POTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR Lili Zalizar 1, Wehandaka Pancapalaga 2, Dian Indratmi 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang, Malang Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang, Jawa Timur. E-mail: 1) lilizalizarthahir@yahoo.com, 2) pwehandaka@yahoo.com 3) indratmi_dian@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi ekonomi pemakaian antelmintika di Kabupaten Blitar,Propinsi Jawa Timur dan Nasional. Subyek penelitian adalah peternak ayam petelur yang memakai antelmintik. Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur dan dilanjutkan dengan in-depth interview. Data sekunder berupa data populasi ayam petelur di Kabupaten Blitar diperoleh dari Dinas Peternakan propinsi Jatim, wilayah propinsi Jawa Timur dan Nasional diperoleh dari Kementrian Pertanian, sedangkan data mengenai harga produk antelmintika diperoleh dari perusahaan obat hewan. Data dianalisis secara deskriptif dengan statistik sederhana. Hasil penelitian secara nasional kebutuhan akan antelmintika sangat tinggi. Di Kabupaten Blitar dalam satu tahun sedikitnya dibutuhkan 5.702.980 dosis antelmintika, di propinsi Jawa Timur mencapai 165.615.134 dosis dan kebutuhan nasional mencapai596.158.830 dosis.biaya yang dikeluarkan peternak ayam di Kabupaten Blitar untuk membeli antelmintika mencapai Rp 4.625.790.000. Biaya yang dikeluarkan peternak ayam di PropinsiJawa Timur dan nasional untuk membeli antelmintika sangat besar yaitu masing-masing mencapairp 12.917.980.452, dan Rp 46.500.388.740 Diharapkan perguruan tinggi dan dinas peternakan untuk bekerja sama memberikan penyuluhan kepada peternak untuk mengurangi sedikit demisedikit ketergantungan mereka terhadap obat-obatan kimiawi dan mulai menggunakan obatherbal. Selain itu, penyuluhan tentang pencegahan terhadap resistensi obat perlu diberikan kepada para peternak ayam. Kata kunci: Ayam petelur, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, dan Potensi ekonomi pemakaian antelmintika 1. PENDAHULUAN Salah satu hak azazi manusia adalah terpenuhinya kebutuhan pangan.ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan. Oleh karena itu ketahanan pangan penting harus diwujudkan mulai dari tingkat rumah tangga, desa, kecamatan dan seterusnya sampai di tingkat nasional.petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan: petani adalah produsen pangan, namun sekaligus merupakan kelompok konsumen terbesar.jawa Timur merupakan propinsi dengan populasi ayam petelur terbesar di Indonesia yang pada tahun 2015 mencapai 41.650.725ekor. [1] Kabupaten Blitar merupakan salah satu sentra peternakan ayam petelur terbesar di Jawa Timur dengan populasi pada tahun 2015 mencapai 14.973.000 ekor [2]. Kesehatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas ayam. Salah satu penyakit yang sering mengancam kesehatan peternakan ayam petelur adalah akibat penyakit infeksius seperti akibat cacing dan bakteri. Dalam pengendalian penyakit tersebut, peternak umumnya menggunakan antelmintika (obat cacing) dan antibiotik. Pemberian antelmintika dapat menurunkan jumlah larva cacing dan meningkatkan bobot badan ayam petelur.pada peternakan ayam petelur, pemakaian antelmintika (obat cacing) telahlama digunakan untuk pengendalian penyakit cacing. Mudahnya memperoleh antelmintika di 56 5 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk
pasaran bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pangan asal ternak secara cepat. Namun hal itu telah mendorong pemakaian kedua obat tersebut secara berlebihan tanpa memperhatikan peluang terjadinya resistensi obat. Berbeda dengan peternak ayam pedaging, peternak ayam petelur secara rutin memberikan antelmintika sepanjang tahun tanpa pemeriksaan terlebih dahulu apakah ternak yang dipelihara terinfeksi cacing atau tidak. Oleh karena itu diduga potensi ekonomi dari pemakaian antelmintika di peternakan ayam petelur sangat tinggi. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui potensi ekonomi pemakaian antelmintika di peternakan ayam petelur, total kebutuhan dosis untuk seluruh ayam petelur, harga rataan masing-masing antelmintika, biaya pemakaian antelmintika per ekor ayam serta total biaya yang dibutuhkan untuk membeli antelmintika pada seluruh ayam petelur di Kabupaten Blitar, propinsi Jawa Timur dan nasional. 2. METODE Penelitian dengan metode survei dilakukan pada empat puluh delapan (48) peternakan ayam petelur yang berlokasi di Kabupaten Blitar yang memakai obat cacing (antelmintika) dengan cara wawancara dengan memakai alat kuisioner. Variabel yang diamati potensi ekonomi pemakaian antelmintika di peternakan ayam petelur meliputi jenis antelmintika yang dipakai, pola pemberian antelmintika, harga rataan masing-masing antelmintika, biaya pemakaian antelmintika per ekor ayam, biaya untuk membeli antelmintika pada ayam di Kabupaten Malang dan Propinsi Jawa Timur..Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan statistik sederhana.data sekunder tentang populasi ternak ayam petelur didapat dari Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur, dan Kementrian Pertanian. Sedangkan data harga antelmintika didapatkan dari perusahaan distributor obat hewan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Tabel 1 terlihat bahwa mayoritas frekuensi pemberian antelmintik di Kabupaten Blitar adalah setiap 2 bulan atau 3 bulan sekali. Apabila setiap 3 bulan sekali maka dalam setahun berarti ada 4(empat) kali pemberian obat. Tabel 1. Frekuensi Pemberian Antelmintik* No Keterangan Blitar Frekuensi Persentase 1 Setiap 1 bulan sekali 1 2.08 2 Setiap 2 bulan sekali 17 35,42 3 Setiap 3 bulan sekali 17 35,42 4 Setiap 4 bulan sekali 4 8.33 5 Setiap 6 bulan sekali 5 10.42 5 Setiap 7 bulan sekali 1 2.08 6 Setiap 8 bulan sekali 1 2.08 8 Tidak menjawab 2 4.17 Total 48 100 *Tanpa pemeriksaan telur cacing dalam tinja atau cacing dewasa di dalam saluran cerna ayam terlebih dahulu Berdasakan wawancara dengan peternak diketahui jenis antelmintika yang paling sering digunakan para peternak ayam petelur di Kabupaten Blitar dari Kelas Benzilmidazol (seperti albendazol, fenbendazol) dan Levamisol. Hal ini sama dengan peternak di Kabupaten Malang [3]. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO 2016 57 5
Selain itu antelmintika yang juga digunakan para peternak di Kabupaten Blitar adalah piperazin dan niklosamid. Rataan populasi ayam petelur di Blitar dari tahun 2014 sampai 2015 cukup besar yaitu mencapai 14.486.250 ekor. Hasil wawancara diketahui para peternak di Kabupaten Blitar memberikan antelmintika setiap2-3 bulan sekali tanpa pemeriksaan terlebih dahulu. Oleh karena itu dalam setahun apabila 3 bulan sekali maka kebutuhan antelmintika di Kabupaten Blitar mencapai 59.305.000 dosis.sedangkan total kebutuhan antelmintika dalam setahun di propinsi Jawa Timur sangat besar mencapai 165.615.134dosis (Tabel 4). Mengingat jenis obat yang digunakan peternak ayam petelur di Blitar terutama adalah golongan Benzilmidazol (contohnya albendazol),levamisol, dan piperazin, maka untuk mengetahui biaya antelmintika per ekor ayam digunakan contoh jenis antelmintik tersebut (Tabel 2). Tabel 2. Nama Obat dan Harga Antelmintika (Rp) per Ekor Ayam* No Nama Obat Dosis Sediaan/kemasan Harga (Rp) Harga per Ekor Ayam (Rp)** 1 Piperazin 32 mg/kgbb 400 gram 80.000/kg 6,4 2 Levamisol 36-48 mg/kgbb 100 gram 120.000/liter 57,6 3 Albendazol 0,1-0,15 ml/kgbb 100 ml 170.000/liter 170 *Data dari perusahaan obat hewan **Harga untuk ayam dengan bobot badan 1 kg Rata-rata (Rp) 78 Tabel 3.Populasi ayam petelur di Kabupaten Blitar* dan Jawa Timur**serta kebutuhan antelmintika (dosis) dan Biaya yang harus dikeluarkan untuk antelmintik (Rp) dalam setahun No Kab/kota 2014 2015 Rataan Kebutuhan Biaya obat (dosis) (Rp) 1 Blitar 14.679.500 14.973.000 14.826.250 59.305.000 4.625.790.000 2 Jawa Timur 41.156.842 41.650.725 41.403.784 165.615.134 12.917.980.452 * Sumber : Dinas Peternakan Jawa Timur, 2016 **Sumber Data populasi ternak dari Kementrian Pertanian, 2016 Untuk memudahkan peneliti dalam menentukan harga