KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

dokumen-dokumen yang mirip
KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional pada komoditas padi

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BERITA RESMI STATISTIK

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KELAYAKAN PAKET TEKNOLOGI USAHATANI TANAMAN PANGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) OESAO KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris, di mana pertanian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2015 (BERDASARKAN ANGKA SEMENTARA 2015)

BERITA RESMI STATISTIK

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

KERAGAMAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI AGROEKOSISTEM LAHAN KERING. Rachmat Hendayana 1 dan Yusuf 2

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

Prosiding Seminar Nasional Pertanian Presisi

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

BERITA RESMI STATISTIK

1. Angka. 2. Angka Kering. beras atau. meningkat. meningkat dari 1,4. diperkirakan akan. Produksi ubi kayu 2010.

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut Subround,

Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. dari satu tahap ke tahap berikutnya. Agar pembangunan dapat terlaksana dengan

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU DAN UBI JALAR (TAHUN 2014: ANGKA TETAP, 2015 : ARAM II)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

Transkripsi:

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah bertujuan membahas keunggulan kompetitif sistem usahatani tanaman pangan meliputi padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai di lahan kering. Data utama yang dijadikan sumber bahasan adalah data struktur ongkos usahatani dari BPS Sumba Timur tahun 2003. Klarifikasi data dilakukan di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur, NTT terhadap 60 orang petani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif menggunakan statistik sederhana. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Dari beberapa komoditas pangan yang dianalisis yaitu padi ladang, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah dan kedelai, yang diusahakan petani di lahan kering ternyata tidak semua memiliki keunggulan kompetitif. (2) Pada tingkat harga yang berlaku saat pengkajian, diketahui padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu dengan produksi minimal masing-masing 89,65% dan 96,16%; kacang tanah lebih kompetitif terhadap padi ladang, jagung, ubi jalar dan ubi kayu dengan produksi minimal 72,99%; 66,01%; 70,40% dan 87,19%, tetapi kacang tanah tidak kompetitif terhadap kedelai. Kedelai memiliki keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji, dengan produksi minimal berkisar antara 62,07% hingga 93,47 %. (3) Jagung yang menjadi komoditas pangan utama sebagai makanan pokok penduduk NTT ternyata tidak mempunyai keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji. Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif komoditas pertanian diperlukan adanya bimbingan terhadap petani yang lebih intensif terutama dalam peningkatan kualitas melalui penerapan teknologi pasca panen. Kata kunci: Tanaman Pangan, Keunggulan Kompetitif, Sistem Usaha Tani, Sumba Timur PENDAHULUAN Wilayah Kabupaten Sumba Timur dikenal memiliki areal lahan kering relatif luas. Menurut laporan BPS (2003), total lahan kering di Sumba Timur mencapai 670,5 ribu hektar. Dari lahan kering seluas itu yang potensial untuk pengembangan komoditas tanaman pangan ada sekitar 52,5 ribu hektar atau sekitar 8 % dari total luas lahan kering, yaitu berupa lahan tegal/kebun dan ladang. Komoditas tanaman pangan yang dapat dikembangkan meliputi padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, kacang hijau dan sorghum. Dalam upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi usahatani tanaman pangan dan agar memberikan dampak pada pendapatan rumah tangga, dewasa ini usahatani perlu mempertimbangkan aspek keunggulan komparatif dan kompetitif. Pengembangan produk pertanian di hadapkan pada kondisi pasar yang semakin terbuka sebagai dampak perkembangan globalisasi ekonomi dunia (Kariyasa, dan Adnyana, 1998). Di sisi lain kualitas sumberdaya lahan kering juga menjadi pembatas, sementara itu banyak pilihan komoditas yang akan dikembangkan. Oleh karena itu pertimbangan aspek keunggulan dari komoditas yang akan dikembangkan menjadi krusial. Keunggulan komparatif akan dapat dicapai jika suatu produk dari komoditas yang sama mampu dihasilkan dengan nilai input yang lebih rendah, sedangkan keunggulan kompetitif terjadi manakala dalam suatu luasan lahan yang sama mampu dihasilkan produk yang menghasilkan pendapatan relatif tinggi. Yang perlu dipertimbangkan disini fokusnya tidak hanya pada aspek produktifitas saja melainkan juga aspek kualitas, agar nilai jualnya relatif tinggi. Faktor harga input dan harga output menjadi kunci dalam keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif ini.

