BAB I PENDAHULUAN. keturunan dan keluarga yang sah menuju keluarga bahagia di dunia dan di akhirat, di bawah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB III KEDUDUKAN JAKSA DALAM PEMBATALAN PERKAWINAN DALAM PASAL 26 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN. A.1. Pengertian Pembatalan Perkawinan menurut Undang-undang No.1

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN SECARA YURIDIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

PEMBATALAN PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TAMI RUSLI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

PEMBATALAN PERKAWINAN DAN PENCEGAHANNYA Oleh: Faisal 1

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB IV. terjadinya, secara garis besar fasakh dapat dibagi menjadi 2 sebab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN. terdapat dalam Al-Qur an dan Hadits Nabi. kata na-ka-ha banyak

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA STATUS WALI NIKAH YANG TIDAK SAH MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN Oleh: Alinapia 1.

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai derajat yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya, Dalam kehidupannya manusia memiliki kebutuhan biologis yang merupakan tuntutan naluriah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diadakan perkawinan sebagai jalan keluarnya. Perkawinan itu disyariatkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju keluarga bahagia di dunia dan di akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridho Ilahi. 1 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa karena Negara Indonesia berdasarkan kepada pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani saja, tetapi juga memiliki unsur batin atau rohani. 3 1 Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Ctk, Kesembilan, UII Press, Yogyakarta, 2000 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 1 Ctk, Pertama, Pustaka Widyatama,Yogyakarta, 2004, Hlm.16. 3 Nurdin, dan Tarigan, hukum perdata islam di Indonesia, kencana,jakarta, 2006, hlm. 42-43

Tujuan dari perkawinan itu adalah membentuk suatu keluarga sakinah mawaddah warrahma. perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu, agar tujuan yang disyari atkannya perkawinan tercapai. 4 Perkawinan akan tercapai apabila perkawinan itu memenuhi beberapa syarat, baik syarat yang telah diatur dalam hukum Islam yang berlaku di suatu negara, termasuk Indonesia. Dalam hukum Islam untuk dapat melakukan perkawinan secara sah, tentu saja perlu adanya antara Syarat dan Rukun perkawinan yang diatur oleh hukum Islam itu sendiri, diantara syarat-syarat untuk melakukan perkawinan adalah adanya calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab dan Kabul. Tanpa terpenuhinya rukun dan syarat tersebut maka perkawinan dikatakan batal 5 Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, menyatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan untuk melangsungkan perkawinan. 6 Ini berarti bahwa perkawinan itu dilarang bila tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan dan perkawinannya dapat dibatalkan. Penjelasan kata dapat dalam pasal ini bisa diartikan bisa batal atau bisa tidak batal, bila mana menurut ketentuan hukum agamanya masingmasing tidak menentukan lain. Istilah dapat dibatalkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. ini berarti dapat dibatalkan dan batal demi hukum. Dengan demikian perkawinan dapat dibatalkan berarti sebelumnya telah terjadi perkawinan, lalu dibatalkan karena adanya pelanggaran terhadap aturan-aturan tertentu. 7 4 Rofiq, Ahmad, hukum islam Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 70 5 Ramulyo Idris, Muhammad, hukum perkawinan islam dan kompilasi hukum islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 50, Kompilasi Hukum Islam pasal 14. 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 22

pembatalan perkawinan ini terjadi setelah ditemukan pelanggaran terhadap Undang- Undang perkawinan atau hukum Islam. Jika ini terjadi maka pengadilan Agama dapat membatalkan perkawinan atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun pihakpihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri dan orang-orang yang memiliki kepentingan langsung terhadap perkawinan tersebut. 8 Namun apabila pihak yang dirugikan tidak membatalkan perkawinan tersebut, maka perkawinan tersebut tetap berlangsung. Perkawinan dapat batal demi hukum dan bisa dibatalkan oleh pengadilan. Secara sederhana ada dua sebab terjadinya pembatalan perkawinan. Pertama, pelanggaran prosedural perkawinan. Kedua, pelanggaran terhadap materi perkawinan. Contoh pertama, tidak terpenuhi syarat-syarat wali nikah, tidak dihadiri para saksi dan alasan prosedural lainnya. Sedangkan contoh yang kedua adalah perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman, atau terjadi salah sangka mengenai calon suami dan istri. 9 Kenyataan dalam masyarakat masih ada orang-orang yang melaksanakan perkawinan padahal ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi atau ada larangan-larangan yang telah di langgar. Misalnya, salah satu pihak masih terikat dalam perkawinan, kemudian melangsungkan perkawinan baru tanpa sepengetahuan atau tanpa seizin istri pertama. Bahkan tidak mengetahui prosedur dari melaksanakan perkawinan maupun tata cara dari pembatalan perkawinan, sehingga 7 Nuruddin,Amiur dan Tarigan, Azhari Akmal, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Study Kritis Perkembangan Hukum islam dari Fiqh, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sampai Kompilasi Hukum Islam) Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 106-107. 8 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 14, Ctk Pertama, Pustaka Widyatama, 2004, Hlm. 13 9 Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Azhari Akmal, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Study Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sampai Kompilasi Hukum Islam), Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 107-108.

