KORELASI ANTARA PANJANG DAN BERAT UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN KEPADATAN BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT PENEBARAN YANG BERBEDA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK BIOCRETE DENGAN PADAT PENEBARAN BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

M.Faiz Fuady, Mustofa Niti Supardjo, Haeruddin 1

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BUDIDAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) SEMIINTENSIF DENGAN METODE SIRKULASI TERTUTUP UNTUK MENGHINDARI SERANGAN VIRUS

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2014 di Laboratarium Budidaya. Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada 17 Januari 2016 di UD.

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas

II. BAHAN DAN METODE

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

PERTUMBUHAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK INTENSIF

PORTOFOLIO PEMBESARAN UDANG VANAME UNIT 16 ROI

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

BAB III BAHAN DAN METODE

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

GROUPER FAPERIK ISSN

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.)

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

saat suhu udara luar menjadi dingin pada malam dan pagi hari. (Mengakibatkan kematian pada Udang)

III. BAHAN DAN METODE

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

GAMBAR KAWASAN TAMBAK 74,2

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya

VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

Pengujian Apilkasi Probiotik Pada Penggelondongan Calon Induk Bandeng Strain Barru Pada Bak Beton

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

PRINSIP BUDIDAYA UDANG VANAME Litopenaeus vannamei DI TAMBAK DENGAN TEKNOLOGI EKSTENSIF PLUS

II. BAHAN DAN METODE

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

BAB 4. METODE PENELITIAN

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PT. SAY GROW INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PT. SAY GROW INDONESIA

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

Transkripsi:

KORELASI ANTARA PANJANG DAN BERAT UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN KEPADATAN BERBEDA Adna Sumadikarta 1, Srie Rahayu 2, Rahman 3 1&2 Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor, 3 Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor. ABSTRAK Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan di Amerika Latin. Udang ini masuk ke Indonesia pada tahun 2000 untuk menggantikan udang windu yang pada saat itu mengalami penurunan hasil produksi sedangkan permintaannya terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pertumbuhan udang vaname yang dipelihara dengan tingkat kepadatan berbeda dengan sistem intensif. Penelitian dilaksanakan selama satu siklus produksi (100 hari) dengan 4 perlakuan padat tebar dan 3 ulangan ( 75, 100, 125, 150 ekor/m 2 ). Udang uji yang digunakan memiliki berat rata-rata awal 0,07±0,02 g/ekor dan panjang rata-rata awal 0,64±0,10 cm. Parameter uji meliputi kelangsungan hidup, laju pertumbuhan berat harian, pertumbuhan panjang harian, serta hubungan panjang dan berat udang vaname. Tingkat kelangsungan hidup pada udang vaname pada perlakuan 150 ekor/m 2 memiliki nilai terendah 53,83% yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan (P<0,05) dan tertinggi pada perlakuan 75 ekor/m 2 sebesar 92 %. laju pertumbuhan berat harian udang vaname tertinggi terdapat pada perlakuan 75 ekor/m 2 (6,13%) yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan (P<0,05). Padat tebar yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan udang yang dipelihara. Semakin rendah kepadatan, maka kompetisi dalam perolehan oksigen dan ruang gerak lebih rendah. Pertumbuhan panjang harian dengan padat tebar 75 ekor/m 2 memiliki nilai tertinggi (0,13) yang berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 125 ekor/m 2 dan 150 ekor/m 2 (P<0,05). Berdasarkan hasil yang didapat dilihat nilai b dari masing-masing perlakuan menunjukkan pola pertumbuhan allometrik negatif (b < 3). Perlakuan 75 ekor/m 2 memiliki nilai r tertinggi dengan nilai 95,71% dan perlakuan 125 ekor/m 2 dengan nilai terendah 74%. Kata Kunci : Udang, Tambak Intensif, Padat Penebaran. PENDAHULUAN Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan di Amerika Latin. Udang ini masuk ke Indonesia pada tahun 2000 untuk menggantikan udang windu yang pada saat itu mengalami penurunan hasil produksi (Manoppo, 2011). Udang vaname adalah salah satu dari lima komoditas unggulan marikultur di Indonesia (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010). Pertumbuhan produksi udang Asia antara tahun 2010-2014 mengalami pasang surut. Dibandingkan beberapa negara Asia seperti China, Thailand, Vietnam, dan India, Sebenarnya Indonesia berada pada posisi tingkat produksi udang yang stabil. Tetapi pertumbuhannya masih rendah yaitu sebesar % pertahun. India adalah negara yang menduduki produksi tertinggi pada tahun 2014 (FAO, 2012). Untuk mengejar pertumbuhan produksi udang di Indonesia, pelaku pembudidaya udang melakukan intensifikasi yaitu dengan menambah jumlah padat tebar, sehingga target produksi akan tercapai. Sistem budidaya intensif udang vaname dapat menghasilkan panen lebih baik pada fluktuasi kualitas air yang maksimal serta dengan menerapkan padat tebar tinggi dengan padat tebar antara 40-100 ekor/m 2 (Kordi, 2010) Menurut Andriyanto dkk., (2013), pertumbuhan udang dipengaruhi oleh padat penebaran. Kepadatan yang tinggi dapat meningkatkan kompetisi dalam tempat hidup, makan, dan oksigen.

