MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI. Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS

dokumen-dokumen yang mirip
STRUKTUR BETON BERTULANG II

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

STRUKTUR BETON BERTULANG II

STRUKTUR BETON BERTULANG I DESAIN BALOK PERSEGI. Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

BAB III LANDASAN TEORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB III LANDASAN TEORI

DESAIN BALOK ELEMEN LENTUR SESUAI SNI

Desain Elemen Lentur Sesuai SNI

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

EVALUASI CEPAT DESAIN ELEMEN BALOK BETON BERTULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN RASIO TULANGAN BALANCED

BAB III LANDASAN TEORI

Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja!

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK ABSTRAK

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

ANALISIS KEKUATAN KOLOM PENDEK akibat BEBAN AKSIAL DAN LENTUR

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

tegangan tekan disebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah, yang harus ditahan oleh balok.

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan para peneliti (Lorensten, 1962; Nasser et al., 1967; Ragan &

TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR GEDUNG YAYASAN PRASETIYA MULYA DENGAN LANTAI BETON BERONGGA PRATEGANG PRACETAK

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

DAFfAR NOTASI. = Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi ( batang. = Luas dari tulangan geser dalam suatu jarak s. atau luas dari tulangan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

STUDI PERILAKU MEKANIK KEKUATAN BETON RINGAN TERHADAP KUAT LENTUR BALOK

Struktur Balok-Rusuk (Joist) 9 BAB 3. ANALISIS DAN DESAIN Uraian Umum Tinjauan Terhadap Lentur 17

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

PERILAKU BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN PELAT BAJA DALAM MEMIKUL LENTUR (Penelitian) NOMI NOVITA SITEPU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA STRUKTUR DAN KONTROL KEKUATAN BALOK DAN KOLOM PORTAL AS L1-L4 PADA GEDUNG S POLITEKNIK NEGERI MEDAN

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BAJA RINGAN PROFIL U TUGAS AKHIR. Disusun oleh : LOLIANDY

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA STRUKTUR

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

ANALISIS MOMEN-KURVATUR PENAMPANG PERSEGI BETON BERTULANG MUTU NORMAL. Fajri

Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial. Struktur Beton 1

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja!

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG TULANGAN GANDA ABSTRAK

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG LIPPO CENTER BANDUNG

TUGAS AKHIR PENELITIAN KAPASITAS MOMEN LENTUR DAN LEKATAN GESEK DARI PELAT BETON DENGAN SISTEM FLOORDECK

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

MODUL 6. S e s i 4 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

BAB III LANDASAN TEORI. silinde beton dapat digunakan rumus berikut: f c = (3.1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135 )

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai akibat cara elemen stmktur ini memikul beban dalam bidang (terutama dengan cara tarik dan tekan), stmktur cangkang dapat lebih tipis dan

PENGARUH KUAT TEKAN TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

Transkripsi:

MODUL KULIAH STRUKTUR BETON BERTULANG I Minggu ke : 2 LENTUR PADA PENAMPANG 4 PERSEGI Oleh Dr. Ir. Resmi Bestari Muin, MS PRODI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL dan PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA 2009

DAFTAR ISI DAFTAR ISI i I Lentur pada Penampang 4 Persegi 1 I.1 Notasi dan Simbol............................. 1 I.2 Teori Dasar................................. 2 I.2.1 Elemen Lentur........................... 2 I.2.2 Perilaku Lentur Beton Bertulang................. 5 I.2.3 Teori Lentur Beton Bertulang................... 6 I.2.4 Blok Tegangan Beton........................ 6 I.2.5 Analisis Versus Disain....................... 8 I.3 Analisis Balok Tulangan Tunggal..................... 9 I.3.1 Kompatibilitas dan Keseimbangan................ 9 I.3.2 Prosedur Umum Perhitungan Momen Nominal Balok Tulangan Tunggal (Cara 1).......................... 10 I.3.3 Kasus 2............................... 11 I.4 Jenis Keruntuhan Lentur.......................... 12 I.4.1 Pemeriksaan Jenis Keruntuhan.................. 14 I.4.2 Momen-Kelengkungan....................... 14 I.4.3 Rasio Tulangan Balance...................... 15 I.5 Betuk Umum Momen Nominal Tul. Tunggal............... 15 i