akibatnya melahirkan perkawinan dibawah tangan, kawin sirri, ataupun perkawinan yang tidak melengkapi syarat-syarat dari perkawinan. 10 Pembatalan Perkawinan membawa akibat hukum terhadap kedudukan sah atau tidaknya seorang anak. Baik sebagai hak mewaris anak terhadap orang tuanya ataupun hak perwalian anak. Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi sebagai berikut : 11 Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai dari akibat perkawinan yang sah Pembatalan perkawinan juga membawa akibat hukum terhadap harta bersama yang di peroleh oleh suami istri selama masa perkawinan. karena Belum ada aturan yang khusus yang mengatur tentang pembagian harta bersama dalam Pembatalan perrkawinan Begitu juga mengenai penetapan status atau kedudukan anak yang sesungguhnya tidak pernah tercantum dalam Amar Putusan Pembatalan Perkawinan. dalam hal ini adalah berkaitan dengan sah atau tidaknya seorang anak sebagai akibat dari Pembatalan Perkawinan. sama hal nya dalam pembagian harta bersama tidak pernah tercantum dalam Amar Putusan Pembatalan Perkawinan mengenai pembagian harta yang diperoleh oleh masing-masing pihak dalam Pembatalan Perkawinan Seperti yang terjadi di Pengadilan Agama Bantul. Pernikahan dilaksanakan tanpa persetujuan dan sepengetahuan pemohon serta tanpa izin dari Pengadilan Agama yang berwenang memberi izin dan bahwa hal itu terjadi karena pihak laki-laki mengajukan identitas yang berisi data yang tidak sebenarnya atau palsu dengan mengaku 10 Ramulyo Idris, Muhammad, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 86 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 42, Pustaka Widyatama, Yogyakarta, Ctk, Pertama, 2004.

berstatus jejaka. dengan tidak adanya pencantuman secara pasti dalam suatu putusan tersebut bisa menciptakan ketidak pastian hukum, sehingga bisa menimbulkan masalah dikemudian hari Mengingat bahwa pembatalan perkawinan dapat menimbulkan akibat hukum baik terhadap status suami istri, maupun terhadap anak-anak yang lahir dan pembagian harta bersama dari perkawinan tersebut. Menurut pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh oleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. 12 Karena pembatalan perkawinan tidak sama dengan perceraian, tentunya terdapat perbedaan dalam hal pembagian harta bersama, karena didalam Undang-Undang tidak diatur mengenai penyelesaian pembagian harta bersama dalam pembatalan perkawinan. Maka penulis ingin meneliti mengenai penyelesaian pembagian harta bersama dalam pembatalan perkawinan. dan pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan hakim dalam Perkara Pembatalan Perkawinan di Pengadilan Agama Bantul. Dalam perkara pembatalan perkawinan seorang hakim harus memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum yang benar sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada. Dan alat bukti serta keterangan-keterangan yang ada, kemudian menganalisa kembali apakah alat bukti serta keterangan yang di ajukan oleh para pihak yang berperkara sudah benar atau sebaliknya. memutus perkara seorang hakim tidak terikat dan bebas dari campur tangan pihak kekuasaan. Sebagimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. 13 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 35, Ctk, Pertama, Pustaka Widyatama, Jakarta, 2004, Hlm. 20 13 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004, Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1.

