I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS. Diagram 6 : skema hubungan fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

2015 PASAR FESTIVAL ASTANA ANYAR

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DIRENCANAKAN DAN KONSEP PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun

2016 BANDUNG SPORTS CLUB

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

MUSEUM KONTEMPORER JAKARTA

Medan Culinary Center Arsitektur Rekreatif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LATAR BELAKANG TUJUAN LATAR BELAKANG. Eksistensi kebudayaan Sunda 4 daya hidup dalam kebudayaan Sunda

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HOTEL RESORT DI KAWASAN CANDI PRAMBANAN

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM SEMARANG

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

EXHIBITION HALL DI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN ± 153 % ( ) ± 33 % ( ) ± 14 % ( ) ± 6 % ( )

Lokasi yang direkomendasikan Peruntukan lahan Zoning plan Rencana tapak Zona skematik Arsitektur bangunan Tata pamer Program ruang MUSEUM BATIK

PAMERAN (EKSPRESI DAN APRESIASI SENI KRIYA)

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

HOTEL WISATA DI KAWASAN MARITIM KOTA BAU-BAU (DI SEKITAR PANTAI LAKEBA)

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

P E N D A H U L U A N

PUSAT SENI RUPA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Seminar Tugas Akhir 1

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN GEDUNG SENI PERTUNJUKAN DI SEMARANG LP3A TUGAS AKHIR 138

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

Gedung Pameran Seni Rupa di Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VISI MISI PASANGAN CALON BUPATI WAKIL BUPATI KABUPATEN PEKALONGAN PERIODE TAHUN H. RISWADI DAN HJ. NURBALISTIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Desain Interior Museum Tapis Lampung di Kota Bandar Lampung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Gigih Juangdita

BAB I. PENDAHULUAN. umat manusia tanpa termakan oleh waktu. Bentuk tertulis ini membutuhkan sebuah media,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEACE International School. -Sekolah Bertaraf Internasional- BAB I PENDAHULUAN

Medan Convention and Exhibition Center 1 BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN PRIORITAS PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PASAR BATIK SETONO SEBAGAI OBJEK WISATA BELANJA DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN GUA SUNYARAGI SEBAGAI TAMAN WISATA BUDAYA DI CIREBON

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) SHOPPING MALL DI BUKIT SEMARANG BARU. Diajukan Oleh : Rr. Sarah Ladytama L2B

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ELABORASI TEMA

Kasino Hotel di Bintan Kasino Hotel BAB I PENDAHULUAN. Suwanti Latar belakang

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng

PERANCANGAN INTERIOR PADA PUSAT KEBUDAYAAN BETAWI DIJAKARTA PROPOSAL PENGAJUAN PROYEK TUGAS AKHIR YULI HELVINA

banyaknya peninggalan sejarah dan kehidupan masyarakatnya yang memiliki akar budaya yang masih kuat, dalam kehidupan sehari-hari seni dan budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1 metro.koranpendidikan.com, diakses pada 1 Maret 2013, pukul WIB

STUDIO TUGAS AKHIR (TKA- 490) ARSITEKTUR METAFORA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. I. Pendahuluan Latar Belakang Proyek. Batik sudah berabad abad tumbuh dan berkembang dari jaman ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

Galeri Fotografi Pelukis Cahaya yang Berlanggam Modern Kontemporer dengan Sentuhan Budaya Lombok. Ni Made Dristianti Megarini