BAB I Lentur pada Penampang 4 Persegi I.1 Notasi dan Simbol Notasi dan simbol yang akan banyak dipergunakan pada perkuliahan ini adalah : Tulangan : baja yang tertanam pada beton (dicor bersamaan dengan beton). A s : total luas tulangan tarik pada bagian penampang yang tertarik, mm 2. A s : total luas tulangan tekan pada bagian penampang yang tertekan, mm 2. b : lebar bagian penampang yang tertekan, mm. b w : lebar bagian badan penampang, mm. d : Jarak dari ujung serat penampang yang tertekan ke pusat kumpulan tulangan tarik, mm. d t : Jarak dari ujung serat penampang yang tertekan ke lapisan tulangan tarik terjauh, mm. D : diameter tulangan yang digunakan. 2D22 : artinya 2 buah tulangan memanjang dengan diameter masing-masing 22 mm. f c : Tegangan tekan beton pada umur 28 hari (mutu beton yang digunakan), M pa. (1 Mpa = 1 N/mm 2 = 10 kg/cm 2 ). f s : tegangan pada tulangan tarik, Mpa. f y : tegangan leleh baja (mutu baja yang digunakan), Mpa. E s : modulus elastisitas baja tulangan, Mpa. 1

h : tinggi total penampang. jd : lengan momen gaya tahanan dalam penampang, yaitu jarak antara resultan gaya tekan dan resultan gaya tarik. ɛ cu : asumsi regangan terbesar dari bagian penampang yang tertekan pada saat pas akan runtuh. ɛ s : regangan pada pusat tulangan tarik. ɛ t : regangan pada tulangan tarik terjauh. ρ : rasio tulangan tarik : As bd I.2 Teori Dasar I.2.1 Elemen Lentur Gambar I.1. Elemen Lentur Pandang elemen lentur empat persegi yang diarsir pada Gambar I.1. Akibat gaya-gaya luar yang bekerja pada elemen tersebut, maka timbul gaya-gaya dalam pada potongan A seperti terlihat pada Gambar I.2. 2

Gambar I.2. Gaya-gaya Dalam pada Elemen Lentur 4 Persegi 3

Sesungguhnya, perlawanan material terhadap gaya-gaya luar tersebut pada penampang A meliputi seluruh bagian dari penampang, yakni berupa tegangan. Jika material masih elastis, maka bentuk blok tegangan akibat momen lentur pada potongan A tersebut seperti pada Gambar I.3 sbb : Gambar I.3. Blok Tegangan Material Elastik Padahal Beton bersifat elastis hanya pada kekuatan dibawah 30 % dari kekuatan penuh yang dapat dikerahkannya. Gambar I.4. Hubungan Tegangan-Regangan Beton Dan kemampuan tarik beton lebih kecil dari kemampuan tekan beton, sehingga perlu tulangan sebagai pemikul gaya tarik pada penampang. 4

I.2.2 Perilaku Lentur Beton Bertulang Gambar I.5. Step Retak, Regangan dan Tegangan Balok Beton Bertulang Gambar I.6. Momen vs Kelengkungan 5

I.2.3 Teori Lentur Beton Bertulang Teori lentur pada Beton Bertulang didasari pada asumsi-asumsi berikut (berdasarkan SNI Beton) : 1. Bidang penampang yang tadinya tegak lurus terhadap sumbu lentur elemen, akan tetap tegak lurus setelah mengalami lentur akibat beban. 2. Regangan pada tulangan sama dengan regangan beton pada serat yang sama (Tidak terjadi slip antara beton dan tulangan). 3. Tegangan pada beton atau baja dapat dihitung dari kurva hubungan Tegangan- Regangan untuk beton atau baja. 4. Untuk perhitungan kekuatan lentur penampang, kekuatan tarik beton diabaikan. 5. Beton diasumsikan runtuh pada saat regangan tekannya mencapai regangan batas tekan, dapat diambil = 0.003. 6. Hubungan tegangan-regangan beton dapat diasumsikan persegi, trapesium atau parabola atau lainnya, sepanjang cocok dengan hasil pengujian yang dapat dipertanggung jawabkan. I.2.4 Blok Tegangan Beton Selain menggunakan persamaan Hognestad, bentuk diagram tegangan pada gambar I.7 Gambar I.7. Blok Tegangan Beton 6

cukup mewakili diagram tegangan-regangan beton sesungguhnya pada kondisi ultimit, dan lebih mudah untuk diterapkan pada perhitungan kekuatan penampang beton, dimana k 3 = rasio tegangan maksimum f c pada bagian penampang tertekan terhadap tegangan tekan silinder f c, nilai k 3 = 0.85 k 1 = rasio tegangan tekan rata-rata terhadap tegangan maksimum, (rasio bagian blok yang dihitamkan terhadap luas segi empat ck 3 f c). k 2 = rasio jarak antara serat tekan ekstrim (terjauh dari garis netral) ke resultan gaya tekan C terhadap tinggi daerah tekan. Selanjutnya SNI Beton pasal 12.2.7 mengizinkan penggunaan diagram tekan yang lebih sederhana lagi, yakni diagram tekan persegi ekivalen seperti gambar berikut, Gambar I.8. Blok Tegangan Beton Ekivalen Blok tegangan ekivalen tersebut didefinisikan sbb : 1. Suatu tegangan tekan merata sebesar α 1 f c (α 1 = 0,85) diasumsikan bekerja disepanjang zona tekan setinggi a = β 1 c mulai dari serat tekan terluar (ekstrim). 2. Jarak c dari posisi serat tekan terluar ke sumbu netral penampang diukur tegak lurus terhadap sumbu netral tersebut. 3. Nilai β 1 diambil sebagai berikut, 7

