 155 sec) from 9 million in total mortality. Among 5 mortality, one of was caused by pneumonia. In hospitals Tugurejo Semarang, the number of patients with pneumonia in infants there were 251 cases in 2014 and 92 cases in the period from January to February 2015. This study aims to determine risk factors of pneumonia in infants (0-12 months). Methods: This type of study was analytic with observational method and case control approach. The population in this study were all patients with pneumonia in infants (0-12 months) on March 2015 that had been hospitalized and outpatients in hospitals Tugurejo Semarang Year 2015. The sample in this study were 30 cases and 30 controls in accordance with the inclusion and exclusion criteria. The study instrument used questionnaire. The primary data obtained through interviews while secondary data obtained from patient medical record pneumonia in infants in hospitals Tugurejo Semarang. The data has been tested by Chi-Square. Result: Results of the study indicated that the age (p value = 0.001; OR = 0.152; 95% CI = 0.049 to 0.474) was associated with the incidence of pneumonia in infants, whereas gender (p value = 1.000), a history of low birth weight infants (p value = 1.000), exclusive breastfeeding (p value = 0.605), nutritional status of infants (p value = 1.000), other diseases (p value = 0.787) and the presence of smokers (p value = 0.118) was not associated with the incidence of pneumonia in infants in hospitals Tugurejo Semarang 2015, Conclusion: This study suggests to hospitals Tugurejo to take steps to prevent the disease Acute Respiratory Infections (ARI), especially in infants aged less than 5 months. For the community are expected to bring a baby with symptoms of shortness of breath to the nearest health facility. Keywords: Risk Factors, Pneumonia, Toys ABSTRAK Latar Belakang: Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering tejadi pada bayi dan balita khusunya penyakit pneumonia. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1 balita/155 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara 5 kematian balita, 1 diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Di RSUD Tugurejo Semarang, jumlah penderita pneumonia pada bayi terdapat 251 kasus pada tahun 2014 dan terdapat 92 kasus pada periode Januari-Februari tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor risiko kejadian pneumonia pada bayi (0-12 bulan) (studi kasus di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2015. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain case control study. Populasi dalam penelitian ini seluruh penderita pneumonia pada bayi (0-12 bulan) pada bulan Maret 2015 yang pernah dirawat inap dan rawat jalan di RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2015. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 kasus dan 30

kontrol sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Data primer diperoleh melalui wawancara sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan rekam medis penderita pneumonia pada bayi di RSUD Tugurejo Semarang. Uji Statistik yang digunakan adalah Chi-Square dengan derajat kemaknaan (95%) = 0,05 dan uji statistic Odds Ratio. Hasil: Hasil penelitian menunujukkan bahwa umur (p value = 0,001; OR= 0,152; CI 95% = 0,049 0,474) berhubungan dengan kejadian pneumonia pada bayi, sedangkan jenis kelamin (p value = 1,000), riwayat BBLR bayi (p value = 1,000), pemberian ASI eksklusif (p value = 0,605), status gizi bayi (p value = 1,000), penyakit lain (p value = 0,787) dan keberadaan perokok (p value = 0,118) tidak berhubungan dengan kejadian pneumonia pada bayi di RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2015. Kesimpulan: Menyarankan kepada RSUD Tugurejo untuk melakukan upaya pencegahan pada penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya pada bayi yang berumur 5 bulan. Bagi masyarakat diharapkan membawa bayi dengan gejala sesak napas ke tempat pelayanan kesehatan terdekat. Kata Kunci: Faktor Risiko, Pneumonia, Bayi PENDAHULUAN Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering tejadi pada anak. Episode penyakit batuk-batuk pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun, ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun, serta penyebab kematian anak paling umum di negara berkembang. Hampir semua kematian karena ISPA pada anak adalah akibat ISPA bagian bawah terutama pneumonia. 1 Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). 2 Secara klinis Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikrorganisme (bakteri, virus, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kmia, radiasi, asirasi bahan toksik, obat-obatan dan lainlain) disebut pneumonitis. 3 Menurut hasil Riskesdas 2013, period prevalence pneumonia berdasarkan diagnosis selama 1 bulan sebelum wawancara sebesar 0,2%. Sedangkan berdasarkan diagnosis/gejala sebesar 1,8%. Dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2007 yang sebesar 2,13%, period prevalence pneumonia berdasarkan diagnosis/gejala pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 1,8%.Pada balita, period prevalence berdasarkan diagnosis sebesar 2,4 per 1.000 balita dan berdasarkan diagnosis/gejala sebesar 18,5 per 1.000 balita. 4