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditorium Universitas Diponegoro 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu kebudayaan menandakan keluhuran dan kemajuan akal dan budi manusia pelaku kebudayaan tersebut. Dalam konteks manusia sebagai elemen terkecil dari suatu bangsa, kemajuan kebudayaan menjadi penanda dari kemajuan suatu bangsa pemilik kebudayaan. Tekstil sebagai pemenuh kebutuhan primer manusia akan sandang, dalam perkembangannya menjadi penanda atas keberadaan suatu kelompok masyarakat sekaligus status sosial seseorang dalam suatu kelompok masyarakat. Tekstil kemudian menjadi salah satu hasil budaya yang mencerminkan buah pemikiran kompleks suatu kelompok masyarakat beserta latar belakang pembentuknya yang mampu menegaskan identitas kelompok masyarakat tersebut dalam bentuk yang representatif. Hingga kini Jawa Barat masih menjadi pusat industri tekstil modern dan garmen nasional 1. Perkembangan industri tekstil Jawa Barat, mulai sejak pengembangan tekstil tradisional hingga kini lebih mengarah ke pengembangan tekstil modern, merupakan kumpulan fenomena dalam dunia industri tekstil Jawa Barat yang tidak hanya berpengaruh pada perkembangan industri tekstil di Jawa Barat saja, namun juga turut mempengaruhi perkembangan industri tekstil nasional. Dengan kata lain, melacak dan merunut jejak perkembangan tekstil Jawa Barat sama dengan mengurai dan menengarai sebagian asal-usul tekstil yang berkembang di negeri ini sekarang. Lebih dari itu, makna maupun kondisi 1 Struktur Ekonomi Regional Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Jawa Barat, www. westjavainvest.com, 2006 1

fisik dari desain tekstil semestinya dapat digunakan untuk melihat kebudayaan apa saja yang masuk, mempengaruhi, dan akhirnya melekat menjadi kebudayaan di Jawa Barat khususnya. Kini, industri tekstil Jawa Barat menjadi sektor yang akan terus dikembangkan dan menjadi sektor penunjang promosi daerah. Sementara itu, persaiangan industri tekstil dalam ranah internasional di era globalisasi ini menuntut peningkatan mutu dari produk tekstil dalam negeri. Selain tuntutan peningkatan mutu dari segi penguasan teksnis produksi, kenyataannya industri tekstil global juga menuntut perancangan sekaligus perancang tekstil untuk mendorong perubahan dari persaingan nasional ke arah komunitas global dengan tetap memelihara jatidiri kebudayaannya 2. Menilik visi dan misi kota Bandung sebagai ibu kota dan pusat industri tekstil dan garmen di Jawa Barat dalam RTRW Kota Bandung 2013, pemerintah kota Bandung melihat adanya potensi dari kegiatankegiatan perkotaan dimana komoditas tekstil, wisata belanja, dan wisata pendidikan 3 menjadi tiga hal terkait sebagai daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik mapun luar negeri yang akan terus dikembangkan. Disamping itu, banyaknya pengusaha tekstil dan garmen, serta perguruan tinggi maupun SMK yang membuka jurusan maupun secara khusus memusatkan pendidikannya dalam bidang tekstil di Bandung khususnya dan Jawa Barat pada umumnya 4, menjadi potensi bagi dunia industri 2 Komarudin Kudiya, M.Ds, dkk, Motif Batik : Batik dan Tenun, Perspektif Industri dan Dagang, Direktorat Jendral Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian Republik Indonesia, Jakarta, 2005 : hal. 10-11 3 Visi kota Bandung yang ingin dituju atau dicapai pada masa sekarang dan masa yang akan datang yaitu sebagai Kota Jasa yang Bersih, Makmur, Taat dan Bersahabat (BERMARTABAT). Kota Bandung sebagai kota Jasa adalah perkembangan ekonomi Kota Bandung didominasi oleh kegiatan jasa perkotaan, meliputi jasa keuangan, jasa pelayanan, jasa profesi, jasa perdagangan, jasa pariwisata, dan jasa lainnya. Beberapa kawasan dan kegiatan yang akan dikembangkan adalah kawasan dan kegiatan pariwisata dan rekreasi. Jenis wisata yang akan dikembangkan adalah wisata minat khusus, meliputi wisata seni-budaya, wisata pendidikan, dan wisata belanja. Adapun salah satu fungsi yang akan dikembangkan pada masing-masing pusat sekunder sebagai wadah kegiatan wisata seni-budaya dan wisata pendidikan adalah museum. (RTRW Kota Bandung 2013) 4 Dari 308 perusahaan yang bergerak di bidang tekstil dan kulit di seluruh Indonesia, 40 2

