BAB II. Landasan Teori. Kenyataan menunjukan bahwa di antara manusia memiliki kelebihan

dokumen-dokumen yang mirip
Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV. Pengelolaan Pembiayaan Mudharabah dalam Modal Kerja di BMT Bina Ummat menurut Fatwa DSN-MUI

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah

1. Firman Allah QS. al-nisa' [4]: 29: 2. Firman Allah QS. al-ma'idah [5]: 1: 3. Firman Allah QS. al-baqarah [2]: 283:

BAB II LANDASAN TEORI. kepastian dana pendidikan anak sesuai rencana untuk setiap cita-cita yang

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB V PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Landasan Syariah Deposito ib Mudhrabah. penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MUDHARABAH. dimana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal kelahiran nya, perbankan syariah yang dilandasi dengan dua

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL

MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG METODE BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH. No.12, yang dimaksud pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah:

BAB II LANDASAN TEORI. tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM AKAD MUDHARABAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN SYARIAH

BAB II PRODUK PENGHIMPUNAN DANA

Raja Grafindo Persada, 2016, hlm.99

BAB III PEMBAHASAN. Lancar) yang merupakan produk unggulan dari Koperasi Jasa Keuangan. Syariah tersebut. SIRELA (Simpanan Suka Rela Lancar) merupakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad

BAGIAN IV AKAD BAGI HASIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT NU SEJAHTERA CABANG KENDAL

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MUD}A<RABAH BMT BINA UMMAT SEJAHTERA CABANG TUBAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENERAPAN AKAD WADI AH PADA PRODUK TABUNGAN ZIARAH DI KOPENA PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. usaha prospektif namun padanya tidak memiliki permodalan berupa keuangan

BAB IV. ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN NO. 03/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG DEPOSITO PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA MUDHARABAH di BMT MASJID AGUNG DEMAK

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dan persyaratan kepada mudharib atas pembiayaan yang diberikan.pembiayaan mudharabah

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Musyarakah dalam Fiqh Muamalah. tanggung jawab yang sama. Musyarakah bisa berbentuk mufawadhah atau

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB I PENDAHULUAN. membayangkan mesti di dasarkan pada dua konsep hukum Mudhârabah dan

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi ah atau Akad lain yang tidak. bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUD{A>RABAH PADA NASABAH YANG TELAH PAILIT DI PT. BNI SYARI AH CAPEM NGAGEL SURABAYA

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB III TINJAUAN TENTANG IMPLEMENTASI SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (DEPOSITO)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. menyatakan ijab dan yang kedua menyatakan qabul, yang kemudian

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

Tinjauan Penerapan Psak N0.105 Tentang Akuntansi Mudharabah Pada BMT Itqan Bandung

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENALTI PADA PENGAMBILAN SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (DEPOSITO) SEBELUM JATUH TEMPO DI BMT SYIRKAH

ANALISIS PEMBIAYAAN MITRA USAHA DENGAN AKAD MUDHARABAH DI BMT BISMILLAH KANTOR CABANG CEPIRING

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

b. Undang-undang RI. Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. c. Surat dari PT. Danareksa Investment Management, nomor S-09/01/DPS- DIM. d. Pendapat pe

BAB II LANDASAN TEORI

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah di Baitul maal wat. 1. Prosedur Pembiayaan di BMT Surya Parama Arta

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut :

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Tinjauan Umum Bank Syariah Pengertian Bank Syariah Muhammad (2005;13)

BAB II LANDASAN TEORI. Baitulmal Mall Wa At-Tamwil ( BMT ), atau disebut juga dengan Koperasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

MURA<BAH{AH BERMASALAH DI BPRS BAKTI MAKMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

This document was created by Unregistered Version of Word to PDF Converter BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI. Mudharabah, dalam bahasa arab berasal dari kata dharaba, yang berarti. seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 58/DSN-MUI/V/2007 Tentang HAWALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB II LANDASAN TEORI. yang artinya melakukan perjalanan untuk berdagang. 10 Dalam bahasa Arab

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH BIL WAKALAH DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN NASABAH DI UJKS JABAL RAHMA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

Transkripsi:

