( Word to PDF Converter - Unregistered ) BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
DEKONSTRUKSI MUSIK POP INDONESIA DALAM PERSPEKTIF INDUSTRI BUDAYA. The Deconstruction Indonesia Music Pop in Perspective Industry Culture

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dengan orang lain dalam kesehariannya. Hal tersebut menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif,

I. PENDAHULUAN. dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu

Modul ke: TEORI KOMUNIKASI. Budaya Populer dan Media Massa. Fakultas ILMU KOMUNIKASI SULHARDI. Program Studi Penyiaran

BAB I PENDAHULUAN. baru, baik yang bergabung dalam major label maupun indie label. Indie label dan

BAB I PENDAHULUAN. Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Media massa (media cetak, media elektronik dan media bentuk baru)

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan hal pokok bagi kehidupan setiap manusia, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dunia fashion negara Jepang semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Disadur dari

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini berjudul Transformasi Persepsi Publik Terhadap Pertunjukan

BAB I PENDAHULUAN. Efek Rumah Kaca adalah nama sebuah band indie pop yang cukup

BAB V IDEOLOGI ARMADA RACUN

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaannya bilamana tidak saling menyerap tanda-tanda yang

BAB I PENDAHULUAN. Membicarakan komunikasi dalam pemasaran berarti membicarakan. bagaimana pengaruh komunikasi dalam pemasaran dan bagaimana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Media massa sudah menjadi sumber informasi masyarakat dewasa ini.

Nuke Farida ÿ. UG Jurnal Vol. 7 No. 09 Tahun Kata Kunci: Semiotika Pierce, Iklan, Hedonisme

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

Pekanbaru, Juni 2017 Penulis, Yasir

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Deddy Mulyana

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologi kita. 1. tersebar banyak tempat, anonym dan heterogen.

13Ilmu. Komunikasi Antar Budaya. Hegemoni Budaya dan Media. Mira Oktaviana Whisnu Wardhani, M.Si. Komunikasi. Modul ke: Fakultas

Perubahan Sosial dan Budaya Massa

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Aliran musik Grunge merupakan sebuah inovasi dari aliran musik rock

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dangdut merupakan musik asli Indonesia yang memiliki banyak peminat.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

GAMBARAN MASYARAKAT KELAS SOSIAL BAWAH PADA VIDEO KLIP GRUP BAND D BAGINDAS YANG BERJUDUL C.I.N.T.A, EMPAT MATA, DAN APA YANG TERJADI

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Artinya, hampir semua kajian sosial selalu melibatkan komunikasi

I. PENDAHULUAN. aspek. Banyak masyarakat dari daerah-daerah tertarik dan terinspirasi untuk masuk ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang akan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyuguhkan nilai-nilai dan penelitian normativ yang dibaurkan dengan berita dan

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat.

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau majalah, dan juga mendengarkan radio. Perkembangan media yang terjadi saat

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Broadcasting (penyiaran) adalah dunia yang selalu menarik

BAB V KESIMPULAN & SARAN. penelitian ini. Pertama, bagaimana praktik pembajakan digital dalam budaya

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana konsumsi mengalahkan produksi, nilai-tanda dan nilai-simbol

BAB V KESIMPULAN. Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik. industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kebudayaan dari berbagai macam belahan dunia, musik yang ada di masyarakat seperti musik Pop, Rock, Jazz bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia yang mengglobal ini, media massa telah menjadi alat

BAB I PENDAHULUAN. berbeda maka ada banyak sekali jenis-jenis belajar yang dilakukan setiap orang

menyaksikan pertunjukan musik tersebut secara langsung atau live.

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai Bahasa

BAHAN AJAR TEORI-TEORI MEDIA ASHADI SIREGAR PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA DAN MEDIA SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Ahyad. Fakultas Komunikasi Universitas Gunadarma Kata Kunci: wacana kritis, iklan, makna

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penerima pesan dengan maksud tertentu. Everett M. Rogers berpendapat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

untuk penampilan mereka yang nantinya akan menunjukkan identitas mereka.

