BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena overweight saat ini sedang menjadi perhatian. Overweight atau kelebihan berat badan terjadi akibat ketidakseimbangan energi yaitu energi yang masuk lebih besar dibandingkan energi yang dikeluarkan dalam bentuk tenaga (WHO, 2000). Kelebihan energi akan disimpan oleh tubuh sebagai cadangan energi. Cadangan energi yang terus menerus menumpuk akan menyebabkan overweight. Overweight merupakan permulaan dari obesitas. Obesitas disebut juga kegemukan. Overweight dan obesitas merupakan masalah gizi yang dapat terjadi mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, termasuk pada remaja. Remaja termasuk golongan rentan mengalami berbagai masalah gizi. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, sehingga banyak perubahan yang terjadi. Terutama pada remaja awal dan menengah terjadi perubahan bentuk tubuh yang cepat (Tarwoto, et al., 2010). Salah satu masalah gizi yang banyak dialami oleh remaja adalah overweight dan obesitas. Obesitas yang terjadi pada saat remaja, 10-30% akan berlanjut hingga dewasa (Behrman, et al., 2000). Kejadian obesitas yang terus menetap hingga dewasa meningkatkan risiko terjadinya berbagai kelainan seperti kelainan kardiovaskular, ginjal, matabolik, protrombin, dan respon inflamasi (Grundy, 2004).
Overweight dan obesitas dari tahun ke tahun angkanya terus meningkat. Akhir-akhir ini tidak hanya orang dewasa saja yang mengalami obesitas, namun mulai berambah ke remaja-remaja usia sekolah. Hasil Riskesdas tahun 2010 menunjukkan prevalensi remaja usia 13-15 tahun dengan status gizi gemuk sebesar 2,8% (Kemenkes, 2010). Pada tahun 2013, prevalensi remaja usia 13-15 tahun yang mempunyai status gizi gemuk menjadi 8,3% (Kemenkes, 2013). Jika dilihat dari jenis kelaminnya, prevalensi obesitas pada laki-laki sebesar 16,3% lebih rendah dibandingkan perempuan yaitu sebesar 26,9% (Kemenkes, 2007). Usia 13-15 tahun termasuk dalam usia remaja SMP, skrining yang dilakukan pada siswa SMP di Kota Yogyakarta ditemukan bahwa 7,8% siswa SMP di kota Yogyakarta mengalami obesitas (Mahdiah, et al., 2004). Sedangkan persentase status gizi penduduk DI Yogyakarta untuk berat badan lebih sebesar 9,7% dan untuk obese sebesar 12,1 %. Kejadian obesitas di DI Yogyakarta lebih tinggi di perkotaan yaitu 3,2% dibandingkan dengan di pedesaan yaitu 1,7% (Kemenkes, 2010). Sehingga, upaya pencegahan diharapkan dapat menurunkan prevalensi kejadian overweight dan obesitas. Pencegahan obesitas pada masa remaja lebih mudah dilakukan daripada menanggulangi obesitas dengan mengubah kebiasaan hidup dan menurunkan berat badan yang berlebih sulit dilakukan jika sudah menetap (Mahsid, et al., 2005). Overweight kurang lebih 70% dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan 30% oleh faktor genetik (Soegih, et al., 2009). Faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap kejadian overweight yaitu penurunan aktivitas fisik dan faktor makanan yang termasuk di dalamnya penerapan kebiasaan makan yang tidak sehat
(Mullen, at al., 2004). Padahal pada masa remaja ketakutan untuk menjadi gemuk, meningkat (Gibney, et al., 2009. Remaja juga cenderung memperhatikan berat badan. Kondisi demikian menuntut para remaja mulai melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya obesitas. Upaya yang dilakukan cenderung tidak benar seperti menghindari makanan pokok secara acak, vegetarianisme, memakai pencahar, dan kebiasaan melewatkan makan (Gibney, et al., 2009). Kebiasaan menghindari makan malam biasa dilakukan para remaja karena banyak isu yang beredar di masyarakat bahwa menghindari makan malam dapat menurunkan berat badan. Makan malam dinilai lebih berperan menyebabkan kegemukan dibandingkan sarapan dan makan siang. Pada malam hari, tubuh membutuhkan energi lebih sedikit dibandingkan pada pagi atau siang hari sehingga metabolisme tubuh melambat. Asupan makan malam yang berlebih akan diubah menjadi simpanan lemak. Remaja yang melewatkan makan maka kebutuhan zat gizi tidak tercukupi. Hal ini dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan fisik. Penelitian pada anak SD menyebutkan bahwa anak yang mempunyai kebiasaan makan malam teratur memiliki status gizi yang tidak overweight (Yannakoulia, et al., 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamel, et al (2013) menunjukkan wanita yang tidak konsisten untuk waktu makan malam cenderung menjadi overweight. Sejauh ini belum banyak literatur dan penelitian yang membahas mengenai makan malam menyebabkan kejadian overweight pada remaja, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian hubungan makan malam dengan status overweight pada remaja. Kebiasaan yang dilihat dari frekuensi makan malam, waktu melakukan makan
