BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II BAHAN RUJUKAN

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALUKU TENGGARA

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

WALIKOTA PANGKALPINANG

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI POLEWALI MANDAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2012 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II BAHAN RUJUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

BUPATI SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

BUPATI BO M BA N A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 08 TAHUN 2012 TLD NO : 08

PEMERINTAH KABUPATEN MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJENE dan BUPATI MAJENE MEMUTUSKAN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : a. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraperstasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). b. Pajak menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari beberapa pengertian pajak diatas dapat disimpulkan pajak adalah Iuran wajib oleh rakyat kepada negara yang diatur dalam undang undang dan digunakan sebagai keperluan negara.

2. Unsur Pajak Mardiasmo (2011) mengungkapkan beberapa unsur pajak sebagai berikut : a. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontrasepsi individual oleh pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 3. Fungsi Pajak Mardiasmo (2011) mengungkapkan ada dua fungsi pajak, yaitu : a. Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. b. Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

4. Syarat Pemungutan Pajak Mardiasmo (2011) mengungkapkan agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undangundang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. b. Pemungutan Pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. 5. Pengelompokan Pajak Mardiasmo (2011) menyatakan jenis-jenis pajak dibagi menjadi tiga golongan, Antara lain : a. Menurut gologannya; 1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. 2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. b. Menurut sifatnya; 1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. 2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

c. Menurut lembaga pemungutannya. 1) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. 2) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. 6. Sistem Pemungutan Pajak Resmi (2013) mengungkapkan dalam memungut pajak terbagi menjadi tiga sistem pemungutan : a. Official Assessment system Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peran dominan ada pada aparatur perpajakan). b. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan

memungut pajak sepenuhnya berada ditangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undangan perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk: 1) menghitung sendiri pajak yang terutang; 2) memperhitungkan sendiri pajak yang terutang; 3) membayar sendiri jumlah pajak yang terutang; 4) melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan 5) mempertanggungjawabkan pajak yang terutang. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak. c. With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya

pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk. 7. Tarif Pajak Mardiasmo (2011) menyebutkan ada empat macam tarif pajak, antara lain: a. Tarif sebanding/proporsional Tarif berupa presenstase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. b. Tarif tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. c. Tarif progresif Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai semaikn besar. d. Tarif degresif Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

8. Hambatan Pemungutan Pajak Mardiasmo (2011) mengungkapkan ada dua hambatan dalam pemungutan pajak, Antara lain: a. Perlawanan pasif Masyarakat enggan (pasif) memabayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: 1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. 2) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. 3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. b. Perlawanan aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan secara langsung ditunjukkan kepada fiskus dengan tinjauan untuk menghindari pajak. Bentuknya, antara lain: 1) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang. 2) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

B. Pajak Daerah 1. Pengertian Pajak Daerah a. Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Suandy, 2011). b. Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Jenis Pajak Daeah Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jenis Pajak Dareah tergolong menjadi dua bagian : a. Pajak Provinsi, terdiri dari : 1) Pajak Kendaraan Bermotor 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Air Permukaan; dan 5) Pajak Rokok b. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari : 1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran

3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame 5) Pajak Penerangan Jalan; 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7) Pajak Parkir 8) Pajak Air Tanah 9) Pajak Sarang Burung Walet; 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan C. Pajak Bumi dan Bangunan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah dasar hukum yang mengatur tentang PBB. Tata cara Pemungutan PBB diatur dalam Perda No. 3 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai berikut : 1. Pengertian PBB Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. 2. Objek PBB Menurut Perda No.3 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten Karangannyar Objek Pajak terbagi

menjadi dua golongan yaitu objek pajak yang dikenakan pajak dan objek pajak yang tidak dikenakan pajak, Sebagai berikut : a. Objek pajak yang dikenakan pajak Objek Pajak adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah : 1) jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut; 2) jalan tol; 3) kolam renang; 4) pagar mewah; 5) tempat olahraga; 6) galangan kapal, dermaga; 7) taman mewah; 8) tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan 9) menara.

b. Objek Pajak yang tidak dikenakan pajak Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak adalah objek pajak yang : 1) digunakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; 2) digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; 3) digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; 4) merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; 5) digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan 6) digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. 3. Subjek Pajak PBB Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak. 4. Dasar pengenaan PBB Dasar pengenaan PBB adalah NJOP.

5. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Penetapan NJOP dapat dilakukan dengan : a. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek Pajak dengan cara membandingkannya dengan objek Pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya; b. nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek Pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut; c. nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek Pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek Pajak tersebut. 6. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. 7. Tarif PBB Tarif pajak ditetapkan sebagai berikut : a. untuk NJOP sampai dengan Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1 % per tahun.

b. untuk NJOP diatas Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua persen) per tahun. 8. Tata cara Perhitungan PBB Menurut Peraturan Bupati Karanganyar No. 68 Tahun 2012 dalam perhitungan PBB yang terutang sebagai berikut : Besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan paja setelah dikurangi NJOPTKP. Besaran Pokok PBB-P2 = Tarif x (NJOP - NJOPTKP). D. Penelitian Terdahulu 1. Berdasarkan Studi yang dilakukan oleh Seto Aris Prasetyo (2014) yang berjudul Kendala Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pada DPPKAD Karanganyar. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kendala oleh pihak DPPKAD dalam proses pemungutan PBB-P2. Hasil dari studi tersebut adalah realisasi penagihan yang dilakukan oleh pihak DPPKAD dengan kegiatan Jemput Bola PBB-P2 dan memberikan syarat lunas terhadap pengajuan-pengajuan tertentu, sedangkan prosedur penagihan pajak pada DPPKAD Karanganyar baru bisa sampai pada tahap penagihan secara pasif saja. Penagihan aktif belum bisa dilaksanakan oleh DPPKAD karena dalam hal penagihan aktif dibutuhkan adanya perangkat juru sita pajak yang sekarang ini belum ada, sehingga penagihan pajak aktif belum bisa dilaksanakan. Dalam penagihannya terhadap wajib pajak yang belum membayar PBB-P2, wajib pajak yang belum membayar pajak yang terutang

sampai melewati waktu jatuh tempo, DPPKAD Karanganyar memberikan surat teguran kepada wajib pajak. Surat teguran tersebut disampaikan kepada wajib pajak melalui kurir atau melalui pos. Selain itu penerapan sanksi yaitu secara administratif denda 2% per bulan keterlambatan pembayaran. Terkait dengan peralihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan perkotaan (PBB-P2) dari KPP Karanganyar, dalam penerapan prosedur penagihan pajak yang dilakukan oleh pihak DPPKAD Karanganyar mengalami kesulitan dalam melakukan penagihan tunggakan pajak tahun periode 2012. Hal ini dikarenakan pada saat pelimpahan tunggakan pajak dari KPP Karanganyar belum disertai data dari subjek pajak maupun objek pajak secara detail dan akurat, tetapi hanya data besaran tunggakan pajak secara menyeluruh. 2. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Rennata Margaretha (2015) yang berjudul Kegiatan Pemutakhiran Data Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Sektor PBB-P2". Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari kegiatan pemutakhiran data oleh pihak DPPKAD terhadap penerimaan PBB-P2. Hasil dari studi tersebut adalah pemutakhiran data Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) dengan cara aktif merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Dinas dengan cara mencocokan dan menyesuaikan data objek dan subjek pajak yang ada dengan keadaan sebenarnya di lapangan atau mencocokan dan menyesuiakan NJOP

dengan rata-rata nilai pasar yang terjadi di lapangan. Pemutakhiran data dengan cara pasif merupakan kegiatan pemutakhiran data untuk menyesuiakan data obyek dan subyek PBB-P2 dengan cara wajib pajak datang secara langsung atau melalui pihak desa/keluarahan ke kantor DPPKAD guna pengajuan permohonan pemutakhiran data yang berkaitan dengan pembetulan, mutasi, pembatalan, pendaftaran obyek baru dan pengajuan salinan, baik secara perorangan atau kolektif. Melalui kegiatan pemutakhiran data, di Kabupaten Karanganyar penerimaan PBB-P2 tahun 2013-2014 mengalami kenaikan yang signifikan.