BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari laporan keuangan telah dijelaskan dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No.1 yaitu untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pembuatan keputusan bisnis dan ekonomi. Agar dapat memberikan informasi yang berguna, maka laporan keuangan harus berkualitas. Pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya dalam membuat keputusan investasi, kredit, maupun keputusan alokasi sumber daya lain membutuhkan informasi dengan kualitas yang tinggi. Kualitas laporan keuangan yang baik akan membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat. Pengelolaan perusahaan secara terpisah antara pemilik (principal) dan manajemen (agen) dapat mengakibatkan timbulnya konflik diantara keduanya. Hal tersebut terjadi karena diantara principal dan agen terkadang memiliki kepentingan yang tidak sejalan. Apabila kedua pihak berusaha untuk memaksimalkan kepentinganya sendiri, maka ada kemungkinan bahwa agen tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan principal (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam pembuatan laporan keuangan pihak manajemen akan cenderung menyesuaikan terhadap kepentingannya sendiri sehingga dapat mengakibatkan penurunan kualitas informasi yang dihasilkan. Perilaku tersebut telah menyimpang dari tujuan pembuatan laporan keuangan yang sebenarnya dan dapat menimbulkan asimetri informasi antara pemilik dan pihak manajemen. Oleh 1 1
karena itu, untuk mengurangi asimetri antara pemilik dan pihak manajemen maka diperlukan pendapat dari auditor independen untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan. Auditor eksternal dianggap lebih independen dari pada auditor internal karena auditor internal merupakan bagian dari perusahaan. Anggapan tidak independen muncul dari pemegang saham dan pemangku kepentingan lain terhadap auditor internal karena masih memiliki hubungan dengan perusahaan (Arens, et al. 2009). Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi dan menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (IAPI,2011:341.1). Oleh karena itu, tanggung jawab auditor tidak hanya sebatas menilai laporan keuangan yang di sajikan oleh manajemen namun juga mengevaluasi kesangsian kelangsungan hidup perusahaan kliennya. Informasi tentang kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat dijadikan peringatan awal bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan lainya dalam membuat keputusan yang tepat (Mutchler, 1984 dalam Widyantari, 2011). Setyowati (2009) menyimpulkan dari berbagai penelitian tentang efek buruk yang terjadi pada perusahaan sebagai akibat dari penerimaan pendapat going concern yaitu seperti turunnya harga saham perusahaan, sulit memperoleh pinjaman atau pendanaan dan mempercepat kebangkrutan perusahaan. Dampak buruk juga terjadi pada auditor yang memberikan pendapat going concern dengan berpindahnya klien (Carcello dan Neal, 2000). Pendapat going concern dapat 2
berdampak buruk terhadap perusahaan karena investor akan melihat kondisi keuanganan dan kelangsungan hidup perusahaan terlebih dulu sebelum menanamkan modalnya. Dengan kata lain, mereka bergantung kepada pendapat auditor dalam melakukan keputasan investasi. (Setiawan, 2006) menyatakan bahwa pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya menganggap bahwa pendapat going concern merupakan sebuah pendapat auditor yang dapat memberikan prediksi mengenai suatu kemungkinan likuidasi atau kebangkrutan perusahaan yang diaudit. Oleh karena itu, auditor harus lebih berhati-hati dalam memberikan pendapat going cocern karena dapat berdampak pada perusahaan dan auditor itu sendiri. Munculnya kasus-kasus manipulasi laporan keuangan seperti Enron dan Worldcom dengan KAP Anderson telah membuat praktisi dan peneliti memberikan perhatian lebih terhadap pendapat going concern. Weiss (2002) menemukan bahwa dari 228 perusahaan yang mengalami kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan lainnya pada tahun sebelum terjadinya kebangkrutan menerima opini wajar tanpa pengecualian (Tucker et al, 2003). Kasus-kasus tersebut menyebabkan profesi akuntan publik banyak mendapat kritikan karena auditor dianggap ikut andil dalam memberikan informasi yang salah sehingga merugikan pengguna laporan keuangan (Rahman dan Siregar, 2012). Mutchler et al. (1997), Louwers (1998), Geiger dan Raghunandan (2002), Geiger dan Rama (2006), Januarti (2009) menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti kualitas audit, audit lag, opini audit tahun sebelumnya, dan auditor client tenure juga mempengaruhi memengaruhi penerimaan opini audit going concern. Oleh karena itu, 3
kajian atas opini audit going concern dapat dilakukan dengan melihat faktor-faktor seperti likuiditas, leverage, profitabilitas, arus kas, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, kualitas audit, audit lag, opini audit tahun sebelumnya, dan audit tenure. Dalam penelitiannya Junaidi dan Hartono (2010) menyatakan adanya pengaruh audit tenure terhadap penerimaan pendapat going concern. Junaidi dan Hartono (2010) juga menyimpulkan bahwa semakin lama hubungan antara auditor dan klien, semakin kecil kemungkinan perusahaan klien yang diaudit menerima pendapat going concern. Hasil tersebut mendukung penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Geiger dan Raghunandan (2002) serta Gosh dan Moon (2004) namun bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Januarti dan Fitrianasari, (2008) dalam Widyantari (2011) yang menyatakan bahwa audit tenure tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pendapat going concern. Widyantari (2011) menyimpulkan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif pada penerimaan pendapat going concern karena auditor sangat memperhatikan pendapat tahun sebelumnya sehingga perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan agar dapat memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyarno (2006), Rahman & Siregar (2007) Carcello & Neal (2000) serta Lennox (2002), juga menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu terdapat hubungan positif opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini tahun berjalan. Apabila suatu perusahaan menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya, 4
