HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGA KEJADIAN GLAUKOMA PADA ANAK DENGAN SINDROMA NEFROTIK JURNAL ILMIAH KTI

HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

KADAR KOLESTEROL DARAH ANAK PENDERITA SINDROM NEFROTIK SENSITIF STEROID SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI PREDNISON DOSIS PENUH ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012

PENGARUH SUPLEMENTASI KAPSUL EKSTRAK IKAN GABUS TERHADAP KADAR ALBUMIN DAN BERAT BADAN PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK

HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu anestesi dan terapi intensif.

KARAKTERISTIK KEJADIAN PENYAKIT GINJAL KRONIK PADA SINDROM NEFROTIK ANAK LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinis. Menurunkan Kejadian Relaps

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2015 di klinik VCT RSUP Dr.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG REKAM MEDIS DENGAN KELENGKAPAN PENGISIAN CATATAN KEPERAWATAN JURNAL PENELITIAN MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang.

Hubungan aspek klinis dan laboratorik dengan tipe sindrom nefrotik pada anak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pasien penyakit ginjal kronik ini mencakup ilmu penyakit dalam.

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : Nuruljannah Nazurah Gomes FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison

BAB III METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA. Jurnal Media Medika Muda

BAB III METODOLOGI PENULISAN. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia >200 mg/dl, dan lipiduria 1. Lesi glomerulus primer

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA PENGETAHUAN DOKTER UMUM MENGENAI PENYAKIT GLAUKOMA ARTIKEL HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN KANKER SERVIKS UTERI DENGAN FAKTOR RISIKO MENIKAH USIA MUDA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya adalah Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

PERBEDAAN SATURASI OKSIGEN AWAL MASUK TERHADAP LUARAN PNEUMONIA PADA ANAK LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah neurologi dan psikiatri.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. menitikberatkan pada prevalensi terjadinya DM pada pasien TB di RSUP

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Mata dan CDC RSUP dr. one group pretest and posttest design.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian

BAB IV METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN ORANGTUA DENGAN PERILAKU KESEHATAN PADA ANAK SINDROMA NEFROTIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA GLAUKOMA DENGAN KETAATAN MENGGUNAKAN OBAT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat-nya penulis dapat

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

KORELASI LAMA DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK : STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kesehatan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA. 6. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002:

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian adalah mencakup bidang Ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Kata Kunci: Katarak, Diabetes Mellitus, Riwayat Trauma Mata, Konsumsi Minuman Beralkohol, Pekerjaan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR TRIGLISERIDA PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU MEMERIKSAKAN DIRI KE PELAYANAN KESEHATAN : PENELITIAN PADA PASIEN GLAUKOMA DI RUMAH SAKIT DR.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Kesehatan Anak (bagian tumbuh kembang. anak)

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGAN KEJADIAN GLAUKOMA PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

HUBUNGAN KEJADIAN KANKER ANAK DENGAN RIWAYAT KANKER PADA KELUARGA LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. ditetapkan di Ruang Pemulihan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang setelah ethical

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Fisiologi, khususnya Fisiologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup tempat : RSIA. Hermina Pandanaran Semarang. Indonesia.

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK ASSOCIATION BETWEEN CORTICOSTEROID THERAPY AND CATARACT IN CHILDREN WITH NEPHROTIC SYNDROME JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum VIDYA LELIANA G2A 008 191 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012

