HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN WANITA PUS. (Jurnal) Oleh AYU FITRI

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRACT PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN USIA KAWIN PERTAMA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP JUMLAH ANAK

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

ABSTRACT PENGARUH PENDIDIKAN, PEKERJAAN, USIA KAWIN PERTAMA, PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP JUMLAH ANAK

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

(Skripsi) Oleh AYU FITRI

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI SOSIAL EKONOMI PUS PENGGUNA MOW DAN MOP DI TANJUNG ANOM

PRAKTEK KELUARGA BERENCANA (KB) PADA PASANGAN USIA SUBUR MUDA PARITAS RENDAH (PUS MUPAR) JURNAL. Oleh. Ilma Safitri ( )

GAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

I. PENDAHULUAN. tidak segera mendapatkan pemecahannya. Jumlah penduduk yang besar dapat. menimbulkan dampak terhadap kesejahteraan setiap keluarga.

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN DEMOGRAFI TERHADAP KEIKUTSERTAAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI KECAMATAN GENENG KABUPATEN NGAWI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

ABSTRACT HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG NILAI ANAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA DENGAN JUMLAH ANAK

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas di perdesaan (Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari)

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS PASANGAN USIA SUBUR PESERTA KB DI KELURAHAN AUR KUNING KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SUAMI DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD)

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN NILAI ANAK DENGAN

Minggu ke 2, 3 Teori Fertilitas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tinggi Rendahnya Fertilitas Penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

Rata-rata usia kawin pertama seseorang dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi seseorang. Seseorang yang memilih untuk melakukan perkawinan di usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

PARAMETER KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

IDENTIFIKASI SIKAP IBU USIA SUBUR TENTANG ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DI RT 04 RW 07 KELURAHAN BALEARJOSARI KECAMATAN BLIMBING KOTA MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

Kata Kunci: Pasangan Usia Subur,Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang selalu meningkat di setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN KEIKUTSERTAAN MENJADI AKSEPTOR KB PRIA. Darwel, Popi Triningsih (Poltekkes Kemenkes Padang )

ABSTRAK. Referensi : 16 buku ( ) + 7 kutipan dari internet Kata Kunci : Pengetahuan, tingkat ekonomi, pemilihan alat kontrasepsi..

THE INFLUENCE OF ENVIROMENT AND THE INCOME OF CHILDBEARING COUPLE (PUS) ON THE LEVEL OF FERTILITY IN KOTO BALINGKA DISTRICT WEST PASAMAN ESSAY.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pekerjaan, dan tingkat penghasilan keluarga. Indikator status sosial adalah kasta,

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

Correlation Between Mother s Knowledge and Education On Use Of Contraceptive In Yukum Jaya Village Central Lampung In 2013

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

Associated Factors With Contraceptive Type Selection In Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. maka 10 tahun lagi Indonesia akan mengalami ledakan penduduk. wilayah terpadat ke dua se-diy setelah Sleman (BPS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih cukup tinggi di Indonesia

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

I. PENDAHULUAN. mengalami masalah kependudukan. Masalah kependudukan di Indonesia tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang keluarga berencana (KB) yang telah dilaksanakan

Volume 3 / Nomor 1 / April 2016 ISSN :

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU


I. PENDAHULUAN. tinggi dan tidak terkendalikan akan berpengaruh terhadap semakin menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

Imelda Erman, Yeni Elviani Dosen Prodi Keperawatan Lubuklinggau Politeknik Kesehatan Palembang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penduduk 2010 telah mencapai jiwa (BPS, 2010).

ANALISA PELAKSANAAN PROGRAM KB PROPINSI BENGKULU

Transkripsi:

1 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN WANITA PUS (Jurnal) Oleh AYU FITRI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2016

2 ABSTRACT HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN WANITA PUS Ayu Fitri 1, Trisnaningsih 2, Nani Suwarni 3 The purpose of this research was to assess the correlation of education level and the use of contraceptive device on number of children born by female aged couple lush (EFA). The method used was survey method. The population were 988 EFA female, with a sample of 91 EFA female. Data analysis technique used was Contingency Coefficient and Yulis Q three variables analysis. The results showed that (1) there is a correlation between education level and number of children born with x 2 count value 25.06 and the price of C of 0.463. (2) there is a correlation between the use of contraceptive device with the number of children born with x 2 count value 13.82 and the price of C of 0.361. (3) there is a correlation between education level and the use of contraceptive device with the number of children born with a very strong degree of correlation with the value Qxy Tied T 0.84. Keywords: education level, contraceptive device, number of children. Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan tingkat pendidikan dan penggunaan alat yang dilahirkan wanita PUS. Metode yang digunakan adalah metode survai. Populasi berjumlah 988 PUS, dengan sampel 91 wanita PUS. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis koefisien kontingensi dan analisis Yulis Q tiga variabel. Hasil penelitian menunjukkan (1) ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan dengan nilai x 2 hitung 25,06 dan harga C sebesar 0,463. (2) ada hubungan antara penggunaan alat yang dilahirkan dengan nilai x 2 hitung 13,82 dan harga C sebesar 0,361. (3) ada hubungan antara tingkat pendidikan dan penggunaan alat yang dilahirkan dengan derajat hubungan yang sangat kuat dengan nilai Qxy Tied T sebesar 0,84. Kata kunci: tingkat pendidikan, alat kontrasepsi, jumlah anak. Keterangan: 1 Mahasiswa Pendidikan Geografi 2 Pembimbing I 3 Pembimbing II

