BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menyandang status sebagai mahasiswa dengan memasuki lingkungan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Jika dilihat berdasarkan tahapan perkembangannya, individu yang baru saja

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di masyarakat. Mahasiswa minimal harus menempuh tujuh semester untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan subjek yang memiliki potensi untuk. mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan lainnya sehingga perlunya kemampuan dalam memahami

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. berkembang semakin pesat. Hal ini membuat setiap individu dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk belajar bagi setiap individu dengan mengembangkan dan mengasah keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peran kota Yogyakarta dalam dunia pendidikan Indonesia (

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan anak kost tidak dapat terlepas dengan anak kos t yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam UU No.20/2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini banyak permasalahan yang dialami para pelaku pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi sangat pesat khususnya di bidang informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KREATIVITAS PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Padang, terdapat 24 panti asuhan yang berdiri di Kota Padang.

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perekonomian yang cukup sulit bagi sebagian lapisan masyarakat mendorong mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006). Ketika mahasiswa

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang mahasiswa

Angket Optimisme. Bayangkan anda mengalami situasi yang tergambar dalam setiap. persoalan, walaupun untuk beberapa situasi mungkin anda belum pernah

juga kelebihan yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, apalagi pada saat individu memasuki bangku perkuliahan.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN PADA TEMAN SEBAYA DENGAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menyandang status sebagai mahasiswa dengan memasuki lingkungan Perguruan Tinggi merupakan waktu yang penuh tekanan (Friedlander, Reid, Shupak, & Cribbie, 2007; Thurber & Walton, 2007). Mahasiswa baru atau mahasiswa tahun pertama biasanya memiliki keinginan atau harapan yang ingin dicapai dengan memasuki dunia perkuliahan, baik dari sisi internal maupun eksternal. Santrock (2003) menjelaskan bahwa masa transisi dari sekolah menuju ke perguruan tinggi melibatkan suatu perpindahan menuju struktur sekolah yang lebih besar dan lebih impersonal, meliputi interaksi dengan teman sebaya yang berasal dari latar belakang geografis dan etnis yang beragam, ditambah dengan tekanan untuk mencapai prestasi akademik seperti memperoleh nilai yang baik. Kebanyakan dari mereka kemudian kewalahan dengan tuntutan-tuntutan perkuliahan yang mungkin berbeda dari masa sekolah dulu (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Bentuk kewalahan mahasiswa tahun pertama terlihat dari penelitian Triave, dkk (2013) pada mahasiswa baru Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang tahun 2011 yang menunjukkan kesulitan penyesuaian diri mahasiswa tahun pertama meliputi tidak dapat mengikuti perkuliahan dengan serius, datang terlambat, tidak mengerjakan tugas sesuai petunjuk dosen, tidak mampu memahami

penjelasan dosen dan tidak mau bertanya mengenai materi yang tidak dipahami, tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan dosen saat perkuliahan, tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugas serta tidak memiliki catatan khusus untuk masing-masing mata kuliah. Penelitian pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung tingkat pertama tentang penyesuaian akademis menunjukkan bahwa masih banyak mahasiswa yang belum mampu menyesuaikan pola belajarnya dengan tuntutan perkuliahan. Jadwal kuliah yang berbeda dengan sekolah membuat mereka merasa lelah sehingga saat pulang kuliah sering merasa perlu istirahat dan kurang optimal dalam belajar di rumah. Mahasiswa-mahasiswa ini mengaku belum dapat mengatur pembagian waktu antara kuliah, kegiatan organisasi, praktikum, pengerjaan tugas dan membaca buku (Rosiana, 2011). Banyak dari mahasiswa tahun pertama yang berhasil melewati kesulitan-kesulitan selama masa transisi dari sekolah ke kuliah ini, namun beberapa lainnya terjebak di dalam kondisi stres, bahkan depresi (Gall, Evans, & Bellerose, 2000). Stres yang dialami akan berdampak negatif terhadap nilai akademis dan motivasi belajar mahasiswa tahun pertama (Struthers, Perry, & Menec, 2000). Terkhusus mahasiswa rantau, Supradewi (2006) mengungkapkan bahwa sebagai mahasiswa rantau tahun pertama, terdapat beberapa stresor yang dihadapi, yaitu (1) Perubahan tempat tinggal, di mana mahasiswa yang tadinya tinggal bersama orangtua kini harus tinggal bersama orang lain (kost, kontrakan, atau rumah saudara) sehingga mereka dituntut untuk mulai bisa