malam, dan asupan energi, karbohidrat, lemak, protein yang dikonsumsi saat makan malam akan diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka didapat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah makan malam mempunyai hubungan dengan status overweight pada remaja? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Mengetahui hubungan antara makan malam dengan status overweight pada remaja. 2. Tujuan khusus: a. Mengetahui hubungan antara kebiasaan makan malam dengan status overweight pada remaja. b. Mengetahui hubungan antara waktu makan malam dengan status overweight pada remaja. c. Mengetahui hubungan antara asupan energi pada makan malam dengan status overweight pada remaja. d. Mengetahui hubungan antara asupan karbohidrat pada makan malam dengan status overweight pada remaja.
e. Mengetahui hubungan antara asupan lemak pada makan malam dengan status overweight pada remaja. f. Mengetahui hubungan antara asupan protein pada makan malam dengan status overweight pada remaja. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk peneliti Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hubungan makan malam dengan status overweight pada remaja SMP di Yogyakarta. 2. Untuk instansi terkait Instansi seperti dinas kesehatan dan sekolah-sekolah dapat lebih memperhatikan masalah overweight dan dapat menyebar luaskan informasi dari hasil penelitian ini. 3. Untuk masyarakat Masyarakat menjadi mengetahui fakta dari isu-isu yang beredar mengenai makan malam dan para orang tua lebih memperhatikan kebiasaan anaknya supaya dapat mencegah terjadinya overweight. 4. Untuk peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya dapat meneliti variabel lain terkait makan malam, atau meneliti hal yang sama pada komunitas yang berbeda.
E. Keaslian Penelitian 1. Yannakoulia, et al (2010) yang berjudul Consumption of Vegetables, Cooked Meals, and Eating Dinner is Negatively Associated with Overweight Status in Children. Penelitian ini dilakukan pada anak SD kelas V dan VI. Metode yang digunakan adalah antropometri, fasting blood, recall 24 jam, kuesioner. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang secara teratur makan malam bersama dengan anggota keluarga mempunyai status gizi yang tidak overweight. Konsumsi makanan yang dimasak tidak ada hubungan yang bermakna dengan kejadian obesitas, begitu juga dengan pola makan tinggi serat. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada subjek, metode, dan beberapa variabel yang diteliti. Penelitian yang akan dilakukan subjeknya pada anak SMP, tidak menggunakan pengecekan darah, dan variabel makanan yang dimasak tidak diteliti. 2. Hamel, et al (2013) yang berjudul Eating dinner at Consistent Times of The Day is Linked with Improved Eating Habits, Weight, and Body Image. Metode yang digunakan adalah pengukuran lemak tubuh menggunakan bioelectrical impedance analysis dan kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah wanita yang tidak konsisten untuk waktu makan malam pada akhir pekan dan mengkonsumsi sedikit sayuran pada saat makan malam cenderung untuk menjadi overweight.
Perbedaan antara penelitian ini dengan yang akan dilakukan terletak pada subjek dan metodenya. Penelitian yang akan dilakukan subjeknya anak SMP laki-laki maupun perempuan, sedangkan metodenya tidak menggunakan pengukuran lemak tubuh. 3. Parastika (2012) yang berjudul Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sindrom Makan Malam pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok Tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa angkatan 2010. Metode yang digunakan adalah the Night Eating Questionnaire (NEQ) dan recall 24 jam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 33% subjek penelitian mengalami sindrom makan malam dan faktor-faktor yang berhubungan antara lain stress dan depresi, asupan energi, asupan protein, serta asupan lemak. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada subjek, metode, dan variabel yang diteliti. Penelitian yang akan dilakukan subjeknya pada anak SMP, tidak menggunakan NEQ, dan tidak meneliti mengenai sindrom makan malam melainkan hanya makan malam saja.