BAB II LANDASAN TEORI A. WADI AH 1. Pengertian Wadi ah Dalam tradisi fiqih islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-wadi ah. Hal ini dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lainnya, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip meghendaki. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang 1. Dengan demikian dapat disimpulkan, Wadi ah adalah titipan murni dari pihak penitip yang mempunyai barang atau aset kepada pihak penyimpan yang diberi amanah atau kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki. 1 Sunarto, Zulkifli. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2007). H.37 18
2. Rukun Wadi ah Rukun Wadi ah adalah sebagai berikut: a. Barang atau uang yang disimpan dititipkan (Wadi ah) agar dapat dimanfaatkan maupun tidak dimanfaatkan. b. Pemilik barang atau uang yang bertindak sebagai pihak yang menitipkan (Muwaddi ) c. Pihak yang menyimpan atau memberikan jasa custodian (Mustawda ) agar bisa dimanfaatkan. d. Ijab Kabul (Sighat). Diantara masing-masing pihak yang akan melakukan kegiatan ekonomi 3. Syarat-syarat Wadi ah Adapun syarat-syarat Wadi ah adalah sebagai berikut: a. Menurut ulamma Hanafiyah kedua belah pihak yang melakukan akad adalah harus orang yang berakal b. Barang titipan harus jelas dan boleh dikuasai (al-qabdh). Maksudnya, barang yang dititipkan itu boleh diketahui identitasnya dengan jelas dan boleh dikuasai untuk dipelihara. c. Disyaratkan pada ijab dan qabul dimengerti oleh kedua belah pihak, baik secara jelas maupun samar. 19
4. Macam-macam Wadi ah Pada macam-macamnya Wadi ah terdiri dari dua jenis, yakni : a. Wadi ah Yad al-amanah Wadi ah Yad al-amanah adalah akad titipan di mana penerima titipan (custodian) adalah penerima kepercayaan (trustee), artinya ia tidak diharuskan mengganti segala resiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan, kecuali bila hal itu terjadi karena akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan atau bila status titpan telah berubah menjadi Wadi ah Yad adh- Dhamanah. Dibawah prinsip Yad Amanah ini aset titipan dati setiap pemilik harus dipisahkan, dan aset tersebut tidak boleh dipergunakan dan custodian tidak berhak untuk memanfaatkan asset titipan tersebut 2 b. Wadi ah Yad adh-dhamanah Wadi ah Yad Dhamanah yaitu akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan barang atau uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang atau uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang atau uang tersebut menjadi hak penerima titipan 3. 2 Dewi, Gemala. Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007) h.82 3 Sunarto, Zulkifli. Op.Cit. h.36 20
Dari prinsip Yad al-amanah kemudin berkembang prinsip Yad Dhamanah yang berarti bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang atau aset titipan. 5. Giro Wadi ah Giro Wadi ah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening giro untuk keamanan dan kemudahan pemakaiannya. Karakteristik giro Wadi ah ini mirip dengan giro bank konvensional, ketika kepada nasabah penyimpan diberi garansi untuk dapat menarik dananya sewaktu-waktu dengan fasilitas yang disediakan, seperti cek, bilyet giro, kartu ATM, atau dengan menggunakan sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan tanpa biaya. Bank boleh menggunakan dana nasabah yang terimpun untuk tujuan mencari keuntungan dalam kegiatan yang berjangka pendek atau untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank, selama dana tersebut tidak ditarik. Biasanya bank tidak menggunakan dana ini untuk pembiayaan bagi hasil karena sifatnya yang jangka pendek. Keuntungan yang diperoleh bank dari penggunaan dana ini menjadi milik bank. Demikian juga, kerugian yang timbul menjadi tanggungjawab sepenuhnya. Bank diperbolehkan untuk memberikan insentif berupa bonus kepada nasabah, Akad & Produk Bank Syariah. Selama hal ini tidak disyaratkan sebelumnya. Besarnya bonus juga ditetapkan dimuka 4. 4 Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.113 21