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia mengandung keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan. (berkomunikasi), saling belajar dari orang lain, dan saling memahami orang

BAB VI PENUTUP. bahwa logika media lebih dominan. SMS Tauhiid tidak hanya merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hati, sikap, perasaan pikiran, ide, gagasan maupun informasi kepada orang lain

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. stasiun televisi lokal maupun luar negeri. Setiap harinya stasiun televisi

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren

BAB I PENDAHULUAN. metal yaitu Seringai sebagai bahan untuk penelitian. Kebanyakan lirik pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sesuatu yang dapat dirasakan, dipikirkan, dan dihayati, dalam seni

BAB I PENDAHULUAN. cakupan konsumen hampir seluruh dunia. Tidak hanya dalam sektor tersebut, dalam

BAB IV PENUTUP. perlindungan dan tuntunan dari pihak laki-laki, bahkan dalam lirik lagu tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan sosial dan kultural di Indonesia saat ini adalah mengenai pemanfaatan waktu senggang, waktu santai, dan waktu luang. Ketika industrialisasi mulai mendominasi dalam kehidupan modern dan menggantikan aktivitas fisik manusia, tenaga manusia tidak dibutuhkan lagi dalam proses produksi. Selain berakibat pada jumlah pengangguran yang bertambah, waktu diluar jam kerja semakin bertambah panjang. Pada titik inilah perpanjangan waktu luang tersebut banyak diisi dengan aktivitas baru yang bersifat produktif, konsumtif, dan kontraproduktif. Namun perpanjangan waktu luang tersebut telah dimanfaatkan oleh industri hiburan untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya (Ibrahim, 2011). Saat ini semua ruang kebudayaan tidak ada yang terlepas dari logika kapitalisme (Hoed, 2008). Industri musik telah memberikan pengaruh besar terhadap budaya massa. Meskipun musik merupakan aspek sentral dari budaya pop, namun tampaknya mesin industri kapitalisme telah berhasil mendikte tentang kriteria kesuksesan, popularitas, pengabdian, kebenaran, berdasarkan hukum pasar. Para penggagas musik tidak dapat menghindar dari kesanggupan untuk memadukan seni musik dengan seni menjual musik. Musik direkayasa sedemikian rupa dalam rangka menuruti tuntutan pasar. Sebagaimana budaya massa, disebabkan oleh tuntutan industri kepada pencipta untuk menghasilkan karya yang

banyak dalam tempo singkat (Bungin, 2011). Logika kapitalisme berhasil mengelabui apa yang selama ini menjadi impian anak muda. Inilah yang dikatakan Horkheimer dan Adorno sebagai industri budaya kapitalisme. Segala produk budaya harus dikomersialkan, dikomodifikasikan, distandarisasikan, dihomogenisasikan, untuk konsumsi massa. Dalam wilayah sebaran budaya, industri musik pop memiliki dua aspek kekuatan yang cukup besar, yaitu kekuatan ekonomi dan budaya. Melalui kekuatan tersebut industri musik pop sangat sulit untuk mengontrol selera penikmatnya karena ada perbedaan antara nilai tukar (nilai ekonomis) dan nilai guna (nilai kultural) dalam musik pop (Storey, 2007). Industri musik menentukan nilai guna bagi produk-produk yang dihasilkan dan dipasarkan. Sementara khalayak secara pasif mengkonsumsi produk yang ditawarkan oleh industri musik. Masyarakat menjadi korban budaya yang secara ideologis dimanipulasi melalui musik yang dikonsumsi. Saat ini keberadaan industri musik merupakan kepanjangan tangan dari industri kapitalis, sekaligus pembawa ideologi kapitalis. Dalam buku Dialectic of Enlightenment (Dialektika Pencerahan) yang ditulis bersama Horkheimer, Adorno memaparkan bahwa komoditi-komoditi yang dihasilkan oleh industri budaya diarahkan oleh kebutuhan untuk menyadari nilainya di pasaran, yang tidak lain adalah mengeruk keuntungan. Motif keuntungan menentukan sifat berbagai bentuk budaya. Apa yang ditawarkan oleh industri budaya hanyalah kemasan bentuk, dan bukan substansi penyelesaian masalah, lebih sebagai pemuasan semu atas kebutuhan palsu sebagai pengganti