1 PENDAHULUAN Permasalahan kependudukan di Indonesia adalah tingginya jumlah penduduk yaitu sebanyak 237.641.326 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 3,1 persen (BPS, 2010). Pertumbuhan penduduk yang tinggi terjadi karena tingginya angka kelahiran sehingga menyebabkan jumlah penduduk terus meningkat. Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2000 jumlah penduduk Lampung tercatat sebanyak 6.730.751 jiwa dan mengalami kenaikan pada Sensus Penduduk tahun 2010 hingga mencapai 7.608.405 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,23 persen per tahun (BPS,2010). Berdasarkan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka Total Fertility Rate (TFR) Indonesia saat ini sebesar 2,6 anak per wanita usia subur yang artinya setiap wanita usia subur akan memiliki 2-3 anak, angka ini belum mencapai target penduduk tumbuh seimbang yaitu TFR menjadi 2,1 di tahun 2015 (BKKBN, 2013: 2). Sementara itu, angka Total Fertility Rate (TFR) Provinsi Lampung menunjukkan kenaikan dimana pada SDKI tahun 2007 hanya mencapai 2,5 dan pada SDKI tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 2,7 (SDKI 2012: 32). Namun, Contraceptive Prevalence Rate (CPR) menempati angka yang tinggi yaitu 66,3 persen (SDKI 2012: 34). Kecamatan Natar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan dengan jumlah penduduk sebanyak 174.396 jiwa. Kecamatan Natar terdiri dari 26 desa, Desa Pemanggilan merupakan salah satu desa di Kecamatan Natar dengan jumlah penduduk sebanyak 7.896 jiwa yang terdiri dari 1.777 Kepala Keluarga (KK), dan pasangan usia subur (PUS) sebanyak 1436 KK (Monografi Desa Pemanggilan Tahun 2014). Sebagai gambaran tentang jumlah anak yang dilahirkan oleh pasangan usia subur (PUS) di Desa Kabupaten Lampung Selatan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Anak Lahir Hidup Pada Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) di Setiap Dusun di Desa Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 No. Dusun PUS anak PUS Rata-rata (orang) (orang) Anak PUS 1 Sri Mulyo I 329 772 2,34 2 Sri Mulyo II 196 463 2,36 3 Induk 132 369 2,79 4 Margakaca 107 254 2,37 5 Serbajadi I 370 914 2,47 6 Serbajadi II 302 891 2,95 1436 3663 2,55 Sumber: Data Demografi Desa Pemanggilan Tahun 2014 Dari Tabel 1.1, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh pasangan usia subur (PUS) di Desa Pemanggilan Tahun