6. Rusak dan Hilangnya Benda Titipan Menurut ibnu taimiyah apabila seseorang yang memelihara bendabenda titipan mengaku bahwa benda-benda titipan ada yang mencuri, sementara hartanya yang ia kelola tidak ada yang mencuri, maka orang yang menerima benda-benda titipan tersebut wajib menggantinya. Pendapat ibnu taimiyah ini berdasarkan pada atsar bahwa Umar r.a. pernah meminta jaminan dari anas bin malik r.a. ketika barang titipannya yang ada pada anas r.a. sendiri masih ada. Orang yang meninggal dunia dan terbukti padanya terdapat benda benda titipan milik orang lain, ternyata barang titipan tersebut tidak dapat ditemukan, maka ia merupakan utang bagi yang menerima titipan dan wajib dibayar oleh para ahli warisnya. Jika terdapat surat dengan tulisannya sendiri, yang berisi adanya pengakuan benda-benda titipan, maka surat tersebut dijadikan pegangan karena tulisan dianggap sama dengan perkataan apabila tulisan tersebut ditulis oleh dirinya sendiri. Bila seseorang menerima benda-benda titipan, sudah sangat lama waktunya, sehingga ia tidak lagi mengetahui dimana atau siapa pemilik bendabenda titipan tersebut dan sudah berusaha mencarinya dengan cara yang wajar, namun itdak dapat diperoleh keterangan yang jelas, maka benda-benda titipan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan agama Islam, dengan mendahulukan hal-hal yang paling penting di antara masalah-masalah yang penting. 22
7. Praktek Wadi ah Dalam Perbankan Tabungan Wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdsarkan akad Wadi ah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Berkaitan dengan produk tabungan wadi ah, bank syariah menggunakan akad Wadi ah Yad Dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uangnya. Sedangkan bank syariah sebagai pihak yang dititipi dana disertai hak untuk memanfaatkan dana tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas kentungan dari hasil pemanfaatan dana tersebut. Mengingat Wadi ah Yad Dhamanah ini mempunyai implikasi hukum yang sama dengan Qard, maka nasabah penitip dan bank tidak harta boleh saling menjanjikan untuk membagihasilkan keuntungan tersebut. Namun demikian, bank diperkenankan memberikan bonus kepada pemilik harta titipan selama tidak disyaratkan dimuka. Dengan kata lain, pemberian bonus merupakan kebijakan bank syariah semata yang bersifat sukarela. 23
Adapun Skemanya sebagai berikut: Gambar 1 Skema Akad Wadi ah 2. Penyerahan Harta NASABAH 1. Akad Wadi ah BANK 6. Beri Bonus 4. Dapat Manfaat 3. Pemanfaatan Harta DUNIA USAHA B. MUDHARABAH 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah secara umum merupakan suatu perjanjian perkongsian dimana yang saling berkongsi saling membagi keuntungan dan kerugian berdasarkan ekuiti, walaupun sebenarnya tidak harus begitu. Semua kerugian biasanya dianggap sebagai sifat modal dan risiko dari modal. Mudarib atau agen sebagai tidak mengalami kerugian kecuali para tenaga kerja. Dengan demikian, golongan ahli fikih Hanafi tidak menyebutnya sebagai perkongsian yang sebenarnya 5. 5 Muslehuddi, Muhammad. Sistem Perbankan dalam Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h.65 24
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah Mudharabah yang mempunyai tujuan kerja sama antara pemilik dana (Shahibul Maal) dan pengelola dana (Mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Dengan demikian deposan bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada Bank Konvensional 6. 2. Rukun Mudharabah Adapun rukun Mudharabah adalah sebagai berikut : a. Pemilik modal atau Pemilik barang yang akan menyerahkan barang- barangnya. b. Pemilik usaha atau juga yang bekerja yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang. c. Ijab yaitu ungkapan penyerahan modal dari pemiliknya dan qabul yaitu ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari pedagang. d. Nisbah bagi hasil yang dapat menghasilkan keuntungan atau juga laba yang akan didapat. 6 Antonio, M. Syafii, Bank Syariah: Teori dan Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.151 25
3. Syarat-syarat Mudharabah Syarat-syarat Mudharabah sebagai berikut : a. Modal berbentuk uang tunai, jika berbentuk emas atau perak batangan atau barang perhiasan atau barang dagangan maka tidak sah. b. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal jelas prosentasinya, seperti setengah, sepertiga, atau seperempat. Karena Rasulullah bermu amalah dengan penduduk Khaibar sebanyak separoh dari hasilnya. c. Dalam kapasitasnya mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan mudharabah dengan pihak lain. d. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan 7. 4. Macam-macam Mudharabah Pada macam-macamnya mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni : a. Mudharabah Muthlaqah Yang dimaksud dengan transaksi Mudharabah Mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, maupun daerah bisnis. 7 Anshori, Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2007), h.90 26