Dengan dianggapnya sebuah perkawinan tidak pernah terjadi sebagai konsekuensi hukum dari pembatalan perkawinan tersebut, maka timbul masalah yakni mengenai, siapa yang berhak terhadap pengasuhan terhadap anak, dan harta bersama dari perkawinan yang dibatalkan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA BANTUL. B. Rumusan masalah 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Bantul? 2. Bagaimana akibat hukum pembatalan perkawinana terhadap anak dan harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan dipengadilan Agama Bantul? C. Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Bantul. 2. Untuk mengetahui akibat hukum pembatalan perkawinan terhadap anak dan harta bersama di Pengadilan Agama Bantul. D. Tinjauan pustaka 1. Pengertian Pembatalan Perkawinan Kata fasakh berarti merusakan atau membatalkan. Jadi, fasakh sebagai salah satu sebab putusnya perkawinan atau yang membatalkan hubungan perkawinan yang telah berlangsung. Fasakh dapat terjadi apabila terdapat hal-hal yang dapat membatalkan akad nikah yang dilakukan dan dapat juga terjadi karena sesuatu hal baru dialami sesudah akad nikah dilakukan, batal

macam pertama misalnya suami isteri yang telah melangsungkan perkawinan, tiba-tiba diketahui bahwa antara mereka terdapat hubungan saudara susuan, sejak diketahuinya hal itu, hubungan perkawinan mereka menjadi batal, meskipun misalnya telah mempunyai keturunan yang dipandang sebagai anak sah suami isteri bersangkutan. Perkawinan itu dibatalkan karena tidak memenuhi syarat sahnya akad, yaitu tidak ada hubungan mahram antara laki-laki dan perempuan. Kemudian batal yang memerlukan keputusan pengadilan ialah disebabkan oleh halhal yang kurang jelas, seperti batal yang terjadi karena isteri musyrik Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tidak mengatur mengenai pengertian pembatalan perkawinan, begitu juga PP No.9 tahun 1975 yang merupakan pelaksana dari Undang-Undang tersebut, sehingga tidak ada satupun peraturan yang mengatur mengenai pengertian pembatalan perkawinan. Dalam Pasal 22 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 hanya menyebutkan perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, Selanjutnya dalam penjelasannya disebutkan bahwa pengertian dapat pada pasal ini diartikan bisa batal atau bisa tidak batal, bilamana ketentuan hukum agamanya masing-masing tidak menentukan lain. Dengan demikian menurut pasal tersebut, perkawinan yang tidak memenuhi syarat perkawinan itu dapat batal atau dapat tidak batal. Kemudian dalam Pasal 37 PP No. 9 tahun 1975 dijelaskan bahwa batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan.Hal ini disebabkan mengingat pembatalan perkawinan dapat membawa akibat hukum, baik terhadap suami istri itu sendiri, anak-anak yang dilahirkan maupun terhadap pihak ketiga sehingga pembatalan perkawinan tidak diperkenankan terjadi oleh instansi di luar pengadilan. Walaupun dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 maupun peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan tidak menjelaskan akan pengertian pembatalan perkawinan, namun pengertian pembatalan perkawinan tersebut dapat

diambil dari beberapa pendapat para sarjana. Pengertian pembatalan perkawinan menurut Bakri A.Rahman dan Ahmad Sukardja adalah Pembatalan perkawinan ialah suatu perkawinan yang sudah terjadi dapat dibatalkan, apabila pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, dan pembatalan suatu perkawinan tersebut hanya dapat diputuskan oleh pengadilan. 14 Baik istilah fasak maupun istilah batal sama-sama berarti suatu pelaksanaan ibadah atau nikah misalnya yang dilaksanakan dengan tidak mencukupi syarat atau rukunnya. Ibadah yang tidak sah, baik karena tidak lengkap syarat atau rukunnya atau karena ada penghalang (mani') bisa disebut akad fasad dan boleh pula disebut akad batal. 15 Kata sah berasal dari bahasa Arab "Sahih" yang secara etimologi berarti suatu dalam kondisi baik dan tidak bercacat. Menurut istilah Ushul Fiqh kata sah digunakan kepada suatu ibadah atau akad yang dilaksanakan dengan melengkapi segala syarat dan rukunnya. 16 Pengertian pembatalan perkawinan menurut Riduan Syahrani menyebutkan bahwa pembatalan perkawinan ialah bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila perkawinan itu dilangsungkan oleh para pihak suami istri atau salah satu pihak suami-istri terbukti tidak memenuhi syarat-syarat untuk berlangsungnya perkawinan. 17 14 A.Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum menurut Islam, UUP dan Hukum Perdata/BW, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, 1981, hlm. 36. 15 Satria Effendi M. Zein, Probematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (AnalisisYurisprudensi dengan pendekatan Ushuliyah), Prenada Media, Jakarta, 2004, Hlm, 21 16 Ibid, hlm. 21. 17 Riduan Syahrani, Abdurrahman, Masalah-masalah hukum perkawinan di Indonesia,PT. Media Sarana Press, Jakarta, 1986, hlm. 36.