solusi riil berbagai persoalan nyata. Dalam melakukan hal ini, industri budaya mengambil alih kesadaran massa. Inilah yang kemudian Adorno menyebutnya sebagai bentuk pendangkalan, dan keseragaman (konformitas) yang dilahirkan oleh industri budaya (Burton, 2012). Musik pop dan logika pasar adalah dualisme yang tidak dapat dipisahkan. Kerjasama keduanya berimplikasi besar terhadap pembentukan ideologi terhadap masyarakat pendukungnya. Implikasi ini menurut Adorno (1991), merupakan titik awal dari gerakan logika industri kebudayaan yang berkembang sebagai proyek penyeragaman selera dan cita rasa (homogenization of taste). Secara kongkrit dampak ini terlihat dari sikap, gaya berpakaian dan cara mengkonstruksikan pola pikir yang hampir seluruhnya sama. Hal tersebut merupakan representasi identitas kolektif kebudayaan masyarakat. Musik pop yang dikonsumsi masyarakat memiliki persamaan yang signifikan dalam aspek-aspek tertentu. Hal ini ditegaskan oleh Adorno (1953), yang menyatakan bahwa musik pop itu distandarisasikan baik dari sisi pola musikal ataupun lirik. Ini terbukti dari lagu-lagu pop yang pada umumnya mudah saling dipertukaran dengan lagu-lagu pop lainnya. Sedangkan musik pop bersifat mekanis, dalam pengertian detail tertentu dapat diganti dari satu lagu ke lagu lainnya tanpa efek riil apapun dalam struktur musik yang telah menjadi satu kesatuan. Untuk menyembunyikan standarisasi tersebut, industri musik pop menggunakan apa yang disebut Adorno sebagai pseudo-individualisasi yakni

menjaganya dengan membuat agar konsumen lupa bahwa apa yang konsumen dengarkan telah diperdengarkan dan disederhanakan sebelumnya (Strinati, 2010). Terkait dengan industri budaya, saat ini hal menarik yang dapat diamati adalah muncul berbagai macam kelompok musik yang beraliran pop. Kebanyakan lagu populer dikarenakan nadanya yang sederhana dan enak didengar. Lirik yang sederhana dan mengungkap kehidupan anak muda jaman sekarang, seperti tentang cinta, pencarian jatidiri atau sebuah pertemanan yang abadi. Bahkan banyak pula lagu populer bukan karena nadanya yang penuh harmonisasi tepat, melainkan karena liriknya yang kontroversial. Dikatakan kontroversial karena lirik tersebut lebih berani mengungkapkan sisi lain dari manusia yang dianggap tabu oleh masyarakat di Indonesia (Priandi dan Watanabe, 2011).Dalam praktiknya, industri budaya berusaha mengaburkan kebutuhan-kebutuhan riil masyarakat. Industri budaya sangat efektif dalam menjalankan hal tersebut hingga orang tidak menyadari apa yang tengah terjadi (Strinati, 2007). Masyarakat penikmat musik populer merasa sangat membutuhkan musik sebagai pelampiasan semu tanpa menyadari kejanggalan dalam musik. Sementara para penikmat musik ini diam saja mengiyakan dan menikmati karena industri budaya membentuk selera dan kecenderungan massa, sehingga mencetak kesadaran mereka atas kebutuhan-kebutuhan palsu. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak tanda, dan teks-teks budaya populer yang terdapat pada berbagai media. Mengingat perkembangan teknologi yang semakin cepat, baik artefak, teks-teks, dan tanda kini dapat dikonsumsi