mengatur hidupnya sendiri, (2) Pergantian teman sebagai akibat perpindahan tempat tinggal atau studi, sehingga harus menyesuaikan diri dengan teman dan aktivitas-aktivitas baru, dan (3) Perubahan budaya asal dengan budaya tempat tinggal baru, di mana mahasiswa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat dan atau aturan-aturan baru. Di Universitas Sumatera Utara (USU) sendiri, diketahui bahwa data mahasiswa baru yang berasal dari luar Kota Medan dan Deli Serdang pada tahun 2015 berjumlah 6137. Data di atas juga dilengkapi dengan survey kepada 100 orang mahasiswa rantau tahun pertama USU mengenai perasaan ketika memulai perkuliahan. Dari 100 orang tersebut, 69% individu merasa gugup dan gelisah memulai aktivitas sebagai mahasiswa dan bingung dengan sistem perkuliahan yang berbeda dengan sistem belajar di sekolah. Sisanya mengaku tidak merasa kesulitan dengan awal perkuliahan karena menganggap sistem perkuliahan sama saja dengan di sekolah, hanya di kuliah belajarnya lebih spesifik. Berkaitan dengan kebingungan akademik, salah seorang mahasiswi Fakultas Psikologi USU tingkat pertama asal Kota Pematangsiantar mengatakan bahwa setiap kali ada yang tidak dimengerti dari pelajaran kuliah khususnya materi dari textbook-, ia akan meminta teman dekatnya untuk menjelaskan lagi. Ia juga mencari senior yang bisa meminjamkan buku atau menjelaskan materi kuliah. Berikut kutipan hasil wawancaranya: Dari awal ke sini udah mencoba mendekatkan diri Kak, untuk cari kawan, karena kalo enggak nanti ketinggalan informasi lah Kak, dari yang lain. ( ) Kalo di teman, sangat membantu Kak. Kan kadang setelah dosen menerangkan, lupa gitu kan, ya tanya ke teman. Ataupun ada yang kurang jelas gitu yang disampaikan dosen, soalnya saya orangnya gak aktif lah gitu untuk bertanya di kelas,

jadi saya bertanyanya sama kawan. Kalo sama senior, dalam hal peminjaman buku itu tadi, terus kayak kemaren itu kan pernah nanya sama Kak *******, nanya yang gak ngerti, Kak ini kek mana maksudnya? gitu Kak. (Komunikasi personal, 29 April 2015) Survey kepada 100 orang tersebut juga menunjukkan bagaimana perasaan mahasiswa rantau tahun pertama USU saat memulai pertemanan. Hasilnya, 54% dari mereka merasa sulit, minder, cemas, malu dan enggan memulai pertemanan. Berikut pengakuan LJM, mahasiswa Fakultas Psikologi USU yang berasal dari Sidikalang, Dairi. Saya pesimis melihat teman-teman di kelas saya. Mereka jauh lebih pintar dari saya. Hal itu membuat saya minder dan terkadang salah tingkah ketika bersama mereka. Karena merasa bahwa saya terlalu bodoh, sepertinya tidak cocok bergaul dengan mereka. (Survey Preliminary Research) menyatakan, Rvy, mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Gigi asal Pekanbaru Saya enggan memulai pertemanan karena rata-rata teman berasal dari medan, jadi mereka punya teman sendiri (Survey Preliminary Research) Pada survey dengan 100 mahasiswa rantau USU tahun pertama tersebut juga ditanyakan mengenai perasaan mereka saat memulai hidup di Kota Medan. Hasilnya, 26% dari mereka mengaku merasa asing berada di Medan dan 22% menyatakan cemas saat harus memulai hidup di Medan, salah satu alasannya adalah rumor bahwa orang-orang Medan kasar dan tingkat kriminalitas di

