24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Susunan Dalam Satu Naskah Udang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. 2. Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2011:2) ada dua fungsi yaitu: 1. Fungsi Budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minimum keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. 24
25 b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. 3. Pengelompokan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:5) pengelompokan pajak dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Menurut Golongannya a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjektifnya, dalam arti memeperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
26 Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas: 1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Bermotor. 2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. 4. Asas Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:7) asas pemungutan pajak dibagi menjadi tiga yaitu : a. Asas Domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
27 penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku Art Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations yang ditulis kembali oleh Waluyo dalam buku Perpajakan Indonesia (2010:13) yaitu: a. Equality Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemanapun membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.
28 b. Certainty Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenangwenang. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahu secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran. c. Convenience Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak sebagai contoh: pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut Pay as You Earn. d. Economy Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak. 5. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:7) ada dua sistem pemungutan pajak adalah berikut :
29 a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus. 2. Wajib Pajak bersifat pasif. 3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang diberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib
30 Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. 6. Tarif Pajak Menurut Mardiasmo (2011:9) ada empat macam tarif pajak yaitu : a. Tarif sebanding/proporsional Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. b. Tarif tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
31 Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000,00. c. Tarif progesif Presentase tarif yang digunakan semakin besar bial jumlah yang dkenai pajak semakin besar. Contoh: pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Tabel Tarif Progresif Lampiran Penhasilan Kena Pajak Tarif Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5% Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 15% Di atas Rp 250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00 25% Di atas Rp 500.000.000,00 30% Menurut kenikan presentasi tarifnya, tarif progresif dibagi : 1. Tarif progresif progresif : kenaikan presentase semakin besar 2. Tarif progresif tetap : kenaikan presentasi tetap 3. Tarif progresif degrresif : kenaikan presentase semakin kecil.
32 d. Tarif degresif Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. 7. Stelsel Pemungutan Pajak Menurut Suandy (2014:29) ada tiga macam stesel pajak yaitu: a. Stelsel Nyata Menurut stelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada obyek atau penghasilan yang sunguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak. Kelemahan stelsel nyata adalah pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak/periode pajak, padahal pemerintah membutuhkan penerimaan pajak ini untuk membiayai pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun sjaa. Kekurangan stelsel nyata adalah besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena pemungutan pajak dilakukan setelah tutup buku, sehingga penghasilan yang sesungguhnya telah diketahui. b. Stelsel Fiktif Menurut stelsel fiktif yang juga disebut anggapan, pengenaan pajak didasarkan suatu anggaran (fiksi).
33 Kelemahan stelsel fiktif adalah besarnya pajak yang dipungut belum tentu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena pemungutan pajak dilakukan berdasarkan suatu anggapan bukan penghasilan yang sesungguhnya. Kelebihan stelsel fiktif adalah pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak/periode pajak, karena berdasarkan suatu anggapan, sehingga penerimaan pajak oleh pemerintah ini untuk membiayai pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun saja. c. Stelsel Campuran Merupakan kombinasi antar stelsel nyata dengan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak atau periode pajak penghitungan pajak menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir tahun pajak atau akhir periode pajak dihitun kembali berdasarkan stesel nyata. Kelemahan stelsel campuran adalah adanya tambahan pekerjaan administrasi karena penghitungan pajak dilakukan dua kali yaitu pada awal dan akhir tahun pajak atau periode pajak. Kelebihan stelsel campuran adalah pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak/periode pajak, dan besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya
34 yang sesungguhnya terutang karena dilakukan penghitungan kembali pada akhir tahun pajak atau akhir periode pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. 8. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang- Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Halim, 2004:96). Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah. b. Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
35 pemerintah daerah pada bab V (lima) nomor 1 (satu) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah bersumber dari: 1. Pajak Daerah Menurut Suandy (2014:229) Pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Suandy (2014:229 ) jenis Pajak Daerah dan Tarif Pajak Daerah yaitu: a) Pajak Provinsi 1) Pajak Kendaraan Bermotor Tarif pajak kendaran:
36 a. Tarif kendaraan bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut: 1. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah 1% dan paling tinggi 2%. 2. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah 2% dan paling tinggi 10%. b. Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, pemerintah/tni/polri, pemerintah daerah ditetapkan paling rendah 0,5% dan paling tinggi 1%. c. Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditentukan paling rendah 0,1% dan paling tinggi 0,2%. 2) Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor Tarif biaya balik nama kendaraan bermotor paling tinggi: a. Penyerahan pertama sebesar 20% b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%
37 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Tarif ditetapkan paling tinggi yaitu 10% dan khusus untuk kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50%. 4) Pajak Air Permukaan Tarif paling tinggi 10%. 5) Pajak Rokok Tarif palig tinggi 10% dari cukai rokok. b) Pajak Kabupaten/Kota 1) Pajak Hotel Tarif Pajak Hotel paling tinggi 10% 2) Pajak Restoran Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran. 3) Pajak Hiburan Tarif paling tinggi Pajak Hiburan yaitu 25%. 4) Pajak Reklame Tarif paling tinggi 25%. 5) Pajak Penerangan Jalan Tarif paling tinggi yaitu 10%. 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Tarif paling tinggi adalah 25%.
