BAB I PENDAHULUAN. Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan. Salah satu misi tersebut adalah memelihara dan

GAMBARAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN TERHADAP PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS TOMUAN KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia kesehatan. Sumber daya manusia merupakan

PERLUKAH RAWAT INAP DI PUSKESMAS

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuknya perilaku dapat dibedakan menjadi perilaku tertutup dan terbuka

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu mewujudkan kesehatan optimal. Sedangkan sasaran

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan merupakan selisih kinerja institusi pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, terdiri dari pulau-pulau yang tersebar di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat mahal yang tidak dapat dibayar. Ketika seseorang mengalami suatu penyakit,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menerima pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan suatu aktivitas yang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan dorongan atau motivasi kepada pasien untuk menjalin ikatan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peran utama pemerintah terhadap rakyat adalah memberikan. pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bidang termasuk bidang Kesehatan yang semakin ketat. Untuk. mempertahankan eksistensinya, setiap organisasi pelayanan Kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bermutu, dan terjangkau. Hak warga negara dijamin oleh pemerintah dalam

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit. merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (UU No.44, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata,

jaminan kesehatan nasional. (Kemenkes, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien sebagai pengguna jasa merupakan salah satu indikator dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, fasilitas kesehatan telah mengalami pergeseran paradigma, dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Dimana MDGs adalah. Millenium Summit NewYork, September 2000 (DKK Padang, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata, yang mampu mewujudkan kesehatan optimal.

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi sangat ketat baik di pasar

BAB 1 : PENDAHULUAN. juga untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. (1) Era globalisasi yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan bermutu serta berorientasi pada kepuasan pasien. (2)

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan swasta semakin menuntut pelayanan yang bermutu. Tidak dapat dipungkiri pada

BAB I PENDAHULUAN. penggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Sesuai dengan Kepmenkes No.1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. orang, tetapi seluruh masyarakat. Angka kesakitan (morbiditas) pada masyarakat

I. PENDAHULAN. Puskesmas merupakan suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang


BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang didukung kemampuan dan mental yang sehat, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang, termasuk kesehatan dituntut agar lebih berkualitas. Rumah sakit juga berubah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan investasi sumber daya manusia. Dengan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jaminan mutu layanan kesehatan atau quality assurance in healthcare

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PESERTA JAMKESMAS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hal yang harus mendapat perhatian dari pemerintah sebagai salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis (UU No. 36 Tahun 2009). Maka kesehatan merupakan kebutuhan dasar. manusia untuk dapat hidup layak dan produktif.

BAB I PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Otonomi Daerah dengan keterbatasan sumber daya yang tersedia

BAB I PENDAHULUAN Sejarah dan Perkembangan Singkat Organisasi

BAB I PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan yang semula berorientasi pada pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Riset dalam pelayanan pelanggan secara berulang-ulang menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. menunjang aktivitas sehari-hari. Kesehatan adalah kondisi yang terus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu hak dasar manusia. Hal ini tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sarana pelayanan kesehatan merupakan elemen

GAMBARAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PERAWATAN GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS BAHU

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomis (Perpres no. 72 Tahun 2012). Menurut UU no. 36 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (health service). Sarana Pelayanan Kesehatan merupakan tempat

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu tempat untuk melakukan upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhinya serta meminimalkan kesalahan yang membuat pasien kecewa.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal 78-83

BAB I PENDAHULUAN. Kunci keberhasilan penyelenggaraan jasa kesehatan adalah. memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan menjawab segala

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : TRI LESTARI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi pelayanan publik dan fungsi pelayanan klinis atau medikal. memberikan penilaian tentang kualitas pelayanan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. internasional memasuki pasar pelayanan medis di Indonesia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN BLORA 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang adil dan merata. Salah satu pelayanan kesehatan adalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi Kementerian Kesehatan adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya-upaya kesehatan tersebut sesuai dengan bab IV pasal 47 undangundang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan meliputi pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Depkes RI, 2010). Untuk dapat melakukan upaya kesehatan, salah satu hal yang perlu dilakukan dan dipandang mempunyai peranan penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Azwar, 1996). Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan diperlukan fasilitas kesehatan, yaitu alat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam profil kesehatan Indonesia disebutkan bahwa tempat-tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan/klinik, praktek dokter, praktek pengobatan tradisional,

