BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PRODUKTIVITAS METODE PELAKSANAAN PENGECORAN BETON READY MIX PADA BALOK DAN PELAT LANTAI GEDUNG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. sesuai dengan fungsi masing-masing peralatan. Adapun alat-alat yang dipergunakan

BAB IV PERALATAN YANG DIGUNAKAN. Pada setiap pelaksanaan proyek konstruksi, alat-alat menjadi faktor yang sangat

BAB V PERALATAN DAN MATERIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT ALAT. Proyek Menara Sentraya dilakukan oleh PT. Pionir Beton Industri

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Pengertian, Prinsip Kerja, Serta Penggunaan Tower Crane Pada

ANALISA WAKTU PENGECORAN PADA LANTAI EMPAT PROYEK GEDUNG SEKOLAH DI SURABAYA

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN BIAYA DAN WAKTU PEMAKAIAN ALAT BERAT TOWER CRANE DAN MOBIL CRANE PADA PROYEK RUMAH SAKIT. Oleh : Muhammad Ridha

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. alat - alat tertentu sesuai kebutuhan untuk mendukung pembangunan tersebut.

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN


TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. Penyediaan alat kerja dan bahan bangunan pada suatu proyek memerlukan

BAB IV PERALATAN DAN MATERIAL

BAB IV. PERALATAN dan MATERIAL

BAB IV PERALATAN DAN MATERIAL. Dalam setiap pekerjaan proyek konstruksi selalu diperlukan peralatan guna

BAB IV PERALATAN DAN MATERIAL. Dalam melaksanakan proyek pembangunan dapat dipastikan digunakan alat-alat

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. manajemen yang baik untuk menunjang kelancaran

BAB V PERALATAN DAN MATERIAL

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT ALAT YANG DIGUNAKAN

BAB IV ALAT DAN BAHAN PELAKSANAAN. Pada proyek Lexington Residences hampir semua item pekerjaan menggunakan

PERBANDINGAN BIAYA DAN WAKTU PEMAKAIAN ALAT BERAT TOWER CRANE DAN MOBIL CRANE PADA PROYEK RUMAH SAKIT HAJI SURABAYA

TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN. tinggi dapat menghasilkan struktur yang memenuhi syarat kekuatan, ketahanan,

BAB II PEMBAHASAN MATERI. dalam setiap industri modern. Desain mesin pemindah bahan yang beragam

BAB IV PERALATAN DAN MATERIAL

BAB IV PERALATAN DAN MATERIAL

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. sebuah lahan sementara di sebuah proyek bangunan lalu dipasang pada proyek

Analisa & Pembahasan Proyek Pekerjaan Pelat Lantai

HUBUNGAN KUAT TEKAN BETON DENGAN JEDA WAKTU PENGECORAN

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH

BAB IV ALAT DAN BAHAN

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. bangunan yang bermutu agar tahap konstruksi dapat berjalan dengan lancar dan

BAB IV TINJAUAN KHUSUS

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT - ALAT YANG DIGUNAKAN

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN STRUKTUR ATAS

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN

BAB IV PERALATAN DAN MATERIAL

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pada prinsipnya, pekerjaan struktur atas sebuah bangunan terdiri terdiri dari

BAB V METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. Penyediaan dan pemenuhan bahan bangunan serta alat kerja pada suatu proyek

BAB IV TINJAUAN BAHAN BANGUNAN DAN ALAT-ALAT. Manajemen pelaksanaan dilakukan dalam rangka menjamin kelancaran

BAB V METODE PELAKSANAAN. Metode pelaksanaan kontruksi merupakan salah satu proses pelaksanaan kontruksi

Tabel 5.7 Perhitungan Biaya dan Waktu Pondasi Tiang Pancang

BAB IV METODE PENGECORAN KOLOM, DINDING CORE WALL, BALOK DAN PLAT LANTAI APARTEMENT GREEN BAY PLUIT LANTAI 15 - LANTAI 25

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN

BAB V METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI KOLOM DAN BALOK. perencanaan dalam bentuk gambar shop drawing. Gambar shop

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN

BAB IV TINJAUAN BAHAN DAN ALAT-ALAT

BAB IV PERALATAN dan MATERIAL

BAB IV PERALATAN DAN MATERIAL

BAB II TEORI DASAR. unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya, excavator dibedakan menjadi. efisien dalam operasionalnya.

BAB IV TINJAUAN KONDISI PROYEK ALAT DAN BAHAN BANGUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK

BAB V METODE PELAKSANAAN STRUKTUR ATAS. dalam mencapai sasaran pelaksanaan proyek konstruksi. Dimana sasaran proyek

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

BAB V METODE PELAKSANAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB VII TATA LAKSANA LAPANGAN

Oleh : AGUSTINA DWI ATMAJI NRP DAHNIAR ADE AYU R NRP

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON BAB I DESKRIPSI

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

Bidang Teknik PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MUTU BETON

Proses Kerja Mesin Batching Plant Untuk Pembuatan Komposit Beton Ready Mix Di PT.SCG ReadyMix Indonesia

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN

BAB VI TINJAUAN KHUSUS PERBANDINGAN SISTEM PLAT LANTAI (SISTEM PLAT DAN BALOK (KONVENSIONAL) DAN SISTEM FLAT SLAB)

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KOLOM, BALOK DAN PELAT. dalam mencapai sasaran pelaksanaan proyek konstruksi. Dimana sasaran proyek

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Kolom merupakan suatu elemen struktur yang memikul beban Drop Panel dan

DAFTAR ISI JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB VII TINJAUAN KHUSUS

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

BAB 4 STUDI KASUS. Untuk studi kasus mengenai tinjauan jumlah tower crane yang digunakan pada

IV Material. Bab. dan peralatan BAB IV BAHAN. diperoleh. pelaksanaan. Pada proyek. Excavator tanah ke. ditempat lain.