kapanpun dan dimanapun. Upaya media untuk memasuki ruang budaya tradisional terlihat semakin menggeser ideologi masyarakat. Sebagaimana yang diungkapkan McQuail (2012), bahwa media baru akan mempunyai kekuatan untuk menyusup lebih jauh ke dalam kebudayaan penerima dibandingkan manifestasi budaya barat manapun sebelumnya. Media massa telah membawa masyarakat masuk kepada pola budaya baru dan menentukan cara pandang serta perilaku masyarakat. Perubahan pola tingkah laku yang paling tampak yaitu aspek gaya hidup. Aspek ini paling terlihat dalam lingkungan generasi muda. Terjadinya perubahan perilaku terhadap norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang mana perubahan tersebut dianggap sebagai bagian dari trend masa kini. Kemudian situasi ini dimanfaatkan oleh para pelaku industri untuk memproduksi budaya pop di segala bidang kehidupan. Maka hal ini menimbulkan kecenderungan semakin meningkatnya pola hidup konsumerisme yang menuntut gaya hidup serba instan dikalangan generasi muda. Kini media massa tidak hanya dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat yang heterogen tetapi juga untuk kepentingan komersial yang masuk ke dalam industri yang membutuhkan dana cukup besar. Dampaknya budaya massa muncul karena tuntutan industri yang harus mencapai target dalam waktu tertentu (Ibrahim, 2011). Dalam konteks produksi sampai pada konsumsi teks-teks budaya media dan budaya populer sehari-hari, masyarakat akan terus melakukan konstruksi dan negosiasi makna di tengah medan pertarungan ideologi dan hegemoni yang disatu

sisi mengkomersialkan dan disisi lain ingin mendemokratisasikan praktik-praktik budaya dalam kehidupan sehari-hari (Fiske,1989). Inilah yang membuat sebuah perubahan besar perkembangan budaya populer di Indonesia. Kelompok musik memiliki daya tarik tersendiri dalam mendikte ideologi para pelaku musik. Sebagai contoh pada tahun 2010, penyelenggaraan A Mild Live Wanted telah memikat lebih dari 3009 band dari seluruh daerah di Indonesia. Dari fakta fakta tersebut, menunjukkan Indonesia saat ini telah menjadi negara penghasil band terbanyak di Asean (Hidayat, 2010). Hal ini menjadikan industri musik di Indonesia semakin produktif. Setiap hari bermunculan kelompok band baru di media televisi. Persaingan perebutan pasar begitu tampak manakala ada kesempatan untuk tampil di stasiun televisi. Industri musik di Indonesia mendapat respon positif dari masyarakat. Dunia musik di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya sebuah hasil karya musik yang diciptakan dari para pencipta musik kreatif. Bagi para penikmat musik adalah sebuah konsumsi publik. Secara psikologis, musik merupakan kebutuhan entertainment, bahkan bisa merupakan semangat kehidupan. Sedangkan bagi para pencipta musik ini adalah ungkapan yang berkaitan dengan komunikasi ekspresif artinya harus diakui bahwa musik juga dapat mengekspresikan perasaan, kesadaran dan bahkan pandangan hidup (ideologi) manusia. Tetapi disisi lain ternyata justru dua peluang ini dimanfaatkan pemilik modal untuk dijadikan sebagai konsumsi pasar dalam rangka mengambil keuntungan yang sebanyak-banyaknya (Debora, 2009).