HUBUNGAN ANTARA TERAPI KORTIKOSTEROID DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK Vidya Leliana 1, M. Heru Muryawan 2,Adhie Nur Radityo 2 ABSTRAK Latar Belakang: Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal kronik yang terapinya menggunakan kortikosteroid. Pada beberapa penelitian, penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan risiko efek samping kortikosteroid, salah satunya adalah katarak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara terapi kortikosteroid dengan kejadian katarak pada anak dengan sindrom nefrotik Metode: Penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Subyek adalah anak sindrom nefrotik relaps jarang, relaps sering, dan resisten steroid. Data berupa data sekunder dari hasil pemeriksaan mata pada anak dengan sindrom nefrotik di RS dr Kariadi antara bulan Maret-Juni 2012. Data dianalisis dengan menggunakan uji Fisher dengan nilai p< 0,05 Hasil:Dari responden yang berjumlah 23 anak terdapat 1 anak (4,3%) yang ditemukan katarak.pada kelompok SN relaps jarang tidak didapatkan katarak sedangkan kelompok SN relaps sering dan SNRS didapatkan 1 anak (5,3%) dengan katarak. Tidak terdapat hubungan bermakna antara terapi kortikosteroid dengan kejadian katarak pada anak dengan SN(p= 1,00) Kesimpulan: Terapi kortikosteroid tidak berhubungan bermakna dengan kejadian katarak pada anak dengan sindrom nefrotik. Ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya katarak sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor ini. Kata Kunci: sindrom nefrotik,terapi kortikosteroid, katarak 1 Mahasiswa program pendidikan S-1 Kedokteran Umum FK Undip 2 Staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Undip

ASSOCIATION BETWEEN CORTICOSTEROID THERAPY AND CATARACT IN CHILDREN WITH NEPHROTIC SYNDROME Vidya Leliana 1, M. Heru Muryawan 2, Adhie Nur Radityo 2 ABSTRACT Background:Nephrotic syndrome was a chronic kidney disease which therapy using corticosteroids. In some study, the long term usage of corticosteroid could increase the risk of corticosteroid side effects, one of them was cataract. This study was aimed to observe the association between corticosteroid therapy with the incidence of cataract in children with nephrotic syndrome Methods:Observational analytic research with cross sectional design. The Subjects which consisted of infrequent relapse nephrotic syndrome, frequent relapse, and steroid resistance. The data was secondary data from the results of eye examinations in children with nephrotic syndrome in dr. Kariadi hospital from March to June 2012. The data were analyzed by fisher excact test with p value <0.05 Results:Among 23 respondents who followed this study, 1(4.3%) patient was found cataract. No cataract was found in infrequent relapse group while one patient (5,3%) was found cataract in frequent relapse group and SNRS group. There was no significant association between corticosteroid therapy and cataract in children with nephrotic syndrome(p =1.00) Conclusion:Corticosteroid therapy has no significant association with the incidence of cataracts in children with nephrotic syndrome. There are other factors that influencing the formation of cataracts, hence,further research is needed. Keyword: nephrotic syndrome, corticosteroid therapy, cataract 1 Undergraduate Student of Medical Faculty Diponegoro University 2 Lecturer of Pediatrics Departement of Medical Faculty of Undip

PENDAHULUAN Sindrom nefrotik (SN) adalah penyakit ginjal kronik paling sering pada masa anak ditandai dengan manifestasi klinis berupa proteinuria masif, hipoalbuminemia berat, edema, dan hiperkolesterolemia. Insiden di negara berkembang seperti Indonesia diperkirakan berkisar 6 kasus per tahun tiap 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. 1,2 Sesuai dengan International Study on Kidney Disease in Children (ISKDC), kortikosteroid masih merupakan pilihan pertama untuk terapi sindrom nefrotik. 3 Jenis kortikosteroid yang digunakan pada anak dengan sindrom nefrotik adalah prednison dengan dosis penuh yaitu 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu dan dosis alternate. Efek dari terapi kortikosteroid ini dapat timbul akibat pemberian yang terus menerus terutama dalam dosis yang besar. 4,5 Efek samping kortikosteroid pada mata salah satunya adalah katarak. 6 Prevalensi katarak pada anak di dunia sekitar 15 per 10.000 kasus. 7 Pada beberapa penelitian, sebesar 10 % penyebab katarak didapat pada anak karena penggunaan terapi kortikosteroid. 8 Di negara berkembang kasus kebutaan anak akibat katarak dapat mencapai 1-4 per 10.000 kasus. Menurut Cotlier, terbentuknya katarak akibat terapi kortikosteroid ini karena reaksi spesifik dengan asam amino dari lensa menyebabkan agregasi protein dan aktivasi reseptor glukokortikoid pada sel epitel lensa berakibat proliferasi sel, penurunan apoptosis, dan menghambat diferensiasi sel. 9