2 2014 tergolong tinggi, dimana anak yang dimiliki lebih dari 2 orang dengan rata-rata 2,55 anak. Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS di Desa Pemanggilan dikatakan tergolong tinggi dikarenakan tingkat fertilitas di desa ini belum mencapai target penduduk tumbuh seimbang, dimana menurut BKKBN untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang dibutuhkan syarat fertilitas sekitar 2,1 anak per wanita usia subur (BKKBN, 2007:3). Menurut Mantra (2012: 167) tinggi rendahnya fertilitas ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor demografi dan faktor non demografi. Faktor demografi antara lain struktur umur dan status perkawinan, sedangkan faktor non demografi antara lain tingkat pendidikan dan keadaan ekonomi penduduk. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor non demografi yang berkaitan dengan pengetahuan pasangan usia subur tentang manfaat dan tujuan program keluarga berencana yaitu dengan cara pengaturan kelahiran yang dapat menekan tingkat fertilitas dan meningkatkan kualitas penduduk. Sebagai gambaran mengenai tingkat pendidikan pada wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.2 Tingkat Pendidikan Wanita PUS di Desa Pemanggilan Tahun 2014 Tingkat Pendidikan No Dusun PUS Tidak Tamat SD % Tamat SD-SMP % Tamat SMA % Perg. Tinggi % 1 Sri Mulyo I 329 33 10,03 190 57,75 97 29,48 9 2,74 2 Sri Mulyo II 196 27 13,78 93 47,45 59 30,10 17 8,67 3 Induk 132 8 6,06 72 54,54 43 32,58 9 6,82 4 Margakaca 107 23 21,49 74 69,16 10 9,35 0 0,00 5 Serbajadi I 370 41 11,08 200 54,05 99 26,76 30 8,11 6 Serbajadi II 302 37 12,25 144 47,68 101 33,45 20 6,62 1436 169 11,77 773 53,83 409 28,48 85 5,92 Sumber : Data Demografi Desa Pemanggilan Tahun 2014 Dari Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa, wanita PUS di Desa Pemanggilan memiliki tingkat pendidikan yang tergolong rendah Di Desa Pemanggilan masih terdapat keluarga pasangan usia subur (PUS) yang memiliki anak lebih dari dua orang. Namun, tidak semua pasangan usia subur (PUS) di Desa Pemanggilan sudah memiliki anak. Di desa ini terdapat 1350 PUS yang telah memiliki anak. Dimana PUS yaitu sebesar 65,6 persen wanita PUS hanya megenyam bangku pendidikan tidak tamat SD sampai tamat SMP. yang memiliki anak kurang dari atau sama dengan dua ( 2) sebanyak 565 PUS (41,85 persen) dan 785 PUS (58,15 persen) yang memiliki anak lebih dari dua (> 2) anak. (Monografi Desa Pemanggilan Tahun 2014).

3 Berdasarkan data yang ada, dapat diketahui bahwa masih banyak keluarga pasangan usia subur yang memiliki jumlah anak lebih dari dua orang meskipun telah digalakkannya program KB yang merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kependudukan. Banyaknya anak yang dimiliki oleh PUS di Desa Pemanggilan tidak sesuai dengan target penduduk tumbuh seimbang yaitu dengan menurunnya angka fertilitas (TFR) menjadi 2,1 di tahun 2015 (BKKBN, 2013: 2). Secara umum, akseptor KB atau pengguna alat kontrasepsi di Desa Pemanggilan yaitu sebanyak 988 jiwa (68 persen) dan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi yaitu 448 jiwa (32 persen) dari keseluruhan PUS. Dari jumlah PUS sebagai akseptor KB atau yang menggunakan alat kontrasepsi, jenis alat kontrasepsi yang digunakan PUS di Desa Pemanggilan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan 2014, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.3 Jenis Alat Kontrasepsi Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2014 No Alat Kontrasepsi Peserta KB Persentase (%) Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) 357 36,13 1 IUD (Intra Uterine Device) 100 10,12 2 MOW/Tubektomi 15 1,52 3 MOP/Vasektomi 12 1,21 4 IMPLANT/SUSUK KB 230 23,28 Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP) 631 63,87 5 SUNTIK 385 38,97 6 PIL 238 24,09 7 KONDOM 8 0,81 JUMLAH 988 100,00 Sumber: Data KB Desa Pemanggilan Tahun 2014 Berdasarkan data pada Tabel 1.3 dapat diketahui bahwa jenis alat kontrasepsi yang digunakan oleh PUS akseptor KB di Desa Pemanggilan terdiri dari dua kelompok yaitu alat kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Berdasarkan latar belakang masalah, maka dalam penelitian ini akan diteliti tentang hubungan tingkat pendidikan dan penggunaan alat (MKJP) dan Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP). Jenis alat kontrasepsi yang banyak digunakan oleh PUS adalah jenis alat kontrasepsi Non MKJP yaitu suntik sebanyak 39 persen. yang dilahirkan wanita pasangan usia subur (PUS) di Desa Pemanggilan