Budiardi dkk., (2005) menjelaskan bahwa padat penebaran merupakan faktor yang sangat menentukan, selain ketiga faktor lainnya yaitu tenaga kerja, pakan, dan pupuk. Selama ini belum diketahui padat penebaran yang optimum sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh padat tebar yang optimum terhadap pola pertumbuhan udang vaname di tambak dengan sistem intensif. Selanjutnya informasi tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk proses produksi budidaya vaname dalam rangka memenuhi permintaan pasar akan kebutuhan udang vaname. BAHAN DAN METODE Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tambak udang 12 petak tambak dengan luas 3000 m 2 /petak, bak sortir, jala, saringan kasa mesh size 100 mm, timbangan pakan, timbangan digital, alat untuk kontrol pakan harian (anco). Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih udang vaname berasal dari hatchery daerah lampung yang berumur 26 hari terhitung dari awal benih menetas atau lebih dikenal dengan stadia Post Larva 10 (PL 10 yaitu stadia Post Larva pada umur 10 hari ), air laut, dan pakan komersil. Persiapan Petak Tambak Penelitian diawali dengan melakukan persiapan petak tambak yang akan digunakan untuk proses produksi sekitar 50 hari mulai dari pengangkatan lumpur, pengapuran, persiapan kincir dan pemasangan instalasi listrik hingga proses pengisian air. Penebaran Benih Udang Setelah tambak siap untuk produksi maka dilanjutkan dengan penebaran benih udang yaitu proses masuknya bibit udang ke tambak pemeliharaan. Menurut Kordi (2010) kriteria benih yang baik untuk siap tebar adalah ukuran benihnya seragam (homogenitas), warna tubuh transparan dan bersih, serta panjang benih PL 10 adalah 9-10 mm. Usus benih udang terlihat berwarna coklat kehitaman, hepatopankreas penuh dan berwarna gelap, berenang melawan arus dan menyebar, memberi respon jika benih disentuh atau disinari. Pemeliharaan Udang vaname Monitoring pemeliharaan udang vaname dilakukan secara teliti hingga akhir masa produksi dengan mengikuti prosedur tambak yang dipakai mulai dari pemberian pakan, Sampling udang, pengukuran kualitas air, hingga proses pemanenan. Sampling udang dilakukan pada pagi hari dengan cara udang dijaring menggunakan jala kemudian udang ditimbang menggunakan timbangan duduk 20 kg flat type atz-2 kemudian dihitung beratnya dengan menggunakan timbangan Digital Pocket Scale SF 820, capacity 500g x 0,01g. Panjang diukur mulai dari rostrum sampai telson dengan menggunakan penggaris untuk mengetahui pertumbuhannya. Kelangsungan Hidup Udang Menurut Effendie (2002) nilai kelangsungan hidup merupakan perbandingan antara jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode. Kelangsungan hidup udang akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran udang yang dipelihara. Jumlah padat tebar menentukan tingkat kelangsungan hidup udang. Penghitungan nilai kelangsungan hidup udang menggunakan rumus sebagai berikut: Sr = Nt No x 100% Keterangan: SR = Kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah individu pada akhir perlakuan (hari ke-t) No = Jumlah individu pada awal perlakuan (hari ke-0)