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (kasar dan halus) dan bahan tambahan bila diperlukan. Karakteristik beton adalah

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. Dalam melaksanakan suatu proyek konstruksi, diperlukan adanya suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan

BAB IV: TINJAUAN KHUSUS PEKERJAAN

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH METODE PELAKSANAAN SHEAR WALL DAN CORE WALL

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB IV PERALATAN DAN MATERIAL. 1. Staff teknik dengan staff logistik dan peralatan, memberikan data-data

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN

METODE PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON DI LAPANGAN BAB I DESKRIPSI

BAB IV PERALATAN DAN MATERIAL

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Beton Beton merupakan campuran antara semen Portland, air, dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non kimia) pada perbandingan tertentu. Bahan penyusun beton meliputi air, semen, agregat kasar dan agregat halus dan bahan tambah dimana setiap bahan penyusun mempunyai fungsi dan pengaruh yang berbeda-beda. Sifat yang penting pada beton adalah kuat tekan, bila kuat tekan tinggi maka sifat-sifat yang lain pada umumnya juga baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton terdiri dari kualitas bahan penyusun, nilai faktor air semen, gradasi agregat, ukuran maksimum agregat, cara pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan, dan perawatan) serta umur beton (Tjokrodimulyo, 1996). 2.2 Penyusun Beton Beton merupakan campuran antara bahan agregat halus dan kasar dengan pasta semen (kadang-kadang juga ditambahn (admixture), campuran tersebut apabila dituangkan ke dalam cetakan kemudian didiamkan akan menjadi keras seperti batuan. Proses pengerasan terjadi karena adanya reaksi kimiawi antara air dengan semen yang berlangsung terus dari waktu ke waktu, hal ini menyebabkan kekerasan beton terus bertambah sejalan dengan waktu. Beton juga dapat dipandang sebagai batuan buatan dimana adanya rongga pada partikel yang besar (agregat halus akan diisi oleh pasta (campuran air dan semen) yang juga berfungsi sebagai bahan perekat sehingga penyusun dapat menyatu menjadi massa yang padat. Berikut beberapa penjelasan dari campuran beton yang digunakan: 1. Semen Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan. 5

2. Air Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya 25% berat semen saja, namun kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai sulit kurang dari 0,35. Kadar air dalam beton tidak boleh terlalu banyak karena mengakibatkan kekuatan beton akan rendah seta betonnya porous (berlubang-lubang). 3. Agregat Agregat dapat didefinisikan yaitu butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar (aduk) dan beton. Agregat aduk dan beton dapat juga didefinisikan sebagai bahan yang dipakai sebagai pengisi atau pengkurus, dipakai bersama dengan bahan perekat, dan bahan membentuk suatu massa yang keras, padat bersatu yang disebut adukan beton 4. Bahan tambah Bahan tambah ialah bahan selain unsur pokok (air, semen, dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton, sebelum, segera, atau selama pengadukan beton. Tujuannya ialah untuk mengubah satu atau lebih sifatsifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras. Bahan kimia tambahan (chemical admixture) adalah bahan kimia (berupa bubuk atau cairan) yang dicampurkan pada adukan beton selama pengadukan dalam jumlah tertentu untuk mengubah beberapa sifatnya. 2.3 Pengecoran Beton Pengecoran beton pada balok dan pelat lantai dapat dilaksanakan setelah struktur kolom selesai dikerjakan. Dilanjutkan dengan pemasangan perancah dan bekisting, terakhir dilanjutkan dengan penulangan balok dan pelat lantai. Setelah semua tahapan pekerjaan selesai, baru dilanjutkan dengan pengecoran beton. 6

2.3.1 Proses Pengecoran Beton Proses pengecoran beton dimulai saat beton plastis dituangkan ke dalam cetakan baik menggunakan bucket (dibantu dengan alat berat) maupun melalui pipa, beton yang sudah dituang ke area pengecoran kemudian dikonsolidasikan dan diratakan. Konsolidasi dilakukan bertujuan untuk mengurangi rongga dalam beton, dapat dilakukan secara manual dengan cara menusuk menggunakan besi batang atau sekop, dan dapat dilakukan dengan alat penggetar ( vibrator). Setelah proses konsolidasi maka permukaan beton diratakan dan dibiarkan mengering. Pada saat beton mengering, suhu dan kelembaban pada permukaan beton harus dijaga untuk menghindari retak dengan cara memberi penutup yang basah langsung di atas beton atau menyemprotkan air di permukaan beton. 2.3.2 Beton Ready Mix (Beton Siap Pakai) Beton ready mix menurut Nilson, dkk. (200 8) dalam Nastiti (2004) adalah beton yang dibuat atau pencampuran bahan materialnya di lokasi perusahaan batching plan, kemudian beton ready mix diangkut menggunakan truk pengangkut ke lokasi proyek yang memesan beton ready mix dalam bentuk beton segar. Penerapan beton ready mix pada konstruksi bangunan sangat menguntungkan jika dibandingkan dengan beton yang diproduksi sendiri, terutama jika dipergunakan pada konstruksi pracetak. Keuntungan ini didapat dari waktu yang seharusnya dipergunakan untuk proses pembuatan beton dapat dihilangkan sehingga pekerjaan hanya dibutuhkan saat proses pengecoran beton selain itu mutu beton yang diharapkan dapat terpenuhi. Beton ready mix dapat disiapkan dengan beberapa jalan, yaitu (Peurifoy et al., 1996): 1. Central-mixed concrete, dimana beton dicampur sepenuhnya di dalam suatu mixer dan diangkut ke proyek dengan menggunakan truk molen. 2. Shrink-mixed concrete, dimana setengah pencampuran beton dilakukan di dalam suatu mixer kemudian beton dicampur sepenuhnya di dalam truk mixer, pencampuran ini biasanya dilakukan dalam perjalanan ke lokasi proyek. 7