4 Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan, mengkaji hubungan penggunaan alat kontrasepsi dengan jumlah anak yang dilahirkan, serta mengkaji hubungan tingkat pendidikan dan penggunaan alat yang dilahirkan wanita pasangan usia subur (PUS). METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jenis metode penelitian survai. Penentuan daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, hal ini dikarenakan ratarata jumlah anak yang dimiliki pasangan usia subur di Desa Pemanggilan tergolong tinggi dengan rata-rata 2,55 anak. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita pasangan usia subur (PUS) yang memiliki anak lahir hidup minimal satu dan menggunakan alat kontrasepsi yaitu berjumlah 988 PUS. Penentuan sampel dilakukan dengan proportional random sampling dengan sampel 91 wanita PUS. Penelitian ini dilakukan di Desa Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2015. Teknik pengumpulan data dengan wawancara terstruktur menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner untuk memperoleh data seperti tingkat pendidikan, penggunaan alat kontrasepsi dan jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS, serta dengan teknik dokumentasi untuk mengumpulkan data seperti data jumlah PUS, peta desa dari instansi terkait di desa dan kecamatan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien kontingensi dan yulis Q untuk pengujian tiga variabel. Untuk menguji hubungan tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan digunakan analisis koefisien kontingensi dengan uji statistik chi-square. Untuk menguji hubungan penggunaan alat yang dilahirkan digunakan analisis koefisien kontingensi dengan uji statistik chi-square. Untuk menguji hubungan tingkat pendidikan dan penggunaan alat kontrasepsi dengan jumlah anak yang dilahirkan digunakan analisis yulis Q tiga variabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Pemanggilan merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dengan luas lahan 500 ha. Dari luas tersebut sebagian besar digunakan untuk lahan sawah yaitu 32,7 persen dari keseluruhan lahan, sehingga banyak penduduk di desa ini yang bekerja sebagai petani dan buruh tani. Desa ini terbagi ke dalam enam dusun, yaitu dusun Srimulyo I, Srimulyo II, Serbajadi I, Serbajadi II, Induk dan Margakaca. Desa ini memiliki akses keterjangkauan yang cukup mudah dikarenakan dilalui oleh jalan lintas Sumatera. Berdasarkan pengujian hipotesis untuk hipotesis 1 dan 2 menggunakan analisis koefisien kontingensi

5 (C), data yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam tabel kontingensi sebagai berikut: Tabel 4.1 Daftar Kontingensi Tingkat Pendidikan Dengan Anak yang Dilahirkan Wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan Tingkat Pendidikan Pendidikan Rendah ( SMP) Pendidikan Tinggi (> SMP) Anak Dilahirkan 2 > 2 6 (10,7) 50 (89,3) 56 21 (60,0) 14 (40,0) 35 27 (29,7) 64 (70,3) 91 (100,0) (100,0) (100,0) (ALH) 190 82 272 Rata-rata 3,39 2,34 2,98 Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2015 Untuk menghitung koefisien kontingensi, terlebih dahulu dihitung nilai chi-square (x 2 ). Dari perhitungan chi-square didapatkan hasil: x 2 = 25,06 dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%, sementara nilai x 2 tabel dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5% adalah 3,84, maka angka tersebut menunjukkan bahwa x 2 hitung > dari x 2 tabel sehingga H a diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan. Selanjutnya menghitung koefisien kontingensi (C) untuk mengetahui derajat hubungan, dari perhitungan koefisien kontingensi didapatkan hasil: C = 0,463 Jika dilihat pada tabel interpretasi nilai koefisien korelasi, nilai tersebut menunjukkan hubungan yang agak rendah. Tabel 4.2 Daftar Kontingensi Penggunaan Alat Kontrasepsi Dengan Anak yang Dilahirkan Wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan Jenis Metode MKJP Non MKJP Anak Dilahirkan 2 10 17 27 (71,4) (22,1) (29,7) > 2 4 60 64 (28,6) (77,9) (70,3) 14 77 91 (100,0) (100,0) (100,0) (ALH) 31 241 272 Rata-rata 2,21 3,12 2,98 Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2015 Untuk menghitung koefisien kontingensi, terlebih dahulu dihitung nilai chi-square (x 2 ). Dari perhitungan chi-square didapatkan hasil:

6 x 2 = 13,82 dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%, sementara nilai x 2 tabel dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5% adalah 3,84, maka angka tersebut menunjukkan bahwa x 2 hitung > dari x 2 tabel sehingga H a diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara penggunaan alat yang dilahirkan. Selanjutnya Untuk pengujian hipotesis 3 menggunakan analisis Yulis Q untuk pengujian tiga variabel, data yang menghitung koefisien kontingensi (C) untuk mengetahui derajat hubungan, dari perhitungan koefisien kontingensi didapatkan hasil: C = 0,361 Jika dilihat pada tabel interpretasi nilai koefisien korelasi, nilai tersebut menunjukkan hubungan yang rendah. telah diperoleh dimasukkan ke dalam tabel kerja berikut: Tabel 4.3 Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dengan Anak yang Dilahirkan Wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan Anak yang Dilahirkan MKJP Non MKJP Pend. Tinggi Pend. Rendah Pend. Tinggi Pend. Rendah > 2 2 2 12 48 64 (20,0) (50,0) (48,0) (92,3) (70,3) 2 8 2 13 4 27 (80,0) (50,0) (52,0) (7,7) (29,7) 10 4 25 52 91 (100,0) (100,0) (100,0) (100,0) (100,0) (ALH) 18 13 64 177 272 Rata-rata 1,8 3,25 2,56 3,40 2,98 Sumber: Data Hasil Penelitian Tahun 2015 Untuk mengetahui nilai Qxy Tied T terlebih dahulu dicari zero order. Dari perhitungan (Lampiran 4) didapatkan hasil zero order sebesar 0,67. Sementara dari perhitungan Yulis Q tiga variabel didapatkan hasil: Qxy Tied T = 0,84 Jika dilihat pada tabel nilai koefisien korelasi angka tersebut menunjukkan bahwa nilai hitung > nilai tabel sehingga Ha diterima dengan hubungan yang sangat kuat. Hal ini berarti antara tingkat pendidikan dan penggunaan alat kontrasepsi memiliki hubungan yang sangat kuat dengan jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS di Desa Pemanggilan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Selanjutnya dilihat pada kemungkinan penafsiran terhadap hasil-hasil coefficient partial, perhitungan tersebut dikatakan suppressor. Hal ini dikarenakan hasil Qxy Tied T (0,84) lebih besar dari zero order (0,67), artinya antara tingkat pendidikan dan jumlah anak tidak ada hubungan yang berarti sehingga faktor T (penggunaan alat kontrasepsi) lebih penting dan menjadi faktor penentu terhadap perubahan pada hubungan tersebut.

7 Pembahasan Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Anak yang Dilahirkan Wanita PUS di Desa Pemanggilan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai chisquare hitung dengan taraf signifikan 5% dan df 1 yaitu 25,06, dimana nilai ini lebih besar dari nilai chisquare pada tabel yaitu 3,84. Sehingga dapat diketahui hipotesis dalam penelitian ini diterima yang berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan. Hasil perhitungan koefisien kontingensi didapatkan harga C sebesar 0,463, jika dilihat pada tabel interpretasi nilai koefisien korelasi, nilai tersebut menunjukkan hubungan yang agak rendah. Antara tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS hanya memiliki tingkat hubungan yang agak rendah, hal ini dikarenakan terdapat faktor-faktor lain yang dapat berkaitan dengan fertilitas yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini seperti usia kawin, lamanya periode reproduksi yang hilang, abstinensi sukarela, abstinensi terpaksa, frekwensi hubungan seks dan lain-lain. Tingkat pendidikan merupakan variabel yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi fertilitas, tidak semua wanita PUS dengan tingkat pendidikan yang rendah memiliki anak banyak dan tidak semua wanita PUS dengan pendidikan tinggi memiliki anak sedikit. Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain yang dapat berhubungan langsung dengan fertilitas seperti usia kawin, penggunaan alat kontrasepsi, frekwensi hubungan seks, dan lainlain. Davis dan Blake dalam Singarimbun (1978: 2) mengatakan bahwa terdapat sebelas variabel antara yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap fertilitas yaitu umur memulai hubungan kelamin, selibar permanen, lamanya masa reproduksi yang hilang, abstinensi sukarela, abstinensi terpaksa, frekwensi hubungan seks, kesuburan atau kemandulan, penggunaan alat kontrasepsi, serta mortalitas janin yang disengaja ataupun tidak disengaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan wanita PUS persentase terbesar berada pada tingkat SMP (34,07 persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan wanita PUS di desa ini masih rendah. Rendahnya tingkat pendidikan wanita PUS akan berkaitan dengan usia kawin yang relatif muda sehingga akan berkaitan pula dengan tingkat fertilitas yang terjadi, dimana usia kawin merupakan wanita PUS di desa ini tergolong muda dengan rata-rata umur pertama menikah berada pada umur 20 tahun. Menurut BKKBN (2007: 62) usia ideal perkawinan untuk anak laki-laki adalah 25 tahun dan minimal 21 tahun bagi perempuan. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa wanita PUS dengan pendidikan rendah dan