Dalam era yang disebut sebagai abad baru waktu luang (the new age of leisure), Frith (dalam Ibrahim, 2011) mengungkapkan budaya musik anak muda benar-benar menjadi cermin pertarungan antara keinginan untuk menjadikan musik sebagai saluran kreativitas dalam berkarya dan mencipta lagu atau fakta bahwa musik pada akhirnya tidak lebih sebagai saluran katarsis anak muda yang tengah kebingungan membunuh waktu luang dihadapan serbuan gurita kapitalisme bisnis hiburan global. Inilah yang dikatakan Horkheimer dan Adorno sebagai industri budaya kapitalis yang tiada hentinya mendaur ulang hal yang membosankan. Seperti mode, fashion, jenis musik, dan masih banyak lagi. Menarik untuk dikaji bentuk komunikasi yang ditampilkan melalui musik pop agar dapat memenuhi kebutuhan industri budaya dan diterima oleh masyarakat di Indonesia sebagai pasar yang dibidiknya. Namun ternyata dibalik kekuatan dominasi kapitalis muncul kelompok musik yang mengusung ide kebebasan tanpa keterikatan dengan pihak-pihak label rekaman (Jube, 2008). Penelitian ini akan mencoba mengkajinya dengan memadukan kajian musik beraliran indie label dengan fenomena kelompok musik mayor label yang berorientasi pasar industri. Munculnya kelompok musik yang beraliran pop indie dianggap mampu mengubah pandangan masyarakat tentang situasi pasar industri musik di Indonesia. Ditengah-tengah ideologi kapitalisme yang sedang menguasai pasar industri musik pop Indonesia, muncul aliran musik yang mengatasnamakan kebebasan (Rez, 2008). Tentunya ide ini terlepas dari campur tangan para kapitalis dalam menyuguhkan hiburan terhadap masyarakat yang saat ini sedang haus akan hiburan.

Dibalik maraknya musik pop Indonesia dan arus gelombang musik Korea (Korean wave) yang menjadi trend dunia saat ini, lahirlah aliran musik di Indonesia yang mengusung musik kreatif tanpa disertai kepentingan industri budaya. Kebebasan berekspresi menjadi salah satu alasan mengapa genre musik ini disebut musik independen. Mulai dari proses penciptaan sampai pendistribusian album, semuanya dikerjakan secara mandiri. Tidak seperti musik pop pada umumnya yang menjadi komoditas pasar sehingga harus diproduksi secara massal. Gerakan indie tampaknya bisa dianggap sedikit memberikan warna yang berbeda ditengah keseragaman musik pop yang membosankan. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berusaha membongkar teks budaya yang telah dibangun industri budaya, baik melalui media atau oleh pemilik modal dan selanjutnya menata ulang konstruksi musik pop yang dipahami masyarakat Indonesia saat ini. Oleh karena itu, judul penelitian yang digunakan adalah : Dekonstruksi Musik Pop Indonesia Dalam Perspektif Industri Budaya. B. Rumusan Masalah Dalam tradisi penelitian kritis, tujuan penelitian bersifat eksplanatif. Penelitian berusaha mempertanyakan teks dan konteks yang terkait dengan obyek penelitian dan sebisa mungkin menghindari subyektivitas. Menurut Fairclough (1997), analisis wacana kritis menggunakan wacana sebagai praktik sosial yang menyebabkan hubungan dialeksis antara peristiwa tertentu dengan struktur sosial yang membentuknya.

Sebagai salah satu bentuk kajian kritis, maka penelitian ini akan merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah tipologi musik pop Indonesia dalam kerangka industri budaya? 2. Bagaimanakah kondisi pasar dalam industri budaya? 3. Bagaimanakah peran media dalam industri budaya? 4. Bagaimanakah bentuk dekonstruksi teks terhadap industri budaya melalui gerakan indie? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membongkar musik pop Indonesia dalam kerangka besar industri budaya. Namun secara lebih terperinci bertujuan untuk : 1. Menjelaskan tipologi musik pop Indonesia dalam kerangka industri budaya. 2. Menjelaskan kondisi pasar dalam industri budaya. 3. Menjelaskan peran media dalam industri budaya.

4. Menjelaskan bentuk dekonstruksi terhadap teks dalam industri budaya melalui gerakan indie. D. Manfaat Penelitian Secara akademik, penelitian ini mampu memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat tentang musik pop Indonesia sebagai realitas produk yang diciptakan kapitalis sesuai selera pasar dalam industri budaya, sehingga masyarakat dapat bersikap kritis dalam mengkonsumsi produk tersebut. Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada peneliti berikutnya, terutama para sosiolog, guna menjadi acuan untuk memahami musik pop dalam perspektif industri budaya dan selanjutnya diarahkan untuk melakukan dekonstruksi atas teks budaya yang telah dibangun.