e) Hak Menghadiri RUPS... 55

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan

perubahan Anggaran Dasar.

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PERSEROAN TERBATAS. Copyright by dhoni yusra. copyright by dhoni yusra 1

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

PT. Tunas Ridean Tbk Kamis, 19 April s/d Selesai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB II PENGALIHAN HAK ATAS SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS. A. Dasar Hukum Peralihan Saham Pada Perseroan Terbatas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN

Perseroan ), berkedudukan di Kotamadya

Mata Kuliah - Kewirausahaan II-

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Tatacara Balik Nama atas Kepemilikan Saham Bank.

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Perseroan Terbatas. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi

2017, No penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana d

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PT. PEMBANGUNAN PRASARANA SUMATERA UTARA

BAHAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk. Jakarta, 24 Maret 2016

BUPATI BANDUNG RANCANGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG

BAGIAN X EKUITAS X.1. PENDAHULUAN

7 Idem, Penjelasan umum alinea 9

GUBERNUR SULAWESI BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

ANALISA AKTA PENDIRIAN PT LUMBUNG BERKAT SEJAHTERA TERHADAP UU No. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

PENJELASAN AGENDA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN PT KEDAWUNG SETIA INDUSTRIAL, Tbk. TANGGAL 23 MEI 2017

PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (UUPT)

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2006

NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam

1 Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm Ibid.

B A B I PENDAHULUAN. Sasaran utama pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada pengingkatan

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

BAHAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN 2016 PT. TUNAS RIDEAN Tbk. Jakarta, 20 April 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH PT. PEMBANGUNAN BELITUNG TIMUR

BAHAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk. Jakarta, 12 April 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAHAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN PT BANK GANESHA Tbk 28 JUNI 2016 BANK GANESHA

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

2. Zaenu fitroni ( ) 3. Imam syahroni ( ) 4. Ade dian s. ( ) 5. Nur kholis majid ( )

HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasar UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas) Oleh: Rahmad Hendra

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PT LIPPO KARAWACI Tbk. Piagam Komite Nominasi dan Remunerasi

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN TAHUN 2015 MATERI RAPAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan: 1. Batasan Kewenangan dan Intervensi yang Dimiliki Komisaris

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (PT.

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

Transkripsi:

e) Hak Menghadiri RUPS... 55 2. Kewajiban-kewajiban Pemegang Saham... 55 a) Kewajiban Dalam Penyetoran Saham... 56 b) Kewajiban Dalam Pengalihan Saham. 57 c) Kewajiban Mengembalikan Sisa Kekayaan Hasil Likuidasi... 59 D. Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas... 59 1. Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham... 59 2. Tanggung Jawab Antar Para Pihak dalam Perusahaan... 63 E. Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Berdasarkan Teori Piercing The Corporate Veil... 69 F. Kewajiban Perseroan Terbatas ( PT ) Dan Pemegang Saham ( PS ) Dalam Peningkatan Modal PT... 79 1. Syarat dan Mekanisme Peningkatan Modal PT... 79 2. Bentuk-bentuk Penyetoran Modal dalam PT... 80 3. Penyetoran Saham Sebagai Suatu Kewajiban... 82 4. Pengawasan Penyetoran Modal oleh Departemen Kehakiman... 83 5. Ketiadaan Penyetoran Modal Pada Saat Peningkatan Modal PT... 84 BAB III METODE PENELITIAN... 86 BAB IV ANALISIS YURIDIS... 94 A. Hak-hak Pemegang Saham ( PS ) Yang Tidak Menyetorkan Modal Saat Perseroan Meningkatkan Modal... 94 B. Tanggung Jawab PS Yang Tidak Menyetorkan Modal Pada Saat Peningkatan Modal PT Tanpa Mekanisme Yang Diatur UU No.40 Tahun 2007 Apabila Perusahaan Mengalami Kerugian... 101 1.Hak Untuk Tidak Menanggung Kerugian Yang Diakibatkan Oleh Organ Perseroan... 101 a) Tanggung Jawab Pemegang Saham Dalam Hal Peningkatan Modal (Melalui Mekanisme) Yang Diatur UU Perseroan Terbatas... 103 b) Tanggung Jawab Pemegang Saham Dalam Hal Peningkatan Modal (Tidak Melalui Mekanisme) Yang Diatur UU Perseroan Terbatas... 109 BAB V PENUTUP... 114 A. Kesimpulan... 114 B. Saran... 118 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang secara internal mampu dan berjalan lancar meningkatkan modal perseroan tersebut melalui cadangan modal yang dimiliki dalam kas perusahaan dan ada perusahaan yang tidak mempunyai cadangan kas perusahaan guna penambahan modal usaha. Bagi perusahaan yang tidak mempunyai modal usaha yang besar dan didukung oleh para pemegang saham, maka mereka (baca: perusahaan) akan melakukan pinjaman kepada lembaga tertentu. Dalam hal penambahan modal dari pemegang saham tersebut, pada prakteknya tidak berjalan semestinya seperti yang dibayangakan karena bisa saja ditemukan kendala dengan pelbagai alasan di antaranya : ada pemegang saham yang sangat peka dengan kemajuan perusahaannya sehingga baginya mengeluarkan uang dengan menyetorkan sahamnya untuk peningkatan modal perseroannya tidak menjadi masalah, tetapi ada pula pemegang saham yang enggan menyetorkan sahamnya untuk peningkatan modal perusahaannya karena alasan finansial yang tidak cukup dan barang pengganti sesuai dengan nilai nominal saham minimal belum memadai dan ada pula karena masalah sentiment 1