8 menikah pada usia muda ( 20 tahun) memiliki rata-rata jumlah anak yang dilahirkan paling banyak yaitu dengan rata-rata 3,47 anak. Besarnya rata-rata jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS yang menikah pada usia muda ( 20 tahun) dikarenakan masa reproduksi yang dilewatinya lebih panjang, sehingga akan memungkinkan terjadinya fertilitas yang lebih besar. Wanita PUS dengan tingkat pendidikan yang rendah tidak selalu memiliki anak banyak dan wanita PUS dengan pendidikan tinggi tidak selalu memiliki anak sedikit. Adapula wanita PUS berpendidikan rendah lebih memilih bekerja untuk membantu ekonomi keluarga, sehingga akan berkaitan pula dengan penundaan usia kawin yang akan berkaitan pula dengan tingkat fertilitas. Hal ini mendukung pendapat R. Freedman dalam Singarimbun (1984: 84) yang menyatakan bahwa norma-norma sosial mempengaruhi fertilitas melalui serangkaian variabel tertentu. Variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat yang selanjutnya norma-norma tersebut dipengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat. Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan menunjukkan bahwa wanita PUS dengan tingkat pendidikan rendah memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih banyak dengan rata-rata anak yang dilahirkan 3,39 anak. Sedangkan wanita PUS dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih sedikit dengan rata-rata anak yang dilahirkan 2,34 anak. Mantra (2012: 167) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor demografi dan non demografi. Faktor demografi diantaranya adalah struktur umur, struktur perkawinan, umur kawin pertama, paritas. Sedangkan faktor non demografi antara lain, keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status perempuan, urbanisasi dan industrialisasi. Dengan demikian tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor non demografi yang berkaitan dengan pengetahuan PUS tentang manfaat dari pengendalian kelahiran yang dapat menekan tingkat fertilitas dan meningkatkan kualitas penduduk. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa wanita PUS dengan pendidikan tinggi memiliki rata-rata jumlah anak yang dilahirkan lebih sedikit sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ananta (1993: 198), pendidikan yang tinggi seringkali mendorong kesadaran orang untuk tidak memiliki anak banyak. Dengan pendidikan yang tinggi orang cenderung memilih untuk mempunyai anak dalam jumlah kecil tapi bermutu dibandingkan dengan memiliki banyak anak tapi tidak terurus. Seseorang yang memiliki status pendidikan yang tinggi pada umumnya akan menunda pernikahannya karena lebih berorientasi pada pendidikannya dan pekerjaan yang layak.

9 Hubungan Antara Penggunaan Alat Kontrasepsi Dengan Anak yang Dilahirkan Wanita PUS di Desa Pemanggilan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Hasil analisis yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi dengan jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita PUS di Desa Pemanggilan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai chi-square hitung dengan taraf signifikan 5% dan df 1 yaitu 13,82, dimana nilai ini lebih besar dari nilai chi-square pada tabel yaitu 3,84. Sehingga dapat diketahui hipotesis dalam penelitian ini diterima yang berarti ada hubungan antara penggunaan alat yang dilahirkan wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan. Hasil perhitungan koefisien kontingensi didapatkan harga C sebesar 0,361, jika dilihat pada tabel interpretasi nilai koefisien korelasi, nilai tersebut menunjukkan hubungan yang rendah. Antara penggunaan alat kontrasepsi dengan jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS hanya memiliki tingkat hubungan yang rendah, hal ini dikarenakan terdapat faktor-faktor lain yang berhubungan dengan fertilitas seperti tingkat pendidikan, usia kawin, status pekerjaan, dan lain-lain. Adanya hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi dengan jumlah anak yang dilahirkan mendudukung pendapat Davis dan Blake dalam Singarimbun (1978: 3) yang mengatakan penurunan fertilitas diakibatkan oleh adanya faktor-faktor yang mempegaruhi terjadinya konsepsi salah satunya adalah dengan pemakaian alat kontrasepsi. Hubungan antara penggunaan alat yang dilahirkan dapat dilihat dari banyak sedikitnya jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita PUS berdasarkan jenis alat kontrasepsi yang digunakannya. Dalam penelitian ini penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek meliputi jenis alat kontrasepsi seperti pil, suntik dan kondom, dan alat kontrasepsi jangka panjang meliputi jenis alat kontrasepsi IUD dan Implant. Responden yang menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek (Non MKJP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih banyak yaitu 60 responden atau 77,9 persen memiliki anak >2, sementara responden yang menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) hanya 4 responden atau 28,6 persen yang memiliki anak >2. Wanita PUS yang menggunakan alat kontrasepsi non MKJP tidak selalu memiliki anak banyak, begitu pula dengan wanita PUS yang menggunakan alat kontrasepsi MKJP tidak selalu memiliki anak dengan jumlah yang sedikit. Hal ini dikarenakan terdapat faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini yang juga dapat berhubungan langsung dengan fertilitas, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Davis dan Blake dalam Singarimbun (1978:2) yang menyatakan bahwa terdapat sebelas variabel antara yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap fertilitas yaitu umur memulai hubungan kelamin, selibat permanen, lamanya masa reproduksi yang hilang, abstinensi sukarela,