Berdasarkan data Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita di Propinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 40,63%, tahun 2011 sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 66.702 kasus dan pada tahun 2012 sebesar 24,74% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 64.242 kasus. Angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu sebesar 100%. 5 Berdasarkan hasil kegiatan P2 ISPA di Kota Semarang, jumlah penderita pneumonia <1 tahun pada tahun 2012 terdapat 1075 kasus, tahun 2013 terdapat 1306 kasus, dan pada tahun 2014 terdapat 1364 kasus. Sedangkan jumlah penderita pneumonia 1-4 tahun pada tahun 2012 terdapat 3237 kasus, tahun 2013 terdapat 3120kasus dan tahun 2014 terdapat 2880 kasus. 6 Angka kematian Case Fatailty Rate (CFR) akibat pneumonia dan pneumonia berat di Kota Semarang berdasarkan data dari Rumah Sakit tahun 2012 sebesar 0,40% (19/4649), tahun 2013 0,5% dan tahun 2014 sebesar 0,76% sedangkan dipuskesmas tidak ada kasus pneumonia maupun pneumonia berat yang meninggal (CFR 0%), hal ini menunjukkan bahwa sistem rujukan sudah dilaksanakan dengan baik. 7 Berdasarkan studi pendahuluan oleh peneliti yang didapatkan dari data Rekam Medis di RSUD Tugurejo Semarang, pada tahun 2014 jumlah penderita pneumonia pada bayi terdapat 251 penderita yaitu penderita pneumonia (0-28 hari) yang mendapatkan pengobatan di rawat inap sebesar 2 penderita dan tidak terdapat penderita yang dirawat jalan. Sedangkan pada penderita pneumonia (28 - <1 tahun) yang mendapatkan pengobatan di rawat inap yaitu 146 kasus dandi rawat jalan terdapat 103 kasus. Pada tahun 2015 jumlah penderita pneumonia pada bayi periode Januari sampai Maret terdapat 92 kasus yaitu penderita (0 28 hari) yang mendapatkan pengobatan di rawat inap sebanyak 1 penderita dan yang tidak ada penderita yang dirawat jalan. Sedangkan pada penderita pneumonia (28 - <1 tahun) yang mendapatkan pengobatan di rawat jalan yaitu 46 kasus dan yang di rawat inap yaitu 45 kasus. Menurut Survei Kesehatan Nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorik, terutama pneumonia. Tingginya angka mortalitas dan morbiditas pneumonnia pada anak usia balita di negara berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko, antara lain: berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi,, overcrowded, pendidikan orang tua rendah, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industi atau asap rokok). 8 Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, riwayat status gizi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), riwayat status

imunisasi, riwayat pemberian ASI eksklusif dan riwayat pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak dapur, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan keluarga, status ekonomi keluarga, serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun pengetahuan ibu tentang pnumonia. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan desain penelitian case control. Variabel bebas yang diambil yaitu umur, jenis kelamin, riwayat BBLR, pemberian ASI eksklusif, status gizi, penyakit lain, keberadaan perokok di dalam rumah. Sedangkan variabel terikat yaitu kejadian Pneumonia pada bayi (0 12 bulan) (studi kasus di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2015). Besar sampel yang dibutuhkan yaitu sebanyak 30 kasus dan 30 kontrol yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di RSUD Tugurejo Semarang. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan data rekam medis pneumonia pada bayi (0-12 bulan) yang bukan terdiagnosa pneumonia yang berobat di RSUD. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan menghitung Odds ratio. HASIL Tabel 1 DIstribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Umur 0 - < 5 bulan 28 46,7 >5 bulan -< 1 tahun 32 53,3 Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa umur responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah umur >5 bulan -< 1 tahun (53,3%). Tabel 2 DIstribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki 32 53,3 Perempuan 28 46,7 Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jenis kelamin responden sebagian besar adalah laki-laki (53,3%). Tabel 3 DIstribusi Frekuensi Responden Menurut Riwayat BBLR