3. Truck-mixed concrete, dimana beton dicampur sepenuhnya di dalam truk mixer, dengan 70 sampai 100 putaran pada suatu kecepatan yang cukup untuk mencampur beton. Beton jenis ini pada umumnya disebut transit mixer concrete karena dicampur dalam perjalanan. Truk mixer merupakan alat yang digunakan untuk membawa campuran beton basah dari pabrik pembuatan ready mix (batching plan) ke lokasi proyek dengan sistem bak yang terus berputar dengan kecepatan yang sudah diatur sedemikian rupa supaya campuran beton selama dalam perjalanan tidak berkurang kualitasnya. Gambar 2.1 Truk Mixer Sumber: Wikipedia.org (2015) Truk mixer dibuat dalam berbagai ukuran dengan kapasitas mulai 3,0 m 3 sampai 7,0 m 3. Drum berputar dengan tenaga penggerak yang bersumber dari kendaraan yang bersangkutan. Beton ready mix dapat dipesan dengan beberapa cara, yaitu (Peurifoy et al., 1996): 1. Recipe batch, yaitu pembeli bertanggung jawab dalam menentukan proporsi campuran beton, termasuk menetapkan isi semen, jumlah maksimum air yang diijikan, dan campuran bahan kimia yang dibutuhkan. Pembeli juga boleh menetapkan jumlah dan jenis dari agregat kasar dan agregat halus. Dalam hal ini pembeli bertanggung jawab penuh terhadap kekuatan dan ketahanan campuran. 8

2. Performance batch, yaitu pembeli menetapkan kebutuhan dari kekuatan beton, dan pabrik bertanggung jawab penuh dalam menentukan proporsi campuran. 3. Part performance and part recipe, yaitu pembeli menetapkan isi semen minimum, campuran yang diperlukan, kekuatan yang dibutuhkan dan membiarkan pabrik menentukan proporsi campuran beton. Kebanyakan pembeli menggunakan pendekatan yang ketiga, yaitu part performance and part recipe, dengan memperhatikan ketahanan minimum sambil memberi kesempatan kepada penyalur beton ready mix untuk menyediakan campuran yang paling ekonomis. Keuntungan pemakaian beton ready mix dapat dilihat dari segi: 1. Mutu Mutu beton yang terjamin karena beton ready mix diproduksi di pabrik beton ready mix di bawah pengawasan ahli dan menggunakan mesin mesin yang bekerja secara otomatis dalam melakukan penakaran material beton sesuai dengan mutu yang dibutuhkan oleh konsumen, sehingga dapat memberikan jaminan ketepatan mutu beton yang diinginkan. 2. Waktu Waktu untuk memproses material beton menjadi lebih cepat dibandingkan dengan cara konvensional, sehingga pekerjaan akan cepat selesai. 3. Lahan Beton ready mix sangan cocok dan praktis diterapkan di daerah atau lokasi proyek yang lahannya terbatas atau lahannya tidak cukup luas untuk penimbunan material pembuat beton. Selain memiliki keuntungan, beton ready mix juga memiliki kelemahan seperti: 1. Apabila terjadi kesalahan dalam perhitungan volume pengecoran yang dibutuhkan terutama apabila terjadi kelebihan campuran beton maka resiko ini ditanggung oleh pihak konsumen. 2. Jika terjadi masalah yang menyangkut penyediaan campuran ke lokasi proyek, misalnya terjadi kemacetan lalu lintas sepanjang perjalanan menuju lokasi proyek atau kerusakan pada mesin truck mixer, hal ini dapat menghambat campuran beton ke lokasi pengecoran. 9

Sebelum melakukan pengecoran dengan menggunakan beton ready mix pada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penggunaan concrete mixer truck (truk molen pengangkut beton ready mix) di lapangan adalah: Perlu adanya koordinasi antara pengawas lapangan dengan site manager khususnya mengenai perhitungan volume beton yang diperlukan pada saat pengecoran. Hal ini sangat penting dilakukan agar volume beton yang dipesan sesuai dengan yang direncanakan. Pengaturan keluar masuknya truk mixer ke lokasi proyek agar berjalan lancar. Jarak lokasi pengecoran dengan lokasi perusahaan beton ready mix berada serta waktu tempuh yang diperlukan truk mixer dari perusahaan beton ready mix untuk sampai ke lokasi pengecoran. Hal ini sangat penting untuk diketahui agar perusahaan beton ready mix dapat memperkirakan waktu siklus satu truk mixer yang akan dikirim ke lokasi pengecoran. 2.4 Alat Berat Pengecoran Adanya pengaruh perkembangan teknologi yang semakin maju dan memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pekerjaan industri konstruksi. Suatu konstruksi menggunakan bantuan peralatan tersebut dalam hal proses pengecoran beton. Penggunaan peralatan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dilapangan. 2.4.1 Pemilihan Peralatan Menurut Rostiyanti (2008), pemilihan peralatan untuk suatu proyek harus sesuai dengan kondisi lapangan, agar dapat berproduksi seoptimal dan seefisien mungkin. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu : 1. Spesifikasi alat disesuaikan dengan jenis pekerjaannya, seperti pemindahan tanah, penggalian, produksi agregat, penempatan beton 2. Syarat syarat kerja serta rencana kerja yang tertulis dalam kontrak 3. Kondisi lapangan, seperti keadaan tanah, keterbatasan lahan 4. Letak daerah/ lokasi, meliputi keadaan cuaca, temperature, angin, ketinggian, sumber daya 5. Jadwal rencana pelaksanaan yang digunakan 6. Keberadaan alat untuk dikombinasikan dengan alat yang lain 10

