TINJAUAN PUSTAKA. rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. kedalam phylum : Angiospermae, sub phylum : Monocotyledonae, divido :

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. kulit udang. Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 30%-40% dari

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang cukup potensial dalam bidang. pertanian dalam arti luas. Hasil samping pertanian yang dapat dimanfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

TINJAUAN PUSTAKA. Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging dengan bobot badan 1,9 kg

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

BAB I PENDAHULUAN. Burung puyuh mempunyai potensi besar karena memiliki sifat-sifat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat

VI. TEKNIK FORMULASI RANSUM

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

Ayam pedaging merupakan jenis ayam yang sangat efisien dalam. menghasilkan daging ukuran badannya yang besar, padatdan berlemak, bergerak

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur an surat Al-Mu minun ayat 21 yang

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki keunggulan yaitu produksi telur dan daging yang tinggi dan masa

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino (-NH 2 ) pada posisi alfa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan alam semesta dengan sebaik-baik ciptaan. Langit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berat tertentu dalam waktu relatif singkat (Rasyaf, 1994). Broiler umumnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

TINJAUAN PUSTAKA. Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam, yaitu (1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

NUTRISI UNGGAS 11/8/2016. Catootjie L. Nalle, Ph.D. Jurusan Peternakan Program Study Teknologi Pakan Ternak Politeknik Pertanian Negeri Kupang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

PENGETAHUAN BAHAN PAKAN. Oleh : Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Jenis Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi pakan rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada umumnya broiler ini siap panen pada usia 28-45 hari dengan berat badan 1,2-1,9 kg/ekor (Priyatno, 2000). Broiler sangat potensial diternakkan karena memiliki performans yang baik seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Performans Broiler Usia Berat Badan Konversi Pakan (Minggu) (Kg) (Kg) 1 0,159 0,92 2 0,418 1,23 3 0,813 1,40 4 1,265 1,52 5 1,765 1,65 6 2,255 1,79 7 2,715 1,93 8 3,135 2,07 Sumber : Murtidjo (1987). Rasyaf (2000) menyatakan bahwa karakteristik Abror Acress CP-707 yang dihasilkan oleh PT. Charoen Phokphand yaitu: berat badan 8 minggu : 2,1 kg, konsumsi ransum : 4,4 kg, konversi ransum : 2,2 kg, daya hidup : 98%, warna kulit : kuning, warna bulu : putih. Kebutuhan Nutrisi Broiler Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam membutuhkan sejumlah nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan

berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1997). Kartadisastra (1994) menyatakan bahwa jumlah ransum yang diberikan sangat bergantung dari jenis ayam yang dipelihara, sistem pemeliharaan dan tujuan produksi. Di samping itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan genetik dan lingkungan tempat ternak itu dipelihara. Broiler dapat menyesuaikan konsumsi ransumnya untuk memperoleh cukup energi guna pertumbuhan maksimum. Penyesuaian tersebut berkisar antara 2800-3400 kkal energi metabolisme per kg ransum (Anggorodi, 1985). Kebutuhan zat nutrisi broiler pada fase yang berbeda tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Kebutuhan Zat Nutrien Broiler Umur 0-6 Minggu No Umur Kandungan nutrisi ransum Protein (%) EM (kkal) Lemak (%) SK(%) Ca (%) P (%) 1 Starter 23 3200 4 3-5 1 0,45 2 Finisher 20 3200 3-4 3-6 0,9 0,4 Sumber : (NRC, 1984) Daya cerna karbohidrat yang berupa pati cukup tinggi, sekitar 95%. Akan tetapi bila ada unsur-unsur pembangunan dari tanaman seperti selulosa dan hemisellulosa, lignin dan lain sebagainya menyebabkan daya cerna karbohidrat akan menurun. Zat-zat tersebut merupakan salah satu unsur penentu daya cerna energi. Kadar serat kasar yang tinggi akan menurunkan nilai daya cerna dari bahan ransum, sehingga dapat menyebabkan menurunnya pertambahan bobot badan ternak (Anggorodi, 1985).