Riwayat BBLR BBLR 3 5,0 Tidak BBLR (normal) 57 95,0 Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa riwayat BBLR responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah tidak BBLR (normal) (95,0%). Tabel 4 DIstribusi Frekuensi Responden Menurut Pemberian ASI Eksklusif Pemberian ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif 32 53,3 ASI Eksklusif 28 46,7 Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa pemberian ASI Eksklusif dalam penelitian ini sebagian besar tidak diberikan ASI eksklusif (53,3%). Tabel 5 DIstribusi Frekuensi Responden Menurut Status Gizi Status Gizi Gizi Kurang 18 30,0 Gizi Normal 42 70,0 Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa status gizi dalam penelitian ini sebagian besar gizi normal (70,0%). Tabel 6 DIstribusi Frekuensi Responden Menurut Penyakit Lain Penyakit Lain Memiliki penyakit penyerta 39 65,0 Tidak memiliki penyakit 21 35,0 penyerta Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa penyakit lain dalam penelitian ini sebagian besar memiliki penyakit penyerta (65,0%). Tabel 7 DIstribusi Frekuensi Responden Menurut Keberadaan Perokok dalam Rumah

Keberadaan Perokok Terdapat anggota 34 56,7 keluarga yang merokok Tidak terdapat anggota 26 43,3 keluarga yang merokok Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa keberadaan perokok dalam rumah dalam penelitian ini sebagian besar terdapat anggota keluarga yang merokok (56,7%). Tabel 8 DIstribusi Frekuensi Responden Menurut Kejadian Pneumonia Kejadian Pneumonia Pneumonia 30 50,0 Tidak Pneumonia 30 50,0 Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa pada responden yang menderita pneumonia dan tidak menderita pneumonia seimbang yaitu masing-masing (50,0%). Tabel 9 Hubungan Antara Umur dengan Kejadian Pneumonia Pada Bayi Umur Bayi Kejadian Pneumonia Kasus Kontrol F % F % 0 - < 5 bulan 10 33,3 18 60,0 >5 bulan -< 1 tahun 20 66,7 12 40,0 Total 30 100% 30 100% Pvalue=0,038 OR=3,000 CI 95%= 1,046 8,603 Berdasarkan tabel 9, dapat diketahui bahwa responden dengan umur > 5 bulan - < 1 tahun lebih banyak pada kelompok kasus (66,7%) dibandingkan kelompok kontrol (40,0%). Hasil uji statistic dengan Chi-Square antara variabel menurut umur dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 0,038 (Pvalue< 0,05) yang artinya ada hubungan antara umur bayi dengan kejadian pneumonia pada bayi. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR = 3,000; CI 95% = 1,046 8,603 (OR > 1) yang artinya responden dengan umur 0 - < 5 bulan berisiko 3,000 kali lebih besar untuk menderita kejadian pneumonia pada bayi dibanding yang berusia > 5 bulan - < 1 tahun. Tabel 4.10 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kajadian Pneumonia Pada Bayi

