BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

dokumen-dokumen yang mirip
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PENERIMAAN DAN PENANGANAN PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT/ PUBLIC COMPLAIN RESERSE KRIMINAL POLRES loteng

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan yang berperan penting dalam proses penegakan hukum. Untung S. Radjab (2000 : 22) menyatakan:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR NOMOR DOKUMEN : SOP-RESTRO TNG KOTA-

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi Birokrasi Polri terus mengalami pembaharuan baik dari sisi

BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

Langkah selanjutnya adalah terbitnya UU Kepolisian yang baru yaitu UU No 2 Tahun Karena reformasi sudah berjalan 8 (delapan) tahun, dan UU

STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERATION PROCEDURE (SOP) BID PROPAM POLDA BENGKULU TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN BERKALA

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN I. PENDAHULUAN. 1. Umum

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya perubahan serta akselerasi dalam berbagai bidang. Perubahan

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH ACEH DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan Polri lebih dari 50 Tahun yang lalu hingga saat ini, dalam kurun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

AMANAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PERINGATAN KE-69 HARI BHAYANGKARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. heterogen terdiri dari penduduk asli, penduduk urbanisasi maupun imigran

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (POLRI) sangatlah penting. Kehadiran POLRI dirasakan

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI WILAYAH DUSUN BUNCIT DESA LEMBAR SELATAN KEC. LEMBAR KAB. LOMBOK BARAT TANGGAL 29 SEPTEMBER 2016

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Sambutan Presiden RI pada Peringatan HUT Ke-67 Bhayangkara, tgl. 1 Juli 2013, Depok, Jawa Barat Senin, 01 Juli 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif menyebabkan kebutuhan akan informasi semakin meningkat.

2016, No Strata Tiga kedinasan, dilakukan penyetaraan dengan lulusan Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah dan Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI DESA GUNUNG MALANG KEC. PRINGGABAYA LOMBOK TIMUR TANGGAL 28 JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. baru bagi masyarakat. Polri saat ini memasuki usia ke-70, masih berjuang dan

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI PANTAI INDUK DESA TAMAN AYU KAB. LOMBOK BARAT BULAN MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

BAB III ORGANISASI POLDA JAWA TENGAH

PERATURAN KEPALA DIVISI HUBUNGAN MASYARAKAT POLRI NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SEKOLAH POLISI NEGARA(SPN) PADANG BESI

BAB I PENDAHULUAN. dalam segala bidang kehidupan, termasuk perubahan di dalam sistem

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penegakkan hukum, Polwan di UPPA juga berperan aktif dalam melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak berpisahnya Polri dari tubuh organisasi Angkatan Bersenjata Republik

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

AMANAT PADAUPACARA BENDERA BULANAN SENIN, TANGGAL 19JANUARI2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU

BAB I PENDAHULUAN. dalam memelihara stabilitas keamanan dan kenyamanan dalam Negeri.

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

INSPEKTORAT PENGAWASAN UMUM DAERAH POLDA D.I.YOGYAKARTA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS AIRLANGGA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

HARKATPUAN PATROLI TERPADU JAJARAN BAHARKAM POLRI DAN KEWILAYAHAN JAKARTA, 3 S.D. 4 OKTOBER 2017

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK NDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

Birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program pembangunan dan kebijakan pemerintah. Birokrasi harus lebih

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

BAB I PENDAHULUAN. informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang;

BAB I. Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai. masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

IMPLEMENTASI PERATURAN KODE ETIK POLRI DALAM PENANGANAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELANGGAR KETENTUAN PIDANA (Studi di Kepolisian Resor Kota Medan)

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam organisasi pemerintahan diperlukan sumber daya manusia yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Tahanan Negara Klas I Medan yang berlokasi di Jalan Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Perguruan tinggi merupakan institusi yang memiliki peran dan posisi strategis