10 abstinensi terpaksa, frekwensi hubungan seks, kesuburan atau kemandulan, penggunaan alat kontrasepsi, serta mortalitas janin yang disengaja ataupun tidak disengaja. Jika dikaitkan dengan salah satu variabel langsung yang mempengaruhi fertilitas yaitu usia kawin, maka diketahui rata-rata jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS paling banyak terdapat pada wanita PUS yang menggunakan alat kontrasepsi Non MKJP dan menikah pada usia muda ( 20 tahun) dengan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan 3,37 anak. Wanita PUS dalam penelitian ini pertama kali menggunakan alat kontrasepsi sejak memiliki anak pertama dan kedua dengan persentase terbesar bertujuan untuk mengatur jarak kelahiran antara anak satu dengan lainnya. Dalam penggunaan alat kontrasepsi yang digunakan saat ini tidak seluruh wanita PUS menggunakannya sejak memiliki anak pertama dan kedua, adapula wanita PUS yang berganti alat kontrasepsi dan baru menggunakannya sejak memiliki anak lebih dari dua. Hal tersebut yang juga akan berkaitan dengan banyak sedikitnya jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS. Wanita PUS yang menggunakan alat kontrasepsi MKJP tidak seluruhnya menggunakan kontrasepsi tersebut sejak memiliki anak sedikit, adapula wanita PUS yang menggunakan alat kontrasepsi MKJP setelah memiliki anak banyak, begitu pula dengan wanita PUS yang menggunakan alat kontrasepsi non MKJP. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dengan Anak yang Dilahirkan Wanita PUS di Desa Pemanggilan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Pengujian hipotesis menggunakan analisis Yulis Q tiga variabel, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dan penggunaan alat yang dilahirkan oleh wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan. Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan nilai Qxy Tied T = 0,84, yang berarti antara tingkat pendidikan dan penggunaan alat kontrasepsi memiliki hubungan yang sangat kuat dengan jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS. Jika dilihat berdasarkan kemungkinan penafsiran hasil coefficient partial, perhitungan tersebut dikatakan suppressor. Hal ini dikarenakan hasil perhitungan Qxy Tied T (0,84) lebih besar dari zero order (0,67) dengan perbedaan nilai lebih dari 0,10. Artinya antara tingkat pendidikan dan jumlah anak tidak ada hubungan yang berarti sehingga faktor T (penggunaan alat kontrasepsi) lebih penting dan menjadi faktor penentu terhadap perubahan pada hubungan tersebut. Dengan kata lain hubungan tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan juga ditentukan oleh penggunaan alat kontrasepsi yang merupakan salah satu variabel antara yang berpengaruh secara langsung terhadap fertilitas. Berdasarkan data hasil analisis diketahui bahwa wanita PUS dengan pendidikan rendah (tidak tamat SD sampai tamat SMP) yang menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek (Non MKJP) memiliki jumlah anak

11 yang dilahirkan lebih banyak dengan rata-rata 3,40 anak dan wanita PUS dengan pendidikan rendah yang panjang (MKJP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih sedikit dengan rata-rata 3,25 anak. Sedangkan wanita PUS dengan pendidikan tinggi yang pendek (Non MKJP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan dengan rata-rata 2,56 anak dan wanita PUS dengan pendidikan tinggi yang panjang (MKJP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan dengan ratarata 1,8 anak. Menurut Mantra, tingkat pendidikan merupakan faktor non demografi yang dapat mempengaruhi tingkat fertilitas. Namun, tingkat pendidikan bukan merupakan variabel yang secara langsung dapat mempengaruhi fertilitas. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor non demografi yang berkaitan dengan pengetahuan PUS tentang manfaat dari penggunaan alat kontrasepsi dan pengendalian kelahiran, sehingga dapat menekan tingkat fertilitas dan meningkatkan kualitas penduduk. Dari hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa wanita PUS yang memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih banyak adalah wanita PUS yang pendek (Non MKJP) dan sebagian besar wanita PUS tersebut memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Wanita PUS dengan pendidikan yang tinggi diharapkan memiliki pengetahuan informasi tentang KB yang cukup baik dan dapat lebih memahami akan manfaat dan tujuan dari penggunaan alat kontrasepsi dalam pengendalian kelahiran untuk lebih meningkatkan kualitas penduduk. Seperti yang dikatakan oleh Hastono (2009: 45) bahwa pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian kontrasepsi. Tingkat pendidikan wanita PUS merupakan faktor yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi fertilitas, sehingga tinggi rendahnya pendidikan yang dimiliki wanita PUS akan berkitan dengan pola fikirnya dalam memilih jenis alat kontrasepsi yang digunakannya. Dalam sebelas variabel yang dikemukakan Davis dan Blake dalam Singarimbun (1978: 2) penggunaan alat kontrasepsi termasuk ke dalam faktor yang mempengaruhi kemungkinan untuk hubungan kelamin yang mempengaruhi terjadinya konsepsi, dimana variabel tersebut merupakan variabel yang secara langsung berpengaruh terhadap fertilitas yang terjadi. Hasil uji hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara tingkat pendidikan dan penggunaan alat yang dilahirkan wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan tahun 2015 ini juga mendukung pendapat R. Freedman dalam Singarimbun (1984: 84) yang menyatakan bahwa norma-norma sosial mempengaruhi fertilitas melalui serangkaian variabel tertentu. Variabel tersebut menurut Davis dan Blake disebut variabel-variabel antara seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat yang selanjutnya norma-norma tersebut