Laju Pertumbuhan Berat Harian Udang Menurut De Silva dan Anderson (1995) pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran maupun volume seiring dengan berubahnya waktu. Laju pertumbuhan harian udang vaname adalah perhitungan bertambahnya berat, ukuran dan volume yang dihitung secara berkala yaitu setiap minggu dengan menggunakan rumus sebagai berikut : LPBH = Wt W0/t1-t0 x 100% Keterangan : LPBH = laju pertumbuhan berat harian (%) W = berat awal pemeliharaan (g) Wt = berat akhir pemeliharaan (g) t = waktu pemeliharaan (hari) Pertumbuhan Panjang Harian Udang Menurut Yustina dkk., (2003) pertumbuhan panjang harian dapat dihitung berdasarkan rumus yaitu : G = L2 L1/T Keterangan : G = Pertumbuhan panjang harian L2 = Panjang pada akhir pengamatan (cm) L1 = Panjang pada awal pengamatan (cm) T = Lama waktu antara akhir pengamatan dan awal pengamatan dan beratnya. Hubungan panjang berat digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan alometrik (Effendie, 2002). Untuk kedua pola ini berlaku persamaan : W = a L b Dimana: W= Berat total (g) L = Panjang tubuh udang (cm) a dan b = Konstanta Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai y dan Log L sebagai x. Untuk menguji nilai b = 3 atau b 3 dilakukan uji t (untuk lanjutan dari hasil hipotesis). Nilai b adalah nilai konstanta untuk menetukan hubungan panjang dan berat udang apakah allometrik atau isometrik. Setelah dilakukan analisa data pertumbuhan panjang dan berat udang, akan diperoleh hasilnya. Pertumbuhan allometrik positif diperloleh jika nilai b>3, artinya pertumbuhan berat lebih besar dari panjang tubuhnya. Jika nilai b<3 artinya pertumbuhan panjang tubuhnya lebih besar dari beratnya maka allometrik negatif. Apabila b=3 artinya pertumbuhan panjang tubuh sama dengan beratnya maka bersifat isometrik (Effendie, 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup Udang Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup udang vaname selama pemeliharaan yang disajikan pada Gambar 4 berkisar antara 61,53-92% pada setiap perlakuan. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan 75 ekor/m 2 dengan nilai 92% yang berbeda nyata dengan perlakuan 150 ekor/m 2. Hubungan Panjang dan Berat Udang Pola pertumbuhan udang vaname dianalisis menggunakan regresi dengan melihat hubungan antara panjang tubuh

Laju Pertumbuhan Berat Harian (%) Kelangsungan Hidup (%) 100 80 60 40 20 0 92,00± 84,67± 80,00± 61,53± b b b a A B C D Gambar 4. Tingkat Kelangsungan Hidup Udang Pada Kepadatan Tebar Berbeda Tingkat kelangsungan hidup pada udang vaname berdasarkan grafik diatas dapat dilihat pada perlakuan 150 ekor/m 2 memiliki nilai kelangsungan hidup terendah 61,53% yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan (P<0,05) (lampiran 1). Hal ini dikarenakan semakin tinggi padat tebar akan meningkatkan kompetisi dalam mendapatkan makanan, oksigen, dan tempat untuk hidup. Hal ini membuat udang yang sedang dalam masa molting rentan terhadap serangan udang lainnya. Menurut Syahid dkk., (2006) kepadatan benih udang yang terlalu tinggi menyebabkan terjadinya variasi kematian benih yang berbeda-beda, sebagai akibat dari adanya sifat kanibal (saling memangsa). Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup udang. Padat tebar yang tinggi menyebabkan kandungan bahan organik seperti ammonia yang berasal dari sisa pakan dan ekskresi dari udang juga makin tinggi. Sisa pakan akan meningkatkan ammonia yang bersifat toksik bagi udang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Badare (2001) bahwa kualitas air turut mempengaruhi kelulushidupan organisme perairan yang dibudidayakan. Sedangkan menurut Boyd (1992) hasil akumulasi organik yang bersifat toksik pada udang menyebabkan pemakaian oksigen untuk oksidasi bahan organik lebih tinggi dibandingkan kecepatan difusi oksigen ke dalam air. Hal ini berakibat buruk pada udang karena dapat menyebabkan oksigen berkurang hingga batas yang merugikan kehidupan udang. Laju Pertumbuhan Berat Harian Udang Hasil pengamatan laju pertumbuhan harian disajikan pada Gambar 5. Laju pertumbuhan berat harian selama pemeliharaan berkisar antara 5,63-6,13%. Laju pertumbuhan berat harian tertinggi diperoleh pada perlakuan 75 ekor/m 2 dengan nilai 6,75% yang berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya (5,63%). 10 8 6 4 2 0 6,13±0,25 5,63±0,25 5,59±0,25 5,64±0,25 a b b b 75 ekor/m2 100 ekor/m2 125 ekor/m2 150 ekor/m2 Pertumbuhan merupakan pertambahan berat, panjang, dan volume dalam satuan waktu tertentu. Berdasarkan grafik di atas, laju pertumbuhan berat harian udang vaname tertinggi terdapat pada perlakuan 75 ekor/m 2 (6,13%) yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan (100, 125 dan 150 ekor/m 2 ) (P<0,05) (lampiran 1). Hal ini menunjukkan padat tebar yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan udang yang dipelihara. Menurut Haryanto (2006) bahwa semakin rendah kepadatan, maka kompetisi dalam perolehan oksigen dan ruang gerak lebih rendah. Kepadatan tebar yang rendah memberikan pengaruh distribusi pakan yang cenderung merata, sehingga pertumbuhan memiliki ukuran yang lebih seragam dan memiliki nilai bobot tinggi. Laju pertumbuhan perlakuan 100 ekor/m 2 (5,62%), perlakuan 125 ekor/m 2 (5,58%) dan perlakuan 150 ekor/m 2 (5,63%) memiliki padat tebar yang lebih tinggi dibanding perlakuan 75 ekor/m 2. Laju pertumbuhan harian yang rendah dapat disebabkan oleh kadar oksigen yang turun,

