BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, kreatif dan inovatif dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dari yang mudah sampai yang rumit. Hal itu berguna untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya peradaban dunia membawa perubahan terhadap budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bidang studi matematika secara garis besar memiliki dua arah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pendidikan banyak sekali ilmu yang dapat digali untuk meningkatkan. SDM, salah satunya adalah ilmu matematika.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB I PENDAHULUAN. karena matematika sebagai ilmu, memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak pakar matematika, baik pendidik maupun peneliti yang. (1997) yang menyatakan bahwa much discucion and concern have been

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh

2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN, KONEKSI MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP

1. BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang senantiasa hadir pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari anak-anak sampai dengan orang

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN. dari diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan. Selain itu, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sholihatun Azizah, 2015

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah. membawa berbagai perubahan hampir di setiap aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

2014 PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. saat ini matematika dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sudah ada semenjak zaman sebelum masehi. Banyak ilmuwan-ilmuwan zaman dahulu yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato, Archimedes, Euclid, Eratosthenes dan ilmuwan lainnya yang memberikan perhatian terhadap matematika (Nurulia, 2010). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, matematika memposisikan dirinya sebagai ilmu yang sangat berkontribusi terhadap peradaban manusia. Matematika merupakan salah satu bagian yang penting dalam bidang ilmu pengetahuan. Apabila dilihat dari sudut pengklasifikasian bidang ilmu pengetahuan, matematika termasuk ke dalam ilmu-ilmu eksakta yang lebih banyak memerlukan pemahaman dari pada hapalan. Siswa harus mampu menguasai konsep-konsep pokok bahasan yang terkait, sehingga siswa dapat memahami suatu pokok bahasan dalam matematika untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Matematika mempunyai ciri-ciri khusus sehingga pendidikan dan pengajaran matematika perlu ditangani secara khusus pula. Satu ciri khusus matematika adalah sifatnya yang menekankan pada proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik. Demikian pula matematika sebagai proses yang aktif dan dinamis melalui kegiatan matematika (doing math), memberikan sumbangan penting kepada siswa dalam pengembangan

2 nalar, berpikir logis, sistematis, kritis, cermat, dan bersikap obyektif serta terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan. Matematika dari bentuknya yang paling sederhana sampai dengan bentuknya yang kompleks memberikan sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya dan kehidupan sehari-hari (Sumarmo, 2005). Salah satu visi pembelajaran matematika yaitu mengarahkan pada pemahaman konsep matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan masalah ilmu pengetahuan lainnya serta memberikan kemampuan penalaran matematis siswa (Sumarmo, 2005). Visi pembelajaran matematika yang dikemukakan di atas, sejalan dengan yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Mathematics (2000), yaitu: kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication); kemampuan penalaran matematis (mathematical reasoning); kemampuan pemecahan masalah (mathematical problem solving); kemampuan koneksi matematis (mathematical connections). Merujuk uraian tersebut, kemampuan penalaran dan koneksi matematis termuat pada kemampuan standar menurut NCTM. Artinya, dua kemampuan ini merupakan dua diantara kemampuan yang penting dikembangkan dan harus dimiliki oleh siswa. Berdasarkan uraian di atas, muncul suatu pertanyaan bagaimana kemampuan siswa dalam bernalar (reason) dan kemampuan siswa dalam mengkoneksikan permasalahan matematika? Kemampuan penalaran terkait dengan tujuan formal yakni penataan nalar siswa untuk diterapkan dalam kehidupannya sedangkan kemampuan koneksi terkait dengan kemampuan

3 siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ia punya, menghubungkan konsep-konsep matematika, baik antara materi-materi matematika itu sendiri maupun materi matematika dengan mata pelajaran lainnya, juga menghubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Ruseffendi (2006) matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Dalam mempelajari matematika, seorang siswa hendaknya mampu mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang sedang ia pelajari. Wahyudin (1999: 36) mengemukakan bahwa kemampuan menggunakan penalaran sangat penting untuk memahami matematika dan menjadi bagian yang tetap dari pengalaman matematika disemua tingkatan kelas. Menurut Suryadi (2006: 46) kegiatan bermatematika yang dipandang sulit oleh siswa, antara lain adalah pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematika, menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antar data ayau fakta yang diberikan. Senada dengan hal tersebut, Jaworski (Depdiknas, 2006) menyatakan bahwa penyelenggaraan pembelajaran matematika tidak mudah, karena fakta-fakta menunjukkan para siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika.