12 dipengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan dan penggunaan alat kontrasepsi memiliki hubungan yang sangat kuat dengan jumlah anak yang dilahirkan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan mengenai Hubungan Tingkat Pendidikan dan Penggunaan Alat Kontrasepsi dengan Anak yang Dilahirkan Wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2015, dapat disimpulkan sebagai berikut: Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dilahirkan wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan. Harga C (0,436) menunjukkan hubungan yang agak rendah karena perolehan nilai koefisien kontingensi yang terletak antara 0,400-0,600. Wanita PUS dengan pendidikan rendah (tidak tamat SD sampai tamat SMP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih banyak dengan ratarata 3,39 anak, dan wanita PUS dengan pendidikan tinggi (Tamat SMA samapi Perguruan Tinggi) memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih sedikit dengan ratarata 2,34 anak. Ada hubungan antara penggunaan alat yang dilahirkan wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan. Harga C (0,361) menunjukkan hubungan yang rendah karena perolehan nilai koefisien kontingensi yang terletak antara 0,200-0,400. Wanita PUS yang menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek (Non MKJP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih banyak dengan ratarata 3,12 anak dan wanita PUS yang panjang (MKJP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih sedikit dengan rata-rata 2,21 anak. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan penggunaan alat yang dilahirkan wanita PUS di Desa Kabupaten Lampung Selatan. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian hipotesis didapatkan nilai Qxy Tied T sebesar 0,84 yang menunjukkan hubungan yang sangat kuat. Wanita PUS dengan pendidikan rendah (tidak tamat SD sampai tamat SMP) yang menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek (Non MKJP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih banyak dengan ratarata 3,40 anak dan wanita PUS dengan pendidikan rendah yang panjang (MKJP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan lebih sedikit dengan rata-rata 3,25 anak. Sedangkan wanita PUS dengan pendidikan tinggi yang pendek (Non MKJP) memiliki jumlah anak yang dilahirkan dengan rata-rata 2,56 anak dan wanita PUS dengan pendidikan tinggi yang panjang (MKJP) memiliki jumlah

13 anak yang dilahirkan dengan ratarata 1,8 anak. Saran Sehubungan dengan kesimpulan dari hasil penelitian, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut: Bagi wanita PUS dengan pendidikan rendah diharapkan lebih memahami akan kualitas anak dengan cara pengendalian kelahiran melalui program keluarga berencana. Bagi wanita PUS sebaiknya panjang (MKJP) yang dinilai lebih efektif dibandingkan dengan metode jangka pendek (Non MKJP) untuk menerapkan slogan dua anak cukup dan mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (NKKBS). Bagi wanita PUS yang telah memiliki anak banyak (>2) orang, diharapkan lebih memahami kualitas anak dan pemanfaatan penggunaan alat kontrasepsi karena dengan jumlah anak yang sedikit maka orang tua dapat lebih memikirkan kualitas anaknya dimasa yang akan datang. Badan Pusat Statistik. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Laporan Pendahuluan. Kerjasama BPS, BKKBN, Kementerian Kesehatan. Jakarta; Measure DHS ICF International. BKKBN. 2007. Materi KIE Keluarga Berencana. Jakarta; BKKBN. BKKBN. 2013. Penyajian Tentang TFR Kabupaten dan Kota: Data SUSENAS 2010. Jakarta; BKKBN. Mantra, Ida Bagus. 2012. Demografi Umum. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. Singarimbun, Masri. 1978. Liku-liku Penurunan Kelahiran. Jakarta; Aquarista Offset. Singarimbun, Masri. 1984. Psikologi dan Kependudukan. Jakarta; Radar Jaya Offset. DAFTAR RUJUKAN Ananta, Aris. 1993. Ciri Demografi Kualitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta; Bina Aksara. Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agrerat per Kabupaten/ Kota Provinsi Lampung. Lampung; BPS.