praktek tenaga kesehatan, polindes, poskesdes, posyandu, apotek, toko obat dan pos UKK (Unit Kesehatan Kerja) (Depkes RI, 2010). Berdasarkan data BPS yang diolah oleh Depkes RI dan dimuat dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2010 diketahui bahwa jumlah sarana kesehatan di Indonesia berjumlah 329.460 unit yang terdiri dari 1.632 unit rumah sakit, 9.005 unit puskesmas, dengan rincian jumlah puskesmas perawatan 2.920 unit dan puskesmas non perawatan sebanyak 6.085 unit, didukung oleh puskesmas pembantu (pustu) sebanyak 23.049 unit serta 318.823 unit sarana kesehatan lainnya yang terdiri dari posyandu dan poskesdes (Depkes RI, 2010). Puskesmas adalah unit kesehatan yang mempunyai tugas pokok pembinaan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar. Setiap puskesmas melayani 30.000-50.000 penduduk atau sekurang-kurangnya 1 kecamatan mempunyai 1 puskesmas. Untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan setiap puskesmas dibantu oleh 3-4 puskesmas pembantu dan 1 puskesmas keliling (Nusantara-21, 2000). Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan yang terdepan memberikan pelayanan primer. Selain memberikan pelayanan kesehatan juga membina masyarakat untuk hidup sehat dan mengembangkan pelayanan kesehatan oleh masyarakat sendiri. Puskesmas memberikan pelayanan dan pembinaan kesehatan pada suatu wilayah dengan jumlah penduduk tertentu kurang lebih 50.000 penduduk, sekarang keadaannya telah bertambah baik dengan melayani 30.000 penduduk (Depkes, 1999). Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan memiliki peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Puskesmas dalam

perkembangannya dari tahun ke tahun terus meningkat yang bertujuan agar pelayanan kesehatan dapat terjangkau oleh masyarakat dan merata sampai di daerah terpencil. Menurut Depkes RI (2004), pada tahun 1996 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.177 unit. Jika dilihat dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1996 terlihat adanya peningkatan. Peningkatan yang cukup besar (16,37%) terjadi pada tahun 1993 sedangkan pada tahun selanjutnya peningkatannya kecil (tahun 1994 meningkat 0,43%, tahun 1995 meningkat 1,70% dan tahun 1996 meningkat 1,01%). Jumlah puskesmas/100.000 penduduk pada tahun 1996 adalah 3,62. Jika dibandingkan dengan tahun 1995 mengalami sedikit penurunan (0,55 %). Pada tahun 2001 jumlah puskesmas menjadi 7.277, dan meningkat menjadi 7.309 pada tahun 2002, dan pada tahun 2007 jumlah puskesmas di Indonesia menjadi 7.500 unit (Depkes RI, 2008). Pemanfaatan fasilitas kesehatan puskesmas dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu rata-rata kunjungan per hari buka puskesmas dan frekuensi kunjungan puskesmas. Rata-rata kunjungan per hari buka puskesmas secara nasional adalah 93,57 atau 94 kunjungan per puskesmas per hari buka, dengan kisaran antara 21 (di Propinsi Kalimantan Timur) dan 228 (di Propinsi Jawa Timur). Sementara itu ratarata frekuensi kunjungan masyarakat ke puskesmas secara nasional adalah 2,27 kali pada tahun 1996 dengan kisaran antara 1,55 (di Propinsi Irian Jaya) dan 3,64 di Propinsi Kalimantan Selatan (Depkes RI, 2004). Menurut BPS (2000), angka kunjungan puskesmas di Indonesia pada tahun 1995 (4,66%), 1997 (4,31%), dan tahun 1998 sebesar 3,25%.

Pada tahun 2005, AKFKM (Angka Kunjungan Fasilitas Kesehatan Modern) di Indonesia sebesar 9,0%, lebih kecil dibanding tahun sebelumnya (2004) sebesar 9,9%. Sedangkan propinsi yang memiliki AKFKM kurang dari 6,0% antara lain Sumatera Utara (5,8%), Banten (5,7%), Kalimantan Tengah (5,7%) dan Riau (5,5%). Banten, Sumatera Utara dan Riau mempunyai wilayah yang luas, kebanyakan penduduk di pedesaan kurang memanfaatkan fasilitas kesehatan modern yang ada (Depkes RI, 2006). Menurut hasil Susenas (2002), dari penduduk yang berobat jalan, sebesar 23,4% memanfaatkan puskesmas, dan dari penduduk yang pernah dirawat inap 9,81% memanfaatkan rawat inap di puskesmas. Rendahnya persentase penduduk yang berobat ke puskesmas diperkirakan karena kualitas pelayanan yang kurang memadai, terbatasnya ketersediaan obat yang dibutuhkan, terbatasnya waktu pelayanan, dan untuk beberapa puskesmas secara geografis masih sulit dijangkau, serta beberapa faktor lainnya. Sebesar 23,2% juga masyarakat yang tinggal di pulau Jawa dan Bali menyatakan tidak atau kurang puas terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan. Sesuai dengan hasil survei di atas dapat memberikan gambaran bahwa pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Indonesia belum optimal. Ketidakpuasan dari masyarakat di kedua pulau tersebut di dalam menerima pelayanan kesehatan tidak terlepas dari mutu SDM kesehatan yang memberikannya (Depkes RI, 2004). Selain itu dapat kita lihat persentase penduduk yang berobat jalan ke puskesmas pada tahun 2007, tercatat provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke puskesmas/pustu terbesar adalah Papua sebesar 65,10%, diikuti oleh