Sementara itu dalam kamus hukum, pengertian pembatalan perkawinan berasal dari dua kata batal dan kawin Batal artinya tidak berlaku, tidak sah, tidak mempunyai akibat hukum yang dikehendaki karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum atau UU. 18 Fasak dan batal adalah lawan dari istilah sah, artinya bila mana suatu akad tidak dinilai sah berarti fasak atau batal. 19 Perkawinan fasak adalah nikah yang tidak memenuhi salah satu dari sayarat-syaratnya, sedang Perkawinan bathil adalah apabila tidak memenuhi rukunnya, hukum nikah fasid dan bathil adalah sama, yaitu tidak sah. Andi Tahir Hamid juga berpendapat: bahwa suatu perkawinan yang tidak memenuhi syarat dan terlanjur dilangsungkan dapat dimohonkan pembatalannya (fasid). 20 2. Sebab-Sebab Pembatalan Perkawinan a. Adanya cacat dalam akad itu sendiri, contoh apabila kemudian setelah berlangsungnya akad nikah bahwa si isteri termasuk makhram bagi si suami, karena ternyata ada hubungan kekerabatan dan sebagainya antara keduanya. Misalnya jika perempuan yang dinikahinya itu ternyata adalah saudaranya sendiri, baik saudara kandung, saudara tiri atau saudara dalam persusuan (biasa disebut "saudara susu"). b. Timbulnya sesuatu yang menghambat kelangsungan akad itu sendiri. Misalnya apabila salah satu diantara suami atau isteri menjadi murtad (keluar dari agama Islam), atau apabila si suami (yang tadinya tidakberagama Islam) kini menjadi muslim, sementara si isteri 18 Andi Hamzah, Kamus Hukum, hlm. 68 19 Ibid, hlm. 22 20 Andi Tahir Hamid, Beberapa Hal Baru tentang Peradilan Agama dan Bidangnya, Sinar Grafika, Jakarta, 2002,Hlm. 22

menolak mengikuti tindakan suaminya dan memilih tetap dalam kemusyrikannya. Dalam hal ini akad nikah diantara mereka batal secara otomatis. Lain halnya apabila si isteri kebetulan termasuk ahlil kitab (pemeluk agama Nasrani atau Yahudi), maka akad nikah mereka tetap berlangsung, mengingat dibolehkannya seorang muslim mengawini perempuan dari ahlil-kitab. 21 3. Dasar Hukum Pembatalan Perkawinan Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Pasal 22 dikatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa, jika syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tidak terpenuhi maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Batalnya suatu perkawinan atau perkawinan dapat dikatakan batal dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Adapun alasan-alasan yang dapat diajukan untuk pembatalan perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dimuat dalam Pasal 26 dan 27 yaitu sebagai berikut. 22 1. Perkawinan yang dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, 2. Wali nikah yang melakukan perkawinan itu tidak sah, 3. Perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi, 4. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum, 21 Muhammad Bagir al-habsyi, Op. Cit, hlm, 242 22 Hilman Hadikusuma, Op.Cit, hlm. 81.