7. Pergerakan dari peralatan, meliputi mobilisasi dan demobilisasi 8. Kemampuan satu alat untuk mengerjakan bermacam-macam pekerjaan Peralatan yang dipakai dalam pengecoran beton harus memberikan kemudahan dalam pelakanaannya, dan juga tidak merugikan bagi beton itu sendiri, misalnya pengecoran yang tidak sempurna sehingga dapat mengurangi mutu beton. Perlu diketahui bahwa pemilihan peralatan untuk dipakai pada pengangkutan bahan cor beton dari mixer ke bidang yang hendak di cor, memerlukan tiga pertimbangan yakni (Rochmanhadi, 1992): 1. Jarak antara mixer dan bidang pengecoran 2. Volume pengecoran 3. Metode yang dipakai dalam pencampuran beton dan cara pengecoran beton Hal yang perlu diperhatikan dalam pengecoran ini adalah masalah transportasi dari tempat pengadukan ke tempat yang hendak dicor, apalagi tempat yang akan dicor terletak jauh atau berada di lantai dua,tiga dan seterusnya. Jadi dapat diperhitungkan berapa banyak pekerja dan alat angkut beton yang diperlukan untuk mempercepat pelaksanaan pengecoran, karena ada batas waktu sehubungan dengan waktu ikat beton. 2.4.2 Sumber Peralatan Dalam pelaksanaan pembangunannya, suatu proyek dapat memperoleh peralatan dengan jalan menyewa maupun membeli. Pada kondisi tertentu, pembelian peralatan dapat menguntungkan secara finansial, sedangkan pada kondisi yang lain dapat lebih ekonomis dan efisien untuk menyewanya. Terdapat tiga alternative dalam kepemilikan alat berat yaitu (Rostiyanti, 2008): 1. Membeli alat berat Perusahaan konstruksi dapat membeli alat berat sebagai asset perusahaan. Keuntungan dari pembelian ini adalah biaya pemakaian per jam yang sangat kecil jika alat tersebut dipergunakan secara optimal. 2. Menyewa-membeli (leasing) alat berat Pengadaan alat juga dapat berasaldari perusahaan leasing alat berat. Sewa-beli alat umumnya dilakukan jika pemakaian alat tersebut 11

berlangsung dalam jangka waktu lama. Sewa-beli yang dimaksud adalah pengadaan alat dengan pembayaran pada perusahaan leasing dalam jangka waktu lama dan di akhir masa sewa-beli tersebut alat menjadi milik pihak penyewa. Biaya pemakaian umumnya lebih tinggi daripada memiliki alat tersebut, namun terhindar dari resiko investasi alat yang besar diawal. 3. Menyewa alat berat Perusahaan konstruksi juga dapat mengadakan alat berat dari perusahaan penyewaan. Alat berat yang disewa umumnya dalam jangka waktu yang tidak lama. Biaya pemakaian alat berat sewa adalah yang tertinggi, tetapi tidak akan berlangsung lama karena penyewaan dilakukan pada waktu yang singkat. Metode ini dapat membuat perusahaan konstruksi terbebas dari biaya investasi alat yang cukup besar. 2.4.3 Jenis Peralatan Peralatan pengecoran yang digunakan dalam pelaksanaan pengecoran konstruksi gedung bertingkat dilapangan yaitu tower crane dan concrete pump. Masing-masing memiliki spesifikasi, produktifitas dan teknis pengecoran yang berbeda-beda. 2.4.3.1 Tower Crane Tower crane merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengangkat material secara vertical dan horizontal ke suatu tempat yang tinggi pada ruang gerak terbatas (Rostiyanti, 2008). Disebut tower karena memiliki rangka vertical dengan bentuk standart dan ditancapkan pada perletakan yang tetap. Fungsi utama dari tower crane adalah adalah mendistribusikan material dan peralatan yang dibutuhkan oleh proyek baik dalam arah vertical maupun horizontal. Tower crane dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam proses pengecoran beton, yaitu mendistribusikan beton yang ditampung dalam bucket ke area pengecoran. Tower crane juga memiliki beberapa jenis, yang dapat disesuaikan dengan keadaan lokasi proyek. Namun biaya pengadaan tower crane yang mahal 12

mengharuskan perencana untuk merencanakan waktu penggunaan tower crane ini secara maksimal dan optimal agar tidak terjadi pemborosan biaya pekerjaan. Gambar 2.2 Tower Crane Sumber : Dokumentasi proyek (2015) Jenis-jenis tower crane dibagi berdasarkan cara crane tersebut berdiri yaitu (Rostiyanti, 2008) : 1. Free Standing Crane Crane yang berdiri bebas (free standing crane) berdiri di atas pondasi yang khusus dipersiapkan untuk alat tersebut. Jika crane harus mencapai ketinggian yang besar maka kadang-kadang digunakan pondasi dalam seperti tiang pancang. 2. Rail Mounted Crane Penggunaan rel pada rail mounted crane mempermudah alat untuk bergerak sepanjang rel tersebut. Tetapi supaya tetap seimbang gerakan crane tidak dapat terlalu cepat. Kelemahan dari crane tipe ini adalah harga rel yang cukup mahal, rel harus diletakkan pada permukaan yang datar sehingga tiang tidak terjadi miring. Keuntungannya adalah adanya rel yang membuat jangkauan crane menjadi lebih besar. 13

3. Climbing Tower Crane Crane diletakkan didalam struktur bangunan yaitu pada core atau inti bangunan. Crane ini bergerak naik bersamaan dengan struktur naik. Pengangkatan crane dimungkinkan dengan adanya dongkrak hidrolis atau hydraulic jacks. 4. Tied In Crane Crane tipe ini mampu berdiri bebas pada ketinggian kurang dari 100 meter. Jika diperlukan crane dengan ketinggian lebih dari 100 meter, maka crane harus ditambatkan atau dijangkar pada struktur bangunan. Fungsinya untuk menahan gaya horizontal. Gambar 2.3 Jenis-jenis Tower Crane Sumber : Rostiyanti (2008) 14

yaitu : Tipe-tipe tower crane memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi sama Gambar 2.4 Bagian-bagian Tower Crane Sumber : Rostiyanti (2008) Keterangan: a. Base Merupakan tempat kedudukan tower crane berfungsi menahan gaya aksial dan gaya tarik di balok beton/tiang pancang. b. Base Section Bagian/segmen paling dasar dari badan tower crane yang langsung dipasang/dijangkar ke pondasi c. Mast Section Bagian dari tower crane yang berupa segmen kerangka yang dipasang untuk menambah ketinggian tower crane d. Climbing Frame Bagian dari tower crane yang berfungsi sebagai penyangga saat penambahan mast 15