Insiden katarak sebesar 4 % terlihat pada pemberian kortikosteroid selama 2 bulan dengan minimal pemberian 5 mg prednison/hari. 6 Sedangkan pada anak sindrom nefrotik menggunakan kortikosteroid 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu pada dosis penuh dilanjutkan dengan dosis alternate.namun, hubungan dosis dan katarak ini masih kontroversial. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara terapi kortikosteroid dengan kejadian katarak pada anak dengan sindrom nefrotik. Manfaat penelitian ini untuk mengetahui hubungan terapi kortikosteroid terhadap kejadian katarak dan sebagai deteksi dini katarak pada anak. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk penelitian lebih lanjut. METODE Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara terapi kortikosteroid dengan katarak pada anak sindrom nefrotik. Lokasi penelitian di RSUP dr. Kariadi Semarang. Waktu penelitian pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. Etika penelitian didapat dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Undip dan Ijin penelitian dari RSUP dr. Kariadi Semarang. Penelitian dengan meminta persetujuan orang tua (informed consent), dengan menjelaskan maksud, manfaat, dan akibat penelitian. Populasi terjangkau penelitian ini adalah anak dengan sindrom nefrotik yang berada di poli anak RSUP dr. Kariadi Semarang. Kriteria inklusi adalah anak sindrom nefrotik umur 2-14 tahun dan orang tua bersedia dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah anak

memiliki riwayat katarak kongenital, diabetes melitus,trauma pada mata,dan anak sedang menggunakan obat miotik kuat. Untuk mengetahui besar sampel digunakan rumus untuk data nominal dan didapatkan besar sampel yang diperlukan 39 orang. Setiap anak sindrom nefrotik yang memenuhi kriteria dikonsulkan melakukan pemeriksaan mata. Alat pemeriksaan mata yang dipakai adalah slit lamp untuk memeriksa kekeruhan lensa. Terapi kortikosteroid dikelompokkan menjadi sindrom relaps jarang, relaps sering, dan resisten steroid. Terapi relaps jarang menggunakan prednison dosis penuh 2mg/kgBB/hari sampai remisi ( maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternate yaitu 2/3 dosis awal selama 4 minggu, terapi relaps jarang dan resisten steroid setelah menggunakan dosis penuh kemudian dilanjutkan dosis alternate yang kemudian di tapering off. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa yang diperiksa dengan slit lamp. Hubungan variabel bebas (terapi kortikosteroid) dengan katarak digunakan uji hipotesis fisher exact test dengan derajat kemaknaan p<0,05. HASIL Hasil penelitian yang dilakukan dari bulan Maret sampai Juni 2012 di Poli anak RSUP dr. Kariadi dengan consecutive sampling, dimana setiap pasien yang memenuhi kriteria inklusi dengan besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 39 anak, namun pada penelitian ini yang diteliti hanya 23 anak. Hal ini disebabkan anak tidak kooperatif saat dilakukan pemeriksaan mata dan adanya keterbatasan waktu penelitian. 23 anak yang menjadi responden terdiri dari 4 penderita SN relaps jarang, 13 penderita SN relaps sering, dan 6 penderita SNRS.

Tabel 1. Karakteristik responden tiap kelompok Jenis Kelamin SN relaps jarang SN relaps sering SNRS (n=4) (n=13) (n=6) Nilai p Laki-laki 3 (75%) 9 (69,2) 3 (50%) 0,997 * Perempuan 1 (25% 4 (30,8) 3 (50%) Umur(bulan) 105+ 38 78+48,8 130+21 0,093 ** Berat badan(kg) 33,6+11 22,1+11,9 28,8+10,3 0,12 ** Tinggi badan(cm) 128,2+17,7 108,5+23,5 127,1+9,4 0,104 *** Lama sakit ( bulan) 24+24 23+24 35+31 0,677 ** Onset (bulan) 81+34 55+ 43 95+45 0,0904 ** *=Kolmogorov-smirnov **=Kruskal wallis ***=one way anova Data jenis kelamin disajikan dalam bentuk frekuensi dan prosentase,sedangkan umur, berat badan, lama sakit, onset dan tinggi badan dalam bentuk rerata ± simpang baku, dengan derajat kemaknaan p<0,05 Karakteristik responden seperti jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, lama sakit, dan onset didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok yang dibandingkan. Tabel 2. Hubungan antara terapi kortikosteroid dengan katarak Positif Katarak Negatif N % N % SN Relaps sering+ SNRS 1 5,3 18 94,7 1,00* SN Relaps jarang 0 0 4 100 Uji fisher exact test. * 1 4,3 22 95,7 Data dianalisis dengan uji chi square 3 kali 2 yang ternyata tidak P memenuhi syarat sehingga dilakukan penggabungan kelompok data antara sindrom nefrotik relaps sering dengan sindrom nefrotik resisten steroid karena