Jenis Kasus Kontrol Kelamin F % F % Laki-Laki 16 53,3 16 53,3 Perempuan 14 46,7 14 46,7 Total 30 100% 30 100% Pvalue=1,000 OR= 0,363 CI 95%= 0,363 2,758 Berdasarkan tabel 4.10dapat diketahui bahwa responden jenis kelamin lakilaki lebih pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol sebanding yaitu masingmasing 53,3%. Hasil uji statistic denganchi-squareantara variabel jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 1,000 (Pvalue > 0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin bayi dengan kejadian pneumonia pada bayi. Tabel 11 Hubungan Antara Riwayat BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dengan Kejadian Pneumonia Pada Bayi Riwayat BBLR Kasus Kontrol F % F % BBLR 2 6,7 1 3,3 Tidak BBLR (Normal) 28 93,3 29 96,7 Total 30 100% 30 100% Pvalue=1,000 OR= 0,483 CI95%=0,41 5,628 Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa responden dengan riwayat BBLR lebih besar pada kelompok kasuss (6,7%) dibandingkan kelompok kontrol(3,3%). Hasil uji Fisher Exact dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% terhadap 60 responden didapatkan tidak ada hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian pneumonia pada bayi dengan p value = 1,000(Pvalue> 0,05). Tabel 12 Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Pneumonia Pada Bayi Pemberian ASI Kasus Kontrol Eksklusif F % F % Tidak ASI Eksklusif 15 50,0 17 56,7 ASI Eksklusif 15 50,0 13 43,3 Total 30 100% 30 100% Pvalue= 0,605 OR=0,765 CI95%=0,277 2,114 Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa responden dengan pemberian ASI eksklusif lebih besar pada kelompok kasus(50,0%) dibandingkan kelompok kontrol (43,3%). Hasil uji statistic dengan Chi-Squareantara variabel pemberian ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 0,605 (Pvalue> 0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia pada bayi. Tabel 13

Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Pneumonia Pada Bayi Status Gizi Kasus Kontrol F % F % Gizi Kurang 9 30,0 9 30,0 Gizi Normal 21 70,0 21 70,0 Total 30 100% 30 100% Pvalue=1,000 OR=1,000 CI95%=0,331 3,017 Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui bahwa responden dengan gizi kurang pada kelompok kasus maupun kontrol sebanding masing-masing 30%. Hasil uji statistic dengan Chi-Square antara variabel status gizi dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 1,000 (Pvalue > 0,05). yang artinya tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada bayi. Tabel 14 Hubungan Antara Penyakit Lain dengan Kejadian Pneumonia Pada Bayi Penyakit Lain Kasus Kontrol F % F % Memiliki penyakit 20 66,7 19 63,3 penyerta Tidak memiliki penyakit 10 33,3 11 36,7 penyerta Total 30 100% 30 100% Pvalue=0,787 OR=0.864 CI95%=0,299 2,498 Berdasarkan tabel 14 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki penyakit penyerta lebih banyak pada kelompok kasus(66,7%) dibandingkan kelompok kontrol(63,3%). Hasil uji statistic dengan Chi-Square antara variabel penyakit lain dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 0,787 (Pvalue> 0,05). yang artinya tidak ada hubungan antara penyakit lain dengan kejadian pneumonia pada bayi. Tabel 15 Hubungan Anatar Keberadaan Perokok dalam Rumah dengan Kejadian Pneumonia Pada Bayi Keberadaan Kasus Kontrol Perokok F % F % Terdapat anggota 14 46,7 20 66,7 keluarga yang merokok Tidak terdapat anggota 16 53,3 10 33,3 keluarga yang merokok Total 30 100% 30 100% Pvalue=0,118 OR=0,438 CI95%=0,154 1,243 Berdasarkan tabel 15 dapat diketahui bahwa responden keberadaan perokok didalam rumah lebih banyak pada kelompok kontrol (66,7%) dibandingkan pada kelompok kasus(46,7%). Hasil uji statistic dengan Chi-Square antara variabel keberadaan perokok dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue =

0,118 (Pvalue> 0,05). yang artinya tidak ada hubungan antara keberadaan perokok dengan kejadian pneumonia pada bayi. PEMBAHASAN UMUR Berdasarkan hasil analisis univariat didapatkan distribusi frekuensi umur bayi sebagian besar adalah umur > 5 bulan - < 1 tahun (53,3%) sedangkan hasil analisis bivariat dengan uji statistic Chi-Square menunjukkan variabel menurut umur dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 0,038 (Pvalue < 0,05) yang artinya ada hubungan antara umur bayi dengan kejadian pneumonia pada bayi. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR = 3,000; CI 95% = 1,046 8,603 (OR > 1) yang artinya responden dengan umur 0 - < 5 bulan berisiko 3,000 kali lebih besar untuk menderita kejadian pneumonia pada bayi dibanding > 5 bulan - < 1 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Dian Rahayu Pamungkas yang menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antarabalita yang berumur 2 11 bulan dengan kejadian pneumonia pada balita dengan p value = 0,037. 9 JENIS KELAMIN Berdasarkan hasil analisis univariat didapatkan distribusi jenis kelamin responden sebagian besar adalah laki-laki (53,3%) sedangkan hasil analisis bivariat uji statistic Chi-Square menunjukkan variabel jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 1,000 (Pvalue > 0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin bayi dengan kejadian pneumonia pada bayi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Rahayu Pamungkas, yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna anatara jenis kelamin bayi dengan kejadian pneumonia pada bayi (pvalue = 0,585). 9 RIWAYAT BBLR Berdasarkan hasil analisis univariat didapatkan distribusi frekuensi bayi dengan riwayat BBLR dalam penelitian ini sebagian besar adalah tidak BBLR (normal) (95,0%) sedangkan hasil analisis bivariat dengan hasil uji Fisher Exact dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% terhadap 60 responden didapatkan tidak ada hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian pneumonia pada bayi dengan p value = 1,000(Pvalue> 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andri Widayat, yang menyatakan tidak hubungan yang bermakna antara berat badan lahir rendah dengan kejadian pneumonia pada bayi (pvalue=0,672). 10 PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

Berdasarkan hasil analisis univariat didapatkan distribusi frekuensi pemberian ASI Eksklusif sebagian besar tidak diberikan ASI eksklusif (53,3%) sedangkan hasil analisis bivariat dengan uji statistic Chi-Square antara variabel pemberian ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 0,605 (Pvalue> 0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia pada bayi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Rahayu Pamungkas, menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna kejadian pneumonia bayi dengan pemberian ASI eksklusif. 9 STATUS GIZI Berdasarkan hasil analisis univariat didapatkan distribusi frekuensi status gizi dalam penelitian ini sebagian besar gizi normal (70,0%) sedangkan hasil analisis bivariat dengan uji statistic Chi-Square antara variabel status gizi dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh P value = 1,000 (Pvalue > 0,05). yang artinya tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada bayi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Andri Widayat, menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna kejadian pneumonia bayi dengan status gizi (pvalue=0,999). 10 PENYAKIT LAIN Berdasarkan hasil analisis univariat didapatkan distribusi frekuensi penyakit lain sebagian besar memiliki penyakit penyerta (65,0%) sedangkan hasil analisis bivariat dengan uji statistic Chi-Square antara variabel penyakit lain dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 0,787 (Pvalue> 0,05). yang artinya tidak ada hubungan antara penyakit lain dengan kejadian pneumonia pada bayi. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Rahayu Pamungkas, yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyakit lain dengan kejadian pneumonia pada bayi (pvalue=0,001 OR=0,3 95% CI=0,19-0,46). 9 KEBERADAAN PEROKOK Berdasarkan hasil analisis univariat didapatkan distribusi frekuensi bayi dengan keberadaan perokok sebagian besar sebagian besar terdapat anggota keluarga yang merokok (56,7%) sedangkan analisis bivariat dengan uji statistic Chi-Square antara variabel keberadaan perokok dengan kejadian pneumonia pada bayi diperoleh Pvalue = 0,118 (Pvalue> 0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara keberadaan perokok dengan kejadian pneumonia pada bayi. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andri Widayat, yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keberadaan