e. Support Seat Merupakan kedudukan/tumpuan yang menumpu slewing ring dalam mekanisme putar, terdiri dari bagian atas (upper) dan bagian bawah (lower) f. Cat Head Puncak tower crane yang berfungsi sebagai tumpuan kabel penahan dan counter jib g. Jib Lengan pengangkut beban dengan panjang bermacam-macam tergantung kebutuhan h. Counter Jib Lengan penyeimbang terhadap momen lattie jib i. Counter Weight Blok beton yang merupakan pemberat, yang dipasang pada ujung counter jib j. Cabin set Ruang operator pengendali tower crane k. Trolley Alat untuk membawa hook sehingga dapat bergerak secara horizontal sepanjang lattice jib l. Hook Alat pengait beban yang terpasang pada trolley Untuk memindahkan beton dengan tower crane menuju ke tempat pengecoran, dipergunakanlah concrete bucket yang dikaitkan pada hook atau kait pada tower crane. Concrete bucket adalah alat yang digunakan untuk membawa atau menampung campuran beton dari truck mixer yang kemudian didistribusikan ke lokasi pengecoran baik oleh tower crane. Kapasitas concrete bucket yang digunakan diantaranya adalah 0,5 0,8 m 3. Mekanisme kerja tower crane terdiri dari : 1. Hoising Mechanism (mekanisme angkat) Mekanisme ini digunakan untuk mengangkat beban. Gerakan ini adalah gerakan naik/turun beban yang telah dipasang pada kait diangkat atau 16

diturunkan dengan menggunakan drum/hook, dalam hal ini putaran drum disesuaikan dengan drum/hook yang sudah direncanakan. Hook digerakkan oleh motor listrik dan gerakan drum/hook dihentikan dengan rem sehingga beban tidak akan naik/turun setelah posisi yang ditentukan sesuai dengan yang direncanakan. 2. Slewing Mechanism (mekanisme putar) Mekanisme ini digunakan untuk memutar jib dan counter jib sehingga dapat mencapai radius yang diinginkan. 3. Trolley Traveling Mechanism (mekanisme jalan trolley) Mekanisme ini digunakan untuk menjalankan trolley maju dan mundur sepanjang jib 4. Traveling Mechanism (mekanisme jalan) Mekanisme ini digunakan untuk menjalankan bogie (kereta) untuk traveling tower crane Pada pelakasanaan pengecoran dengan menggunakan tower crane melibatkan proses, antara lain : 1. Mobilisasi Proses pemindahan/pengangkutan komponen-komponen tower crane dari pool ke lokasi proyek 2. Erection Proses merakit komponen dasar dari tower crane 3. Operasional 4. Dismalting Proses pembongkaran/pelepasan komponen tower crane sehingga dapat dilakukan demobilisasi 5. Demobilisasi Proses pemindahan/pengangkatan komponen-komponen tower crane dari lokasi proyek ke pool. Pemilihan tower crane sebagai alat untuk pengecoran harus direncanakan sebelum proyek dimulai. Hal tersebut disebabkan karena pengoperasian crane harus diletakkan di suatu tempat yang tetap selama proyek berlangsung, sehinngga crane 17

harus mampu memenuhi kebutuhan akan pemindahan metarial dari suatu tempat ke tempat berikutnya sesuai daya jangkau yang ditetapkan. 2.4.3.2 Concrete Pump Concrete pump merupakan alat untuk menuangkan beton basah dari truck mixer ke tempat yang ditentukan. Concrete pump digunakan pada saat pengecoran balok, kolom, plat. Concrete pump banyak digunakan dalam pengecoran karena : 1. Concrete pump dalam pelaksanaannya lebih halus dan lebih cepat dibandingkan metode lain 2. Concrete pump dilengkapi dengan pipa delivery, sehingga sangat flexible untuk menempatkan beton segar dilokasi yang tidak dapat dijangkau oleh alat lain. Berdasarkan jenis pompanya terdapat tiga macam concrete pump, yaitu: 1. Piston pump Menggunakan langkah piston untuk menghisap beton basah dari corong penerima (langkah hisap) dan mengeluarkannya melalui katup pengeluaran (langkah buang) ke pipa delivery. 2. Pneumatic Pump Menggunakan udara yang dimampatkan untuk menghisap beton dan mengeluarkan dari pembuluh tekan ke pipa delivery. 3. Squezze pressure Pump Menggunakan roda penggiling (roller) untuk menghisap beton basah. Menampatkannya dan mengeluarkannya ke pipa delivery. 18

Gambar 2.5 Concrete Pump Sumber : Dokumentasi Proyek (2015) Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan penggunaan concrete pump sebagai alat untuk pengecoran adalah : 1. Terdapat ruang yang cukup untuk penyangga (outrigger). 2. Terletak pada permukaan tanah yang horizontal dan solid/padat. 3. Terletak di posisi yang meminimumkan geraknya. 4. Terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh truck mixer Pengecoran dengan menggunakan concrete pump tergantung dari faktorfaktor yang mempengaruhi kapasitas alat tersebut, yaitu : 1. Jenis concrete pump Masing-masing pabrik pembuatannya mengeluarkan kapasitas cor yang berbeda-beda. 2. Panjang pipa Semakin panjang pipa kapasitas cornya semakin kecil. 3. Diameter pipa Semakin besar diameter pipa maka semakin kecil kapasitas cornya. 4. Nilai slump Semakin besar nilai slump maka kapasitas cornya semakin besar. 19

2.5 Produktifitas Peralatan Produktifitas adalah perbandingan antar hasil yang dicapai (output) dengan seluruh sumber daya yang digunakan (input). Produktif itas alat teragantung pada kapasitas dan waktu siklus alat. Rumus dasar untuk mencari produktifitas alat adalah (Rostiyanti, 2008) Produktifitas = atau Produktifitas = kapasitas CT volume pekerjaan durasi (2.1) (2.2) Umumnya waktu siklus alat ditetapkan dalam menit sedangkan produktivitas alat dihitung dalam produksi/jam sehingga perlu adanya perubahan dari menit ke jam. Jika faktor efisiensi alat dimasukan maka rumus diatas menjadi : 60 Produktifitas = kapasitas x x efisensi (2.3) CT Keterangan : Produktifitas alat dihitung dalam m 3 /jam Kapasitas = kapasitas bucket untuk menampung beton dalam m 3 60 = umumnya waktu alat ditetapkan dalam menit sedangkan produktivitas dalam produksi/jam CT = cyclus time/waktu siklus (menit) Efisiensi = waktu efektif alat bekerja dalam satu jam (menit/jam) Siklus kerja dalam pemindahan material merupakan suatu kegiatan yang dilakukan berulang. Pekerjaan utama dalam kegiatan tersebut adalah memuat, memindahkan, membongkar muatan dan kembali lagi ke kegiatan awal. Semua kegiatan tersebut dilakukan oleh satu alat atau beberapa alat. Waktu yang diperlukan dalam siklus kegiatan tersebut disebut siklus atau cycle time (CT). Waktu siklus atau cycle time (CT) dirumuskan sebagai berikut (Rostiyanti, 2008) : 20