tekstil dan garmen untuk memberi asupan referensi dan menyediakan wadah bagi SDM-nya untuk dapat terus berapresiasi dan memiliki acuan dalam mengembangkan mutu produksi tekstil. Berdasarkan kebutuhan dan kondisi-kondisi potensial dari Jawa Barat dengan Bandung sebagai ibu kota dan pusat industri tekstil dari Jawa Barat, dapat disimpulkan bahwa terdapat kebutuhan untuk mempromosikan tekstil Jawa Barat disamping kebutuhan akan wadah untuk menampung kegiatan wisata belanja dari komoditas tekstil. Sekaligus wadah bagi SDM industri tekstil Jawa Barat, terutama, untuk berapresiasi dan memperoleh referensi dalam rangka mengembangkan mutu produksi tekstil, dalam hal ini memperoleh wawasan dan informasi mengenai dunia tekstil Jawa Barat yang cukup dan layak. Lebih dari itu, dibutuhkan wadah untuk berapresiasi dan berkaca kembali kepada nilainilai budaya lokal beserta jejak-jejak historisnya untuk meningkatkan rasa memiliki terhadap kearifan lokal dan menegaskan identitas diri di tengah globalisasi. Berdasarkan RTRW Kota Bandung tahun 2013 dan interpretasi dari fungsi-fungsi dalam arsitektur, dalam perkembangannya fungsi museum merupakan fungsi yang mampu memenuhi kebutuhan dan mengakomodasi potensi-potensi yang telah disebutkan di atas. Oleh sebab itu, dipilihlah kasus Museum Tekstil Jawa Barat sebagai jawaban dari kebutuhan dan potensi-potensi tersebut. I.1.2 Latar Belakang Pemilihan Lokasi Lokasi yang dipilih terletak di Jalan Jakarta, Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan Batu Nunggal, Wilayah Karees, Bandung. Berbatasan langsung dengan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Balai Besar Tekstil, perusahaan (12,9%) diantaranya berada di Jawa Barat (www.indonetwork.com). Beberapa perguruan tinggi di Jawa Barat yang memiliki jurusan maupun secara khusus memusatkan pendidikannya dalam bidang tekstil : STISI (Tekstil dan Mode-S1, tapestri dan batik-kursus 3 bulan), ITB (Kriya Tekstil, FSRD), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, STT Texmaco, Sekolah Tinggi Seni Rupa dan Desain (Desain Tekstil dan Mode), UPI (Pengetahuan Tekstil) 3

Balai Besar Keramik, dan permukiman penduduk. Pemilihan lokasi didasarkan pada asumsi pemilik proyek adalah Pemerintah Daerah Kota Bandung yang bekerja sama dengan Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Lokasi merupakan perluasan dari area pendidikan dan penelitian Departemen Perindustrian RI pada sektor tekstil di Bandung, Jawa Barat. Gambar 1 : tapak Museum Tekstil Jawa Barat beserta konteks area Departemen Perindustrian RI, Jalan Jakarta, Bandung, Jawa Barat. 4