4 Ada beberapa faktor yang membuat matematika sulit untuk dipelajari siswa, diantaranya : 1. Persepsi awal siswa dan masyarakat selama ini yang menganggap pelajaran matematika merupakan pelajaran yang cukup sulit. Lebih jauh Muchlis (Suhendar, 2007) menyatakan bahwa jika persepsi awalnya sudah sulit, maka mereka akan segan belajar, dan cenderung mempersulit yang mudah. 2. Pembelajaran matematika dewasa ini masih berlangsung secara tradisional (Hulukati, 2005). Pembelajaran matematika secara tradisional memiliki karakteristik yaitu, berpusat pada guru, pendekatan lebih bersifat ekspositori, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak bersifat rutin (Suhendar, 2007). 3. Kesulitan mengkomunikasikan ide-ide ke dalam bahasa matematika pada saat diberikan soal-soal yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Kenedy (Suhendar, 2007) mengatakan, soal-soal yang berhubungan dengan bilangan tidak begitu menyulitkan siswa, namun soal-soal yang menggunakan kalimat sangat menyulitkan siswa. Hasil penelitian Wahyudin (1999) mengemukakan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu siswa kurang memahami dan kurang menggunakan nalar yang baik dalam menyelesaikan soal atau persoalan yang diberikan. Sejumlah studi (Sumarmo, 1987; Ruspiani, 2000; Yaniawati, 200l; Putra 2002) secara umum melaporkan bahwa hasil belajar

5 matematika siswa dalam berbagai aspek berpikir matematis melalui berbagai model pembelajaran tergolong antara rendah dan baik. Salah satu hasil belajar tersebut adalah kemampuan koneksi matematis siswa yang rendah. Ruspiani (2000:70) mengatakan, kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematik masih rendah terutama untuk koneksi antar topik matematika. Dalam penelitian Ruspiani (2000) dan Yaniawati (2001) menemukan bahwa kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematis masih tergolong rendah. Pada hakekatnya setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika. Galton (Ruseffendi, 2006) menyatakan bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini disebabkan kemampuan siswa yang menyebar mengikuti kurva normal. Begle (Darhim, 2004) menyatakan bahwa salah satu faktor prediktor terbaik untuk hasil belajar matematika adalah hasil belajar matematika sebelumnya dan peran variabel kognitif lainnya tidak sebesar variable hasil belajar matematika sebelumnya. Ini berarti kemampuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya apakah tinggi, sedang, dan rendah akan berkontribusi dalam pencapaian keberhasilan belajar siswa. Menurut Ruseffendi (2006), perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir, dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya pendekatan, model, ataupun strategi pembelajaran menjadi sangat penting untuk diprtimbangkan. Artinya

6 pemilihan pendekatan, model, ataupun strategi pembelajaran harus dapat mengakomodasi kemampuan matematika siswa yang berbeda-beda sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar siswa. Persoalannya adalah bagaimana kita dapat menanamkan konsep sebaikbaiknya kepada siswa. Persoalan tersebut selalu relevan bagi semua pelaku pendidikan dalam menemukan sebuah strategi, model atau pendekatan pembelajaran yang sebaik-baiknya. Pendekatan yang bukan semata-mata menyangkut kegiatan guru mengajar akan tetapi menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa, membantu siswa jika ada kesulitan atau membimbingnya untuk memperoleh suatu kesimpulan yang benar. Model pembelajaran dipilih dengan harapan dapat berguna bagi usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran matematika guna meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa khususnya dan umumnya prestasi belajar matematika siswa. Vygotsky (Suryadi, 2008) menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada dua tahap: tahap pertama terjadi pada saat kerja sama dengan orang lain, dan tahap berikutnya dilakukan secara individual yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Sumarmo (Yusepa, 2004) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya matematis (mathematical power) siswa yang meliputi: kemampuan menggali, menyusun konjektur dan menalar logik, menyelesaikan soal yang tidak rutin,

7 memecahkan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematika dan mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya. Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk perubahan dan perbaikan dalam pembelajaran guna menciptakan suasana belajar yang kondusif dan konstruktif, demokratis, dan kolaboratif (Yusepa, 2004). Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu mencoba berbagai model atau metode pembelajaran yang dianggap sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan kondisi siswa di kelas. Salah satunya menggunakan model pembelajaran yang dimunculkan oleh Osborne dan Wittrock pada tahun 1985 yaitu model pembelajaran generatif (Hulukati, 2005). Model pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran berbasis konstruktivisme, yang lebih menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Langkahlangkah yang terdapat dalam model pembelajaran generatif dapat membuat siswa untuk belajar menjadi aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Model pembelajaran generatif terdiri dari lima tahapan, yaitu orientasi, pengungkapan ide, tantangan dan restrukturisasi, penerapan dan pengevaluasian. Tahapan-tahapan dalam pembelajaran generatif ini menuntut siswa untuk aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Melalui pembelajaran generatif dapatlah tercipta suatu iklim belajar, siswa mendapat kebebasan dalam mengajukan ide-ide, pertanyaan-pertanyaan dan masalahmasalah sehingga belajar matematika lebih efektif dan bermakna. Secara teoritik tahapan-tahapan dalam model pembelajaran generatif dapat