CT = LT + HT + DT + RT + ST (2.4) Keterangan : 1. Waktu muat atau loading time (LT), yaitu waktu yang dibutuhkan oleh suatu alat untuk memuat material ke dalam alat angkut sesuai kapasitas alat angkut 2. Waktu angkut atau haulding time (HT), yaitu waktu yang diperlukan sua tu alat untuk bergerak dari tempat pemuatan ke tempat pembongkaran material. 3. Waktu pembongkaran atau dumping time (DT), yaitu waktu yang diperlukan untuk pembongkaran material di tempat yang ditentukan. 4. Waktu kembali atau return time (RT), yaitu waktu yang diperlukan alat untuk kembali ke tempat pemuatan 5. Waktu tunggu atau spotting time (ST), yaitu alat menunggu sampai alat diisi kembali Dalam pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan alat berat terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas alat yaitu efisiensi alat. Efisiensi alat tersebut bekerja tergantung dari beberapa hal yaitu : 1. Kemampuan operator pemakai alat 2. Pemilihan dan pemeliharaan alat 3. Perencanaan dan pengaturan letak alat 4. Topografi dan volume pekerjaan 5. Kondisi cuaca 6. Metode pelaksanaan alat Dalam kenyataan di lapangan sulit untuk menentukan besarnya efisiensi kerja alat, tetapi dengan dasar pengalaman-pengalaman dapat ditentukan efisiensi yang mendekati kenyataan seperti pada tabel 2.1 (Rochmanhadi, 1985). 21

Tabel 2.1 Efisiensi Kerja Pemeliharaan Mesin Kondisi Baik Buruk Operasi Alat Baik Sedang Buruk Sekali Sekali Baik Sekali 0,83 0,81 0,76 0,70 0,63 Baik 0,78 0,75 0,71 0,65 0,60 Sedang 0,72 0,69 0,65 0,60 0,54 Buruk 0,63 0,61 0,57 0,52 0,45 Buruk Sekali 0,52 0,50 0,47 0,42 0,32 Sumber: Rochmanhadi 1985 2.6 Analisis Biaya dan Waktu Pelaksanaan Pada dasarnya setiap pembangunan tidak terlepas dari kecermatan seorang pelaksana untuk merancang suatu metode kerja yang efesien. Metode kerja yang sangat efesien sangat berpengaruh pada biaya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Selain metode yang digunakan juga harus diperhatikan, karena akan berpengaruh terhadap biaya dam waktu pelaksanaan. Menurut Soedradjat (1994), dalam menentukan harga satuan analisis didasarkan pada 5 komponen biaya, yaitu biaya bahan/material, tenaga kerja, peralatan, biaya tak terduga (overhead), dan keuntungan (profit). 1. Biaya Material Untuk menaksir biaya material biasanya dibuat suatu daftar bahan yang menjelaskan mengenai banyaknya, ukuran, beratnmya dan ukuran-ukuran yang diperlukan. Harga bahan yang dipakai merupakan harga bahan di tempat pekerjaan jadi harga ini sudah termasuk biaya angkutan, biaya menaikkan dan biaya menurunkan. 2. Upah Tenaga Kerja Produktifitas tenaga kerja adalah kemampuan tenaga kerja untuk menyelesaikan suatu unit produksi dalam satuan waktu tertentu. Dalam suatu proyek konstruksi dengan diketahuinya beberapa variabel seperti volume pekerjaan, durasi, produktivitas, maka jumlah tenaga kerja yang 22

dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu jenis pekerjaan dapat ditentukan, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja dapat dihitung 3. Biaya Peralatan Suatu peralatan yang diperlukan untuk suatu jenis pekerjaan konstruksi, haruslah termasuk didalamnya bangunan-bangunan sementara, mesinmesin dan alat-alat tangan. Peralatan ini bisa merupakan peralatan milik sendiri maupun sewa dari pihak lain. Perhitungan analisis biaya peralatan dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu biaya kepemilikan alat dan biaya pengoperasian alat. Jika peralatan yang digunakan merupakan sewa dari pihak lain, maka faktor biaya yang harus diperhitungkan adalah biaya sewa dan pajak yang harus diperhitungkan adalah biaya sewa dan pajak yang harus ditanggung penyewa. 4. Biaya Tak Terduga Biaya tak terduga dimaksudkan untuk mengurangi resiko-resiko yang terjadi akibat suatu hal diluar perkiraan dan perencanaan, misalnya kenaikan harga bahan, upah, sewa alat dan sebagainya. Jumlah biaya tak terduga dapat ditentukan secara langsung dengan membandingkan jumlah biaya total 5. Keuntungan Keuntungan biasanya dinyatakan dengan prosentase dan jumlah biaya total. Jumlah prosentase yang diambil berkisar antara 8% sampai 15% tergantung dan besarnya resiko pekerjaan, tingkat kesulitan yang akan dihadapi dalam menyelesaikan perejaan tersebut, dan cara pembayaran dari pemberi pekerjaan. Titik optimal dan optimum merupakan kondisi terbaik dari suata variabel yang menghasilkan laba maksimum (Taylor,2001). Dalam pelaksanaan proyek ada dua variabel yang berkaitan yaitu biaya dan waktu. Biaya dan waktu dapat dikatakan dalam kondisi optimum yaitu biaya minimum dari setiap pelaksanaan pekerjaan dan waktu tercepat yang dapat dilakukan dalam penyelesaian pekerjaan tersebut, sehingga dapat menghasilkan laba atau keuntungan maksimum. 23