Makalah ini tidak membahas kedua keunggulan tersebut, tapi lebih fokus pada pilihan pengembangan komoditas yang kompetitif, dengan asumsi faktor harga input dan out put tidak berubah. Komoditas pangan yang dianalisis dipilih berdasarkan ketersediaan data struktur ongkos yang lengkap. Dalam hal ini komoditas pangan terpilih untuk di analisis meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai. Secara lebih spesifik, makalah bertujuan mengungkap keunggulan kompetitif komoditas pangan, sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan dasar pengembangan komoditas tersebut. Dengan demikian hasil kajian ini akan bermanfaat sebagai masukan bagi Pemda setempat dalam pembuatan kebijakan pembangunan tanaman pangan di lahan kering. METODE PENELITIAN Data dan Sumber Data Data utama yang dijadikan sumber bahasan adalah data struktur ongkos usahatani dari BPS Sumba Timur tahun 2003, dilengkapi data dan informasi primer hasil klarifikasi di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur, NTT. Pengumpulan data dilakukan melalui survai terhadap 60 orang petani yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Data sekunder dikumpulkan dari beberapa instansi terkait yang diperoleh melalui penelusuran laporan dan dokumentasi kegiatan, antara lain kebijakan pembangunan pertanian, informasi pasar, dan informasi lainnya yang relevan. Analisis Data Untuk mengetahui tingkat kompetisi komoditas tanaman pangan di agroekosistem lahan kering digunakan analisis keunggulan kompetitif menggunakan statistik sederhana. Pembahasan dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Suatu komoditas dikatakan kompetitif, jika pada luasan yang sama komoditas itu menghasilkan pendapatan yang lebih besar, pada tingkat produksi yang minimal. Oleh karena itu yang dijadikan indikator tingkat kompetitif suatu komoditas akan ditunjukkan oleh nilai produk minimum dari komoditas yang bersangkutan. Formula yang digunakan mengikuti Manwan, dkk., (1990). Pendekatan ini telah digunakan pula oleh Adnyana (1998), Kariyasa (1998) dan Buharman, dkk., (1998). Formula tersebut adalah: nxi + CXk / j a) Min Yi = PXi Dimana Min Y = hasil minimum tanaman alternatif (kg/ha) nxi = keuntungan tanaman alternatif Xi (Rp/ha) CXk/j = biaya produksi komoditas referensi (Rp/ha) Pxi = harga komoditas referensi (Rp/kg) Sementara itu untuk menghitung pendapatan usahatani digunakan formula berikut; b) Pendapatan = QPq (ΣX ipx i + ΣY ipy i) Dimana Q = Jumlah produksi (kgha) Pq = Harga produksi (Rp/kg) Xi = Jenis input tidak tetap Xi (i = 1,2,3,,x) PXi = Harga input tidak tetap Xi (i = 1,2,3,,p) Yi = Jenis input tetap Yi (i = 1,2,3,,y) Pyi = Harga input tetap Yi (i = 1,2,3,,p) Berdasarkan tingkat pendapatan ini akan dihitung kelayakan ekonomi yang diperoleh dari rasio pendapatan terhadap biaya usahatani (B/C). Di dalam analisis ini digunakan harga input dan harga output yang berlaku di lokasi pada saat berlangsung pengkajian. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden Petani responden di lokasi pengkajian dicirikan oleh keragaman umur, penguasaan aset, tanggungan keluarga, dan ketersediaan tenaga kerja keluarga. Umur terkait dengan produktivitas kerja, penguasaan aset mencerminkan kemampuan ekonomi, tanggungan keluarga berhubungan dengan beban hidup keluarga dan ketersediaan tenaga kerja terkait dengan kemampuan keluarga dalam menyediakan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja keluarga dapat mengurangi pengeluaran/biaya usahatani, karena biasanya tidak dihitung