8 mengembangkan kemampuan koneksi dan penalaran matematis. Hal ini dapat dilihat pada tahap orientasi dan tahap pengungkapan ide yang memberikan peluang pada siswa untuk mengkoneksikan topik yang akan dibahas dengan topik yang sudah pernah dipelajari, mengkoneksikan pula topik yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada tahap penerapan dan tahap tantangan, siswa dituntut untuk dapat memperkirakan jawaban dan proses, memberikan penjelasan baik dengan gambar, fakta, ataupun hubungan dalam menyelesaikan soal, dan tahap tersebut memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan argument logis dan menarik kesimpulan. Langkah-langkah dalam model pembelajaran generatif ini sangat menguntungkan guru (Hulukati, 2005), karena guru dapat: 1. memahami cara berfikir siswa; 2. membantu memodifikasi jawaban siswa; 3. mengetahui dari mana dan bagaimana siswa dapat menemukan jawaban tersebut. Saragih (2011) mengungkapkan bahwa selama berlangsungnya proses pembelajaran, setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama dalam menerima perlakuan guru. Munculnya perbedaan hasil belajar antara satu dengan yang lainnya diyakini disebabkan oleh faktor lain, seperti minat, intelegensi, sikap, motivasi atau sarana yang dimiliki siswa secara individu yang mempengaruhi eksistensi keterlibatan mereka dalam kegiatan pembelajaran.

9 Setiap siswa diharapkan memiliki sikap positif terhadap pelajaran yang diberikan, dalam hal ini khususnya pelajaran matematika. Menurut Siskandar (2008), seorang siswa yang memiliki keyakinan bahwa pelajaran matematika itu sulit, akan bersikap tidak menyukai pelajaran matematika dan akan berusaha menghindari pelajaran tersebut. Sebaliknya, bagi siswa yang berkeyakinan bahwa pelajaran matematika penting dan berguna untuk membantu menyelesaikan permasalahan dalam hidup sehari-hari mereka akan menyukai pelajaran tersebut dan bagi mereka yang menyukainya, tidak ada hambatan untuk belajar matematika. Siskandar (2008) mengungkapkan, sikap positif terhadap pembelajaran matematika akan mempermudah siswa dalam menerima pelajaran yang diberikan dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian, dapat diduga semakin positif sikap siswa terhadap pembelajaran matematika semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa terdorong untuk melaksanakan penelitian dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa sekolah menengah pertama melalui model pembelajaran generatif. Untuk itu, pada kesempatan ini peneliti melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama.

10 1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada kajian aspek kemampuan penalaran dan koneksi matematis melalui model pembelajaran matematika generatif (Generative Learning). Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1) Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran generatif (Generative Learning) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2) Apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran generatif (Generative Learning) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 3) Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah pada kelompok siswa yang memperoleh model pembelajaran generatif (Generative Learning)? 4) Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah pada kelompok siswa yang memperoleh model pembelajaran generatif (Generative Learning)? 5) Bagaimana sikap siswa terhadap model pembelajaran generatif (Generative Learning)?

11 2.3 Tujuan Penelitian Dengan berpedoman pada rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa antara siswa yang memperoleh model pembelajaran generatif (Generative Learning) dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2) Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematis ditinjau dari tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah) siswa yang memperoleh model pembelajaran generatif (Generative Learning). 3) Memperoleh masukan bagaimana sikap siswa terhadap model pembelajaran generatif. 2.4 Manfaat Peneltian Jika hasil penelitian ini dapat mengungkapkan bahwa model pembelajaran generatif (Generative Learning) dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran konvensional bagi siswa menengah pertama, maka model pembelajaran generatif (Generative Learning) dapat dijadikan alternatif pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis.

12 Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi: 1. Peneliti, yaitu memberikan gambaran tentang sejauh mana peningkatan penalaran dan koneksi matematis siswa yang mendapat model pembelajaran generatif (Generative Learning) dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional di masing-masing kelompoknya. 2. Siswa, melalui model pembelajaran generatif (Generative Learning) akan terbina sikap belajar yang kreatif dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi permasalahan matematika yang akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan penalaran dan koneksi matematis khususnya dan umumnya prestasi belajar siswa dalam matematika. 3. Guru bidang studi yang bersangkutan, yaitu memberikan informasi dan masukan untuk memperbaiki pembelajaran serta dapat dijadikan alternatif pendekatan dalam pembelajaran sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam matematika. 4. Peneliti selanjutnya, untuk dijadikan bahan penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam. 5. Pembaca dan pihak yang membutuhkan, yaitu dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan serta wawasan dalam bidang pendidikan. 6. Lembaga pendidikan yang bersangkutan, yaitu dapat memberikan gambaran, masukan, dan pemikiran yang berguna dalam membantu meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika.

13 1.5 Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilahistilah yang terdapat pada penelitian ini, perlu dikemukakan beberarapa penjelasan sebagai berikut: 1. Kemampuan adalah potensi, daya, kesanggupan untuk melakukan suatu pekerjaan. 2. Kemampuan penalaran matematis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: memperkirakan jawaban dan proses; memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal; dan mengungkapkan argumen-argumen logis dan menarik kesimpulan logis. 3. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa untuk dapat mengenali representasi yang ekuivalen dari konsep yang sama, mengenali hubungan prosedur satu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen, menggunakan dan menilai koneksi beberapa topik matematika. 4. Model pembelajaran generatif adalah model pembelajaran yang secara aktif siswa mengkonstruksi pengetahuannya melalui lima tahap yaitu, tahap orientasi, tahap pengungkapan ide, tahap tantangan dan restrukturisasi, tahap penerapan, tahap review atau melihat kembali. 5. Sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap metode yang digunakan dalam pembelajaran.