2.7 Regresi dan Korelasi Regresi dan korelasi digunakan untuk mempelajari pola dan mengukur statistik antara dua atau lebih variabel, jika digunakan hanya dua variabel disebut regresi dan korelasi sederhana dan jika digunakan lebih dari dua variabel disebut regresi dan korelasi berganda (Wirawan, 2012). Menurut Dajan (2008) analisis regresi adalah analisis yang dapat mengubah suatu data menjadi suatu fungsi. Dengan analisis ini bisa mengubah data-data survey atau eksperimen di lapangan menjadi suatu fungsi matematik. Data tersebut terdiri dari 2 kelompok dan dapat diperoleh dari berbagai bidang kegiatan yang menghasilkan pasangan observasi atau pengukuran sebanyak n sebagai (X i, Y i ) dimana i = 1,2,,n. Penggunaan analisis regresi diterapkan hampir disemua bidang ilmu, untuk menaksir atau meramalkan nilai satu variabel lain yang nilainya telah diketahui, dan kedua variabel tersebut memiliki hubungan fungsional atau sebab akibat satu dengan lainnya. Contoh yang dapat menggambarkan hal tersebut misalnya luas tanah dan bangunan mempengaruhi besarnya pajak yang harus dibayarkan. Dalam bahasa matematisnya luas tanah dan bangunan disebut variabel bebas (variabel yang mempengaruhi) dan umumnya disimbolkan dengan X. Sedangkan besarnya pajak disebut variabel terikat (variabel yang dipengaruhi), atau variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel X, dan umumnya disimbolkan dengan Y (Wirawan, 2012). Hubungan fungsional (sebab -akibat) antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) dalam bentuk fungsi dinyatakan sebagai Y = f(x), yang artinya nilai variabel Y tergantung dari atau dipengaruhi oleh nilai variabel X. Sifat hubungan antara variabel bebas (X) dengan vari abel terikat (Y), dapat positif, negative atau tidak ada hubungan. Hubungan positif yang juga disebut hubungan searah, artinya bila nilai X naik maka nilai Y juga naik atau sebaliknya bila nilai X turun maka nilai Y juga turun. Hubungan negatif disebut juga hubungan berlawanan arah, artinya bila nilai X naik maka nilai Y akan turun atau sebaliknya bila nilai X turun maka nilai Y akan naik. Tidak ada hubungan, artinya bila nilai X berubah (naik/turun), maka nilai Y tidak akan berubah (tetap). Bila ketiga jen is sifat hubungan antara dua variabel tersebut dinyatakan dalam garfik, maka garafiknya seperti Gambar 2.5 24

Y Y Y 0 X 0 X 0 X a. Hubungan positif b. Hubungan negatif c. Tidak ada hubungan Gambar 2.6 Tiga grafik yang menyatakan hubungan variabel X dan Y Sumber: Wirawan (2012) Tiga tujuan utama dari analisis regresi (1) untuk memperoleh suatu persamaan garis yang menunjukan persamaan hubungan antara dua variabel. (2) Untuk mengetahui besarnya pengaruh perubahan tiap unit varibel bebas terhadap perubahan variabel terikatnya. Pengaruh perubahan tiap unit variabel bebas ditunjukan oleh nilai koefisien regersinya. (3) Untuk menaksir nilai variabel terikat (Y) berdasarkan variabel (X) yang nilainya telah diketahui. 2.7.1 Analisis Regresi Linier Sederhana Secara umum persamaan garis regersi linier sederhana dinyatakan sebagai berikut : (Wirawan, 2012) Y = a + bx (2.5) Rumus persamaan regresi tersebut diperoleh dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Least Squares Method). Apabila diberikan serangkaian data sampel (X i, Y i ) dengan I = 1,2,3, n, maka nilai dengan (peramalan) kuadrat terkecil bagi parameter dalam persamaan garis regresi dinyatakan sebagai berikut : Ŷ a bx (2.6) Metode kuadrat terkecil akan memberikan jumlah kuadrat deviasi vertikal (tegak) dari titik-titik observasi ke garis regresi tersebut sekecil mungkin, atau dengan kata lain metode kuadrat terkecil memberikan Σ (Y i Ŷ) 2 = Σ (e i ) 2 yang 25

terkecil. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Mengenai kriteria kuadrat terkecil. Y (X i, Y i ) e i (Ŷ= a + bx) a 0 X Gambar 2.7 Kriteria Kuadrat Terkecil Sumber : Wirawan (2012) Agar jumlah kuadrat simpangan vertikal ke garis regresi yaitu Σ ( Y i Ŷ ) 2 sekecil mungkin, maka Σ ( Y i Ŷ ) 2 = Σ (e i ) 2 diminimumkan terhadap a dan b. untuk menentukan nilai a dan b diberikan dengan rumus berikut : X ( X) n XY - Y b (2.7) 2 n X 2 Y b a n X (2.8) Keterangan : Ŷ X Y = Taksiran nilai Y = Variabel bebas (data pengamatan) = Variabel terikat (data pengamatan) a = Konstanta atau titik potong dengan sumbu Y, bila X = 0 26