Bahan Penyusun Ransum Bungkil Inti Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis, jack) dalam susunan taksonomi tergolong kedalam Phylum : Angiospermae, Sub Phylum : Monocotyledonae, Divido : Corolliferae, Ordo : Palmales, Familia : Cocoineae, Genus : Elaeis dan Spesies : Guineensis (Tillman et al. 1991). Bungkil inti sawit adalah hasil samping ikutan proses ekstraksi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya baik, tetapi karena serat kasar tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok untuk ternak monogastrik dan lebih sering diberikan kepada ruminansia (Devendra, 1997). Menurut Siregar (1995) bahwa bungkil inti sawit yang difermentasi enzim selulase dapat diberikan sebesar 15 % dalam pakan broiler. Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lainnya. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein, kandungan asam amino esensialnya cukup lengkap (Lubis, 1993). Bungkil inti sawit sebagai hasil ikutan dari industri minyak inti sawit sebagai bahan pakan lokal potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak, hanya permasalahannya bahan lokal tersebut mengandung serat kasar yang tinggi karena terdapat sebagian pecahan cangkang (kulit yang keras) (Sinurat dkk, 1996). Kandungan nutrisi bungkil inti sawit tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%) 16,41 Lemak Kasar (%) 6,41 Serat Kasar (%) 11,98 Kalsium (%) 0,58 Posfor (%) 0,34 Energi Metabolisme (kkal/kg) 2814 Sumber: Laboratorium Sungai Putih (2009). Tepung Jagung Kuning Jagung kuning sebagai sumber energi dalam ransum unggas selain itu juga jagung kuning merupakan sumber pigmen xanthophyl yang menimbulkan warna kuning pada kaki, kulit, dan kuning telur. Protein jagung dapat bervariasi mulai dari 8-10%, serta koefisien cerna protein, lemak dan serat kasar dari jagung yakni: 77%, 90% dan 57%; sedangkan untuk bungkil kedelai masing-masing: 84%, 85% dan 73% (Anggorodi, 1985). Jagung kuning di samping mengandung karoten, juga menjadi sumber energi dalam ransum, energi metabolismenya 3370 kkal/kg. Jagung mengandung kadar triptophan yang rendah dan paling rendah adalah kadar methioninnya, kemudian lisin (Wahyu, 1992). Kandungan nutrisi jagung dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Nutrisi Jagung Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%) 8,60 Lemak Kasar (%) 3,90 Serat Kasar (%) 2,00 Kalsium (%) 0,02 Posfor (%) 0,30 Energi Metabolisme (kkal/kg) Sumber: Scott (1982). 3370

Bungkil Kedelai Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Kandungan protein bungkil kedelai sekitar 48% dan merupakan sumber protein yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Wahyu (1992), kandungan zat nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Zat Nutrisi Bungkil Kedelai Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%) 48 Lemak Kasar (%) 0,51 Serat Kasar (%) 0,41 Kalsium (%) 0,41 Posfor (%) 0,67 Energi Metabolisme (kkal/kg) 2290 Sumber: Scott (1982). Tepung Ikan Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas karena bahan makanan tersebut mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan ayam dalam jumlah yang cukup dan merupakan sumber lisin dan methionin yang baik. Pemberian tepung ikan sering dibatasi untuk mencegah bau ikan yang dapat meresap dalam daging dan telur (Anggorodi, 1985). Berbagai macam minyak nabati yang sering digunakan untuk ransum lebih dapat dicerna dari lemak hewan dan mempunyai nilai energi metabolis lebih tinggi (Anggorodi, 1985). Kandungan nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Nutrisi Tepung Ikan Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%) 55 Lemak Kasar (%) 5,62 Serat Kasar (%) 0,41 Kalsium (%) 6,89 Posfor (%) 0,6 Energi Metabolisme (kkal/kg) 2565 Sumber: Scott (1982). Dedak Halus Dedak halus adalah hasil sisa penggilingan atau penumbukan padi. Bahan ransum tersebut sangat populer dan banyak sekali digunakan dalam ransum ternak. Kandungan proteinnya juga tinggi sebesar 13%. Dedak halus kaya akan thiamin dan kandungan lisin yang tinggi (Anggorodi, 1985). Kandungan zat nutrisi dedak halus dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan Nutrisi Dedak Halus Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%) 13.0 Lemak Kasar (%) 0.60 Serat Kasar (%) 13.00 Kalsium (%) 0.21 Posfor (%) 1.50 Energi Metabolisme (kkal/kg) 1890 Sumber: Rasyaf (1990). Fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium Fermentasi adalah proses penguraian unsur organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui enzim yang dihasilkan mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas. Proses fermentasi tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya

dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat nutrisi atau mineral bagi mikroorganisme seperti protein, vitamin dan lain-lain. Fermentasi pakan adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk dalam lingkungan dimana beberapa tipe organisme dapat berkembangbiak (Adams and Moss, 1995). Proses fermentasi pakan dapat dilakukan melalui kultur media padat atau semi padat dan media cair, sedangkan kultur terendam dilakukan dengan menggunakan media cair. Fermentasi dengan menggunakan kapang Phanerochaete chrysosporium secara substrat padat memungkinkan terjadi perubahan komponen bahan yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna serta meningkatkan nilai nutrisi (protein dan energi metabolis) bungkil inti sawit juga memiliki palatabilitas yang tinggi (Sinurat et al, 1996 : Pasaribu et al, 1998). Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983 : Satiamihardja, et al, 1984). Tabel 8. Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit Fermentasi Phanerochaete chrysosporium Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%) 17,62 Lemak Kasar (%) 3,99 Serat Kasar (%) 10,21 Kalsium (%) 0,22 Posfor (%) 0,53 Energi Metabolisme (kkal/kg) 2957 Sumber: Laboratorium Sungai Putih (2009)

Phanerochaete chrysosporium memiliki klasifikasi : Division: Mycota, Sub Division : Eumycota, Class: Bacidiomycetes, Family: Hymenomycetaceae, Genus : Phanerochaete, Spesies: Phanerochaete chrysosporium (Herlina, 1998). Phanerochaete chrysosporium adalah jamur pelapuk putih yang dikenal kemampuannya mendegradasi lignin (Wright, 1992 ; Cookson, 1995). Menurut Valli et al (1992) Phanerochaete chrysosporium adalah kapang pendegradasi lignin dari kelas basidiomycetes yang membentuk sekumpulan miselia dan berkembangbiak secara aseksual melalui spora atau seksual dengan perlakuan tertentu (Dhawale dan Kathrina, 1993). Mekanisme kerja enzim tidak menghasilkan serat dengan melarutkan lignin yang ada di bagian tengah, dengan cara melunakkan dan memecahkan lapisan serat yang terkadang juga melepaskan pita-pita serat dalam mikrofibilnya. Ini memberikan pengaruh yang baik karena lebih mudah pencernaannya jika diberikan sebagai bahan ransum ternak (Troter, 1990 ; Krik, 1993). Suplementasi Mineral Zn Tillman dkk (1991) mengemukakan fungsi mineral secara umum adalah : sebagai bahan pembentuk tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan yang keras dan kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, sebagai aktivator sistem enzim tertentu, dan sebagai komponen dari suatu enzim. Siagian (1979) menyatakan bahwa mineral mikro termasuk Zn penting diperhatikan, karena kekurangan Zn mengurangi produksi yang dapat dicapai. Zinkum merupakan mineral mikro yang dibutuhkan ternak untuk melakukan fungsi metabolik yang normal pada ternak unggas dan ternak lainnya. Zinkum

adalah komponen pembentuk enzim karbonik anhidrase (metaloenzim). Enzim ini berperan dalam mengkatalisa perombakan asam karbonat menjadi CO2 dan H2O. Di samping itu dapat menyembuhkan parakeratosis pada ternak unggas dan babi. Untuk pertumbuhan ayam dibutuhkan mineral Zn minimal 40 ppm (Scott, 1976) ; 35-40 ppm, (Ewing, 1961) dan maksimum 1000 ppm (Church, 1988). Defisiensi Zn mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan tulang pada anak ayam, dimana tulang kaki memendek dan menebal. Anak ayam yang berasal dari induk yang defisiensi Zn akan memperlihatkan cara bernafas berat, pertumbuhan bulu terganggu dan mengeriting. Zinkum yang terdapat dalam bahan ransum alami tidak dapat memenuhi kebutuhan ayam, sehingga harus dilakukan suplementasi (penambahan) mineral Zn (Wahyu, 1992). Tabel 9. Kebutuhan Suplementasi Mineral Zn pada Unggas No Unggas Kebutuhan (mg/ekor/hari) 1. Ayam Broiler Starter 40 Finisher 40 2. Ayam Petelur Starter 40 Grower 35 Finisher 40 3. Itik Grower 60 Finisher 60 4. Puyuh Grower 25 Breeder 50 Sumber : Widodo (2002). Kebutuhan akan mineral Zn ditentukan berbagai faktor antara lain: umur ternak, bangsa ternak, fungsi produksi dan komposisi ransum yang mempengaruhi penyerapan dan pemanfaatan seng (Parakkasi, 1995). Sangat sulit menentukan