BAB II Landasan Teori A. Ketentuan Umum Pembiayaan Mudharabah 1. Pengertian Kenyataan menunjukan bahwa di antara manusia memiliki kelebihan dana, tetapi tidak bisa mengunakannya untuk keperluan yang lebih produktif (usaha). Di sisi lain terdapat juga orang-orang yang memiliki keahlian dan ketrampilan dalam mengembangkan usaha tetapi mengalami masalah dengan keterbatasan modal. Hal inilah yang membuat perlunya kerja sama antara pihak yang memiliki kelebihan dana tetapi tidak memiliki ketrampilan atau keahlian dalam usaha, dengan mereka yang memiliki ketrampilan atau keahlian dalam berusaha tetapi keterbatasan modal. Sehingga pada akhirnya peningkatan taraf perekonomian dan kebutuhan hidup akan tercapai. Hal ini yang juga dilakukan Rasullulah SAW, ketika ia bertindak sebagai mudharib (pengelola investasi) untuk Siti Khadijah. Dikala itu Rasullulah SAW membawa barang dagangan milik Siti Khadijah ke Syam dan menjualnya disana. Selain itu, Khalifah Umar bin Khatab juga melakukan hal tersebut. Beliau menginvestasikan uang anak yatim kepada para saudagar yang berdagang di jalur perdagangan antara Madinah dan Irak. Kemitraan bisnis berdasarkan system bagi hasil sederhana semacam ini terus dipraktekan, yang kemudian menjadi landasan praktek mudharabah dimasa sekarang. 19

Hukum ini, juga dikuatkan dengan adanya amalan sebagian sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, di antaranya yang diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, bahwa ia menceritakan 19 : Abdullah dan Ubaidillah bin Umar bin Al-Kaththab pernah keluar dalam satu pasukan ke negeri Iraq. Ketika kembali, mereka lewat di hadapan Abu Musa Al-Asy ari, yakni Gubernur Bashrah. Beliau menyambut mereka berdua dan menerima mereka sebagai tamu dengan suka cita. Beliau berkata, Kalau aku bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk kalian, pasti akan aku lakukan, kemudian beliau berkata : Sepertinya aku bisa melakukannya. Ini ada uang dari harta Allah yang akan aku kirimkan kepada Amirul Mukminin. Aku memimjamkannya kepada kalian, untuk kalian belikan sesuatu di Iraq ini, kemudian kalian jual di kota Al- Madinah. Kalian kembalikan modalnya kepada Amirul Mukminin, dan keuntungannya kalian ambil. Mereka berkata, Kami suka (dengan hal) itu, maka beliau menyerahkan uang itu kepada mereka dan menulis surat untuk disampaikan kepada Umar bin Al-Khaththab, agar Amirul Mukminin itu mengambil dari mereka uang yang dia titipkan. Sesampainya di kota Al-Madinah, mereka menjual barang itu dan mendapat keuntungan. Ketika mereka membayarkan uang itu kepada Umar, lantas Umar berkata : Apakah setiap anggota pasukan diberi pinjaman oleh Abu Musa seperti yang diberikan kepada kalian berdua? Mereka menjawab, Tidak. Beliau berkata, Apakah karena kalian adalah anak-anak Amirul Mukminin, sehingga ia memberi kalian pinjaman? 19 Dalam kitab Al-Qiradh, Bab I, hal. 687 dan dibawakan juga oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa (19/196) 20

Kembalikan uang itu beserta keuntungannya. Adapaun Abdullah, hanya terdiam saja, sementara Ubaidillah langsung angkat bicara : Tidak sepantasnya engkau berbuat demikian, wahai Amirul Mukminin. Kalau uang itu berkurang atau habis, pasti kami akan bertanggung jawab, (namun) Umar tetap berkata, berikan uang itu semuanya. Abdullah tetap diam, sementara Ubaidillah tetap membantah. Tiba-tiba salah seorang di antara pegawai Umar berkata : Bagaimana bila engkau menjadikannya sebagai investasi, wahai Umar?. Umar menjawab, Ya. Aku jadikan itu sebagai investasi. Umar segera mengambil modal beserta setengah keuntungannya, sementara Abdullah dan Ubaidillah mengambil setengah keuntungan sisanya. Dari referensi tersebut dapat dilihat bahwa Kaum Muslimin sudah terbiasa melakukan kerja sama semacam itu hingga jaman sekarang ini, di berbagai masa dan tempat tanpa ada ulama yang menyalahkannya. Ini merupakan konsensus yang diyakini umat, karena cara ini sudah digunakan bangsa Quraisy secara turun-temurun, dari zaman jahiliyah hingga zaman Nabi, kemudian beliau mengetahui, melakukan dan tidak mengingkarinya. Sedangkan pada masa sekarang bentuk kerja sama semacam itu dituangkan melalui pembiayaan mudharabah yang diberikan oleh Bank Syariah, BMT, ataupun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) lainnya. Lebih lanjut menurut fatwa Dewan Syariah MUI, 20 pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak 20 Fatwa Dewan Syari ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). 21