b = Arah garis regresi, yang menyatakan perubahan nilai Y akibat perubahan 1 unit X n = banyaknya pasangan data obeservasi/pengukuran Nilai koefisien regresi bisa bertanda positif atau negatif, hal tersebut menyatakan arah hubungan atau pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y. Interpretasi terhadap nilai koefisien regresi (b) adalah sebagai berikut : - b = A ( b bert anda positif), artinya bila nilai variabel bebas X naik/bertambah 1 unit, maka nilai variabel Y naik/bertambah sebesar 1 unit. Sebaliknya bila nilai variabel bebas X turun/berkurang 1 unit, maka nilai variabel Y turun/berkurang sebesar 1 unit. - b = -A (b be rtanda negatif), artinya bila nilai variabel bebas X naik/bertambah 1 unit, maka nilai variabel Y akan turun/berkurang sebesar 1 unit. Sebaliknya bila nilai variabel bebas X turun/berkurang 1 unit, maka niali variabel Y akan naik/bertambah sebesar 1 unit. 2.7.2 Analisis Korelasi Sederhana Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan (kuat - lemahnya) hubungan antara variabel bebas X dengan variabel terikat Y, tanpa melihat bentuk hubungannya, apakah linier atau tan-linier. Kuat-lemahnya hubungan antara dua variabel dilihat dari koefisien korelasinya. Koefisien korelasi linier (r) adalah ukuran hubungan linier antara dua variabel/peubah acak X dan Y untuk mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus regresi. Sedangkan koefisien determinasi ( r 2 ) merupakan alat untuk mengukur ketepatan garis regresi terhadap sebaran datanya. Rumusan untuk koefisien korelasi ada dua yaitu : 1. Koefisien korelasi melalui regresi Analisis korelasi biasanya dilakukan secara bersamaan dengan analisis regresi. Jika analisis korelasi dilakukan secara bersamaan dengan analisis regresi, maka koefisien korelasi merupakan akar dari koefisien determinasi, yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut r 2 r (2.9) 27

Yi b Xi 2 Yi n Ŷ Ŷ a Yi n r (2.10) 2 2 2. Koefisien korelasi tanpa analisis regresi Untuk mengetahui kuat-lemahnya hubungan antara dua variabel tanpa berkeinginan untuk mengadakan penafsiran, dapat langsung dihitung dengan beberapa cara. Salah satu cara yang digunakan diantaranya adalah metode Karl Pearson atau produk Moment. Menurut metode ini, koefisien korelasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: XiYi Xi Yi 2 2 2 Xi. n Yi Yi n r (2.11) 2 n Xi Interpretasi terhadap nilai koefisien korelasi bertujuan untuk mengetahui kuat-lemahnya tingkat atau derajat hubungan antara variabel X dan Y, pedoman yang dapat digunakan tercantum pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Interpretasi Terhadap Nilai Koefisien Besar Koefisien Korelasi ( r ) (positif/negatif) 0,00-0,20 0,20-0,40 0,40-0,70 0,70-0,90 Interpretasi Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada korelasi anatar variabel X dan Y) Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang lemah atau rendah Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang sedang atau cukup Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi Antara variabel X dan Y terdapat korelasi yang 0,90-1,00 sangat kuat atau sangat tinggi Sumber : Wirawan (2012) 28

Interpretasi terhadap nilai koefisien korelasi bertujuan untuk mengetahui arah hubungan atau pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y yang dinyatakan sebagai berikut : - Nilai koefisien regresi (b) juga berpengaruh terhadap nilai koefisien korelasi, yaitu jika b positif maka r positif sedangkan jika b negatif maka r negatif. - Bila (r) bernilai positif menunjukan arah variabel yang se arah, yaitu jika variabel bebas X naik/bertambah, maka nilai variabel Y juga naik/bertambah. Sebaliknya bila nilai variabel bebas X turun/berkurang, maka nilai variabel Y juga turun/berkurang. - Bila (r) bernilai negatif menunjukan arah variabel yang berlawanan, yaitu jika variabel bebas X naik/bertambah, maka nilai variabel Y akan turun/berkurang. Sebaliknya bila nilai variabel bebas X turun/berkurang, maka nilai variabel Y akan naik/bertambah. 2.8 Titik Impas (Break Even Point/BEP) Break Even Point (BEP) memiliki pengertian yang sama dengan kata-kata titik impas, tidak rugi-tidak untung atau seimbang (Soehardi, 1995). Menurut Nugraha (1985) dalam Nastiti (2004), break event point adalah suatu keadaan tertentu (titik), dimana keadaan netral, tidak untung dan tidak rugi atau keadaan dimana suatu alternatif tidak lebih baik ataupun tidak lebih jelek dari alternatif yang lainnya. Sebaliknya dikatakan bahwa di atas atau di bawah titik tersebut, keadaan adalah jelek atau baik, alternatif A lebih baik dari alternatif B, dan sebagainya. Penggunaan analisis BEP dapat digunakan untuk mengetahui titik impas, dari pengecoran beton ready mix pada balok dan pelat lantai gedung mengunakan peralatan yang satu dengan yang lainnya. Dalam analisis BEP ini, dicari perpotongan dari persamaan garis regresi dari masing-masing peralatan pengecoran. Perpotongan dari persamaan garis yang dapat digunakan adalah metode eliminasi, yaitu dengan cara mengalikan dengan sebuah angka sehingga ada variabel yang mempunyai koefisien yang sama. Misalkan terdapat dua buah persamaan garis yaitu 2x + 5y = 6 dan 3x - 7y = 5, maka penyelesaian titik potongnya yaitu: 29

Masing-masing persamaan dikalikan dengan 3 (persamaan I) dan 2 (persamaan II) untuk mengeliminasi nilai x (untuk mendapatkan nilai y) menjadi : 2x + 5y = 6 (x 3) 6x + 15y = 18 3x - 7y = 5 (x 2) 6x 14y = 10 0 + 29y = 8 y = 0,276 Kemudian subtitusi nilai y yang didapat kedalam rumus pertama atau ke dua (untuk mendapatkan nilai x) 2x + 5y = 6 2x + 5(0,276) = 6 2x = 6 1,38 x = 4,62/2 = 2,31 Sehingga titik potongnya berada di koordinat (x = 2,31 ; y = 0,276) Gambaran penggunaan analisis perpotongan dua buah persamaan garis break even point pada persamaan di atas untuk mengetahui titik impas antara peralatan pengecoran yang satu dengan yang lainnya dapat dilihat pada tabel 2.3 dan gambar 2.10. Tabel 2.3 Contoh Data Perpotongan Dua Buah Persamaan Garis x Y1 Y2-5 -19-11 -4-14.7-8 -3-10.4-5 -2-6.1-2 -1-1.8 1 0 2.5 4 1 6.8 7 2 11.1 10 3 15.4 13 4 19.7 16 5 24 19 Sumber : Nastiti (2004) 30

Gambar 2.8 Titik Potong Dua Persamaan Garis Sumber: Nastiti (2004) 31