obat per ekor ayam diasumsikan bobot badan ayam adalah minimal 1 kg. Hasil perhitungan didapatkan rata-rata harga antelmintika untuk setiap ekor ayam adalah Rp 78,- (Tabel 2). Apabila dalam setahun kebutuhan pemakaian antelmintika pada ayam petelur di Kabupaten Blitar sebesar 59.305.000 dosis maka biaya yang diperlukan untuk membeli antelmintika mencapai Rp 4.625.790. Kebutuhan antelmintika di propinsi Jawa Timur mencapai 165.615.134 dosis. Biaya yang diperlukan untuk membeli antelmintika di propinsi Jawa Timur sebesar Rp 12.917.980.452. Kebutuhan antelmintika secara nasional mencapai 596.158.830 dosis dan biaya yang harus dikeluarkan mencapai Rp 46.500.388.740 (Tabel 3 dan 4). Tabel 4. Populasi ayam petelur nasional*, kebutuhan antelmintika dan biaya yang harus dikeluarkan untuk antelmintika No Provinsi 2014 2015 Rataan Kebutuhan Biaya obat(dosis) (Rp) 1 Aceh 209.476 219.950 214.713 858.852 66.990.456 2 Sumatra Utara 14.838.083 14.962.637 14.900.360 59.601.440 4.648.912.320 3 Sumatra barat 8.393.469 8.494.959 8.444.214 33.776.856 2.634.594.768 4 Riau 67.798 68.768 68.283 273.132 21.304.296 5 Jambi 704.612 567.529 636.071 2.544.282 198.453.996 58 5 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk
6 Sumatra Selatan 6.249.348 6.793.055 6.521.202 26.084.806 2.034.614.868 7 Bengkulu 82.138 93.021 87.580 350.318 27.324.804 8 Lampung 5.061.800 6.085.893 5.573.847 22.295.386 1.739.040.108 9 Keplauan Bangka 88.801 97.681 93.241 372.964 29.091.192 Belitung 10 Kepulauan Riau 388.750 425.812 407.281 1.629.124 127.071.672 11 DKI Jakarta - - - - - 12 Jawa Barat 13.290.146 13.569.356 13.429.751 53.719.004 4.190.082.312 13 Jawa Tengah 20.293.547 20.565.694 20.429.621 81.718.482 6.374.041.596 14 DI Yogyakarta 3.518.393 3.721.947 3.620.170 14.480.680 1.129.493.040 15 Jawa Timur 41.156.842 41.650.725 41.403.784 165.615.134 12.917.980.45 2 16 Banten 4.787.304 5.647.627 5.217.466 20.869.862 1.627.849.236 17 Bali 4.357.340 4.400.912 4.379.126 17.516.504 1.366.287.312 18 Nusa Tenggara Barat 297.441 419.819 358.630 1.434.520 111.892.560 19 Nusa Tenggara Timur 199.604 179.537 189.571 758.282 59.145.996 20 Kalimantan barat 3.383.306 3.552.471 3.467.889 13.871.554 1.081.981.212 21 Kalimantan Tengah 94.912 145.329 120.121 480.482 37.477.596 22 Kalimantan Selatan 4.538.185 3.933.015 4.235.600 16.942.400 1.321.507.200 23 Kalimantan Timur 686.278 720.591 703.435 2.813.738 219.471.564 24 Kalimantan Utara 45.085 45.085 45.085 180.340 14.066.520 25 Sulawesi Utara 1.396.291 1.413.011 1.404.651 5.618.604 438.251.112 26 Sulawesi Tengah 1.040.733 1.228.783 1.134.758 4.539.032 354.044.496 27 Sulawesi Selatan 10.481.875 11.382.852 10.932.364 43.729.454 3.410.897.412 28 Sulawesi Tenggara 158.108 150.376 154.242 616.968 48.123.504 29 Gorontalo 368.194 373.655 370.925 1.483.698 115.728.444 30 Sulawesi barat 102.242 102.537 102.390 409.558 31.945.524 31 Maluku 20.539 14.500 17.520 70.078 5.466.084 32 Maluku Utara 18.260 16.410 17.335 69.340 5.408.520 33 Papua 62.117 66.862 64.490 257.958 20.120.724 34 Paua Barat 279.398 308.601 294.000 1.175.998 91.727.844 Total 146.660.415 151.419.000 149.039.708 596.158.830 46.500.388.74 0 *Sumber : Kementrian Pertanian, 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO 2016 59 5
Pada Tabel 4 terlihat bahwa biaya yang dikeluarkan peternak ayam petelur untuk membeli antelmintika terbesar yaitu di Propinsi Jawa Timur. Secara nasional dalam setahun biaya yang dikeluarkan untuk membeli antelmintika sangat besar, oleh karena itu sayang sekali apabila obatyang digunakan efektivitasnya berkurang yang menyebabkan peternak harus mengulangi pengobatan atau menambah dosis obat. Hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi dan menurunkan keuntungan peternak ayam. Penurunan efektivitas dapat terjadi apabila ada gen cacing yang menjadi resisten terhadap antelmintika. Resistensi terhadap antelmintika dapat terjadi akibat pemakaian obat jenis yang sama dalam jangka lama [4,5,6]. Kebutuhan yang tinggi terhadap antelmintika diakibatkan peternak sangat bergantung kepada obat-obatan kimiawi dari perusahaan obat hewan. Hanya sedikit peternak yang menggunakan obat herbal. Sedangkan sejumlah penelitian sudah membuktikan manfaat obat herbal termasuk untuk obat cacing (antelmintik). Bahan herbal yang sudah banyak diteliti mempunyai daya membunuh cacing antara lain yaitu larutan bawang putih [7]; getah papaya [8], serta ekstrak biji labu merah [9]. Selain itu bahan herbal juga berpotensi untuk meningkatkan kekebalan tubuh [10]. 