riwayat terapi yang hampir sama. Data kemudian dibandingkan dengan sindrom nefrotik relaps jarang menggunakan Uji Fisher excact test. Terdapat 1 anak (4,3 %) memiliki katarak dari 23 anak dengan sindrom nefrotik. Pada kelompok SN relaps jarang tidak didapatkan katarak sedangkan pada kelompok relaps sering dan SNRS didapatkan 1 anak (5,3%) memiliki katarak subkapsular posterior. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara terapi kortikosteroid dengan kejadian katarak (p =1,00). Pada penelitian ini tidak didapatkan rasio prevalensi karena terdapat sel dengan nilai 0. PEMBAHASAN Penelitian ini didapatkan 4,3 % anak sindrom nefrotik terdapat katarak dan terdapat hubungan tidak bermakna antara terapi kortikosteroid dengan katarak pada anak dengan sindrom nefrotik. Hal ini disebabkan kurangnya jumlah sampel pada penelitian ini dan terdapat faktor- faktor lain yang tidak dapat dikendalikan peneliti. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Olonan dkk yang menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara lama terapi dengan kejadian katarak. Namun, berbeda dengan penelitian Skalka dkk yang menunjukkan terdapat hubungan tidak bermakna antara lama dan dosis terapi terhadap terjadinya katarak, hal ini dikaitkan kerentanan individu terhadap efek kortikosteroid dan faktor genetik yang memegang peranan penting. 9,10

Katarak subkapsular posterior khas terbentuk pada katarak akibat kortikosteroid, hal ini disebabkan oleh migrasi abnormal dari sel epitel lensa. 9-11 Kekeruhan lensa akibat kortikosteroid terjadi akibat reaksi spesifik dengan asam amino dari lensa dan aktivasi reseptor glukokortikoid pada sel epitel lensa yang menyebabkan proliferasi sel, penurunan apoptosis, dan menghambat diferensiasi sel. 12-14 Penelitian ini menunjukkan kelompok sindrom nefrotik relaps jarang tidak didapatkan anak dengan katarak, sedangkan pada kelompok SNRS didapatkan 1 anak dengan katarak subkapsular posterior. Penelitian Gheissari dkk, menunjukkan tidak ada perbedaan siknifikan kejadian katarak pada kelompok SNRS dan SNSS. Namun, kejadian katarak lebih banyak pada kelompok SNRS. Hal ini dikaitkan dengan sindrom nefrotik yang menerima terapi kortikosteroid dalam jangka waktu lama dan dosis yang tinggi ditambah dengan pemberian injeksi metil prednisolon dan relaps berulang dapat meningkatkan efek samping dari kortikosteroid. 14 Penelitian ini berbeda dari sebelumnya karena faktor kerentanan individu, pengobatan penyerta, dan faktor genetik memegang peranan penting dalam mempengaruhi terbentuknya katarak subkapsular posterior karena pada beberapa orang memiliki metabolisme kortikosteroid lebih lambat dari yang lain sehingga meningkatkan akumulasi kortikosteroid dan menambah efek sampingnya. 11-14 Peneliti tidak dapat mengendalikan faktor-faktor ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