lain untuk suatu usaha yang produktif, dimana LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. Gambar 001 Dengan skema seperti gambar 001, maka baik shohibul mal (BMT) maupun mudharib (nasabah) akan sama-sama diuntungkan. Diantaranya, 1. Shohibul mal (BMT) akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha mudharib (nasabah) meningkat. 2. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha yang dibiayai sehingga tidak memberatkan mudharib (nasabah). 3. Shahibul mal (BMT) akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan. 22

Menurut Muhammad Syafi i Antonio, 21 pembiayaan mudharabah dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembiayaan mudharabah mutlaqah dan pembiayaan mudharabah muqayadah. Pada jenis pembiayaan mudharabah muthlaqah, pemilik dana (shohibul mal) memberi otoritas dan hak penuh kepada mudharib untuk mengelola dana yang diberikan. Selanjutnya pada jenis pembiayaan mudharabah kedua, yaitu pembiayaan mudharabah muqayyadah. Pemilik dana (shohibulmal) memberi batasan-batasan kepada mudharib dalam mengelola dana yang telah diberikan. 2. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk: 22 1. Tersedianya dana untuk peningkatan usaha, artinya untuk pengembangaan usaha dibutuhkan dana tambahan. Dengan adanya pembiayaan ini maka akan dapat diperoleh dana untuk peningkatan usaha. 2. Meningkatkan produktifitas, artinya adanya pembiayaan akan mampu memberi peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan daya produksinya. 3. Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sektorsektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan maka sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. 21 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001) hlm. 137. 22 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta:UPP AMP YKPN, 2005), hlm. 300. 23

4. Terjadinya distribusi pendapatan, masyarakat usaha produktif akan mampu melakukan aktifitas kerja, mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Sehingga dengan begitu akan terjadi distribusi pendapatan. Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk: 23 1. Upaya memaksimalkan laba, yaitu dengan melalui peningkatan produksi dan pemasaran. 2. Upaya meminimalkan resiko, malalui pembiayaan resiko kekurangan modal akan dapat teratasi. 3. Menyalurkan kelebihan dana, melalui mekanisme pembiayaan akan dapat menjembatani anatara pihak yang kekurangan dana terhadp pihak yang kekurangan dana. Sedangkan fungsi dari pembiayaan yaitu: 1. Meningkatkan daya guna uang. 2. Meningkatkat daya guna barang. 3. Meningkatkan peredaran uang. 4. Menimbulkan kegairahan usaha. 3. Landasan Hukum Pembiayaan Mudharabah Hukum mudharabah dan dasar hukumnya secara eksplisit dalam al-qur an tidak dijelaskan langsung mengenai hukum mudharabah, meskipun ia menggunakan akar kata dl-r-b yang darinya kata mudharabah diambil sebanyak lima puluh delapan kali. 24 Namun ayatayat Qur an tersebut memiliki kaitan dengan mudharabah, meski 23 Ibid, hlm. 18. 24 Abdullah Saeed, Op,Cit., hlm. 91. 24