maka pada tahun berjalan akan semakin besar kemungkinan perusahaan untuk menerima opini audit going concern lagi. Junaidi dan Hartono (2010) menyatakan bahwa semakin besar reputasi dari kantor akuntan publik, maka semakin besar pula kualitas yang diberikan oleh kantor akuntan publik tersebut. Hal tersebut sejalan dengan penelitan yang telah dilakukan oleh Lennox (1999), Li et al. (2005), Geiger dan Rama (2006), tetapi berbeda dengan temuan Januarti dan Fitrianasari (2008) dan Setyarno et al. (2006) yang menemukan bahwa reputasi auditor tidak mempengaruhi opini going concern. Kevin et al. (2006) menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya bahkan ketika perusahaan mengalami financial distress. Oleh karena itu, auditor akan menunda untuk mengeluarkan opini audit going concern dengan harapan bahwa perusahaan akan dapat mengatasi kondisi buruk pada tahun mendatang. Hasil penelitian McKeown et al. (1991) dan Mutchler et al. (1997) membuktikan bahwa ukuran perusahaan memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Namun penelitian Ramadhany (2005) serta Januarti dan Fitrianasari (2008) membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan pada penerimaan opini audit going concern. Masih adanya hasil yang berbeda pada penelitian sebelumnya serta pentingnya pendapat going concern untuk memprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan membuat peneliti tertarik untuk menguji kembali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan pendapat going goncern. Namun, penelitian ini akan lebih berfokus pada perusahaan yang mengalami 5
financial distress karena auditor hampir tidak pernah mengeluarkan pendapat going concern pada perusahaan auditee yang tidak mengalami financial distress atau perusahaan yang memiliki laba bersih setelah pajak positif (McKeown et al., 1991 dalam Barlian et al. 2014). Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Barlian et al. (2014) yang mengukur pengaruh variabel kualitas audit, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, debt to equity ratio dan penundaan rapat umum pemegang saham terhadap penerimaan pendapat going concern pada perusahaan yang mengalami financial distress. Dalam menetukan perusahaan yang mengalami financial distress, Barlian et al. (2014) menggunakan kriteria perusahaan yang memiliki laba bersih setelah pajak negatif minimal dalam dua periode laporan keuangan (dua tahun) secara berturut-turut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Barlian et al. (2014) adalah variabel yang diteliti pada penelitian ini yaitu audit tenure, opini audit tahun sebelumnya, kualitas audit dan ukuran perusahaan. Selain itu, dalam menentukan perusahaan yang mengalami financial distress penelitian ini menggunakan metode Altman Z-score. 6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah apakah audit tenure, opini audit tahun sebelumnya, kualitas audit dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan pendapat going concern pada perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011-2014? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh audit tenure, opini audit tahun sebelumnya, kualitas audit dan ukuran perusahaan terhadap penerimaan pendapat going concern pada perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011-2014. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan dari tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dapat memberikan tambahan pengetahuan dan referensi penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh pada opini audit going concern perusahaan manufaktur 7
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian berikutnya. selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat mengkonfirmasi hasil dari penelitian sebelumnya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para praktisi dibidang akuntansi terutama bagi auditor dalam memberikan opini terkait dengan kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang. 1.5 Orisinalitas Penelitian Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan pendapat going concern sebelumnya telah banyak dilakukan, antara lain yaitu: Carcello dan Neal (2000); Behn et al. (2001); Lennox (2002); Geiger dan Raghunandan (2002); Hani et al. (2003); Gosh dan Moon (2004); Komalasari (2004); Bruynseels dan Willekens (2006), Setyarno et al. (2006); Rahman dan Siregar (2007); Rahayu (2007); Junaidi dan Hartono (2010); Widyantari (2011) serta Barlian et al. (2014). Penelitian ini akan menguji pengaruh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan pendapat going concern pada perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress, namun demikian penelitian in berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal : 1. Penelitian sebelumnya mengukur pengaruh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan pendapat going concern tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan apakah sedang 8
mengalami financial distress atau tidak. Dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diuraikan di atas, hanya Barlian et al. (2014) yang mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan dalam penelitiannya. 2. Barlian et al. (2014) dalam penelitiannya menguji pengaruh variabel kualitas audit, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, debt to equity ratio dan penundaan rapat umum pemegang saham terhadap penerimaan pendapat going concern pada perusahaan yang mengalami financial distress. Untuk mengetahui perusahaan yang mengalami financial distress, Barlian et al. (2014) menggunakan kriteria perusahaan yang memiliki laba bersih setelah pajak negatif minimal dalam dua periode laporan keuangan (dua tahun) secara berturut-turut. Penelitian yang penulis lakukan menguji variabel audit tenure, opini audit tahun sebelumnya, kualitas audit dan ukuran perusahaan. Selain itu, dalam menentukan perusahaan yang mengalami financial distress penelitian yang penulis lakukan menggunakan metode Altman Z score. 9
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika bab selanjutnya dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut. BAB II : LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Bab ini berisi teori yang digunakan dalam penelitian ini, penelitian sebelumnya, kerangka pemikiran, dan perumusan hipotesis. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang metode penelitian, yang meliputi : populasi dan sampel, variabel, definisi operasional, dan mekanisme pengujian hipotesis. BAB IV : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini mencantumkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian. BAB V : KESIMPULAN DAN KETERBATASAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan yang disarikan dari permasalahan, tujuan, analisis data dan pembahasan hasil analisis. selain itu juga bab ini berisi keterbatasan dan saran untuk penelitian berikutnya. 10