5. Ketika perkawinan berlangsung terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri. apabila: Sementara menurut Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam, perkawinan dapat dibatalkan 1. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama, 2. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri pria lain yang mafqud (hilang), 3. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain, 4. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang No 1 tahun 1974, 5. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak, 6. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan Untuk menguraikan tentang dasar hukum pembatalan nikah, disini di kemukakan ayat al-qur'an dan Hadits-hadits yang berkenaan dengan nikah yang dibatalkan tidak memenuhi syarat dan rukun nikah. Jika pembatalan nikah terjadi disebabkan karena melanggar ketentuanketentuan hukum agama dalam perkawinan, misalnya larangan kawin sebagaimana yang dimaksud dalam Al-Qur an Surat An-Nisa: 22-23. Surat An-Nisa: 22. Dan janganlah kamu kawinkan wanita-wanita yang telah dikawini ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau, sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh. Surat An-Nisa: 23. 23 Surat An-Nisa: 23 Diharamkan atas kamu (mengawini): ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara yang 23 Departemen Agama RI, AL-Qur an dan Terjemahnya, Toha Putera, Semarang, Tahun 1989, Hlm, 120.

perempuan. Anak anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusukan kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu), isteri-isteri anak kandungmu (menantu), danmenghimpunkan (dalam perkawinan) dan perempuan yang bersaudara, kecuali yang terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. 24 4. Tujuan Pembatalan Perkawinan Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa nikah yang batal maupun nikah yang dibatalkan keduanya adalah nikah yang tidak diakui kebenarannya dan kesalahannya oleh syara. Jika yang itu terjadi, maka pernikahan tersebut harus digugurkan demi menegakkan ajaran Islam di tengah-tengah para pengikutnya. Hukum agama Islam dalam masalah perkawinan hanya mengenal adanya perkawinan yang sah dan perkawinan yang tidak sah. Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilaksanakan dengan memenuhi segala rukun dan syaratnya, jika perkawinan dilaksanakan, tapi ada sebagian dari syarat atau rukun yang tidak terpenuhi maka perkawinan yang demikian dianggap tidak sah. 25 Banyak syarat dan rukun perkawinan yang menyebabkan suatu perkawinan terpaksa harus dibatalkan, bila pelanggaran itu dibawa ke Pengadilan Agama dinyatakan fasid dan 24 32 Ibid., hlm. 120. 25 35 Ibid, hlm. 72

terhadap pernikahan dianggap sejak semula tidak pernah terjadi. 26 Maka akibatnya segala sesuatu yang dihasilkan dari pernikahan itu menjadi batal dan semuanya dianggap tidak pernah terjadi pula. Kemudian karena fasid nikah atau pembatalan pernikahan ini dapat mengakibatkan pasangan suami isteri itu terpisah untuk selama-lamanya, tetapi dapat juga menjadi pasangan suami isteri lagi, artinya berpisahnya hanya untuk sementara, hal ini tergantung melihat penyebab terjadinya fasid nikah. Meskipun telah terjadi pembatalan perkawinan, akibat hukumnya juga sampai menimbulkan kerugian dan kesengsaraan bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 75 dan 76 Kompilasi Hukum Islam, dengan rumusan yang berbeda. Adapun bunyi Pasal 75 dan 76 adalah sebagai berikut: Pasal 75: Keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap: a. Perkawinan yang batal karena salah satu suami atau isteri murtad b. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. c. Pihak ketiga, sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beri tikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan yang tetap. Pasal 76: Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya. Maksud dan tujuan dari Pasal 76 kompilasi hukum Islam di atas adalah untuk melindungi kemaslahatan dan kepentingan hukum serta masa depan anak yang perkawinan ibu bapaknya dibatalkan. Anak-anak tersebut tidak dapat dibebani kesalahan akibat kekeliruan yang dilakukan kedua orang tuanya. Meskipun secara psikologis jika pembatalan perkawinan tersebut benar-benar terjadi, akan tetapi 26 Gatot Suparmono, Segi-segi Hukum Hubungan Luar Nikah, Djambatan, Jakarta. Tahun, 1998, Hlm. 37.

membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi kepentingan anak-anak tersebut. Tetapi karena demi hukum, maka kebenaran harus ditegakkan meski kadang membawa kepahitan. 27 4. Faktor-faktor yang Membatalkan Perkawinan Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas maka pada dasarnya terdapat dua unsur yang mempengaruhi terjadinya pembatalan atau batalnya perkawinan, kedua unsur tersebut adalah syarat dan rukun. Syarat perkawinan adalah sesuatu yang ada dalam perkawinan, hanya saja jika salah satu dari syarat-syarat perkawinan tidak terpenuhi maka perkawinan itu menjadi tidak sah (batal) demi hukum. Syarat sah nikah adalah hakikat dari perkawinan itu sendiri. 28 Sedangkan tidak sah (fasid) atau batal, merupakan lawan dari sah, yang berarti tidak memenuhi/melengkapi syarat dan rukun suatu ibadah atau akad. 29 Jadi, tanpa adanya salah satu rukunnya maka perkawinan itu tidak mungkin dapat dilaksanakan, hal ini berarti jika suatu perkawinan dilakukan tanpa unsur pokoknya yaitu syarat dan rukun perkawinan maka akan batal menurut hukum, karena rukun merupakan pokok, sedangkan syarat merupakan pelengkap dalam suatu perbuatan hukum. 30 Sesuatu yang menjadikan kewajiban sempurna karenanya adalah wajib adanya. Rukun dan syarat perkawinan telah ditentukan menurut hukum syara di mana seorang mukallaf tidak boleh menggantungkan suatu akad perkawinan kepada rukun dan syarat yang dia 27 Ahmad Rofiq, Op. Cit, hlm. 152. 28 A. Rahman I, Doi, PenjelasanLengkap Hukum-Hukum Allah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun, 2002, Hlm, 155-156 29 Satria Effendi M. Zein, Analisis Fiqh, dalam Jurnal Mimbar Hukum; AktualisasiHukum Islam, No. 31 tahun VIII 1997, Al Hikmah dan Ditbinbapera Islam, Jakarta, Hlm, 121-122. 30 Muchlis Usman, Kaidah; Ushuliyah dan Fiqhiyah, Ctk, Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun, 1999, Hlm. 200

kehendaki. Adapun rukun dan syarat perkawinan menurut kebanyakan para ulama diantaranya adalah sebagai berikut: 31 a. Bahwa pernikahan baru dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup ijab dan qabul antara wanita yang dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak yang menggantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah hanya semata-mata berdasarkan duka sama suka tanpa adanya akad. 32 b. Syarat bagi kedua belah pihak yang melakukan nikah adalah baligh dan berakal, kecuali jika dilakukan oleh wali mempelai, terlepas dari keadaan-keadaan yang membuat mereka dilarang kawin, baik karena hubungan keluarga maupun hubungan yang lainnya, harus pasti dan tentu orangnya. 33 c. Saksi minimal terdiri dari dua orang laki-laki. 34 Ada beberapa hal yang membuat akad nikah menjadi batal, bilamana salah satu dari beberapa hal di bawah ini terdapat pada suatu pernikahan, akad nikah itu dianggap batal. a. Nikah syigar. b. Nikah mut'ah. Yaitu nikah kontrak sementara waktu sampai waktu yang ditentukan menurut kesepakatan. 31 Mukhtar Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, Ctk, Pertama, al-ma arif, Bandung,1989, Hlm, 344 32 Muh. Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Madzhab, Lentera, Jakarta, 2004, Hlm. 306. 33 Ibid, hlm. 315 34 Ibid, hlm. 321.

c. Nikah mukhrim. Yaitu pernikahan yang dilaksanakan dimana dua calon suami isteri atau salah satunya sedang dalam keadaan ihram baik untuk melaksanakan haji maupun untuk melaksanakan umrah. d. Nikah dua orang laki-laki dengan seorang perempuan yang dinikahkan dengan dua orang wali yang berjauhan tempat. e. Nikah wanita yang sedang beriddah. f. Nikah laki-laki muslim dengan wanita non Islam. g. Nikah wanita muslimah dengan laki-laki non muslim. Selain itu dalam Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila: a. Seorang suami melakukan poligami tanpa seijin Pengadilan Agama. b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri orang lain yang mafqud. c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain. d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 UU. No. 2 tahun 1974. e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak. f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan. 35 5. Pertimbangan Hukum Pembtalan Perkawinan Meskipun suatu pembatalan itu pada asasnya bertujuan untuk mengembalikan keadaan seperti pada waktu perbuatan yang dibatalkan itu belum terjadi, tetapi dalam hal suatu 35 Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991, op. cit., hlm. 40.