pribadi yang terjadi dalam perusahaannya sehingga karena ketidakpercayaannya terhadap pengurus perusahaan enggan ikut menyetorkan saham untuk peningkatan modal perseroan dan ada pula yang tidak mau ikut dalam penambahan modal meskipun mampu. Peran serta pemegang saham dalam peningkatan modal perseroan sesungguhnya adalah kewajiban berdasarkan Undang-undang Perseroan Terbatas ( UUPT ) No.40 Th 2007 (. Peningkatan modal tersebut wajib dilalui dengan mengikuti mekanisme yang telah diatur undang-undang tersebut yakni seperti yang ditentukan dalam Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 42 ayat (1) 1. Namun pada kenyataannya ada perusahaan yang melaksanakan peningkatan modal usaha di luar dari mekanisme yang diwajibkan tersebut. Hal ini menimbulkan permasalahan baru terkait dengan keabsahan peningkatan modal perusahaan dengan segala konsekuensinya diantaranya: dampak terhadap perubahan anggaran dasar perseroan dan tanggung jawab masing-masing pemegang saham dalam menyetorkan modal untuk peningkatan modal perseroan jika terdapat pemegang saham yang tidak menyetorkan sahamnya untuk peningkatan modal. Sebagaimana ketentuan berikut ini menegaskan, pemegang saham harus sudah menyetorkan modal secara penuh atau lunas sebelum pengesahan Akta Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Menteri. Artinya penyetoran saham dalam peningkatan merupakan suatu kewajiban. 1 Pasal 41 dan 42 UU Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 2

Suatu Perseroan Terbatas dapat meningkatkan modalnya dengan cara melakukan penambahan modal, yang prosesnya dilakukan berdasarkan atas persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ). Menurut pasal 41 ayat (2) Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ( UUPT ), RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS tersebut dalam rangka peningkatan modal Perseroan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, dengan catatan bahwa penyerahan kewenangan tersebut sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS. Mengacu pada isi pasal 41 ayat (2) UU Perseroan Terbatas 2007. Hal ini mengandung pengertian bahwa peningkatan modal perseroan melalui penambahan modal usaha wajib mematuhi mekanisme yang telah ditetapkan oleh Undang-undang Perseroan Terbatas. Dengan kata lain di luar dari dan/atau persyaratan pelaksanaan peningkatan modal yang diwajibkan Undang-undang Perseroan Terbatas tersebut, memungkinkan Peningkatan Modal Perseroan yang dilakukan oleh Perseroan menjadi tidak sah berikut konsekuensinya terhadap pemegang saham yang telah menyetorkan modalnya ke dalam perseroan maupun yang tidak menyetorkan modalnya pada saat Perseroan Meningkatkan Modal. Konsekuensi yang dimaksud ialah apabila perusahaan tersebut mengalami kerugian dan memperoleh laba bersih yang kemudian harus dibagikan kepada setiap pemegang saham sebagai Dividen yang ternyata pada saat kerugian pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya tersebut yang 3

ternyata harus ikut bertanggungjawab tidak mau bertanggungjawab dan sebaliknya pada saat pembagian dividen menuntut hak-nya. Meskipun demikian pemegang saham yang tidak ikut menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modalnya harus tetap dilindungi hakhaknya. Sebaliknya perusahaan tersebut juga tidak dapat secara diam-diam tanpa melakukan mekanisme yang diatur oleh UU Perseroan Terbatas melakukan Peningkatan Modal. Peningkatan Modal yang dilakukan tersebut tetap saja tidak sah karena tidak melalui mekanisme yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas meskipun peningkatan modal tersebut tetap mengikat para pihak pemegang saham yang setuju peningkatan modal dan/atau menyetorkan modalnya pada saat peningkatan modal perseroan. Dalam keadaan yang normal jika mekanisme dipatuhi oleh perusahaan untuk meningkatkan modal perseroan berdasarkan peraturan tentang perseroan terbatas, perusahaan dapat menggunakan hak-hak sesuai yang diatur undangundang untuk melakukan opsi-opsi penyelesaian baik secara internal sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan maupun Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas mengenai apa yang harus dilakukan terhadap pemegang saham yang tidak menyetorkan sahamnya pada saat perusahaan meningkatkan modal seperti membeli saham-saham pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya dan kemudian menawarkan kepada pihak ke tiga atau ketika peningkatan modal tetap berjalan sesuai mekanisme yang diatur dalam UU PT maka Perseroan dapat melakukan gugatan mengenai 4

Utang Piutang agar Pemegang Saham yang tidak menyetorkan modal pada saat peningkatan modal perseroan membayar utangnya tersebut atau dengan cara mengurangi nilai nominal sahamnya sebagai dampak dari peningkatan modal perseroan yang mana pemegang saham tersebut tidak menyetorkan modalnya. Pada prakteknya dalam hal peningkatan Modal Perseroan umumnya Pemegang saham minoritas kurang terlindungi hak-haknya ketika perusahaan meningkatkan modalnya terkait sumber dana yang minim. Namun terhadap masalah ini ada sebuah prinsip yang mengatur keseimbangan hak antara pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas yang seringkali bertentangan satu sama lain. Untuk itu agar dapat mencapai adanya suatu keadilan maka diperlukan pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas mendapatkan haknya secara proporsional. Demi menjaga kepentingan di kedua belah pihak dikenal adanya prinsip Majority Rule Minority Protection. Mengingat begitu dominannya posisi pemegang saham mayoritas dalam suatu perusahaan maka prinsip majority rule minority protection hadir memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dengan memberikan hak-hak tertentu kepada pihak pemegang saham minoritas yakni dengan memberikan kesempatan untuk mengambil inisiatif-inisiatif tertentu sehingga pelaksanaan bisnis perusahaan tidak menimbulkan kerugian terhadap kepentingannya 2. 2 Fuady, Munir. Hukum Perseroan Terbatas, Tahun 2005: hal.176 5