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

BAB I PENDAHULUAN. kerja seorang karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, Polri sebagai salah satu organ pemerintahan dan alat negara penegak hukum mengalami beberapa perubahan. Pergeseran paradigma pengabdian Polri yang sebelumnya cenderung digunakan sebagai alat penguasa kearah pengabdian bagi kepentingan masyarakat telah membawa berbagai implikasi perubahan yang mendasar. Salah satu perubahan itu adalah perumusan kembali perannya sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang menetapkan Polri berperan selaku pemelihara Kamtibmas, penegak hukum, serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Arah kebijakan strategi Polri yang mendahulukan tampilan selaku pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat adalah bahwa dalam setiap gerak langkah pengabdian anggota Polri baik sebagai pemelihara Kamtibmas maupun sebagai penegak hukum haruslah dijiwai oleh tampilan perilakunya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, sejalan dengan paradigma barunya yang mengabdi bagi kepentingan masyarakat. Masyarakat banyak berharap Polri dapat mengemban tugasnya secara profesional, bermoral dan modern terutama dalam kapasitasnya sebagai ujung tombak proses penegakan hukum. Penanganan kasuskasus tindak pidana terutama yang menonjol selalu menjadi perhatian masyarakat.

Polri sebagai penegak hukum menjadi pusat sorotan dalam pembenahan reformasi birokrasi yang digulirkan oleh pemerintah. Secara khusus penelitian ini memberikan perhatian yang cukup serius terhadap penanganan kasus yang mencoreng stabilitas keamanan, sosial dan politik yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Kasus tersebut yaitu terjadinya pemukulan dan penganiayaan terhadap Ketua DPRD Sumatera Utara, Haji Aziz Angkat yang tewas dalam aksi unjuk rasa anarkhis pendukung pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) di gedung wakil rakyat provinsi tersebut pada tanggal 2 Februari 2009. Kasus unjuk rasa anarkhis tentang pembentukan Provinsi Tapanuli yang juga lebih dikenal publik dengan sebutan kasus Protap, merupakan suatu kasus yang menjadi perhatian publik tidak hanya di Sumatera Utara atau wilayah Indonesia saja, tapi sudah menyita perhatian internasional. Kasus tersebut menjadi atensi dari seluruh lapisan masyarakat dan bahkan hingga Presiden Republik Indonesia, sehingga dalam perkembangan kasus tersebut menimbulkan berbagai tuntutan dan tekanan terhadap jajaran Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara yang menanganinya. Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara dituntut untuk segera mengungkap secara tuntas peristiwa tersebut hingga ke aktor intelektualnya walaupun dengan berbagai kendala dan kesulitan yang dihadapi yang disebabkan oleh banyaknya tersangka pelaku dan beberapa faktor lain diantaranya minimnya alat-alat bukti yang ada serta minimnya dokumentasi dari pihak Poltabes Medan dan sekitarnya yang mengamankan jalannya aksi unjuk rasa di gedung DPRD tersebut.

Berbagai tekanan baik yang datang dari lingkungan internal kepolisian maupun lingkungan eksternal seperti masyarakat dan pemerintah juga memunculkan berbagai tantangan tertentu yang senantiasa memberikan tekanan juga dalam pencapaian kinerja personil di jajaran Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara. Karena merupakan kasus yang menjadi perhatian, tidak sedikit para personil yang menjalankan tugas ingin mengungkapkan keberhasilannya sehingga pada akhirnya yang bersangkutan akan mendapatkan reward dari pimpinan. Hal tersebut membutuhkan suatu pemikiran manajemen dan pengorganisasian yang cukup baik khususnya bagi pimpinan organisasi dalam hal ini Direktur Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara dalam menangani kasus yang menjadi prioritas dan atensi publik ini. Penanganan kasus tersebut, yang memang berada di bawah tekanan, pada awalnya berjalan kurang optimal. Dalam kurun waktu hampir seminggu setelah kejadian belum ada satu tersangkapun yang berhasil ditangkap serta belum ada alat bukti yang berhasil didapat guna menangkap para tersangka. Satu-satunya alat bukti petunjuk adalah hasil rekaman yang didapatkan para petugas lapangan dari kesatuan intelijen yang juga minim. Kebanyakan dari bukti visual tersebut bahkan berupa gambar atau photo yang hanya memperlihatkan keberadaan orang-orang para calon tersangka di dalam ruangan sidang gedung DPRD tanpa ada bukti visual yang menggambarkan perbuatan para pelaku tersebut di dalam gedung. Dengan berbekal photo calon tersangka, para personil Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara yang juga bergabung dengan personil Satuan Reserse Kriminal Poltabes Kota Medan saling berlomba untuk menangkap orang yang ada