Medan tinggi. Pada pertanyaan bagaimana perasaan tinggal jauh dari orangtua, 82% mengaku merasa rindu, sedih, takut, cemas, dan tidak yakin bisa hidup mandiri. Hal ini sesuai dengan pengakuan W, mahasiswa rantau USU tahun pertama yang berkuliah di Fakultas Kedokteran USU: Karena dari dahulu belum pernah hidup sendiri tanpa orang tua, setiap ada masalah sekarang dipendam dan diselesaikan sendiri. (Survey Preliminary Research) Walaupun sebagian besar hasil survey tersebut memperlihatkan adanya kendala sebagai mahasiswa tahun pertama, namun tidak semua mahasiswa tersebut mengalami kesulitan dengan kehidupan baru mereka sebagai mahasiswa. Pada pertanyaan bagaimana perasaan ketika memulai hidup baru di Kota Medan, 29% di antaranya mengaku biasa saja, bahkan 25% lainnya mengaku bahwa memulai hidup baru di Kota Medan terasa menyenangkan. Begitu juga pada pertanyaan bagaimana perasaan jauh dari orangtua, dari 100 subjek diketahui bahwa 28% dari mereka merasa biasa saja. Mengenai pertemanan, 46% subjek merasa biasa saja, percaya diri, senang, antusias, bahkan mudah-mudah saja dalam memulai pertemanan. Sama halnya dengan memulai pertemanan dan hidup baru di Kota Medan yang jauh dari orangtua, memulai perkuliahan juga tidak selalu terasa sulit bagi mahasiswa rantau tahun pertama, bahkan bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan. Hal ini terbukti dengan data survey pada 100 mahasiswa rantau USU tahun pertama yang menunjukkan bahwa 53% dari mereka

merasa bersemangat, 30% merasa senang dan 15% merasa biasa saja dalam memulai perkuliahan. Dari uraian dan data di atas didapat bahwa di saat sebagian mahasiswa USU tahun pertama mengalami kesulitan dalam memulai kehidupan baru mereka sebagai mahasiswa baru di Kota Medan yang hidup jauh dari orangtua, sebagian lainnya justru tidak mengalami kesulitan. Kemampuan untuk menghadapi berbagai kesulitan ini disebut dengan penyesuaian diri, di mana penyesuaian diri penting untuk dilakukan dengan baik agar mahasiswa rantau tahun pertama dapat menerima dan diterima di lingkungan baru mereka. Penyesuaian diri menjadi hal penting juga karena keberhasilan penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa tahun pertama di lingkungan barunya berkorelasi positif dengan performa akademis mereka (Stoynoff, 1997; Felsten & Wilcox, 1992). Penyesuaian diri sendiri merupakan makna dari bahasa aslinya: personal adjustment atau adjustment. Willis (2005) mengatakan bahwa proses personal adjustment ini menuntut kemampuan individu untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga individu merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Personal adjustment adalah kemampuan individu dalam menghadapi berbagai tuntutan dari dalam diri maupun dari lingkungan sehingga mencapai keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan hingga kemudian tercipta keselarasan antara individu dan realitas (Ghufron, dkk 2010).

Mahasiswa tahun pertama yang tidak berhasil menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baru dapat mengalami berbagai masalah, di antaranya masalah dalam membina hubungan dengan orang lain. Berdasarkan penelitian Voitkane (2001) terhadap 607 mahasiswa tahun pertama di Universitas Latvia, diperoleh hasil bahwa 52,6% mahasiswa mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan baru. Hasil penelitian seorang Dosen Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Mareyke Maritje Wagey Tairas MBA MA mengemukakan bahwa biasanya dibutuhkan waktu sekitar enam bulan bagi mahasiswa baru untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan sistem perkuliahan yang baru. Lingkungan baru merupakan sebuah stimulus bagi seseorang yang dapat menyebabkan kecemasan. Uraian di atas menunjukkan bahwa mahasiswa tahun pertama memerlukan kemampuan-kemampuan untuk berhasil melalui proses personal adjustment yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan akademik mereka. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa personal adjustment berhubungan dengan beberapa hal antara lain kematangan emosi dan konsep diri positif. Shafira (2015) pada penelitiannya mengenai hubungan kematangan emosi dengan penyesuaian diri pada mahasiswa perantau di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta menunjukkan bahwa semakin tinggi kematangan emosi maka semakin baik penyesuaian diri mahasiswa perantau. Variabel lain yang berhubungan dengan personal adjustment adalah konsep diri positif, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti, dkk (2015) yang menunjukkan adanya

