BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

dokumen-dokumen yang mirip
tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. Makna dari mahar pernikahan yang kadang kala disebut dengan belis oleh

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Sang. Penciptanya dan ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA. A. Deskripsi Desa Bayur Kidul, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI. A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

Lingkungan Mahasiswa

pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal.

BAB I PENDAHULUAN. Poligami merupakan masalah yang kontroversial dalam Islam. Para ulama ortodoks

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA.

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Menikah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama atau kewajiban yang

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. maka biaya ekonomi semakin tinggi yang tidak diikuti lapangan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah akad yang sangat kuat ( mitsaqan ghalidzan) yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

PEMBATALAN PERKAWINAN DAN PENCEGAHANNYA Oleh: Faisal 1

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

Apakah Kawin Kontrak Itu?

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. melindungi hak-hak perempuan dalam perkawinan. 1 Disamping itu pencatatan. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

2 menikah adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang. 1 Pengertian pernikahan menurut Undang-Undang Pasal 1 No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin anatara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Perkawinan bisa dikatakan sah menurut hukum apabila sudah memenuhi syarat-syarat sah dan rukun pernikahan. Salah satu syarat sah pernikahan adalah dengan adanya pemberian mahar atau maskawin kepada calon mempelai wanita (calon isteri). Menurut kesepakatan para ulama, mahar adalah pemberian wajib bagi calon suami kepada calon isteri yang merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan. 3 Dalam Kompilasi Hukum Islam mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. 4 Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita dengan memberi hak kepadanya, di antaranya adalah hak untuk menerima mahar. Mahar hanya diberikan oleh calon 1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 7. 2 R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008), h. 537-538. 3 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada1995), h. 101. 4 Kompilasi Hukum Islam, (Bandung; Fokus Media, 2007), h. 14.

3 suami kepada calon isteri, bukan kepada wanita lainnya atau siapa pun, walaupun sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh menjamah apalagi menggunakannya meskipun oleh suaminya sendiri, kecuali dengan ridha dan kerelaan isteri. 5 Dari definisi mahar tersebur di atas jelaslah bahwa hukum taklifi dari mahar itu adalah wajib, dengan arti laki-laki yang mengawini seorang perempuan wajib menyerahkan mahar kepada isterinya itu, suami yang tidak menyerahkan mahar kepada isterinya di anggap berdosa. Dalil dalam ayat Al- Qur an adalah firman Allah dalam surat An-Nisa: 4 Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah pemberian sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya).(qs. An-Nisa:4) 6 Dari adanya perintah Allah dan perintah Nabi untuk memberikan mahar itu, maka ulama sepakat menetapkan hukum wajibnya memberi mahar kepada isteri. Tidak ditemukan dalam literatur ulama yang menempatkannya sebagai 5 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 11-12. 6 QS. An-Nisa (4):4

4 rukun. Mereka sepakat menempatkan sebagai syarat sah bagi suatu perkawinan, dalam arti perkawinan yang tidak pakai mahar adalah tidak sah. Meskipun demikian, bila setelah menerima mahar si isteri memberikan lagi sebagian dari mahar tersebut kepada suaminya secara sukarela, suami boleh mengambilnya. Hal ini dapat dipahami secara jelas dari ujung ayat (4) surat An- Nisa tersebut di atas. Mahar itu adalah suatu yang wajib diadakan meskipun tidak dijelaskan bentuk dan harganya pada waktu akad. Dari segi dijelaskan atau tidaknya mahar pada waktu akad, mahar digolongkan menjadi dua macam, yaitu: mahar yang disebutkan bentuk, wujud atau nilainya secara jelas dalam akad, atau disebut mahar musamma, dan mahar yang tidak disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu akad, maka kewajibannya adalah membayar mahar sebesar mahar yang diterima oleh perempuan lain dalam keluarganya. Mahar dalam bentuk ini disebut mahar mitsil. 7 Mengenai besarnya mahar, para fuqaha telah sepakat bahwa bagi mahar itu tidak ada batas tertinggi. Mereka berselisih pendapat tentang batas terendahnya. Menurut Imam Syafi i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan fuqaha Madinah dari kalangan tabi in berpendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadi harga bagi sesuatu yang lain 7 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undangundang Perkawinan. (Jakarta: Kencana, 2009), h. 86-87.