dalam gambar tersebut walaupun belum pasti apakah ada alat bukti lain yang mendukung sangkaan terhadap orang tersebut. Pergerakan tersebut juga dilakukan tanpa ada koordinasi antar personil lainnya sehingga seringkali terjadi beberapa orang personil mencari calon tersangka yang sama, namun yang lain dibiarkan. Perhatian para personil juga hanya terfokus kepada orang atau calon tersangka. Tidak seorangpun yang berupaya untuk melakukan pencarian terhadap barang bukti yang digunakan walaupun photo barang bukti tersebut ada seperti: peti mati, angkutan kota yang digunakan serta spanduk-spanduk yang digunakan. Dengan kata lain, semua pergerakan yang dilakukan anggota personil yang tergabung dalam Surat Perintah Kapolda Sumut No. Pol: SP-SIDIK/153/II/2009/Dit Reskrim tersebut tidak terkoordinasi dengan baik. Perubahan ke arah yang lebih baik dirasakan setelah menginjak minggu kedua dengan diadakannya evaluasi secara rutin yang juga sekaligus proses pertukaran informasi yang dilakukan setiap hari. Selain itu juga dibentuk beberapa tim kerja dengan target yang telah ditetapkan masing-masing baik dalam rangka mengejar dan menangkap tersangka maupun mencari alat bukti-alat bukti yang lain serta dibentuk juga khusus tim pemeriksa. Untuk mendukung kegiatan tersebut dibentuk juga tim pendukung yang lain diantaranya adalah tim yang menangani pelacakan dengan menggunakan teknologi Informasi (tim IT), tim penyusun administrasi, tim pelacak aliran dana, tim pendukung logistik serta tim koordinasi dengan pihak Kejaksaan guna melancarkan proses perkara tersebut.

Meskipun telah dibentuk tim kerja dengan target masing-masing, namun masih ada kendala yang dirasakan khususnya dari tim kerja yang bertugas melaksanakan pengungkapan dan penangkapan para tersangka. Para personil yang termasuk dalam tim kerja yang dibentuk merupakan kolaborasi antara berbagai satuan di Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara yakni Satuan Tindak Pidana Umum, Satuan Tindak Pidana Ekonomi, Satuan Tindak Pidana Korupsi dan Satuan Tindak Pidana Tertentu serta dibantu oleh beberapa personil dari Satuan Reserse Kriminal Poltabes Kota Medan sehingga benar-benar memberikan keragaman motivasi. Hal tersebut sangat rentan akan timbulnya konflik antar individu dalam tim kerja yang lebih dikarenakan para personil tersebut mengedepankan ego masingmasing individu. Keadaan tersebut tentunya akan menghambat jalannya proses penanganan perkara terutama dalam hal kecepatan pengungkapan kasus yang akhirnya akan memperburuk kinerja dan citra Polisi di mata masyarakat. Penanganan kasus unjuk rasa anarkis pendukung pembentukan Provinsi Tapanuli merupakan titik berat dari tugas pokok fungsi reserse khususnya jajaran Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara pada awal tahun 2009. Namun demikian, berkat upaya yang dilaksanakan secara maksimal serta adanya perubahan manajerial yang dilakukan, pada akhirnya, hasil yang ditunjukkan oleh kerja keras para personil yang terlibat dalam penanganan kasus ini cukup menggembirakan dan bahkan mendapatkan pujian baik dari pimpinan Polri maupun dari masyarakat. Hasil yang dicapai cukup memuaskan, tercatat dalam waktu satu bulan sebagaimana yang