Untuk f c 30 Mpa β 1 = 0, 85 Untuk 30Mpa < f c 55Mpa β 1 = 0, 85 0, 008 (f c 30) Untuk f c 55 Mpa β 1 = 0, 65 Berdasarkan distribusi tegangan ekivalen tersebut, maka resultan kekuatan tekan beton adalah : C = α 1 f cab = 0.85f cab Gambar I.9. Blok Tegangan Beton 3 Dimensi I.2.5 Analisis Versus Disain Ada 2 macam perhitungan yang perlu dilakukan dalam mempelajari permasalahan beton bertulang : 1. Analisis. Pada perhitungan analisis, suatu penampang dengan data-data yang sudah diketahui, antara lain ukuran penampang : lebar, tinggi. data tulangan : diameter dan jumlah tulangan. mutu beton. mutu baja. ingin dicari kapasitas/kemampuan/kekuatan penampang menerima beban. Kekuatan ini selanjutnya disebut sebagai kekuatan nominal penampang. 8

Kekuatan nominal penampang yang menerima beban lentur balok adalah momen nominal (M n ). 2. Disain. Pada perhitugan ini, dengan data-data gaya-gaya yang bekerja pada penampang akibat beban (beban yang sudah dikalikan faktor keamanan), setelah ditetapkan kekuatan/mutu beton dan baja yang akan digunakan, dicari ukuran penampang yang cocok serta tulangan yang diperlukan agar struktur dijamin dapat menahan beban-beban tersebut. I.3 Analisis Balok Tulangan Tunggal I.3.1 Kompatibilitas dan Keseimbangan Ada 2 hal yang harus dipenuhi dalam analisis maupun disain elemen beton bertulang : 1. Kompatibilitas Tegangan dengan Regangan. Tegangan pada setiap tempat pada elemen harus berhubungan dengan regangannya (sesuai dengan diagram tegangan-regangannya, baik beton maupun baja). Untuk baja misalnya, jika baja belum mencapai tegangan lelehnya, berlaku hubungan : f s = E s ɛ s, dimana E s = modulus elastisitas baja 2. Keseimbangan. Gaya-gaya dalam yang bekerja pada penampang harus seimbang, yang terdiri dari : Keseimbangan gaya. Keseimbangan momen. 9

I.3.2 Prosedur Umum Perhitungan Momen Nominal Balok Tulangan Tunggal (Cara 1) Ada 4 langkah yang diperlukan dalam menghitung kapasitas momen nominal suatu penampang balok dengan tulangan tunggal (hanya ada tulangan tarik), 1. Asumsikan bahwa tulangan tarik balok sudah leleh sebelum beton hancur, atau f s = f y, sehingga T = A s f y (I.1) 2. Dari keseimbangan gaya C = T, maka tinggi blok tegangan ekivalen a dapat dihitung. a = A sf y 0.85f cb (I.2) 3. Cek asumsi langkah pertama, dengan menghitung regangan tulangan tarik yang terjadi dari diagram regangan berdasarkan nilai a yang diperoleh pada langkah kedua. 4. Kapasitas Momen nominal penampang dapat dihitung dari persamaan kesimbangan momen, M n = T x jd = A s f y (d a/2) atau (I.3) M n = C x jd = 0.85f cab (d a/2) (I.4) I.3.2.1 Contoh Kasus 1 Gambar I.10. Contoh Kasus 1 10

I.3.3 Kasus 2 Langkah ke 1 dan 2 sama dengan Cara 1. 1. Asumsikan bahwa tulangan tarik balok sudah leleh sebelum beton hancur, atau f s = f y, sehingga T = A s f y 2. Dari keseimbangan gaya C = T, maka tinggi blok tegangan ekivalen a dapat dihitung. 3. Cek asumsi langkah pertama, dengan menghitung regangan tulangan tarik yang terjadi dari diagram regangan berdasarkan nilai a yang diperoleh pada langkah kedua. 4. Jika ɛ s < ɛ y, berarti tulangan tarik belum leleh (tulangan tarik masih dalam kondisi elastik), sehingga berlaku hubungan, f s = E s ɛ s (I.5) Dari keseimbangan gaya arah horizontal, C = T diperoleh 0, 85f cba = A s f s (I.6) Substitusi pers. (I.5) ke pers. (I.6) didapatkan 0, 85f cba = A s E s ɛ s (I.7) Jika ρ = As bd, atau A s = ρbd, maka pers. (I.7) menjadi 0, 85f cba = ρbde s ɛ s atau 0, 85f ca = ρde s ɛ s (I.8) 11

