BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tujuan dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, yang diatur dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah,

I. PENDAHULUAN. berjalan ke arah yang lebih baik dengan mengandalkan segala potensi sumber daya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Polisi pamong praja sebenarnya sudah ada ketika VOC menduduki Batavia

I. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa zaman sekarang mencari pekerjaan untuk

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara berkembang saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

IMPLIKASI METODE KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING BANDAR LAMPUNG

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi

I. PENDAHULUAN. menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL), kemacetan lalu lintas, papan reklame yang

I. PENDAHULUAN. pemerintah dalam era otonomi daerah seperti saat ini. Hal tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik merupakan salah satu variable yang menjadi ukuran

I. PENDAHULUAN. Pasar sebagai arena atau suatu tempat pertukaran baik dalam bentuk fisik

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UCAPAN TERIMA KASIH...

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyebaran dan pergerakan penduduk. Hal ini mengakibatkan di. masyarakat, fungsi pelayanan dan kegiatan ekonomi.

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui observasi langsung, wawancara kepada

STANDAR KOMPETENSI JABATAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. orang-orang yang berada di dalamnya. Sumber daya manusia (SDM) akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang semakin berkembang di Kabupaten Bantul. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinia ke empat.

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

IV. GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Polresta Bandar Lampung. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) meru pakan merupakan alat

TAHUN : 2005 NOMOR : 04

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam suatu negara, pembangunan bertujuan untuk mewujudkan

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah mencermati dan mengkaji tentang peranan Badan Satuan Polisi Pamong

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM DI KABUPATEN LAMONGAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA

BAB IV VISI DAN MISI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007

PEMERINTAH KOTA KEDIRI KEDIRI KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana yang tertera dalam Pasal 1

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. banyak menjadi permasalahan di indonesiaterutama di kota-kota besar yang padat

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2011 Seri : D

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG

PELAKSANAAN TUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENERTIBKAN PEDAGANG MOBIL KELILING

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap

BAB I PENDAHULUAN. yang berhasil dalam bidang pekerjaan, umumnya mempunyai kedisiplinan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

RANCANGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar terhadap tata bangunannya. Bangunan-bangunan tersebut banyak yang

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk kesempatan kerja sektor informal yang dirumuskan sebagai pedagang kecil yang mempunyai peranan sebagai penyalur barang-barang dan jasa ekonomi. Kesempatan kerja disektor informal pada umumnya menggunakan jam kerja yang tidak tetap atau tidak pasti, sehingga seringkali terlihat pada waktu tertentu bekerja relatif lama, akan tetapi dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. Minimnya lokasi kios usaha dan mahalnya harga sewa membuat rakyat yang ingin mencoba membuka usaha agar kehidupannya lebih sejahtera membuat masyarakat tidak lagi pedulikan aturan penataan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga sarana pinggir jalan atau kaki lima menjadi tempat yang murah, strategis dan nyaman untuk menjadi wadah membuka usaha, dan hal ini dapat menyebabkan hal negatif dalam berlangsungnya penerapan program penataan lingkungan oleh pemerintah. Hal ini terjadi dikarenakan minimnya perhatian dari pemerintah dan sulitnya mencari kerja karena sempitnya lahan lowongan pekerjaan, serta tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini. Menurut pasal 8 Perda No: 4 Tahun 1995 tentang Larangan penempatan gerobak-gerobak di pinggir jalan umum, berjualan di kaki lima, trotoar dan badan jalan di Kotamadya Daerah tingkat II Sibolga :

1. Setiap pemilik / Pengusaha gerobak sorong dilarang menempatkan gerobak sorong pada : a. Diatas parit jalan umum; b. Diatas trotoar; c. Badan jalan, Brem jalan; d. Pinggir jalan umum sehingga mengganggu ketentraman/arus lalu lintas. 2. Setiap orang dilarang menggunakan kaki lima untuk tempat berjualan Hal diatas juga di tegaskan oleh keputusan Kepala Daerah agar sejatinya direalisasikan dengan baik dan terlaksana sesuai yang telah diatur dalam Perda No: 4 tahun 1995. Adapun Keputusan Kepala Daerah Nomor : 188.342/49/Tahun/1996 tentang Petunjuk pelaksanaan peraturan daerah Kotamadya daerah tingkat II Sibolga Nomor 4 Tahun 1995, Pasal 1 yang berbunyi : Memberlakukan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga Nomor 4 Tahun 1995 tentang larangan penempatan gerobak-gerobak sorong di pinggir jalan umum, berjualan di kaki lima, trotoar dan badan jalan di Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga. Persoalan pedagang kaki lima merupakan persoalan bersama yang harus diselesaikan. Dalam hal ini perlu adanya koordinasi dari pemerintah daerah, para pedagang kaki lima dan masyarakat sekitar. Koordinasi tersebut diwujudkan dengan adanya dialog yang memperbincangkan persoalan-persoalan pedagang kaki lima serta bagaimana penataan dan pengaturannya, sehingga keberadaan pedagang kaki lima di tiap daerah dapat menunjang perekonomian masyarakat