38 7) Pajak Parkir Tarif paling tinggi Pajak Parkir 30%. 8) Pajak Air Tanah Tarif paling tinggi 20%. 9) Pajak Sarang Burung Walet Tarif paling tinggi 10%. 10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Tarif paling tinggi 0,3%. 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Tarif paling tinggi yaitu 5%. 2. Retribusi Daerah Menurut Suandy (2014:235) retribusi daerah adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3
39 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. a) Retribusi Jasa Umum yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. b) Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa usaha yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. c) Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan daerah sebagai pembayarann atas pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd, bagian laba atas
40 penyertaan modal pada perusahaan milik negara/bumn dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta maupun kelompok masyarakat. 4. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan Asli Daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pendapatan ini juga merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang sah meliputi: a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. b) Jasa giro. c) Pendapatan bunga. d) Keuntungan adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. e) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaaan barang ataupun jasa oleh pemerintah.
41 9. Kontribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kontribusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah uang iuran atau dana suatu forum. Kontribusi masing-masing jenis Pendapatan Asli Daerah terhadap pendapatan Asli Daerah merupakan rasio jenis pajak tertentu dengan Total Pendapatan Asli Daerah dengan kurun waktu satu tahun tertentu. Rasio ini megidentifikasikan besar kecilnya suatu peran jenis-jenis Pendapatan Asli Daerah. Apabila rasio presentasi semakin tinggi diperoleh maka kontribusi pajak semakin besar terhadap Pendapatan Asli Daerah. Rumus yang digunakan untuk menghitung kontribusi jenis-jenis Pendapatan Asli Daerah (Suseno:2015) yaitu: Kontribusi = Realisasi penerimaan jenis Pendapatan Asli Daera h Realisasi penerimaan PAD x 100% Untuk penelitian ini, penulis menggunakan data Laporan Realisasi Anggaran DPPKAD Karanganyar untuk menghitung kontribusi tersebut yaitu realisasi penerimaan jenis-jenis Pendapatan Asli Daerah dan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah, kemudian dikali dengan 100%. Hasil dari kontribusi tersebut berupa presentase dan hasilnya akan digunakan untuk mengetahui seberapa besar kecilnya kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah tersebut.
42 B. Referensi Terdahulu Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang sejenis yang terkait dengn kontribusi penerimaan jenis-jenis penapatan asli daerah yang pernah dilakukan sebelumnya. hhal ini mempermudah penulis untuk menyusun laporan Tugas Akhir. Pertama Suseno (2015) meneliti tentang analisis kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah kota Surakarta. Kedua Saputro (2015) meneliti tentang analisis efektifitas dan kontriusi penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah kabupaten Karanganyar. Ketiga Cahyani (2014) meneliti tentang analisis tingkat kontribusi pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah kota Surakarta. Keempat Analita (2015) meneliti tentang analisis kontribusi pajak parkir terhadap pendapatan asli daerah kota Surakarta. Berdasarkan tinjauan karya ilmiah sebelumnnya penelitian penemukan adanya persamaan data yang diperoleh dari DPPKA kota maupun DPPKAD. Perbedaan yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penulis yaitu peneliti terdahulu meneliti jenis pajak daerah sedangkan peneliti sekarang meneliti jenis-jenis pendapatan asli daerah dan penulis meneliti menyeluruh tidak hanya jenis pajak daerahnya saja tetapi juga retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yangg dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.