sebagai tenaga upahan. Bila tenaga kerja keluarga cukup tinggi, maka pengeluaran biaya untuk tenaga kerja luar keluarga yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan usahatani akan semakin rendah. Hasil identifikasi di lapangan, diketahui keragaan umur anggota rumah tangga petani secara keseluruhan sangat beragam, tapi pada dasarnya dapat dipilah ke dalam tiga kelompok umur, yaitu (a) penduduk kelompok umur < 15 tahun (belum produktif), (b) kelompok antara 15 55 tahun (produktif), dan (c) kelompok > 55 tahun (tidak produktif). Jika kelompok umur tersebut dihubungkan dengan pemilikan anggota keluarga dan status pekerjaannya, dapat dikemukakan bahwa pada penduduk yang berusia < 15 tahun tercatat rata-rata memiliki 2,12 jiwa, dengan jumlah yang bekerja dan tidak bekerja masingmasing 0,06 jiwa dan 2,06 jiwa. Pada kelompok umur produktif, rataan anggota keluarganya adalah sekitar 3,17 jiwa dengan jumlah yang bekerja dan tidak bekerja masing-masing 2,73 jiwa dan 0,44 jiwa. Sisanya pada kelompok umur yang tidak produktif ( > 55 tahun) rataannya memiliki 0,13 jiwa dengan jumlah yang bekerja dan tidak bekerja masing-masing 0,11 dan 0,02 jiwa. Jika tidak dipilah berdasarkan kelompok umur, diketahui bahwa setiap KK memiliki anggota keluarga antara 2-12 jiwa dengan rataan 5,25 jiwa per KK. Potensi tenaga kerja secara keseluruhan, rataanya per rumah tangga mencapai 2,9 jiwa dengan jumlah tenaga kerja laki-laki dan perempuan, masing-masing sebanyak 1,64 jiwa dan 1,26 jiwa. Perkembangan Tanaman Pangan Pangan merupakan kebutuhan penduduk yang paling vital, sehingga sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki posisi sangat strategis. Kecukupan pangan bagi penduduk dampaknya tidak berhenti pada aspek pemenuhan pangan, akan tetapi berdampak luas pada stabilitas sosial politik. Oleh karena itu pangan harus senantiasa tersedia mengiringi pertumbuhan penduduk yang senantiasa meningkat. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat harus didukung penyediaan pangan yang sebanding. Pemerintah provinsi NTT selalu berupaya meningkatkan luas tanam dan panen serta melakukan diversifikasi pangan untuk berbagai jenis tanaman palwija seperti jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, kedelai dan sebagainya, yang juga sesuai dengan program pemerintah mengenai biodiversifikasi tanaman bahan makanan pokok. Ditinjau dari keragaan luas panen (Tabel 1) potensi pengembangan tanaman di provinsi NTT cukup besar. Dari tahun 1999 hingga tahun 2003 luas panen tanaman pangan di provinsi NTT menunjukkan trend yang semakin menaik, yang juga menunjukkan sektor tanaman pangan masih dapat dijadikan sektor andalan dan komoditas komparatif provinsi NTT. Meskipun ada pula jenis tanaman pangan mengalami penurunan luas panen yaitu ubi kayu dan kedelai. Begitu juga dari segi biodiversifikasi cukup terdapat potensi penyediaan tanaman pangan selain padi seperti jenis kacang tanah dan kacang hijau yang menunjukkan terjadinya peningkatan luas panen sekitar 3%-5% bahkan ubi kayu mengalami rerata peningkatan sekitar 15% dan bila dikembangkan dengan teknologi yang sesuai tidak menutup kemungkinan pada masa mendatang dapat dijadikan komoditas andalan wilayah provinsi NTT. Tabel 1. Perkembangan Luas Panen Tanaman Pangan NTT, 1999-2003 Jenis Tanaman Tahun Ratarata 1999 2000 2001 2002 2003 Trend a. Padi 172400 176272 165621 165858 176381 171306 0,67 b. Jagung 237383 253224 258782 258460 257724 253115 2,11 c. Ubi kayu 81296 83889 76283 80765 80330 80513-0,14