Nusa Tenggara Timur sebesar 65,10% dan Sulawesi Barat 62,75%. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke puskesmas/pustu terendah adalah Sumatera Utara sebesar 21,93%, diikuti oleh Jawa Timur sebesar 26,20 dan Bali sebesar 26,25% (Depkes RI, 2008). Di Provinsi Sumatera Utara sendiri sampai akhir tahun 2008, jumlah sarana pelayanan kesehatan sebanyak 25.939 unit yang terdiri dari 190 unit rumah sakit, 493 unit puskesmas, 514 unit puskesmas keliling, 1.933 unit puskesmas pembantu, dan 22.809 unit sarana kesehatan lain yakni balai pengobatan/klinik, praktek dokter, polindes, poskesdes, posyandu, apotek, pos obat desa dan pos UKK (Dinkes Sumut, 2009). Data Propinsi Sumatera Utara hasil Susenas tahun 2002 (BPS) juga menunjukkan, dari penduduk yang berobat jalan tercatat 15,17% memanfaatkan puskesmas, 4,79% yang memanfaatkan puskesmas pembantu dan hanya 6,62% yang memanfaatkan rawat inap di puskesmas (Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2004). Di kota Pematangsiantar, jumlah sarana kesehatan sampai sekarang ini sebanyak 286 unit yang tersebar di 8 kecamatan, yaitu : Siantar Barat, Siantar Marihat, Siantar Martoba, Siantar Selatan, Siantar Timur, Siantar Utara, Siantar Marimbun, dan Siantar Sitalasari. Terdiri dari 7 unit rumah sakit, 19 unit puskesmas induk, 8 unit puskesmas pembantu, 17 unit Balai Pengobatan Umum (BPU) dan 235 unit posyandu. Dari penduduk yang berobat jalan tercatat 29,59% memanfaatkan puskesmas dan hanya 0,15% yang memanfaatkan rawat inap di puskesmas (Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar, 2011).

Depkes RI dalam Alfred Am Saleh (2007) mengemukakan beberapa masalah kinerja puskesmas yang merupakan kelemahan dan perlu diatasi secara menyeluruh. Berdasarkan buku Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi, masalah utama adalah citra puskesmas masih kurang baik, terutama yang berkaitan dengan mutu pelayanan, kelengkapan fasilitas serta ketersediaan obat. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi keputusan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan adalah: (a) Semakin tinggi status ekonomi maka semakin besar akan pembelian jasa atau barang, (b) Tuntutan kebutuhan yang spesifik terhadap pelayanan kesehatan individu yang mungkin pelayanan kesehatan tersebut tidak dapat diperoleh di puskesmas, (c) Masyarakat dapat mengenali lebih baik perbedaan di antara tempat pelayanan kesehatan yang ada berdasarkan pengalaman atau pengetahuan seseorang, (d) Pertimbangan akan jarak tempuh yang mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang ada, terutama menghadapi kasus-kasus emergensi, (e) Karakteristik penduduk yang mempunyai heterogenitas tinggi terdiri dari suku, etnis dan latar belakang sosial yang berbeda sehingga menimbulkan perbedaan persepsi terhadap pelayanan kesehatan, (f) Jaminan kesehatan yang dimiliki masyarakat misalnya: Askes, Jamsostek dan lain-lain yang menganjurkan memperoleh fasilitas kesehatan di tempat yang sudah ditentukan (Depkes RI, 2001). Menurut Dever dalam Determinants of Health Services Utilitization, yang dikutip oleh Rochman (1994), ada beberapa faktor yang memengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor sosiokultural, faktor organisasi, dan faktor interaksi konsumen dengan petugas kesehatan.

Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Roberts dan Prevast, mengatakan bahwa pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dan pasien, keprihatinan dan keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien. Menurut Kusumapradja (2006) sebesar 70% penyebab pelanggan tidak puas terhadap pelayanan kesehatan adalah karena perilaku manusia, untuk itu perlu dilakukan pembenahan dalam budaya organisasi sehingga setiap tenaga kesehatan mampu melaksanakan pelayanan yang prima. Pelayanan prima adalah memberikan kepada pelanggan apa yang memang mereka harapkan pada saat mereka membutuhkan, dengan cara yang mereka inginkan. Pelayanan prima ini hanya dapat dicapai dengan pelaksanaan yang mencakup komponen praktik yang bersifat : disiplin, inisiatif, respons, komunikasi, dan kerjasama serta berlandaskan sikap caring yaitu menekankan pada keteguhan hati, kemurahan hati, janji tanggung jawab yang mempunyai kekuatan atau motivasi untuk melakukan upaya memberi perlindungan dan meningkatkan martabat klien (Kozier dalam Kusumapradja, 2006). Di Sumatera Utara, penerapan pelayanan prima pada semua instansi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, termasuk puskesmas, sebagai salah satu upaya Badan Diklat Propinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan perintah harian Gubernur Sumatera Utara. Adapun perintah tersebut, salah satunya mengenai penerapan prinsip-prinsip good governance.

Diklat dirancang bukan hanya untuk mengenalkan konsep pelayanan publik yang mencirikan praktik governance yang baik, tetapi juga memberikan kemampuan teknis kepada para pimpinan instansi pelayanan publik untuk mengelola perubahan menuju praktik governance yang lebih baik. Di samping kegiatan pelatihan di kelas, kelompok peserta yang berasal dari berbagai instansi tersebut juga melakukan kegiatan pasca pelatihan dalam bentuk pengembangan program aksi untuk mewujudkan pelayanan publik yang mencirikan governance yang baik (Agus Dwiyanto, 2006). Menurut hasil penelitian Smith dan Metzhier yang dikutip Azwar (1996), bahwa dimensi mutu pelayanan yang dipandang paling penting adalah efisiensi pelayanan kesehatan. Kemudian baru disusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien, keterampilan yang dimiliki dokter, serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan pasien. Hasil survei awal diketahui bahwa Puskesmas Tomuan terletak di tengahtengah pemukiman penduduk dan tersedianya alat transportasi yang memadai, sehingga dapat diasumsikan faktor geografis tidak berpengaruh besar dalam pemanfaatan puskesmas. Diduga bahwa faktor eksternal antara lain: faktor sosiokultural, seperti norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat dan teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan; faktor organisosial, seperti ketersediaan sumber daya petugas dan fasilitas kesehatan, serta tersedianya tempat pelayanan kesehatan yang lainnya; faktor perilaku, seperti sikap petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan pertama, memiliki hubungan dengan kunjungan pasien ke puskesmas.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Tomuan dari tahun 2009 sampai 2010 mengalami penurunan, sedangkan dari tahun 2010 ke 2011 mengalami kenaikan. Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Pasien di Puskesmas Tomuan 2009-2011 Bulan / Tahun 2009 2010 2011 Januari 526 528 691 Februari 553 492 647 Maret 531 543 639 April 517 437 647 Mei 539 492 676 Juni 574 520 554 Juli 602 442 520 Agustus 723 539 461 September 537 419 501 Oktober 625 415 620 November 479 493 602 Desember 418 494 538 Jumlah 6624 5814 7096 (Sumber : Puskesmas Tomuan, 2012) Menurut Lee, et al, ada 7 dimensi yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan yaitu jaminan (assurance), empati (empathy), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), tampilan fisik (tangiable), pelayanan medis (core medical service) dan profesionalisme (professionalism). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 10 pasien yang berkunjung ke Puskesmas Tomuan, diperoleh enam orang tidak puas dalam hal tangible, dua orang tidak puas dalam hal responsiveness, satu orang tidak puas dalam hal assurance dan satu orang tidak puas dalam hal professionalism. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa variabel tangibility, responsiveness, dan assurance berpengaruh positif terhadap kepuasan pengunjung di RSUD Cut Meutia Kabupaten

Aceh Utara (Martina, 2011), responsiveness dan assurance berpengaruh terhadap pelayanan di Puskesmas Kota Medan (Muli, 2009), dan perilaku petugas berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan di Puskesmas Binjai Kota (Rifai, 2005). Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran perilaku tenaga kesehatan puskesmas terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar. 1.2. Perumusan Masalah Dari urutan-urutan di atas maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah bagaimana gambaran perilaku tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012.

b. Untuk mengetahui gambaran sikap tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012. c. Untuk mengetahui gambaran tindakan tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan puskesmas di wilayah kerjanya. 2. Sebagai bahan informasi kepada kepala dan staff-staff puskesmas dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas Tomuan. 3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat setempat mengenai manfaat puskesmas dalam membantu peningkatan derajat kesehatan mereka. 4. Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis tentang bagaimana puskesmas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya di Tomuan.