Dalam bahasa fiqh ulama Salaf sering ungkapan lakukanlah sesukamu dari Shahibul memberi kekuasaan sangat besar.selain itu, kali dicontohkan dengan mal ke Mudharib yang Mudharabah Mutlaqah Yaitu salah satu jenis mudharabah, dimana pemilik usaha (Mudharib) diberikan hak yang tidak terbatas untuk melakukan investasi oleh pemilik modal (Shahibul mal) 8. b. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah Muqayyadah yaitu Salah satu jenis Mudharabah, dimana pemilik usaha (Mudharib) dibatasi haknya oleh pemilik modal (Shahibul mal), antara lain dalam hal jenis usaha, waktu, dan tempat usaha. Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah Restricted Mudharabah. Specified Mudharabah adalah kebalikan dari Mudharabah Mutlaqah. Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan umum Shahibul mal dalam memasuki jenis dunia usaha 9. 5. Deposito Mudharabah Deposito menurut undang-undang perbankan syariah nomor 21 tahun 2008 adalah investasi dana berdasarkan akad Mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpanan dan bank syariah atau unit usaha syariah (UUS). 8 Sunarto, Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2007), h.2007 9 Antonio, M.Syafii, Bank Syariah: Teori dan Praktik, (Jakarta: gema Insani Press, 2001) h. 97 27
Dalam fatwa dewan syariah nasional no. 03/DSN-MUI/IV/200, deposito terdiri atas dua jenis: pertama, deposito yang tidak dibenarkan secara prinsip syariah yaitu deposito yang berdasarkan perhitungan bunga. Kedua,deposito yang dibenarkan syariah yaitu deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah Deposito adalah bentuk simpanan nasabah yang mempunyai jumlah minimal tertentu, jangka waktu tertentu dan bagi hasilnya lebih tinggi dari daripada tabungan. nasabah membuka deposito dengan jumlah minimal tertentu dengan jangka waktu yang telah disepakati, sehingga nasabah tidak dapat mencairkan dananya sebelum jatuh tempo yang telah disepakati, akan tetapi bagi hasil yang ditawarkan jauh lebih tinggi daripada tabungan biasa maupun tabungan berencana. Produk penghimpunan dana ini biasanya dipilih oleh nasabah yang memiliki kelebihan dana sehingga selain bertujuan untuk menyimpan dananya, bertujuan pula untuk salah satu sarana berinvestasi 10. 10 Al Arif, Nur Riyanto, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2010) h. 35 28
6. Berakhirnya Akad Mudharabah Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad Mudharabah dinyatakan batal dalam hal-hal sebagai berikut: a. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat Mudharabah. Jika salah satu syarat Mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai upah, karena tindakannya atas pemilik modal dan ia melakukan tugas berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal, karena pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apapun, kecuali atas kelalaiannya. b. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian, karena dialah penyebab kerugian. c. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, atau salah seseorang pemilik modal meninggal dunia, maka Mudharabah menjadi batal. 29
7. Praktek Mudharabah Dalam Perbankan Dalam hal ini, bank syariah bertindak sebagai pengelola dana, sedangkan nasabah bertindak sebagai pemilik dana. Bank syariah dalam kapasitasnya sebagai Mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad Mudharabah dengan pihak lain. Namun disisi lain, Bank syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah, yang berarti Bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan. Dari hasil pengelolaan, Bank syariah akan membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggungjawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah salah ururs, bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut. Dalam mengelola harta Mudharabah, bank menutup biaya operasional tabungan dengankan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Di samping itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah penabung tanpa persetujuan yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPh bagi hasil tabungan Mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung ditiap akhir bulan dan buku awal bulan berikutnya 11. 11 Sunarto Zulkifli, Op.Cit. 58 30
Adapun skemanya sebagai berikut: Gambar 2 Skema Akad Mudharabah 1. Akad Mudharabah PEMILIK USAHA PEMILIK MODAL 2. Memberikan Modal 3. Profesionalisme USAHA 4.Laba/Rugi BAGI HASIL SESUAI KESEPAKATAN 31