I.2 MAKSUD DAN TUJUAN I.2.1 Maksud Maksud perancangan kasus Museum Tekstil Jawa Barat adalah merancang fasilitas yang dapat mewadahi kegiatan penggiat tekstil maupun masyarakat umum dalam mencari informasi, referensi, wawasan, dan berapresiasi terhadap tekstil Jawa Barat. I.2.2 Tujuan Umum 1. Mengakomodasi kebutuhan untuk mengumpulkan, mengamankan, merawat, memelihara, dan melestarikan tekstil Jawa Barat. 2. Menciptakan media komunikasi, informasi, dan apresiasi tekstil Jawa Barat yang terbuka dan mudah diakses bagi masyarakat. 3. Mengembangkan potensi-potensi industri maupun desain tekstil melalui pameran, pelatihan, dan seminar tekstil. 4. Menciptakan sebuah ruang publik dimana penggiat tekstil dan masyarakat umum dapat berinteraksi. I.2.3 Tujuan Perancangan 1. Menciptakan fasilitas dan ruang yang mampu terintegrasi dengan konteks lokasi. 2. Menciptakan fasilitas yang mampu mawadahi kebutuhan akan informasi, referensi, wawasan, apresiasi, hiburan, dan promosi tekstil Jawa Barat. 3. Menciptakan ruang-ruang yang responsif terhadap kegiatan yang akan ditampung dan artefak atau alat peraga tekstil yang akan dipamerkan. 4. Menciptakan fisik arsitektur yang menarik baik secara visual maupun harmonisasi ruang bagi pengunjung maupun pengguna melalui permainan bidang, bentuk, dan ruang. 5

I.3 ASUMSI 1. Tanah telah bebas sengketa dan lahan dalam kondisi siap untuk dibangun 2. Modal yang tersedia cukup untuk mendanai proyek 3. Dana yang dikeluarkan adalah milik Pemerintah Daerah Kota Bandung dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. I.4 MASALAH PERANCANGAN 1. Penciptaan kebutuhan ruang dan bentuk yang dapat membaur serta mampu membaurkan konteks-konteks di lingkungan sekitarnya. 2. Penciptaan ruang pamer yang menarik dan informatif dengan suasana yang kondusif untuk berapresiasi, berkomunikasi, membantu pengunjung mengalami pengalaman intelektual, serta mengakomodasi perkembangan koleksi. 3. Pengolahan pencahayaan alami khususnya untuk ruang pamer 4. Cara memajang koleksi yang sesuai dengan dimensi, bentuk, bahan, informasi yang ingin disampaikan, serta ergonomis bagi pengunjung. I.5 LINGKUP DAN BATASAN Lingkup perancangan dari kasus ini adalah perancangan arsitektur sebuah Museum Tekstil Jawa Barat di Bandung yang mengakomodasi kebutuhan penggiat tekstil dan masyarakat umum akan fasilitas publik untuk edukasi, rekreasi, dan promosi tekstil Jawa Barat. 6

I.6 KERANGKA BERPIKIR Dalam proses perancangan kasus Museum Tekstil Jawa Barat ini, berikut kerangka berpikir yang digunakan oleh perancang. Diagram 1 : kerangka berpikir 7

I.7 SISTEMATIKA LAPORAN Bab I Pendahuluan Pendahuluan merupakan uraian tentang latar belakang, maksud dan tujuan perancangan, asumsi-asumsi, permasalahan perancangan, pendekaran perancangan, lingkup perancangan, kerangka berpikir, dan sistematika pembahasan. Bab II Deskripsi Proyek Terdiri atas uraian umum mengenai proyek, tinjauan proyek, program kegiatan, kebutuhan ruang, hubungan fungsional, persyaratan teknis, studi banding kasus sejenis, dan kesimpulan. Bab III Elaborasi Tema Berisi latar belakang pemilihan tema, interpretasi tema dan elaboorasi tema, studi banding tema sejenis serta kesimpulan dari studi banding. Bab IV Analisis Berisi pengertian kasus, analisis kegiatan, analisis hubungan fungsional, analisis program ruang, dan persyaratan teknis ruang, analisis eksisting lahan meliputi analisis kondisi alam, analisis tata guna lahan, analisis konteks lingkungan sekitar, analisis orientasi lahan, analisis aksesibilitas, analisis citra kawasan, dan analisis tata bangunan. Bab V Konsep Perancangan Merupakan uraian mengenai landasan konseptual yang diterapkan dalam proses perancangan, diantaranya : konsep pemintakatan, konsep rancangan massa, konsep rancangan ruang dalam dan ruang luar. 8