jumlah maksimal Zn yang dibutuhkan ternak karena hasil-hasil penelitian yang bervariasi, akan tetapi defisiensi Zn akan dapat mempengaruhi metabolisme zat makanan dalam tubuh ternak. Konsumsi Ransum Sesuai dengan tujuan pemeliharaannya yaitu memproduksi daging sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian pakan tidak dibatasi (ad libitum) artinya berapa saja jumlah pakan yang dapat dihabiskan, itulah yang diberikan (Kartadisastra, 1994). Menurut Wahyu (1992), konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum, umur, aktivitas ternak, palatabilitas ransum, tingkat produksi dan pengelolaannya. Parakkasi (1983) menyatakan bahwa komposisi kimia dan keragaman ransum erat hubungannya dengan konsumsi ransum. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa palatabilitas merupakan sifat performans dari bahan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki bahan-bahan pakan tersebut, hal ini tercermin oleh organolektif seperti penampilan, bau, rasa dan temperatur. Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga jumlah pakan/ransum yang dikonsumsi tiap harinya cenderung berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila konsentrasi protein yang tetap terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang mempunyai konsentrasi energi metabolis tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena rendahnya jumlah pakan yang dikonsumsi. Sebaliknya, bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi pakan/ransum untuk

mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi protein yang berlebihan (Tillman et al, 1991). Anggorodi (1985) menyatakan bahwa bloiler dapat menyesuaikan konsumsi ransumnya untuk memperoleh cukup energi guna pertumbuhan maksimum. Sedangkan Widodo (2002) menyatakan bahwa ayam cenderung meningkatkan konsumsi jika diberi pakan energi rendah Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan adalah korelasi peningkatan pada tubuh yang tampak pada interval waktu sesuai dengan karakteristik spesies, sehingga terdapat karakteristik kisaran tubuh untuk setiap spesies dan karakteristik perkembangan serta ukuran tubuh dewasa. Bobot maksimum dan perkembangan dimunculkan oleh gabungan dari heriditas, nutrisi dan manajemen yang merupakan faktor esensial yang mendukung laju tumbuh hewan (Singh, 1997). Laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh banyaknya konsumsi ransum dan terutama energi yang diperoleh. Energi merupakan perintis pada produksi ternak dan hal tersebut terjadi secara alami (McDonal et al, 1995). Untuk mendapatkan pertambahan bobot badan yang maksimal maka sangat perlu diperhatikan keadaan kuantitas ransum. Ransum tersebut harus mengandung zat nutrisi dalam keadaan cukup dan seimbang sehingga dapat menunjang pertumbuhan maksimal (Yamin, 2002). Kartadisastra (1997), menyatakan bahwa bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum, makin tinggi bobot tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya terhadap ransum. Bobot tubuh ternak dapat diketahui dengan penimbangan.

Suharno dan Nazaruddin (1994), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis ternak dan gizi yang ada dalam ransum. Konversi Ransum Feed Convertion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan produksi yang dihasilkan. Konversi pakan pada broiler termasuk jumlah pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 pounds atau 1 kg berat hidup. Konversi ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: umur ternak, bangsa, kandungan gizi ransum, keadaan temperatur dan keadaan unggas (Anggorodi, 1985). Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien (Campbell, 1984). Lestari (1992), menyatakan angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan seperti seluruh pengaruh luar termasuk di dalamnya faktor makanan terutama nilai gizi rendah. Konversi ransum adalah perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan pada minggu itu (Rasyaf, 1994). Rumus konversi ransum : Konversi ransum : n = Jumlah ransum yang dikonsumsi Bobot badan pada waktu yang sama