d. Ubi jalar 9420 19870 16787 16667 10948 14738 15,10 e. Kacang tanah 12220 15317 11677 12909 13040 13033 3,29 f. Kedelai 7902 3533 2010 3613 4201 4252-0,59 g. Kacang hijau 20315 17250 20596 23732 24606 21300 5,80 h. Sorghum 0 0 0 0 4795 959 0,67 Sumber : NTT Dalam Angka 2003, diolah Produksi pangan setiap tahun nampaknya berfluktuasi, hal ini disebabkan pengaruh bencana alam dan musim kemarau yang melanda sebagian wilayah NTT. Namun demikian produksi tanaman pangan telah memperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan. Peningkatan produksi tersebut tidak terlepas dari usaha intensifikasi untuk merangsang produksi seperti adanya kebijakan harga dan subsidi pupuk. Penetapan kebikan tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan swasembada pangan, peningkatan pendapatan, kesejahteraan petani serta peningkatan produksi hasil pertanian. Secara logis, meningkatnya luas panen tanaman pangan tentu juga akan membawa dampak semakin bertambahnya jumlah produksi tanaman itu sendiri. Akan tetapi dari tabel perkembangan luas panen dan produksi terdapat fenomena bahwa tidak selamanya penurunan luas panen membawa konsekuensi menurunnya produksi hasil usahatani. Pada komoditas ubi kayu dan kedelai, meskipun luas panen mengalami penurunan akan tetapi jumlah produksi yang dihasilkan dari tahun 2000 sampai 2003 justru menunjukkan trend yang semakin naik. Hal ini dapat disebabkan karena adanya tingkat produktivitas yang cukup tinggi. Dengan kata lain untuk adopsi teknologi usahatani ubikayu dan kedelai sudah cukup baik dan usahatani yang dilakukan cukup intensif sehingga mampu menghasilkan produksi yang semakin meningkat. Tabel 2. Perkembangan Produksi Tanaman Pangan NTT Jenis Tanaman Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 Rata-rata Trend a. Padi 473000 461413 448001 468012 509419 471969 1,99 b. Jagung 493535 527230 553298 580900 583355 547663,60 4,30 c. Ubi kayu 822326 836056 778423 873157 861620 834316,40 1,41 d. Ubi jalar 74360 156394 147050 133063 86692 119511,80 15,00 e. Kacang tanah 11848 15009 11304 13615 13637 13082,60 5,65 f. Kedelai 5751 3018 1648 2994 4032 3488,60 5,86 g. Kacang hijau 16768 13900 16441 19081 20135 17265,00 5,69 h. Sorghum 0 0 0 0 3728 745,60 Sumber : NTT Dalam Angka 2003, diolah Peran Tanaman Pangan Terhadap Perekonomian Regional NTT Salah satu indikator ekonomi penting yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi perkembangan dan struktur ekonomi suatu wilayah (regional) adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik berdasarkan atas harga konstan maupun atas harga berlaku. PDRB harga konstan dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun, sedangkan PDRB atas harga berlaku menunjukkan kemampuan sumderdaya ekonomi yang dihasilkan suatu daerah (BPS Indonesia, 2003) PDRB provinsi NTT menurut harga berlaku yang dihitung dari 9 jenis lapangan usaha, pada tahun 2001 mencapai Rp 7,51 trilyun, meningkat menjadi Rp 8,68 trilyun tahun 2002 dan terus meningkat lagi pada tahun 2003 pada level 9,62 trilyun rupiah, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 5,88%. Kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan perekonomian di provinsi NTT masih sangat besar. Sampai dengan tahun 2003 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 34 persen pada total PDRB atas dasar harga konstan atau setara dengan 1,21 trilyun rupiah. Pada sektor pertanian sendiri, dari lima sub sektor yang membentuknya sub sektor tanaman pangan memberikan kontribusi terbesar terhadap besarnya PDRB diikuti sub sektor peternakan, sub sektor tanaman perkebunan, dan sub sektor perikanan serta terakhir sub sektor kehutanan.