hubungan yang kuat antara konsep diri positif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa rantau di Universitas Lampung. Konsep diri positif dan kematangan emosional ini dapat ditemukan pada individu dengan sense of humor yang tinggi, di mana individu dengan sense of humor yang tinggi diidentikkan dengan trait-trait positif seperti ramah, ekstrovert, penuh perhatian, menyenangkan, menarik, imajinatif, cerdas, perceptive dan stabil secara emosional (Cann and Calhoun dalam Martin, 2007). Lebih dari itu, berkaitan dengan kematangan emosi, Thorson dan Powell (1993) menyatakan, humor memiliki peran penting dalam kehidupan, membantu individu untuk hidup lebih baik dan mampu menghadapi masalah sehari-hari. Irwin, dkk (2010) juga mengungkapkan bahwa sense of humor merupakan kemampuan individu untuk melihat suatu sisi menjadi lucu dan ringan sehingga hal-hal yang memacu stres atau konflik dapat dihadapi dengan lebih mudah yang pada mahasiswa rantau tahun pertama kita ketahui memiliki banyak situasi yang dapat memicu stres. Humor di sisi lain juga merupakan bentuk komunikasi sosial, seperti yang diungkapkan oleh Gervais and Wilson, 2005 (dalam Martin, 2007) bahwa aktivitas tertawa yang merupakan bagian dari humor adalah suatu bentuk komunikasi sosial yang digunakan untuk mengekspresikan emosi positif sekaligus untuk memperoleh respon emosional yang positif pada orang lain. Dengan demikian, humor merupakan fasilitas sosial yang penting dalam fungsi ikatan, mempromosikan dan membantu menyinkronkan serta mengkoordinasikan interaksi sosial. Mc Graw dan Warren (2011) juga

berpendapat bahwa humor bermanfaat untuk memperlancar hubungan sosial, menarik perhatian dan mempengaruhi pemilihan hubungan dengan orang lain. Lebih dari itu, individu dengan sense of humor yang tinggi akan lebih termotivasi, gembira, dapat dipercaya, dan memiliki harga diri yang lebih tinggi sehingga lebih mungkin untuk mengembangkan kedekatan dalam hubungan sosial (Kelly dalam Miller, 2004). Komunikasi sendiri merupakan salah satu hambatan terbesar dalam proses personal adjustment menurut Tairas, di mana komunikasi adalah media untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan manusia untuk saling berbicara, saling menukar gagasan dan pengalaman, ingin menciptakan suatu hubungan baru serta bekerjasama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya (Suranto, 2011). Sebagai manusia, mahasiswa tahun pertama juga memiliki kebutuhan tersebut, terlebih dalam kondisi di mana mereka merupakan orang baru pada suatu lingkungan baru. Komunikasi yang terjadi pada mahasiswa tahun pertama dengan lingkungan barunya merupakan komunikasi antar budaya, yaitu komunikasi antara pemberi dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda (Samovar dan Porter dalam Liliweri, 2003). Medan sendiri dalam hal ini merupakan kota multikultural yang penduduknya berasal dari 14 etnis berbeda yang berarti ketika kita memasuki kota Medan, terdapat banyak orang dengan berbagai macam latar belakang budaya. USU yang merupakan salah satu universitas populer di Sumatera Utara menerima banyak mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan juga dari luar negeri seperti Malaysia. Jumlah

mahasiswa USU tahun 2016 yang berasal dari daerah di luar Kota Medan adalah sebanyak 6137 mahasiswa. Komunikasi dengan demikian merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh mahasiswa baru dalam berinteraksi dengan lingkungannya, bahkan untuk sekedar mendapatkan informasi akademik dari teman dan senior, sesuai dengan yang dikatakan oleh Cangara (2007) bahwa kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan mendorong individu untuk melakukan komunikasi dengan orang lain. Namun kemudian, Martin (2007) menyatakan bahwa akan sangat beresiko bagi mahasiswa baru jika dalam komunikasi yang dibangun mereka menanyakan hal-hal tertentu secara langsung yang dapat menimbulkan salah paham, dianggap ikut campur, atau membuat orang lain malu. Berkaitan dengan cara berkomunikasi atau bertukar informasi, Kane, dkk (dalam Martin 2007) menyatakan bahwa humor sering dapat menjadi cara yang dapat diterima dan tidak langsung untuk mendapatkan informasi. Dengan membuat lucu, berkomentar tentang sikap tertentu, perasaan, atau pendapat, kita dapat mengungkapkan sesuatu tentang diri kita dengan cara yang memungkinkan kita untuk menyangkal jika tidak diterima dengan baik. Selain itu, dengan mengamati apakah orang lain merespon dengan tawa atau membalas dengan komentar lucu juga, kita bisa memastikan apakah mereka berbagi pandangan yang sama dengan kita. Martin (2007) mengatakan bahwa humor juga dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menyelidiki