ditargetkan pimpinan Polri, sebanyak 70 (tujuh puluh) orang tersangka berhasil ditangkap dan selanjutnya diproses sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Sejauhmana pengaruh komunikasi, dan tim kerja terhadap kinerja personil di lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara, khususnya dalam penanganan kasus tindak pidana unjuk rasa anarkhis pembentukan Provinsi Tapanuli? 2. Sejauhmana pengaruh komunikasi antar personil di dalam tim kerja terhadap penyelesaian konflik internal? 3. Sejauhmana pengaruh komunikasi antar tim kerja terhadap kecepatan pengungkapan perkara dalam kasus unjuk rasa anarkhis pembentukan Provinsi Tapanuli? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh komunikasi dan tim kerja terhadap kinerja personil di lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara Khususnya dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Unjuk Rasa Anarkhis Pembentukan Provinsi Tapanuli.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh komunikasi antar personil di dalam tim kerja terhadap penyelesaian konflik internal. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh komunikasi antar tim kerja terhadap kecepatan pengungkapan perkara dalam kasus unjuk rasa anarkhis pembentukan Provinsi Tapanuli. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Kepolisian Daerah Sumatera Utara khususnya dalam merencanakan upaya yang berkelanjutan melalui peningkatan kinerja pelayanan kepada masyarakat dalam kerangka mendapatkan public trust yang lebih baik. 2. Sebagai menambah khasanah penelitian bagi Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana. 3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya mengenai pengaruh komunikasi dan tim kerja terhadap kinerja personil di lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara. 4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama di masa yang akan datang.

I.5. Kerangka Berpikir Dalam suatu organisasi, komunikasi memiliki peran penting terutama dalam membentuk organisasi yang efektif. Untuk mengoptimalkan peran komunikasi dalam organisasi memang harus dipahami cara-cara dan jenis komunikasi, baik dengan bawahan, rekan kerja maupun dengan atasan. Kreitner dan Kinicki (2005), menyatakan bahwa Komunikasi merupakan pertukaran informasi antar pengirim dan penerima, dan kesimpulan (persepsi) makna antara individu-individu yang terlibat. Menurut Sopiah (2008), bahwa Komunikasi adalah sebagai proses penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima, baik secara lisan, tertulis maupun menggunakan alat komunikasi. Bentuk komunikasi terapan yang sering ditemui dalam organisasi publik pada umumnya merupakan bentuk komunikasi yang sentralistik, artinya segala komunikasi dikendalikan oleh atasan. Pimpinan dalam hal ini akan bertindak sebagai orang pertama yang memberi informasi, sedangkan anak buah tinggal menjadi pelaksana. Kondisi semacam ini menempatkan pimpinan sebagai satu-satunya orang yang menguasai informasi (Sulistiyani dan Rosidah, 2009). Keberhasilan seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan tidak terlepas dari kemampuan pegawai tersebut berkomunikasi dengan atasan ataupun dengan rekan kerja. Dalam suatu tim kerja, komunikasi antar anggota sangat menuntut adanya komunikasi secara terbuka dan jujur, sehingga tim kerja dapat melaksanakan tugasnya dengan maksimal (Sopiah, 2008).

Robbins (2007) menyatakan bahwa Tim kerja adalah kelompok di mana individu menghasilkan tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individu tersebut. Suatu tim kerja membangkitkan sinergi positif melalui upaya yang terkoordinasi. Upaya-upaya individu tersebut akan menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individu tersebut (Sopiah, 2008). Keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkannya tidak terlepas dari dukungan sumber daya manusia yang dimilikinya. Oleh karena itu, setiap pegawai yang terlibat di dalam suatu organisasi harus mampu menunjukkan kinerja yang terbaik. Rivai (2006) menyatakan bahwa Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. Menurut Byars dan Rue (2000) bahwa Kinerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh kemampuan karakteristik individu terhadap perannya dalam pekerjaan yang dilakukannya. Dari pengertian di atas, maka kinerja adalah sebagai hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Informasi tentang tinggi rendahnya kinerja seorang pegawai tidak dapat diperoleh