Berat Tubuh (gr) Panjang Harian (cm) Berat Tubuh (gr) sehingga udang mengalami stress dan penurunan nafsu makan. Hal ini menyebabkan laju pertumbuhan menurun (Budiardi, 2005). Pertumbuhan Panjang Harian Udang Hasil dari pertumbuhan panjang harian udang vaname disajikan pada Gambar 6. Pertumbuhan panjang harian tertinggi terdapat pada perlakuan 75 ekor/m 2 ( 0,13 cm) yang berbeda nyata terhadap perlakuan 125 ekor/m 2 (0,12 cm) dan 150 ekor/m 2 (0,11 cm). 0,150 0,100 0,050 0,000 0,132± 0,128± 75 ekor/m2 100 ekor/m2 0,120± 125 ekor/m2 0,114± 150 ekor/m2 Gambar 6. Pertumbahan Panjang Harian Udang Pada Kepadatan Tebar Berbeda Pertumbuhan panjang harian berdasarkan grafik di atas dapat dilihat pada perlakuan dengan padat tebar 75 ekor/m 2 memiliki nilai tertinggi (0,13) yang berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 125 ekor/m 2 dan 150 ekor/m 2 (P<0,05). Hal ini menunjukkan perbedaan padat tebar mempengaruhi pertumbuhan panjang pada udang. Menurut Kaligis (2005) pertambahan panjang tumbuh udang didukung oleh intensitas udang moulting. Padat tebar yang tinggi mengakibatkan ruang gerak udang terbatas sehingga pertumbuhan panjang pada perlakuan 150 ekor/m 2 lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. berturut-turut adalah W = 5,5728 L 0,6026 dengan nilai b sebesar 0,6026, W = 5,539 L 0,4958 dengan nilai b sebesar 0,4958, W = 8,588 L 0,3488 dengan nilai b sebesar 0,3488, dan W = 9,837 L 0,3148 dengan nilai b sebesar 0,3148. Pada setiap perlakuan ini menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan nilai r berkisar 0,7487-0,9571. Grafik hubungan panjang dan berat pada setiap perlakuan dapat dilihat pada gmbar 7, 8, 9 dan 10. Gambar 7. Menunjukkan hubungan panjang dan berat udang vaname pada kepadatan 75 ekor/m 2. 28,50 28,00 27,50 27,00 26,50 26,00 y = 5,5728x 0,6026 R² = 0,9571 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 Gambar 7. Hubungan Panjang dan Berat Udang Kepadatan Tebar 75 ekor/m 2. Hubungan panjang dan berat dengan kepadatan 100 ekor/m 2 ditunjukkan dengan Gambar 8 dibawah ini. 22,00 21,50 21,00 20,50 20,00 y = 8,5882x 0,3488 R² = 0,7488 19,50 0,00 5,00 10,00 15,00 Gambar 8. Hubungan Panjang dan Berat Udang Kepadatan Tebar 100 ekor/m 2. Hubungan Panjang dan Berat Udang Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang dan berat udang vaname, model perhitungan hubungan panjang dan berat pada setiap perlakuan