5 dapat dijadikan mahar. Sebagian fuqaha yang lain berpendapat bahwa mahar itu ada batas terendahnya. Imam Malik dan para pengikutnya mengatakan bahwa mahar paling sedikit seperempat dinar emas murni atau perak seberat tiga dirham atau bisa dengan barang yang sebanding berat emas dan perak tersebut. 8 Sebaliknya pemberian maskawin secara berlebihan justru dilarang. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kesulitan bagi pemuda untuk melangsungkan perkawinannya. Mempersulit perkawinan bisa melahirkan implikasi-implikasi yang buruk, atau bahkan merusak secara personal maupun sosial. Ummar bin Khatab pernah menyampaikan bahwa ketika seseorang lakilaki diharuskan memberi maskawin yang mahal kepada calon istrinya, boleh jadi ia akan menyimpan kebencian kepada perempuan itu. 9 Sehubungan dengan praktek kebiasaan masyarakat desa Bayur Kidul yang mana calon mempelai pria memberikan sesuatu kepada calon mempelai wanita pada saat pernikahannya, kebiasaan seperti ini disebut Tradisi Jalukan. Pada dasarnya pemberian semacam ini sudah menjadi tradisi atau kebiasaan pada masyarakat desa Bayur Kidul. Desa Bayur Kidul Kecamatan Cilamaya Kabupaten Karawang memiliki tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak perempuan terhadap pihak laki-laki yang disepakati keduanya sebelum 8 Ghazali, Munakahat, h. 88-89. 9 Husein Muhammad, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiyai Atas Wacana Agama Dan Gender (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 105.

6 melaksanakan pernikahan. Jalukan ini di antaranya berbentuk barang atau uang. Contoh lain jalukan adalah rumah, mobil, dan emas, tergantung apa yang disepakati oleh kedua belah pihak calon mempelai. 10 Jalukan ini diluar mahar (maskawin) yang disebutkan secara terang-terangan saat akad nikah berlangsung di hadapan penghulu dan para saksi dari kedua belah pihak. Tujuan jalukan adalah untuk mengangkat derajat perempuan dan sebagai bukti keseriusan calon mempelai pria. 11 Ketetapan jalukan ini menjadi tradisi dalam hampir setiap pernikahan masyarakat Desa Bayur Kidul. Untuk sampai pada hari pernikahan dibutuhkan banyak persiapan. Keluarga calon mempelai pria harus memiliki persiapan yang tidak sedikit untuk melaksanakan pernikahannya. Jalukan memiliki tata cara yang khas sebelum saat penyerahannya, memiliki beberapa tahap. Pertama adalah gedor lawang. Tahap pertama ini sebagai bentuk silaturahmi pertama dari keluarga calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai wanita. Selain itu keluarga calon mempelai laki-laki juga menanyakan jalukan. Kedua, nekani. Pada tahap kedua ini kedua keluarga musyawarah mengenai jalukan dan pada tahap ini pula jalukan di tetapkan. Jalukan diberikan pada saat pernikahan sebelum akad nikah. Jalukan dibawa oleh pihak mempelai pria dan diberikan kepada pihak mempelai wanita. Dalam jalukan ini ada proses serah terima yakni dari pihak mempelai pria memberikan 10 Syarifuddin, wawancara (Cilamaya, 17 November 2014) 11 Syarifudin, wawancaraa (Cilamaya. 17 November 2014)

7 sambutan sebagai penyerahan barang jalukan dan dari pihak mempelai wanita juga ada sambutan sebagai penerima barang jalukan yang diberikan. 12 Tradisi jalukan dalam pernikahan ini memang tidak asing lagi bagi masyarakat Karawang, khususnya di Desa Bayur Kidul. Akan tetapi, hal yang menarik yang membuat penulis ingin meneliti tradisi jalukan di Desa Bayur Kidul tersebut adalah karena tradisi jalukan memiliki tata cara yang khas yang berbeda dengan adat lainnya. Dengan penjelasan di atas mengenai tradisi jalukan penulis tertarik untuk meneliti tradisi jalukan di Desa Bayur Kidul dalam perspektif urf. Dalam penelilitian ini penulis menggunakan metode urf dalam istinbat hukumnya karena urf merupakan metode istinbat hukum dengan melihat perbuatan atau kebiasaan masyarakat disuatu daerah yang tidak bertentangan dengan nash. Urf juga sangat relevan digunakan istinbat hukum dalam penelitian ini. B. Batasan Masalah Batasan masalah dalam ruang lingkup penelitian ini digunakan untuk menghindari terjadinya persepsi lain mengenai yang akan dibahas oleh penulis. Penulis hanya membatasi masalah pada bagaimana persepsi masyarakat desa Bayur Kidul dan hukum tradisi jalukan dalam perspektif urf. Penelitiaan ini dilakukan terhadap masyarakat Desa Bayur Kidul Kecamatan Cilamaya 12 Khadijah, wawancara (Cilamaya, 17 November 2014)