Menurut penelitian Creighton, menunjukkan Vitamin E sebagai antioksidan berpengaruh dalam hambatan pembentukan katarak akibat kortikosteroid dan penurunan kekeruhan lensa. 9,15 Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya katarak pada anak. Pada penelitian ini memiliki keterbatasan kurangnya jumlah sampel yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan waktu. Selain itu juga tidak dilakukannya pemeriksaan mata sebelum anak diberi terapi kortikosteroid. Peneliti tidak memasukkan jumlah dosis akumulatif dan lama terapi kortikosteroid pada penelitian ini disebabkan oleh keterbatasan dalam penghitungan dosis terapi dan lama terapi dari awal pemberian kortikosteroid karena sebagian besar responden merupakan rujukan dari rumah sakit daerah serta orang tua tidak dapat mengingat dosis yang telah diberikan pada anak. SIMPULAN Terdapat hubungan tidak bermakna pada terapi kortikosteroid dengan kejadian katarak pada anak dengan sindrom nefrotik. SARAN Pemeriksaan mata rutin sebaiknya dilakukan sebagai skrining pada anak dengan sindrom nefrotik yang menerima kortikosteroid jangka lama. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor- faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya katarak pada anak dengan sindrom nefrotik. Saran

untuk penelitian lebih lanjut agar dilakukan pemeriksaan mata awal sebelum diberi terapi kortikosteroid dan lebih spesifik mengenai dosis dan lama terapi kortikosteroid. DAFTAR PUSTAKA 1. Bagga A, Mantan M. Nephrotic syndrome in children. Indian J medical research. 2005. 122:13-28. 2. Wila Wirya IG. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono P, Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2002. h. 381-422. 3. Alatas H, Tambunan T, Trihono P, Pardede SO. Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik pada Anak; Jakarta; Indonesia; 2005. 4. Dadiyanto DW, Muryawan MH, Soetadji A, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP; 2011.h.252-262. 5. Syarif A, Ari E, Arini S, Armen M, Azalia A, Bahroelim B, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi lima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. 6. Davis P, Tornatore K, Brownie A. Adrenal Cortex. Dalam: Smith C, Reynard A, editor. Textbook of pharmacology. Philadelphia: WB Saunders; 1992. h.717-739. 7. Gilbert C E, Foster A. Childhood blindness in the context of VISION 2020: The right to sight. Bull World Health Organization.2001; 79:227-232. 8. Perucho M, De la Cruz B, Tejada P. Pediatric Cataracts: Epidemiology and Diagnosis. Retrospective review of 79 cases. Arch Soc Esp Oftamol. 2007; 82: 37-42. 9. Jobling A, Augusteyn R. What causes steroid cataract? A review of steroid- induced posterior subcapsular cataracts. Clinical and

experimental optometry. 2002 [cited 22 Desember2011];85(2):61-75.Didapat dari: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11952401 10. Olonan LR, Pangilinan CA, Yacto M. Steroid-induced cataract and glaucoma in pediatric patients with nephrotic syndrome. Philippine Journal of Ophthalmology. 2009;34 (2): 59-62. 11. Samadi A. Steroid-induced cataract. Dalam: Levin L, Albert D. Ocular Disease: Mechanism and Management.Chapter 33.China: Saunder Elsevier.2010.250-257. 12. Brocklebank JT. Harcout RB, Meadow SR. Corticosteroid- Induced Cataracts in Idiopathic nephrotic syndrome.arch dis child 1982. [cited26november 2011];53:30-34.Didapat dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc2863278/ 13. Yilmaz A, Akkaya E, Bayramgurler, Guney I, Baran A, Kilic Z. Frequency of posterior subcapsular cataracts due to corticosteroid usage in asthma patient. Turkish Respiratory Journal. 2000;1:51-53 14. Gheissari A, Attarzadeh H, Sharif H, Pourhossein M, Merrikhi A. Steroid dependent and independent ocular findings in Iranian children with nephrotic syndrome. International Journal of Preventive Medicine. 2011; 2(4):264-268. 15. Gupta SK, Selvan VK,Agrawal, Saxena R. Advances in pharmacological strategies for the prevention of cataract development. Indian Journal of Ophthalmology. 2009;57:175-183.