daerah. Keberadaan pedagang kaki lima juga diharapkan tidak merusak atau menurunkan kualitas lingkungan hidup yang ada disekitarnya agar dapat tercipta tata ruang yang mempertahankan ekosistem lingkungan fisik maupun sosial yang ada di dalamnya. Oleh karena itu diperlukan adanya penataan bagi pedagang kaki lima untuk mewujudkan fungsi tata ruang kota yang optimal, dalam hal ini menyangkut aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan itu sendiri, sejatinya fungsi dan peran aparat pamong praja dalam rangka pembinaan keamanan dan penegakan hukum. Gambaran ini penting untuk dikemukakan guna memperolehnya kesamaan pandangan, baik dari masyarakat, aparat pamong praja, maupun pemangku kepentingan lainnya mengenai sosok aparat pamong praja yang sesungguhnya. Pemerintah mencoba menertibkan para pedagang kaki lima dengan menugaskan aparat pamong praja di setiap daerah, namun sampai saat ini bisa melihat masih banyak pedagang kaki lima yang bertebaran dimana-mana seperti badan jalan, trotoar, di atas parit dan brem jalan, jika hal ini dibiarkan, maka bukan hanya penattaan lingkungan yang rusak, akan tetapi kenyamanan berlalu lintas dijalan pun akan terganggu, terutama bagi yang berjalan kaki. Namun belakangan ini, gerak langkah Satuan Polisi Pamong Praja tidak pernah luput dari perhatian publik, mengingat segala aktivitasnya dengan mudah diketahui melalui pemberitaan media massa, baik cetak maupun elektronik. Sayangnya, image yang terbentuk dibenak masyarakat atas kinerja aparat pamong praja sangat jauh dari sosok ideal, yang sejatinya menggambarkan aparatur pemerintah daerah yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi norma

hukum, norma agama, Hak asasi manusia dan norma-norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat. Munculnya gambaran miring terhadap sosok satuan polisi pamong praja tidak lain dan tidak bukan karena seringnya masyarakat diberikan aksi-aksi represif, namun terkesan arogan dari aparat daerah tersebut saat menjalankan perannya dalam menertibkan pedagang kaki lima. Penertiban pedagang kaki lima yang sering berujung bentrokan fisik, merupakan gambaran keseharian yang sering diberikan oleh aparat pamong praja, sekalipun tindakan-tindakan represif tersebut hanyalah sebagian dari peran aparat pamong praja, sebagai aparat yang kasar, arogan, penindas masyarakat kecil, serta sebutan-sebutan lain yang tidak enak didengar. Ditambah dengan peran media massa yang sering membumbuinya dengan berita-berita sensasional, makin miringlah penggambaran tentang aparat pamong praja. Terlepas dari benar atau tidaknya gambaran masyarakat tentang aparat pamong praja, dalam tulisan ini penulis mencoba untuk menyegarkan ingatan tentang bagaimana sejatinya peran aparat pamong praja dalam rangka menertibkan pedagang kaki lima dan mencoba merefleksikan kembali hal yang mungkin telah terlupakan. Gambaran ini penting untuk dikemukakan guna diperolehnya kesamaan pandangan, baik dari masyarakat, aparat pamong praja, maupun pemangku kepentingan lainnya mengenai sosok aparat pamong praja yang sesungguhnya. Hal ini tentunya menjadi pelajaran yang cukup berharga bagi pemerintah disemua tingkatan, baik pemerintah pusat, daerah, kota, maupun desa. Akan tetapi, dalam hal ini penulis lebih memfokuskan kepada pemerintah daerah. Sebab

didaerah, pedagang kaki lima lebih leluasa karena kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam mengatasi penataan lingkungan daerahnya dan juga minimnya fasilitas serta sempit dan kurangnya infrastruktur yang mendukung lancarnya segala aspek penataan kota,keamanan dan ketertiban umum serta tegak dan di indahkannya peraturan daerah dan keputusan kepala daerah di berbagai daerah. Berdasarkan pemikiran di atas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang : Peran Aparat Pamong Praja Dalam Menertibkan Pedagang Kaki Lima Di Pasar Tradisional Sibolga. B. Identifikasi masalah Sebagaimana yang telah diterangkan dalam latar belakang masalah di atas, agar tidak terjadi kesalah pahaman pengertian tentang masalah yang diteliti, maka perlu diidentifikasi masalah yang terkait dengan judul di atas, yaitu : 1. Peran aparat pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima 2. Upaya aparat pamong praja dalam mewujudkan penertiban pedagang kaki lima 3. Faktor-faktor apa yang menjadikan individu menjadi pedagang kaki lima C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini ditujukan kepada Peran Aparat Pamong Praja dan Pedagang Kaki Lima yang berada di Pasar Tradisional Sibolga. D. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena perumusan masalah adalah inti dari seluruh permasalahan yang telah diidentifikasi terlebih dahulu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasution (2007:18): Perumusan masalah adalah hal yang pokok dalam suatu penelitian. Masalah yang dijadikan pokok penelitian harus dirumuskan degan spesifik, sehingga tepat ruang lingkup dan batas-batasnya. Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Peran aparat pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima di pasar tradisional Sibolga. E. Tujuan Penelitian Sebuah penelitian pasti memiliki tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai, demikian juga penelitian ini memiliki tujuan. Sebagaimana dikatakan oleh Supranto (2003: 191) bahwa : tujuan penelitian adalah suatu penelitian berkenaan dengan maksud peneliti melakukan penelitian terkait dengan perumusan masalah dan judul. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui peran aparat pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima di pasar tradisional Sibolga. F. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Manfaat Teoritis, untuk pengembangan teori mengenai Peran Aparat Pamong Praja dalam menertibkan pedagang kaki lima di Bidang Psikologi Sosial.

2. Manfaat Praktis, agar dapat mempersiapkan kondisi psikis dan fisik Aparat Pamong Praja dalam menjalankan tugasnya sehingga anggota Aparat Pamong Praja tidak melakukan tindakan Agresi tanpa alasan yang tidak jelas. 3. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan, wawasan dan kemampuan penulis mengenai Peran Aparat Pamong Praja dalam menjalankan tugasnya. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan rincian sumbangan pikiran penulis untuk perkembangan dalam penelitian selanjutnya