Berat Tubuh (gr) Berat Tubuh (gr) Gambar 9 menunjukkan hubungan panjang dan berat udang vaname dengan kepadatan tebar 125 ekor/m 2. 22,00 21,50 21,00 20,50 20,00 19,50 Gambar 9. Hubungan Panjang dan Berat Udang Kepadatan Tebar 125 ekor/m 2. Hubungan panjang dan berat udang vaname dengan kepadatan tebar 150 ekor/m 2 ditunjukkan oleh Gambar 10 23,00 22,50 22,00 21,50 21,00 y = 8,5882x 0,3488 R² = 0,7488 0,00 5,00 10,00 15,00 y = 9,837x 0,3148 R² = 0,9483 20,50 0,00 5,00 10,00 15,00 Gambar 10. Hubungan Panjang dan Berat Udang Kepadatan Tebar 150 ekor/m 2. Berdasarkan hasil data di atas dapat dilihat nilai b dari masing-masing perlakuan menunjukkan pola pertumbuhan allometrik negatif (b < 3). Perlakuan 75 ekor/m 2 memiliki nilai r tertinggi dengan nilai 95,71% dan perlakuan 125 ekor/m 2 dengan nilai terendah 74%. Menurut Arikunto (2002) nilai korelasi yang berkisar antara 0,7-1,00 berarti memiliki nilai korelasi yang tinggi, sedangkan nilai 0,00-0,2 memiliki nilai korelasi rendah (tidak berkorelasi). Nilai korelasi pada setiap perlakuan menunjukkan nilai korelasi yang positif (0,7-1,00) hal ini menunjukkan pertumbuhan panjang dan berat saling berhubungan erat. Nilai b yang rendah diduga akibat dari lingkungan serta tingkah laku udang itu sendiri. Seperti halnya penelitian dari Djadja (2001) pada ikan petek memiliki hasil nilai allometrik negatif, sedangkan pada penelitian Mulfizar dkk., (2012) memiliki nilai allometrik positif. Hal ini diduga terkait perbedaan lingkungan karena sampling diperairan yang berbeda. Harga b yang berada diluar kisaran 2,5 3,5 udang itu mempunyai bentuk tubuh yang diluar batas kebiasaan bentuk tubuh ikan yang umum (Effendie 2002). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kelangsungan hidup udang vaname yang optimum terdapat pada perlakuan 75 ekor/m 2 dengan persentase tertinggi 92 % yang berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Laju pertumbuhan harian yang tertinggi pada perlakuan 75 ekor/m 2 dengan presentase 6,13% yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan. Panjang harian pada perlakuan 75 ekor/m 2 memiliki nilai tertinggi 0,13 g yang berbeda nyata terhadap perlakuan 100 ekor/m 2 dan 150 ekor/m 2. Hasil perhitungan bobot panjang pada setiap perlakuan menunjukkan pertumbuhan allometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih cepat daripada berat tubuhnya dengan nilai korelasi tinggi pada setiap perlakuan (0,74-0,95). Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai korelasi antara panjang dan berat udang vaname (litopenaeus vannamei) yang dipelihara secara intensif dengan kepadatan berbeda pada tambak full linning. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi dampak akumulasi amonia yang berlebih dari dasar tambak dan menjaga lingkungan perairannya agar tetap stabil sehingga diperoleh hasil sesuai dengan target produksi.

DAFTAR PUSTAKA Arifiantini, R.I. 2012. Teknik Koleksi Dan Evaluasi Semen Pada Hewan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Indah S. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar kolesom (Talinum triangulare Willd) Selama 45 hari terhadap Spermatogenesis Tikus Putih. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.Jakarta. Hal 16-19. Rajendra CE., Gopal S. M., Mahaboob A. N., Yashoda S. V., Manjula M. 2011 Phytochemical Screening Of The Rhizome Of Kaempferia galanga. International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research; 3 (3): 61-63 Wiguna, A. 2012. Pemanfaatan Ekstak Daun Kemangi (Ocimum basilicum L) sebagai Stimulan Hormon Testosteron pada Anak Ayam Jantan. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Pakuan. Bogor. Wahyoedi.2004. Efek Androgenik Ekstak Etanol Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl) pada Anak Ayam. Jurnal bahan alam Indonesia Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami. Hal 201-204