perkawinan dibatalkan, tidak boleh beranggapan, seolah-olah tidak pernah terjadi suatu perkawinan, karena terlalu banyak kepentingan dari berbagai pihak harus dilindungi. Maka dari itu, dalam perkawinan yang dibatalkan, Undang-Undang telah menetapkan sebagai berikut : a. Jika sudah dilahirkan anak-anak dari perkawinan tersebut, anak-anak itu tetap mempunyai kedudukan sebagai anak-anak yang sah. b. Pihak yang berlaku jujur tetap memperoleh dari perkawinan itu hak-hak yang didapatnya sebagai suami atau istri dalam perkawinan yang dibatalkan itu. c. Juga orang-orang pihak ketiga yang berlaku jujur tidak boleh dirugikan karena pembatalan perkawinan itu (Pasal 98). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, suatu perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (Pasal 22). Hal ini berarti bahwa perkawinan itu dilarang bila tidak memenuhi syarat-syarat, sedangkan apabila perkawinan itu sudah terlaksana dapat dibatalkan.yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah : 1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri. 2. Suami atau istri 3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan. 4. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus. (Pasal 23 sampai dengan Pasal 27) Dalam hal telah diputusnya pembatalan perkawinan oleh Pengadilan, maka keputusan tidak berlaku surut :

a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. b. Suami atau istri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan yang terdahulu. c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad, baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 28) 6. Fungsi Pembatalan Perkawinan a. Fungsi pembatalan perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam bertujuan untuk menghindari suatu perkawinan yang dilarang hukum Islam dan peraturan perundanguundangan. Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau calon isteri yang akan melangsungkaan perkawinaan tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundangundangan. tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu dalam agama. b. Menjaga supaya tidak rusaknya hukum yang ditetapkan terhadap suatu amalan seseorang karena tidak memenuhi syarat dan rukunnya, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh syara. 36 Selain tidak memenuhi syarat dan rukun, perbuatan tersebut juga dilarang atau diharamkan oleh agama. Secara umum, batalnya perkawinan adalah rusak atau tidak sahnya perkawinan karena tidak memenuhi salah satu syarat atau salah satu rukunnya, atau sebab lain yang dilarang oleh agama. 37 c. Pasal 70 Kompilasi hukum Islam merumuskan bahwa perkawinan batal apabila : 36 Abd Hamid hakim, Mabawi Awwaliyyah, Ctk, Pertama, bulan Bintang, Jakarta, 1976, Hlm.9 37 Abd. Rahman Ghazaly, Figh Munakahat, Ctk. Pertama, Kencana, Jakarta, 2003, Hlm. 141

1. Suami melakukan perkawinan, sedangkan ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang isteri, sekalipun salah satu dari keempat isterinya itu dalam iddah talak raj i 2. Seseorang menikahi mantan istrinya yang telah dili annya. 3. Seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi ba dah al dukhul dari pria tersebuttelah habis masah iddahnya. 4. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah semenda dan sesususan sampai derajat tertentu sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam 7. Akibat Hukum terhadap para pihak Pembatalan perkawinan hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan. Dengan adanya putusan pengadilan yang membatalkan perkawinan, maka perkawinan yang telah terjadi dianggap tidak pernah ada. Ketentuan Pasal 28 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menentukan bahwa batalnya perkawinan suatu perkawinan dihitung sejak saat berlangsungnya perkawinan. Apabila perkawinan tersebut dilangsungkan menurut agama Islam, maka batalnya perkawinan dihitung sejak terjadinya ijab qobul, sejak itu perkawinan dianggap tidak pernah terjadi. 38 Meskipun perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada, tidak serta merta menghilangkan akibat hukum dalam perkawinan yang pernah dilaksanakan. Menurut Pasal 28 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 bahwa putusan tentang pembatalan perkawinan yang dijatuhkan oleh hakim tidak berlaku surut terhadap : 38 Gatot Supramono, Segi-segi Hukum Hubungan Luar Nikah,Ctk. Pertama, Fokus Media Bandung. 2004, hlm. 37-38.

1. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut, 2. Suami atau istri yang bertindak dengan I tikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dulu. 3. Pihak ketiga Pihak ketiga yang dimaksud disini adalah orang-orang yang tidak termasuk dalam (1) dan (2) di atas sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan i tikad baik sebelum putusan tentang pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pihak ketiga tersebut tetap dapat berhubungan dengan suami istri yang perkawinannya dibatalkan, misalnya : menagih hutang atau menerima penyerahan suatu barang dimana hak itu diperoleh dalam transaksi yang dibuat sebelum pengadilan menjatuhkan putusan pembatalan perkawinan. Orang-orang seperti mereka dilindungi oleh Undang-undang dalam hal terjadinya pembatalan perkawinan, dan karena putusan pengadilan tidak berlaku surut, maka pembatalan perkawinan dianggap berlaku setelah urusannya selesai. 39 Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Akibat yang berhubungan dengan anak, kedudukan anak yang perkawinan orang tuanya di batalkan adalah sebagai anak yang sah dari kedua orang tua nya yang perkawinanya di batalkan. 40 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa batalnya perkawinan tidak memutus hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya. 41 Keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap : 42 39 Ibid. hlm. 37-38 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 28 ayat (2) huruf b. 41 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 76, Ctk. Pertama, Fokusmedia, Bandung, 2005, Hlm. 27 42 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 75, Ctk. Pertama, Fokusmedia, Bandung, 2005, Hlm. 27

a. Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami atau isteri murtd. b. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. c. Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum tetap. Seperti yang telah di uraikan di atas. Akibat hukum terhadap harta bersama Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam Kompilasi Hukum Islam Pasal 87 dijelaskan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 43 jadi pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta bersama dalam perkawinan yang dibatalkan. E. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Akibat hukum pembatalan perkawinan terhadap anak dan harta bersama di Pengadilan Agama Bantul. 2. Subyek Penelitian a. Majlis hakim yang memutus perkara permohonan pembatalan perkawinan b. Panitra pengadilan agama bantul c. Para pihak yang mengajukan permohonan pembatalan perkawinan 3. Sumber Data a. Sumber Data Primer 43 Ibid, hlm. 31

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian atau dari pihak yang terkait tentang pembatalan perkawinan dan akibat hukumnya terhadap anak dan harta bersama di Pengadilan Agama bantul. b. Sumber Data Skunder Yaitu data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, literature- leteratur, yang diperoleh dari buku-buku,dokumen-dokumen, atau arsip-arsip resmi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 4.Teknik pengumpulan data Mengingat penelitian ini adalah penelitian normatif maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara :. a. Studi kepustakaan, yaitu dengan mengkaji berbagai peraturan perundang undangan dan literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian. b. Studi dokumentasi, yaitu mengkaji dan menelaah berbagai dokumen resmi institusional yang berhubungan dengan masalah penelitian. c. Data lapangan diperoleh dari wawancara dengan majlis Hakim yang memutus perkara pembatalan perkawinan di pengadilan Agama Bantul, Panitra pengadilan Agama Bantul, Dan para pihak yang mengajukan pembatalan perkawinan 4. Metode Pendekatan Penelitian merupakan penelitian hukum normatif dengan memperhatikan aspek, obyek, nara sumber, dan sumber data. 44 Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu metode pendekatan dimana proses penelitian menitik beratkan pada aspek-aspek yuridis. 44 Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas hukum Universitas Islam Indonesia, FH UII, Yogyakarta, 005, Hlm. 4-5

5. Analisis data Dalam metode analisis data yang akan digunakan, maka penulis menggunakan metode analisis data kualitatif yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang diperoleh yang kemudian dihubungkan dengan literatur yang ada atau teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, sehingga akan diketahui pemecahannya dan ditentukan hasil akhir dari penelitian tersebut yang berupa kesimpulan-kesimpulan F. Kerangka Penulisan BAB : I PENDAHULUAN Memuat uraian singkat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka dan metode penelitian. BAB. II. PEMBATALAN PERKAWINAN TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA Memuat tinjauan tentang perkawinan, status anak dalam perkawinan, harta bersama dalam perkawinan, dan pembatalan perkawinan.yang diuraikan berdasarkan pada studi literature tentang teori-teori yang diharapkan dapat berguna dan menunjang dalam membahas pokok permasalahan. BAB III. AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA BANTUL. A. Dasar Pertimbangan Hukum yang dikemukakan Hakim dalam perkara Pembatalan Perkawinan B. Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Terhadap anak dan Harta bersama BAB IV. PENUTUP.

Memuat tentang kesimpulan dan saran yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serta memberikan masukan yang berguna terhadap masalah tentang Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Terhadap Anak dan Harta bersama Di Pengadilan Agama Bantul.