keyakinan serta sikap mengenai berbagai isu, seperti pandangan politik, agama dan sikap terhadap orang dari etnik, kebangsaan, pekerjaan, atau jenis kelamin yang berbeda. Sense of humor dengan demikian dianggap sebagai kemampuan yang diperlukan dalam menjalin hubungan interpersonal. Kemampuan dalam interpersonal ini sangat penting dalam proses penyesuaian diri, sesuai dengan penelitian Asep dan Rina (2008) yang menunjukkan bahwa kemampuan interpersonal mempengaruhi penyesuaian diri, khususnya pada remaja. Fakhrurrozi (2015) pada penelitiannya mengenai hubungan interpersonal dan penyesuaian diri pada mahasiswa tahun pertama di Universitas Gunadarma juga menemukan bahwa terdapat hubungan positif di antara keduanya. Ini berarti, kemampuan interpersonal menyumbang kemampuan personal adjustment. Berdasarkan uraian di atas, sense of humor dapat dilihat sebagai kemampuan yang diperlukan oleh mahasiswa tahun pertama untuk menghadapi masalah atau kesulitan yang dihadapi dalam proses personal adjustment sebagai mahasiswa rantau tahun pertama, baik dari kaitannya dengan trait-trait positif yang menjadi daya tarik interpersonal, kematangan emosi dalam menghadapi konflik dan kecemasan penyesuaian diri, serta kaitannya dengan komunikasi dan kemampuan interpersonal. Berdasarkan hal ini peneliti tertarik untuk mengetahui adakah hubungan antara sense of humor dengan personal adjustment? Penelitian ini dilakukan di USU karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, USU

adalah salah satu universitas terpopuler di Kota Medan yang mahasiswanya berasal dari berbagai daerah sehingga hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa rantau yang berkuliah di USU. Selain itu, peneliti juga memilih USU sebagai tempat melakukan penelitian karena alasan praktis, mengingat peneliti sendiri merupakan mahasiswa USU sehingga penelitian dapat lebih mudah dilakukan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat hubungan sense of humor dengan personal adjustment pada mahasiswa rantau tahun pertama di USU? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sense of humor dengan personal adjustment pada mahasiswa rantau tahun pertama di USU. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat teoritis berupa: a. masukan dan sumber informasi bagi ilmu psikologi, khususnya Psikologi Klinis mengenai sense of humor dan kaitannya dengan personal adjustment pada mahasiswa rantau tahun pertama di USU,

b. masukan bagi para peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai sense of humor dan kaitannya dengan personal adjustment pada mahasiswa rantau tahun pertama. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis berupa: a. memberikan pandangan mengenai sense of humor dalam kaitannya dengan personal adjustment pada mahasiswa rantau tahun pertama di USU, b. menunjukkan tingkat sense of humor dan personal adjustment mahasiswa rantau tahun pertama di USU, c. menjadi bahan rujukan dalam mengatasi masalah-masalah personal adjustment mahasiswa rantau tahun pertama USU. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang mengenai pentingnya keberhasilan proses personal adjustment bagi mahasiswa rantau tahun pertama di USU. Hal ini kemudian menarik peneliti untuk mengetahui hubungan antara sense of humor dengan personal adjustment pada mahasiswa rantau tahun pertama di USU. Di bab ini peneliti juga menuliskan rumusan masalah yang ingin dijawab

dalam penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara teoritis maupun praktis yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat khususnya responden dalam penelitian ini, serta sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tinjauan teoritis variabel-variabel penelitian, yaitu sense of humor, personal adjustment, hingga dinamika antara sense of humor dan personal adjustment pada mahasiswa rantau tahun pertama USU. BAB III : Metode Penelitian Bab ini menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam penelitian, variabel yang diteliti, sampel dan populasi penelitian, alat ukur yang akan digunakan berikut validitas dan reliabilitasnya serta metode analisis data yang akan digunakan terhadap hasil penelitian. BAB IV : Analisa data dan pembahasan Bab ini berisi penjelasan bagaimana gambaran hubungan antar dua variabel dengan menggunakan analisis statistik. Pada bab ini juga akan dibahas mengenai interpretasi data yang diuraikan dalam pembahasan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan dari peneliti berdasarkan hasil penelitian dan saran bagi pihak lain berdasarkan hasil yang diperoleh.