8 Kabupaten Karawang mengenai tradisi jalukan sebelum melaksanakan perkawinan. C. Rumusan Masalah Dari apa yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana Persepsi Masyarakat Desa Bayur Kidul, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang Terhadap Tradisi Jalukan? 2. Bagaimana tradisi jalukan sebelum melaksanakan perkawinan dalam perspektif Urf? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan pemahaman masyarakat Desa Bayur Kidul, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang Terhadap Tradisi jalukan. 2. Untuk menguraikan hukum tradisi jalukan sebelum melaksanakan perkawinan dalam perspektif Urf. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, manfaat penelitian ini agar dapat menjadi bahan informasi terhadap kajian dunia akademisi serta sebagai masukan penulis

9 yang lain dalam tema yang berkaitan sehingga dapat dijadikan referensi tambahan bagi penulis berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Untuk menambah wawasan lebih luas dalam bidang hukum Islam, adat dan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. b. Sebagai bahan akademik dalam pengembangan wawasan keilmuan dan informasi bagi mahasiswa Fakultas Syari ah. F. Definisi Operasional Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan ini, maka penulis merasa perlu untuk menjelaskan beberapa definisi yang erat kaitannya dalam judul skripsi ini. 1. Jalukan adalah dalam bahasa Desa Bayur Kidul yang artinya permintaan, maksudnya adalah suatu permintaan dari pihak calon mempelai perempuan terhadap pihak calon mempelai laki-laki. 2. Urf adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya.

10 G. Sistematika Pembahasan Untuk mengetahui dan melakukan sebuah rumusan untuk mendapatkan cara yang mudah dalam memahami isi penelitian ini, peneliti menggunakan sitematika pembahasan menjadi lima bagian, yaitu sebagai berikut: BAB I : Merupakan pendahuluan, yang meliputi beberapa keterangan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah sebagai penjelasan tentang pentingnya pemilihan judul dan penulisan ini, kemudian pokok-pokok yang terdapat dalam latar belakang akan dirumuskan ke dalam rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dari rumusan masalah yang ada diketahui tujuan dari penelitian ini. Batasan masalah berfungsi untuk memaparkan batasanbatasan permasalahan dalam penelitian yang dibahas agar lebih fokus. Setelah semua permasalahan telah dikemukakan langkah selanjutnya ialah mengetahui manfaat penelitian yang diperoleh setelah ini selesai. Berikutnya adalah sistematika pembahasan, yang menguraikan secara garis besar dalam bentuk bab dan sub bab yang saling berhubungan dalam pembahasan penelitian ini. BAB II : Mencakup kajian pustaka yeng berisi tinjauan umum tentang pengertian khithbah, dan pengertian urf, dalam hal ini dapat mengetahui pengertian dan dasar-dasar hukum tentang khitbah, baik Al-Qur an dan Hadits,

11 mengetahui macam-macam urf dan pendapat para ulama mengenai syarat-syarat urf shahîh. BAB III : Berisi tentang metode penelitian yang bertujuan untuk membantu peneliti dalam menjalankan dan kodifikasi analisis dan penyajian data pada bab empat yang di dalamnya menjelaskan bagaimana penelitian tersebut dilaksanakan, metode-metode pengumpulan data yang digunakan serta pengelolaannya. Adapun pembagian dari metode penelitian ini antara lain: lokasi penelitian, jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan data, yang digunakan sebagai rujukan bagi peneliti dalam menganalisis semua data yang sudah diperoleh. BAB IV : Mencakup pada pembahasan tentang penyajian dari hasil penelitian yang meliputi: latar belakang objek penelitian, penyajian dan analisis data yang bersumber dari konsep teori yang ada. Dalam hal ini meliputi tentang persepsi masyarakat Desa Bayur Kidul terkait tradisi jalukan sebelum melaksanakan perkawinan dan tradisi jalukan di Desa Bayur Kidul dalam perspektif urf, sekaligus sebagai jawaban rumusan masalah sehingga dapat diambil hikmah dan manfaatnya. BAB V : merupakan bab terakhir atau penutup yang berisi kesimpulan yang menguraikan hasil dari seluruh pembahasan sekaligus menjawab pokok permasalahan yang telah dikemukakan secara singkat terkait persepsi masyarakat

12 Desa Bayur Kidul dan perspektif urf terhadap tradisi jalukan sebelum melaksanakan perkawinan di Desa Bayur Kidul, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang atas manfaat yang diperoleh setelah penelitian ini.