Dengan masing-masing sub sektor memberikan kontribusi sebesar 54,09%, diikuti 24,83%, 10,78%, dan 9,18% serta 1,12%. Besarnya kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap PDRB sektor pertanian juga sejalan dengan adanya peningkatan jumlah produksi tanaman pangan itu sendiri (tabel perkembangan produksi, tanaman pangan menunjukkan trend positif). Dengan meningkatnya jumlah produksi sedikit banyak berdampak terjadinya peningkatan pendapatan yang tentu juga membawa pertumbuhan ekonomi ke arah positif sehingga sub sektor tanaman pangan masih merupakan sektor andalan dalam pembentukan besarnya PDRB provinsi NTT. Tabel 3. Kontribusi Pertanian Terhadap PDRB NTT, Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dan Harga Berlaku (ADHB) dalam Persentase Lapangan usaha ADHK ADHB Lapangan usaha 1. Pertanian 34,27 39,24 2. Pertambangan dan penggalian 1,12 1,44 3. Industri Pengolahan 2,29 1,89 4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,95 0,59 5. Bangunan/konstruksi 5,67 7,21 6. Perdagangan 14,05 17,93 7. Pengangkutan dan komunikasi 10,73 7,45 8. Keuangan persewaan dan jasa perusahaan 3,87 3,09 9. Jasa-jasa 27,06 21,17 Total 100 100 Sumber : NTT Dalam Angka (2003) Keunggulan Kompetitif Komoditas Tanaman Pangan Hasil analisis keunggulan kompetitif terhadap komoditas tanaman pangan disajikan dalam Tabel 4. Ditinjau dari segi produktivitas, ubi kayu menempati urutan paling tinggi kemudian diikuti ubi jalar. Produktivitas paling rendah ditempati kedelai. Tingginya produktivitas belum menjamin bahwa komoditas itu memiliki keunggulan kompetitif, karena yang menentukan adalah nilai harga jualnya. Masih dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa ternyata harga paling tinggi pada saat pengkajian berlangsung adalah kedelai diikuti kacang tanah dan padi ladang, masing-masing pada urutan ke dua dan ke tiga. Tingginya nilai jual berdampak memperbesar penerimaan usahatani, dan pada akhirnya juga memperbesar nilai keuntungan usahatani yang diperoleh petani. Tabel 4. Produksi, Biaya dan Keuntungan Usahatani Tanaman Pangan Produksi Harga Biaya Komoditas Satuan Kg Rp (Rp) (Rp) Keuntunga n (Rp) 1. Padi Ladang 2001 2190618 453542 1095 1737076 2. Jagung 2079 1939969 429612 933 1510357 3. Ubi Kayu 10100 1953858 300889 193 1652969 4. Ubi Jalar 7900 2701800 503498 342 2198302 5. Kacang Tanah 970 3248200 633842 3349 2614358 6. Kedelai 728 3515366 671466 4829 2843900 Sumber: BPS NTT, 2003 Guna mendapat gambaran keunggulan kompetitif dari masing-masing komoditas yang dikaji, telah dihitung produksi minimalnya masing-masing dan hasilnya disajikan dalam Tabel 5. Nilai produksi minimal menjadi indikator yang menentukan kompetitif atau tidaknya komoditas. Dalam hal ini komoditas A dikatakan memiliki keunggulan kompetitif terhadap komoditas B, jika komoditas A memiliki produksi minimal yang relatif lebih kecil dari pada produksi minimal komoditas B yang menjadi komoditas pembanding.