4. KESIMPULAN Secara nasional kebutuhan akan antelmintika sangat tinggi. Di Kabupaten Blitar dalam satu tahun sedikitnya dibutuhkan 5.702.980 dosis antelmintika, di propinsi Jawa Timur mencapai 165.615.134 dosis dan kebutuhan nasional mencapai 596.158.830 dosis.biaya yang dikeluarkan peternak ayam di Kabupaten Blitar untuk membeli antelmintika mencapai Rp 4.625.790.000 Biaya yang dikeluarkan peternak ayam di Propinsi Jawa Timur dan nasional untuk membeli antelmintika sangat besar yaitu masing-masing mencapai Rp 12.917.980.452, dan Rp 46.500.388.740 Diharapkan perguruan tinggi dan dinas peternakan untuk bekerja sama memberikan penyuluhan kepada peternak untuk mengurangi sedikit demi sedikit ketergantungan mereka terhadap obat-obatan kimiawi dan mulai menggunakan obat herbal. Selain itu, penyuluhan tentang adanya pencegahan tentang resistensi obat perlu diberikan kepada para peternak ayam. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis sampaikan kepada KEMENRISTEKDIKTI atas dana hibah penelitian yang diberikan kepada peneliti. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Unggulan Perguruan tinggi tahun anggaran 2016. DAFTAR PUSTAKA [1] KEMENTRIAN PERTANIAN. 2016. Produksi telur di propinsi Jawa Timur [Online]. From: www.kemenpan.go.id. [Accessed on: 16 September 2016] [2] DINAS PETERNAKAN PROPINSI JAWA TIMUR. 2016. Populasi Ayam Petelur di Kabupaten Blitar.www.disnakjatim.go.id. [Accessed on: 16 September 2016] [3] Zalizar L.,R Relawati., W Pancapalaga. 2015. Perilaku Dan Sikap Peternak Ayam Petelur Dalam Manajemen Pemberian Antelmintik.Prosiding Seminar Naional dan Lokakarya Teknologi dan Agribisnis Peternakan di Universitas Jenderal (UNSOED), Purwokerto,30-31 Mei 2015 [4] Ridwan Y., F. Satrija, E. Novianti, E.B. Retnani, R. Tiuria. 2000. Resistensi Haemonchus contortus terhadap Albendazol pada Peternakan Domba di Bogor. Prosiding International Seminar of Soil Transmitted Helminth dan Seminar Nasional Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasitik Indonesia, 2011 Indonesia. Bali, Indonesia. 21-24 February 2000. [5] Bartley, D.J., E. Jackson, K. Johnston, R. L. Coop, G. B. B. Mitchell, J. Sales, F. Jackson. 60 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk
2003. A survey of anthelmintic resistant nematode parasites in Scottish sheep flocks. Vet. Parasitol. 117: 61 71. [6] da Cruz, D.G., L. O. da Rocha, S. S. Arruda, J. G. B. Palieraqui, R. C. Corderio, S. Junior, M. B. Molento, C. Santos. 2010. Anthelmintic efficacy and management practices in sheep farms from the state of Rio de Janerio, Brazil. Vet. Parasitol. 170: 340 343. [7] Zalizar L., I. D. Rahayu. 2001. Pengaruh Penggunaan Larutan Bawang Putih terhadap Penampilan Produksi Ayam Lurik Penderita Cacing parasit. Jurnal Agritek 9 (2): 874-879. [8] Zalizar L., dan A. Maliki. 2000. Pengaruh Tingkat Pemberian Getah Pepaya (Carica papaya) Sebagai Anthelmintika Terhadap Jumlah Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) dan Pertambahan Bobot Badan Ayam Buras. Animal Production. Jurnal Produksi Ternak. Universitas Soedirman (terakreditasi). Edisi Khusus. Buku 1, Februari. [9] Zalizar. L. 2009. Dampak Perbedaan Dosis Infeksi Ascaridia galli dan Pemberian Albendazol terhadap Jumlah Cacing Dan Bobot Hidup Ayam Petelur. Jurnal Saintek 6(1):29-33.ISSN No 1693-8917 [10] Zalizar L.2013. Flavonoids of Phylanthus Niruri as Immunomodulators A Prospect to Animal Disease Control. ARPN Journal of Science and Technology (3)5: 529-532 Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO 2016 61