begitu saja, tetapi diperoleh melalui proses yang panjang, yaitu proses penilaian kinerja pegawai yang disebut dengan istilah performance appraisal. Dari uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir hipotesis pertama sebagai berikut: Komunikasi Kinerja Pegawai Tim Kerja Gambar I.1. Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama Menurut Sopiah (2008), komunikasi dapat dibedakan atas 3 (tiga) tingkatan, yaitu komunikasi antar individu (personil), komunikasi dalam kelompok (tim kerja), dan komunikasi keorganisasian. Komunikasi antar sesama individu (personil) dalam tim kerja biasanya digunakan untuk mempermudah terjadinya koordinasi diantara anggota kelompok sehingga tidak terjadi konflik di dalam pelaksanaan tugas diantara individu. Di samping itu dengan terjalinnya komunikasi yang baik antar tim kerja akan sangat membantu organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya. Kemampuan yang dimiliki dari anggota tim kerja sangat dibutuhkan agar dapat bekerja secara efektif. Pertama, Tim memerlukan orang-orang yang memiliki keahlian teknis. Kedua, tim memerlukan orang-orang dengan keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan untuk mampu mengidentifikasi masalah, membangkitkan alternatif, mengevaluasi alternatif dan membuat pilihan

yang kompeten. Akhirnya tim juga memerlukan orang-orang yang memiliki keterampilan mendengarkan dengan baik, memberikan umpan-balik, mampu menyelesaikan konflik dan keterampilan dalam hubungan antar pribadi (Sopiah, 2008). Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan kerangka berpikir untuk hipotesis kedua adalah: Komunikasi Antar Personil Penyelesaian Konflik Internal Gambar I.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Kedua Sebagai salah satu organ pemerintah yang mengemban tugas di bidang penegakan hukum, Polri telah memfokuskan diri untuk senantiasa menjaga profesionalitas dalam penanganan perkara. Sebagaimana disebutkan dalam visi dan misi Polri yang tertuang dalam Grand Strategi Polri 2005-2025 yang disahkan dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/360/VI/ 2005 tanggal 10 Juni 2005 dalam salah satu misi Polri adalah: Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum, HAM, keadilan dan kepastian hukum. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa salah satu indikator keberhasilan kinerja dari Polri adalah di bidang penegakan hukum yakni proses penanganan tindak pidana yang profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum, HAM, keadilan dan kepastian hukum.

Untuk mewujudkan profesionalitas dalam penegakan hukum memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, maka Polri telah merumuskan aturan-aturan teknis dalam menangani suatu perkara pidana yang tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (PERKAP) Nomor 12 Tahun 2009 yang salah satunya mengatur tentang waktu atau kecepatan penanganan perkara pidana. Di samping itu, kecepatan penangan perkara merupakan indikator yang dapat dirasakan langsung dan nyata oleh masyarakat yang dilayani oleh Polri. Tidak sedikit dari kalangan masyarakat yang langsung memberikan penilaian kinerja secara keseluruhan terhadap kinerja Polri hanya dengan kecepatan dalam pelayanan dan penanganan suatu perkara pidana. Kecepatan pengungkapan atau penanganan perkara memang bukan satusatunya bahan penilaian terhadap kinerja Polri, masih ada unsur lain sebagai bahan penilaian antara lain adalah: transparansi, akuntabilitas dan kemudahan dalam pelayanan yang sering dikaitkan dengan biaya dalam pelayanan. Sehingga dalam kaitan studi kasus tentang penanganan perkara pidana unjuk rasa anarkhis pembentukan Provinsi Tapanuli yang mengakibatkan meninggalnya Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara yakni (alm) Ir. Abdul Aziz Angkat, kecepatan pengungkapan perkara merupakan salah satu unsur penilaian terhadap kinerja Polri khususnya Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara yang menangani secara langsung perkara ini.

Dengan demikian, kerangka berpikir penelitian ini untuk hipotesis ketiga adalah sebagai berikut: Komunikasi Antar Tim Kerja Kecepatan Pengungkapan Perkara Gambar I.3. Kerangka Berpikir Hipotesis Ketiga I.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut: 1. Komunikasi, dan tim kerja berpengaruh terhadap kinerja personil di lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Polda Sumatera Utara, khususnya dalam penanganan kasus tindak pidana unjuk rasa anarkhis pembentukan Provinsi Tapanuli. 2. Komunikasi antar personil di dalam tim kerja berpengaruh terhadap penyelesaian konflik internal. 3. Komunikasi antar tim kerja berpengaruh terhadap kecepatan pengungkapan perkara dalam kasus unjuk rasa anarkhis pembentukan Provinsi Tapanuli.