diakui sebagai kaitan yang jauh, menunjukkan arti perjalanan atau perjalanan untuk tujuan dagang. Secara umum, landasan dasar syariah tentang kebolehan bentuk kerjasama mudharabah adalah firman Allah dalam Surah al- Muzzammil ayat 20 dan Al-Baqarah ayat 198: 25 Artinya :...dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah.... (Al-muzammil : 20) Yang menjadi argumen dari surat al-muzamil ayat 20 adalah kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yaitu melakukan suatu perjalanan usaha. م ك ب ر ن م ا ل ض ف او غ ت ب ت ن أ حا ن ج م ك ي ل ع س ي ل Artinya : Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari Tuhanmu.... (al-baqarah : 198). Kedua ayat tersebut di atas, secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah, yang secara bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah SWT di muka bumi. Kemudian dalam Sabda Rasulullah SAW. dijumpai sebuah riwayat dalam kasus mudharabah yang dilakukan oleh Abbas Ibn al-muthalib yang artinya : Tuan kami Abbas Ibn Abd al-muthalib jika menyerahkan hartanya (kepada seorang yang pakar dalam perdagangan) melalui 25 Muhammad, Op,Cit., hlm. 95. 25

akad mudharabah, dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembahlembah, dan tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit tidak dapat bergerak atau berjalan. Jika (ketiga) hal itu dilakukan, maka pengelola modal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakan Abbas Ibn Abd al-muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Rasul membolehkannya. (HR. Ath-Tabrani). Selain Al-Quran dan Hadist, fatwa tentang mudharabah juga tertuang dalam Fatwa Dewan Syari ah Nasional No: 07/DSN- MUI/IV/2000 tenatang Pembiayaan Mudharabah Yang didalammnya disebutkan sebagai berikut. a. Ketentuan Pembiayaan: 1) Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh (Lembaga Keuangan Syariah) LKS 2) Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu epada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. 3) Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha). 4) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari ah dan LKS tidak ikut 26

serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. 5) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. 6) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. 7) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN. 9) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib. 10) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan. b. Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudharabah: 1) Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. 27

2) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: 3) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). 4) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. 5) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 6) Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: a) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. b) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad. c) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 7) Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: a) Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. 28

b) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 8) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. c) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu. c. Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan 1) Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu. 29

2) Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi. 3) Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 4) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. B. Pengelolaan Pembiayaan Mudharabah Bermasalah Penanganan pembiayaan bermasalah merupakan bagian yang tidak dapat dihindari dalam proses pembiayaan didalam suatu institusi Lembaga Keuangan Syariah seperti BMT, maka pengelolaan pembiayaan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, apabila begitu dideteksi ada gejala kredit/pembiayaan bermasalah, maka harus segera diambil langkah penanganan sebelum masalah tersebut akan menjadi masalah besar. Dari hasil survey yang dilakukan pada bank syariah di Yogyakarta ditemukan, bahwa dalam proses pengelolaan pembiayaan bermasalah dilakukan sesuai dengan kolektabilitas pembiayaan, sebagai berikut: 26 1. Pembiayaan lancar, dilakukan dengan cara: 26 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN,2005), hlm. 168. 30

a. Pemantauan usaha nasabah. b. Pembinaan anggota dengan pelatihan-pelatihan. 2. Pembiayaan potensial bermasalah, dilakukan dengan cara: a..pembinaan anggota. b. Pemberitauan dengan surat teguran. c. Kunjungan lapangan atau silaturrahmi oleh BMT kepada nasabah. d. Upaya preventif dengan penanganan rescheduling,yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuaran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan reconditioning, yaitu memperkecil keuntungan atau bagi hasil 3. Pembiayaan kurang lancar, dilakukan dengan cara: a. Membuat surat teguran atau peringatan. b. Kunjungan lapangan atau silaturrahmi oleh pemilik dana kepada nasabah secara lebih bersungguh-sungguh. c. Upaya penyehatan dengan cara rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil. 4. Pembiayaan diragukan/macet, dilakukan dengan cara: a. Dilakukan rescheduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. b. Dilakukan reconditioning, yaitu memperkecil margin atau bagi hasil usaha. 31

c. Dilakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk pembiayaan al-qardhul Hasan. Selain itu juga dijelaskan pengelolaan Pembiayaan Bermasalah, dengan 3R 27 : d. Penjadwalan kembali (rescheduling). Pengelolaan yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan, tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarka. e. Persyaratan kembali (reconditioning). Pengelolaan yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat syarat pembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan pokok atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarka. f. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana. Pengelolaan yang dilakukan dengan penambahan kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik. 27 Iswi Hariyani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012), Hal. 234 32