Dengan pemahaman seperti itu, terungkap bahwa padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu, tetapi tidak kompetitif terhadap ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Selanjutnya kacang tanah memiliki keunggulan hampir terhadap semua komoditas pangan, kecuali terhadap kedelai. Sementara itu komoditas jagung yang menjadi makanan pokok sebagian besar penduduk, tidak memiliki keunggulan kompetitif sama sekali terhadap semua komoditas pangan. Hal ini salah satu penyebabnya karena faktor harga jual jagung yang relatif rendah, sehingga walaupun produksinya lebih tinggi dibandingkan kacang tanah, penerimaan dan keuntungannya tetap rendah. Tabel 5. Keunggulan Kompetitif Komoditas Tanaman Pangan di Lokasi Pengkajian Uraian Produksi minimal (kg) (%) Padi Ladang terhadap Jagung 1793,91 89,65 Padi ladang terhadap ubi kayu 1924,17 96,16 Padi ladang terhadap ubi jalar 2422,30 121,05 Padi ladang terhadap kac.tanah 2802,35 140,05 Padi ladang terhadap kedelai 3012,02 150,53 Jagung terhadap padi ladang 2321,97 111,69 Jagung terhadap ubi kayu 2231,83 107,35 Jagung terhadap ubi jalar 2816,25 135,46 Jagung terhadap kac.tanah 3262,12 156,91 Jagung terhadap kedelai 3508,11 168,74 Kedelai terhadap jagung 451,84 62,07 Kedelai terhadap padi ladang 498,79 68,51 Kedelai terhadap ubi kayu 481,37 66,12 Kedelai terhadap ubi jalar 594,30 81,63 Kedelai terhadap kacang tanah 680,46 93,47 Kacang tanah terhadap padi ladang 708,02 72,99 Kacang tanah terhadap jagung 640,32 66,01 Kacang tanah terhadap ubi kayu 682,90 70,40 Kacang tanah terhadap ubi jalar 845,75 87,19 Kacang tanah terhadap kedelai 1038,55 107,07 Komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan adalah kedelai. Produk minimum kedelai ini relatif lebih rendah dari pada produk minimum padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah. Terhadap semua komoditas pangan, proporsi produk kedelai kisarannya antara 62,07 % hingga 93,47 %. Hal itu mengandung arti, bahwa dengan berproduksi sebanyak 62,07 % - 93,47% kedelai akan ekuivalen dengan 100 % produksi komoditas referensi. Dalam hal ini kedelai sangat kompetitif dibandingkan dengan jagung, padi ladang dan ubi kayu, sedangkan terhadap kacang tanah kadar kompetitifnya relatif rendah. KESIMPULAN DAN SARAN Dari beberapa komoditas pangan yang dianalisis yaitu padi ladang, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah dan kedelai, yang diusahakan petani di lahan kering ternyata tidak semua memiliki keunggulan kompetitif. Pada tingkat harga yang berlaku saat pengkajian, diketahui padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan ubi kayu dengan produksi minimal masingmasing 89,65% dan 96,16%; kacang tanah lebih kompetitif terhadap padi ladang, jagung, ubi jalar dan ubi kayu dengan produksi minimal 72,99%; 66,01%; 70,40% dan 87,19%, tetapi kacang tanah tidak kompetitif terhadap kedelai. Kedelai memiliki keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji, dengan produksi minimal berkisar antara 62,07% hingga 93,47 %.

Jagung yang menjadi komoditas pangan utama sebagai makanan pokok penduduk NTT ternyata tidak mempunyai keunggulan kompetitif terhadap semua komoditas pangan yang dikaji. Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif komoditas pertanian diperlukan adanya bimbingan terhadap petani yang lebih intensif terutama dalam peningkatan kualitas melalui penerapan teknologi pasca panen. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2003. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. BPS. 2003. Sumba Timur Dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. BPS Sumba Timur NTT. BPS. 2003. Kecamatan Pandawai dalam Angka 2003. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumba Timur. Buharman B, Nusyirwan Hassan, Firdaus Kasim dan Marak Ali. 1998. Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Usahatani Jagung di Sumatera Barat. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung.Ujung Pandang Maros 11 12 November 1997. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Adnyana, MO. dan K. Kariyasa. 1998. Sumber Pertumbuhan dan Tingkat Keuntungan Kompetitif Usahatani Jagung dalam Agribisnis Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Kariyasa, K. Dan M.O. Adnyana.1998. Analisis Keunggulan Komparatif, Dampak Kebijaksanaan Harga dan Mekanisme Pasar Terhadap Agribisnis Jagung di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.