BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

dokumen-dokumen yang mirip
reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kepentingan Bangsa dan Negara. Lembaga pemerintah dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. pembaruan dan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. berpolitik di Indonesia baik secara nasional maupun regional. Salah satu agenda

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit. Hal tersebut berbeda

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. daya daerah, dan (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi. keuangan daerah secara ekonomis, efesien, efektif, transparan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan. akuntabel (Pramita dan Andriyani, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik adalah system akuntansi yang dipakai oleh

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah, salah satunya adalah terkait dengan manajemen keuangan

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama dalam melaksanakan otonomi daerah pada

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peraturan yang ada diantaranya adalah; Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bidang ilmu akuntansi yang mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu adanya desentralisasi keuangan dan otonomi daerah. UU No. 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah. Pada pemberlakuan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi penganggaran keuangan daerah di Indonesia. UU No. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara RI tahun 1954. Hal tersebut sangat berimplikasi pada perubahan dalam sistem pembuatan keputusan terkait dengan pengalokasian sumber daya dalam anggaran pemerintah daerah seperti APBD dan hubungan legislatif dan eksekutif didaerah (Ritango 2009 dalam Yulinda dan Lilik, 2010). 1

2 Dalam Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah pasal 132, menyatakan bahwa DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Pasal 41, menyatakan bahwa Lembaga legislatif mempunyai fungsi yaitu (1) fungsi legislatif merupakan fungsi membuat perundang-undangan, (2) fungsi anggaran merupakan fungsi untuk menyusun anggaran dan (3) fungsi pengawasan merupakan fungsi untuk mengawasi kineija eksekutif (Mayasari, 2009). Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah oleh lembaga legislatif (DPRD) terhadap lembaga eksekutif (pemerintah daerah) sangat penting dilakukan, karena pengawasan merupakan suatu usaha untuk menjamin adanya keserasian antara penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah (pusat) dan menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah secara berdaya guna. Pengawasan keuangan daerah (APBD) adalah segala kegiatan untuk menjamin agar pengumpulan pendapatan-pendapatan daerah, dan pembelanjaan, pengeluaran- pengeluaran daerah beijalan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang ditetapkan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap APBD, DPRD dapat melakukan pengawasan preventif yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum suatu tindakan dalam pelaksanaan kegiatan dilakukan (Halim, 2002:146).

3 Secara umum anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah pemyataan tentang rencana pendapatan dan belanja daerah dalam periode tertentu (1 tahun). Pada awalnya fungsi APBD adalah sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah untuk satu periode. Sebelum anggaran dijaiankan haras mendapat persetujuan dari DPRD sebagai wakil rakyat maka fungsi) anggaran juga sebagai alat pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap kebijakan publik. Dengan melihat fungsi anggaran tersebut maka seharusnya anggaran merupakan power relation antara eksekutif, legislatif dan rakyat itu sendiri (Sopanah, 2004). Realitasnya, peranan dewan ketika menyusun anggaran dimasa orde baru sangat kecil bahkan tidak ada, apalagi peran masyarakat. Dewan terkesan hanya memberikan pengesahan atas RAPED yang diajukan eksekutif dan praktis tidak diberi wewenang untuk mengubahnya (fungsi legislasi). Dengan adanya UU No. 32/2004 sebagai dampak positif dari reformasi, telah teijadi perubahan signifikan mengenai hubungan legislatif dan eksekutif di daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama rnemiliki power. Dewan tidak hanya diberi kekuasaan untuk bersamasama dengan eksekutif menyusun anggaran (fungsi budgeting), eksekutif juga bertanggungjawab terhadap DPRD (fungsi controling). Disamping itu, diterapkannya Undang-Undang Otonomi Daerah juga diikuti dengan pelimpahan wewenang dari pusat dan daerah yang diikuti pula pelimpahan dana. Pelimpahan dana ini dibarengi dengan

4 dilaksanakannya reformasi penganggaran dan reformasi sistem akuntansi keuangan daerah (Halim, 2003). Reformasi penganggaran yang terjadi adalah munculnya paradigma baru dalam pengawasan anggaran yang mengedepankan prinsip akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik. Selain itu, anggaran harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented), prinsip efisien dan efektif (Value For Money), keadilan dan kesejahteraan dan sesuai dengan disiplin anggaran (Mardiasmo, 2003 dalam Widyaningsih). Pelaksanaan reformasi anggaran yang mengedepankan akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik memeriukan Internal kontrol dan ekstemal kontrol yang baik serta dapat dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal tersebut rnaka peran dari dewan menjadi semakin meningkat dalam mengontrol kebijaksanaan pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: 1) Pengawasan atas anggaran dilakukan oleh dewan, 2) Dewan berwenang memerintahkan pemeriksa ekstemal didaerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran (sopanah 2009). Menurut Mardiasmo (2002), Akuntabilitas merupakan prinsip pertanggungj awaban yang berarti proses penganggaran dimulai dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan harus benar-benar dilaporkan dan dipertanggungj awabkan kepada masyarakat dan DPRD. Menurut Wahyudi (2007) untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik

5 diperlukan partisipasi pimpinan instansi dalam penyusunan dan pengawasan keuangan daerah (APBD). Jadi dengan adanya akuntabilitas publik akan menambah pengetahuan dewan tentang anggaran dan pengawasan keuangan daerah (APBD) akan semakin baik. Achmadi dkk (2002) mengatakan bahwa partisipasi merupakan kunci sukses pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan peran sertanya masyarakat dalam kegiatan pemerintahan, sehingga berdampak pada proses evaluasi dan kontrol kineija pemerintah dan menimalisir penyalahgunaan wewenang. Untuk mewewujudkan anggaran yang efektif diperlukan partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan dalam penyusunan arah dan kebijakan anggaran. Dengan demikian, partisipasi masyarakat meningkatkan dapat pengawasan keuangan daerah. Transparansi kebijakan publik merupakan suatu prinsip yang menjaminkan kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan atau keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahul dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Menurut Mardiasmo (2002:105) informasi tentang kebijakan pembuatan dan pelaksanaan, serta hasil yang telah dicapai dan dapat diakses atau didapatkan oleh masyarakat dengan baik dan terbuka, dengan adanya transparansi kebijakan publik ini,

6 akan berpengaruh terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh anggota dewan. Pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Pramono, 2002). Faktor internal adalah faktor yang dimiliki oleh dewan yang berpengaruh secara langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh dari pihak luar terhadap fungsi pengawasan yang akan memperkuat atau memperlemah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan, diantaranya adalah akuntabillitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik. Penelitian Djawasa (2011) menunjukkan bahwa mengenai akuntabilitas publik berpengaruh positif singnifikan terhadap pengawasan keuangan daerah, semakin tinggi akuntabilitas publik maka pengawasan keuangan daerah semakin meningkat. Penelitian Winarno (2007) menunjukkan bahwa pengetahuan dewan tentang anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah, semakin tinggi pengetahuan dewan maka pengawasan keuangan daerah semakin meningkat. Penelitian ini mengembangkan dari penelitian Rahmawati (2013), Djawasa (2011) dan Winarno (2007), adapun hal yang membedakan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dengan menambahkan variabel partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik. Selain

7 itu, obyek yang digunakan berbeda yaitu Pada DPRD Kota Pati Jawa Tengah. Berdasarkan latar belakang dan berbagai faktor yang telah diuraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai: PENGARUH AKUNTABILITAS PUBLIK, PARTISIPASI MASYARAKAT, TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK, DAN PENGETAHUAN DEWAN TERHADAP PENGAWASAN ANGGARAN KEUANGAN DAERAH (APBD) (Studi Empiris Pada DPRD Kota Pati Jawa Tengah) B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dan untuk membatasi permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah akuntabilitas publik berpengaruh terhadap pengawasan anggaran keuangan daerah (APBD)? 2. Apakah partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengawasan anggaran keuangan daerah (APBD)? 3. Apakah transparansi kebijakan publik berpengaruh terhadap pengawasan anggaran keuangan daerah (APBD)? 4. Apakah pengetahuan Dewan berpengaruh terhadap pengawasan anggaran keuangan daerah (APBD)?

8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji: 1. Untuk mengetahui pengaruh akuntabilitas publik terhadap pengawasan anggaran keuangan daerah (APBD). 2. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pengawasan anggaran keuangan daerah (APBD). 3. Untuk mengetahui pengaruh transparansi kebijakan publik terhadap pengawasan anggaran keuangan daerah (APBD). 4. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan Dewan terhadap pengawasan anggaran keuangan daerah (APBD). D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Peneliti ini memberikan pengetahuan sejauh mana pengaruh akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, transparansi kebijakan publik, dan pengetahuan dewan terhadap pengawsan anggaran keuangan daerah (APBD). 2. Bagi Para Anggota DPRD Sebagai bahan evaluasi kinerja terhadap pengawasan anggaran (APBD) yang akan diperkuat atau diperlemah dengan adanya akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan

9 publik guna mencapai pemerintah yang baik (Good Governance), sehingga DPRD menjadi bagian yang paling terdepan dalam hal pengawasan keuangan daerah. 3. Bagi Para Akademisi Dapat sebagai bahan tambahan dalam hal literatur pembelajaran mata kuliah Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi Pemerintahan yang dapat berguna mengajarkan sistem yang digunakan dalam hal pengawasan dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam pengembangan penelitian berikutnya. 4. Bagi Pemerintah Daerah Dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencapai pemerintahan yang menuju Good Governance guna dapat menjalankan pemerintahan yang bersih serta sebagai salah satu cara untuk pencapaian otonomi daerah yang optimal dalam hal perkembangan pengawasan keuangan daerah. 5. Bagi masyarakat Sebagai informasi yang termuat dalam penelitian ini diharapkan mampu menumbuhkan kepedulian (kesadaran) akan perlunya keterlibatan dalam perencanaan, penyusunan, dan pengawasan APBD.

10 E. Sistematika Penulisan Secara garis besar, penelitian ini akan diruangkan dalam lima bab pembahasan, adapun sistematika pembahasan yaitu: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan teori penelitian, penelitian terdahulu serta formulasi hipotesis dan kerangka pemikiran. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan berbagai hal, diantaranya: jenis penelitian, sampel penelitian, tempat penelitian, metode pengumpulan data, model penelitian, definisi operasional, dan pengujian hipotesis. BAB IV ANALlSIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini hasil temuan dalam penelitian dan analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil yang didapat dalam penelitian berupa keseluruhan atau sebagian, baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan harapan umum peneliti. Dalam bab ini juga dipaparkan alasan kesesuaian dan ketidaksesuaian hasil penelitian.

11 BAB V PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan penelitian, saran, dan keterbatasan penelitian.