perokok dengan kejadian pneumonia pada bayi (pvalue=0,030 OR=4,126 95% CI=1,274-13,370). 10 SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan data univariat dari masing-masing variabel dalam penelitian ini menunujukkan bahwa responden sebagian besar berumur 0 - < 5 bulan (55,0%), jenis kelamin laki-laki (53,3%), tidak BBLR (normal) (95,0%), tidak diberikan ASI Eeksklusif (53,3%), status gizi normal (70,0%), memiliki penyakit penyerta (65,0%), terdapat anggota keluarga yang merokok (56,7%). 2. Ada hubungan antara umur bayi dengan kejadian pneumonia pada bayi dengan p value = 0,038. Responden dengan umur >5 bulan - < 1 tahun berisiko 3,000 kali lebih besar untuk menderita penyakit pneumonia dibandingkan umur > 5 bulan - < 1 tahun (OR=3,000; CI 95% = 1,046 8,603) 3. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin bayi dengan kejadian pneumonia pada bayi (0-12 bulan) dengan p value = 1,000 4. Tidak ada hubungan antara Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan kejadian pneumonia pada bayi (0-12 bulan) dengan p value = 1,000 5. Tidak ada hubungan antara Pemberian ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia pada bayi (0 12 bulan) dengan p value = 0,605. 6. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada bayi (0 12 bulan) dengan p value = 1,000. 7. Tidak ada hubungan antara penyakit lain dengan kejadian pneumonia pada bayi (0 12 bulan) dengan p value = 0,787. 8. Tidak ada hubungan antara keberadaan perokok dengan kejadian pneumonia pada bayi (0 12 bulan) dengan p value = 0,118. SARAN 1. Bagi RSUD Tugurejo Semarang menyarankan kepada RSUD Tugurejo untuk melakukan upaya pencegahan pada penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya pada bayi yang berumur 5 bulan. Bagi masyarakat diharapkan membawa bayi dengan gejala sesak napas ke tempat pelayanan kesehatan terdekat. 2. Diharapkan bagi petugas tenaga kesehatan yang bertugas di RSUD Tugurejo supaya menyarankan pasien yang memiliki faktor risiko untuk segera memeriksa kesehatan

saluran pernapasan untuk memutus rantai penularan penyakit disekitar lingkungan penderita. 3. Bagi Masyarakat yang memiliki risiko penyakit pneumonia khususnya keluarga yang memiliki bayi dengan diagnosa pneumonia untuk berperan aktif membawa bayi yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan terdekat guna mendapatkan pelayanan kesehatan lebih lanjut dan ikut serta dalam upaya penangulan penyakit pneumonia untuk meminimalisir persebaran penyakit pneumonia pada bayi. 4. Masyarakat yang memiliki bayi berusia dibawah 1 tahun agar lebih menjaga kesehatan bayinya seperti imunisasi lengkap dan pemberian asupan gizi yang lebih baik karena umur pada penelitian ini terdapat factor risiko penyakit pneumonia pada bayi. DAFTAR PUSTAKA 1. Pneumonia Penyebab Kematian Utama Balita. www.depkes.go.id?index.php/berita/press-release/4410-pneumonia-penyebab-utamabalita.html. Diakses tanggal 25 Maret 2015 2. Sugihartono, Nurjaluli.Analisis Faktor Risiko Pneumonia Pada Balita Di Wilayah KerjaPuskesmas Sidrejo Kota Pagar Alam. Tahun 2012. 3. Widoyono. Penyakit Tropis. Erlangga. Surabaya. 2008 4. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun2011. Jawa Tengah: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah; 2011. 6. Laporan Tahun 2014. Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit. Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2014 7. Laporan Tahun 2014. Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit. Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2014 8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Survei Kesehatan Nasional. Jakarta: Depke RI 2001 9. Dian Rahayu Pamungkas. Analisis Faktor Risisko Pneumonia Pada Balita Di 4 Provinsi Di Wilayah Indonesia Timur. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Progdi Kesehatan Masyarakat. Depok : 2012 10. Andri Widayat. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pneumonia Pada Bayi Di Wilayah Puskesmas Mojogedong II Kabupaten Karanganyar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah. Surakarta; 2014