Dari kompatibiltas regangan, diketahui ( ) d c ɛ s = ɛ cu c (I.9) Dengan a = β 1 c, atau c = a β 1, maka pers. (I.9) menjadi, ( ) d a β ɛ s = ɛ 1 cu a β ( 1 ) β1 d a ɛ s = ɛ cu a atau (I.10) Substitusi ɛ s dari pers. (I.10) ke pers. (I.8), dihasilkan ( ) 0, 85f ca β1 d a = ρde s ɛ cu atau a 0, 85f ca 2 = ρe s ɛ cu β 1 d 2 ρe s ɛ cu ad atau ( ) 0, 85f c a 2 + d a β 1 d 2 = 0 (I.11) ρe s ɛ cu Dengan rumus abc, maka a dapat dihitung. 5. Akhirnya kapasitas momen nominal penampang dapat dihitung dari persamaan kesimbangan momen, M n = T x jd atau M n = C x jd dimana jd = d a/2 I.4 Jenis Keruntuhan Lentur Dengan data-data penampang, mutu beton dan tulangan yang digunakan, ada 3 kemungkinan jenis keruntuhan yang mungkin terjadi, 1. Keruntuhan Tarik Pada kasus ini tulangan mencapai tegangan lelehnya (f y ) terlebih dahulu, setelah itu baru beton mencapai regangan batasnya ( ɛ cu ), dan selanjutnya struktur runtuh. Pada kasus ini terlihat ada tanda-tanda berupa defleksi yang besar sebelum terjadi keruntuhan. 12

2. Keruntuhan Tekan Keruntuhan type ini terjadi akibat tulangan terlalu banyak, sehingga beton yang tertekan hancur terlebih dahulu (beton mencapai kekuatan batasnya terlebih dahulu). Keruntuhan ini terjadi secara tiba-tiba (brittle failure). 3. Keruntuhan Seimbang Pada type keruntuhan ini, saat terjadi keruntuhan ( beton mencapai regangan batasnya, ɛ cu ), tulangan juga pas mencapai tegangan lelehnya (f y ). Keruntuhan ini terjadi secara tiba-tiba. 13

I.4.1 Pemeriksaan Jenis Keruntuhan Jenis keruntuhan yang akan terjadi pada suatu penampang dengan karakteristik (ukuran penampang, tulangan, mutu beton dan mutu baja) tertentu dapat diketahui dengan membandingkan rasio a d penampang tersebut dengan a b d pada kondisi keruntuhan seimbang. Dari perbandingan segitiga pada diagram regangan untuk kodisi keruntuhan seimbang pada gambar di atas diperoleh, c b d c b d = = ɛ cu ɛ cu + ɛ y = ɛ cu ɛ cu + fy E s = 0, 003 0, 003 + fy 20000 600 600 + f y (f y dalam Mpa) Sedangkan a b = β 1 c b atau c b = a b, β ( ) 1 a b 600 = β 1 d 600 + f y sehingga (I.12) Jika Jika ( a < d) ( a > d) ( ab ( ab d ) d ) keruntuhan tarik f s = f y keruntuhan tekan f s < f y I.4.2 Momen-Kelengkungan 14

I.4.3 Rasio Tulangan Balance Dari keseimbangan gaya arah horizontal, tinggi blok tegangan ekivalen pada keruntuhan seimbang ini adalah : a b = A sf y 0.85f cb = ρ bf y d 0.85f c ; dimana ρ b = A s bd atau A s = ρ b bd sehingga a b d = ρ bf y 0.85f c (I.13) Dengan menyamakan persamaan I.12 dengan persamaan I.13, diperoleh rasio tulangan pada kondisi keruntuhan seimbang : ρ b = 0, 85β 1f c f y ( 600 600 + f y ) (I.14) I.5 Betuk Umum Momen Nominal Tul. Tunggal Jika tulangan tarik sudah leleh, maka T = A s f y, sehingga keseimbangan gaya arah horizontal : C = T, menghasilkan, 0, 85f cba = A s f y (I.15) sehingga a = A sf y 0, 85f cb (I.16) Jika ρ = As bd fy, dan ω = ρ, maka pers. (I.16) menjadi f c a = ωd 0, 85 (I.17) Momen nominal yang dapat dipikul penampang (M n ) dapat dihitung dari 2 pendekatan berikut : M n = T J d ( M n = A s f y d a ) 2 (I.18) 15

M n = CJ d ( M n = 0, 85f cab d a ) ( 2 = 0, 85f c ωd 0, 85 b d ωd ) 2x0, 85 M n = f cbd 2 ω (1 0, 59ω) (I.19) 16