P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 21 Juli 2011 Indeks 1. Wisma Atlet Anggota DPR disebut terima komisi 5 persen 2. Korupsi Dipertanyakan, penghentian kasus korupsi alkes NTT 3. Dugaan Pencucian Uang Hari ini Gayus jalani sidang perdana di pengadilan tipikor Jakarta 4. Gratifikasi Mantan Kepala Bea Cukai Djuanda ditahan 5. Dugaan Suap Kemenpora Rosalina terancam 5 tahun 6. Yulianis Bungkam Soal Aliran Duit ke Senayan 7. Korupsi Kas Daerah Giliran Kepala DPPKAD Sragen masuk LP 8. Pencucian Uang Bekas staf pemasaran PT ANZ Panin Bank Dituntut 10 tahun 9. Korupsi Bantuan Sosial Mantan Kadis Sosial TTU ditahan di LP Kefamenanu Cetak.kompas.com
Kamis, 21 juli 2011 WISMA ATLET Anggota DPR Disebut Terima Komisi 5 Persen Jakarta, Kompas - Dana proyek pembangunan wisma atlet SEA Games 2011 di Palembang, Sumatera Selatan, diduga dibagi-bagikan kepada banyak kalangan. Dewan Perwakilan Rakyat pun ikut disebut mendapat jatah fee proyek sebesar 5 persen dari nilai kontrak. Dalam dakwaan untuk bekas Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (20/7), terungkap adanya jatah untuk politikus di Senayan itu. Pembagian fee, yaitu Grup Permai 18 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan, dengan rincian 4 persen untuk daerah, 5 persen untuk Senayan/DPR, dan 9 persen untuk Grup Permai, kata Agus Salim, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, yang membacakan dakwaan itu. Namun, dalam dakwaan tidak dijelaskan fee 5 persen untuk DPR itu untuk siapa saja. Selain itu, tidak terungkap bagaimana realisasi pemberian komisi proyek tersebut. Nanti kita buktikan sama-sama di sidang, siapa orang DPR itu, kata Agus. Ia juga membantah ada nama petinggi Partai Demokrat yang disembunyikan dari dakwaan itu. Kalau ada, siapa pun saya ungkap, ujarnya seusai sidang. Komposisi pembagian komisi itu berdasarkan kesepakatan antara Rosalina dan anggota Fraksi Partai Demokrat DPR, Muhammad Nazaruddin. Sebelumnya, awal 2010, di Jakarta, Rosalina dan Nazaruddin bertemu (bekas) Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Wafid Muharam agar terdakwa dapat diikutsertakan untuk memfasilitasi pekerjaan atau proyek di Kemenpora. Pada Juni atau Juli 2010, bertempat di kantor PT Anak Negeri, Mampang, Jakarta, Rosalina bertemu Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris dan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi. Nazaruddin juga hadir. Pada kesempatan itu, Idris dan Dudung ingin agar PT DGI bisa bekerja sama dengan Nazaruddin. Nazaruddin meminta Dudung dan Idris berhubungan dengan Rosalina. Rosalina dan Nazaruddin lalu bertemu dengan Wafid di belakang Hotel Century, Senayan. Dalam pertemuan itu, Nazaruddin menyampaikan, jika ada proyek di Kemenpora, PT DGI diikutsertakan dan Rosalina akan mengawalinya.
Pada 12 Agustus 2010, Wafid mengeluarkan keputusan, antara lain berisi pengucuran bantuan Rp 199,6 miliar kepada Komite Pembangunan Wisma Atlet. Desember 2010, PT DGI diumumkan sebagai pemenang lelang. Nilai kontrak pembangunannya sebesar Rp 191,6 miliar. Setelah PT DGI mendapatkan pembayaran uang muka sebesar Rp 33,8 miliar, Rosalina dan Idris, dengan sepengetahuan Dudung, membahas kesepakatan pemberian uang kepada pihak yang dianggap membantu mendapatkan proyek. Disepakati, Nazaruddin mendapat 13 persen, Gubernur Sumatera Selatan diberi 2,5 persen, Komite Pembangunan Wisma Atlet (2,5 persen), Panitia Pengadaan (0,5 persen), Wafid (2 persen), dan Rosalina sebesar 0,2 persen. Rosa, bersama Idris dan Dudung, didakwa menyuap Wafid dan Nazaruddin. Suap itu berupa tiga lembar cek senilai Rp 3,2 miliar dan empat lembar cek senilai Rp 4,34 miliar. Rosalina menyangkal mengetahui pembagian fee itu. Dalam sidang terpisah, Idris, sebagai terdakwa, dalam keberatan (eksepsi)-nya terhadap dakwaan jaksa, menyatakan tak mau menjadi korban pertarungan yang terjadi di Partai Demokrat. Idris, dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya, Tommy Sihotang, meminta agar persidangan itu tak diwarnai situasi politik yang terjadi di Partai Demokrat. Imbasnya adalah apa pun pembelaannya akan tak diterima karena dianggap diwarnai kepentingan politik. (ray) Cetak.kompas.com Kamis, 21 juli 2011 KORUPSI Dipertanyakan, Penghentian Kasus Korupsi Alkes NTT Kupang, Kompas - Surat perintah penghentian penyidikan terhadap kasus korupsi dana alat kesehatan dan lainnya senilai Rp 13,9 miliar di Rumah Sakit Umum Daerah WZ Yohannes, Kupang, tahun anggaran 2005 dipertanyakan. Satu pelaku sudah diproses secara hukum, sedangkan pejabat yang paling bertanggung jawab dalam kasus itu dibebaskan dari penyidikan. Anggota DPD RI, Sarah Lery Mboeik, di Kupang, Rabu (20/7), menyatakan keheranannya atas penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus korupsi dana alat kesehatan (alkes) itu. Atas dasar apa polisi menghentikan penyidikan. Satu pelaku atas nama Beny Limbong sudah ditahan, sementara kepala
dinas kesehatan NTT yang paling bertanggung jawab tidak diproses. Ada kepentingan apa di balik itu, kata Sarah. Tidak seriusnya penanganan kasus pengadaan alkes di Kupang berdampak pada pengadaan alkes di kabupaten/kota di NTT. Misalnya, kasus korupsi pengadaan alkes di RSUD Larantuka tahun anggaran 2009 senilai Rp 6,6 miliar. Kasus itu belum terungkap tuntas. Koruptor selalu melihat sisi lemah penegak hukum, lalu melakukan korupsi dengan modus operandi serupa. Jika dua kasus korupsi dana alkes ini tak ditangani, akan muncul kasus korupsi dana pengadaan alkes serupa di kabupaten lain di NTT, papar Sarah. Kepala Bidang Humas Polda NTT Komisaris Antonia Pah mengaku belum tahu soal SP3 korupsi dana pengadaan alkes di RSUD Kupang. Soal kasus korupsi dana alkes di RSUD Larantuka ditangani Kejaksaan Negeri Larantuka, bukan Polres Flores Timur. Semula kasus korupsi alkes gencar ditangani polisi, tetapi kini meredup. Ikut terlibat, Kadis Kesehatan NTT, SB. (KOR) Mediaindonesia.com Kamis, 21 Juli 2011 Dugaan Pencucian Uang Hari Ini Gayus Jalani Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta JAKARTA--MICOM: Terdakwa kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan hari ini, Kamis (21/7), akan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Rencananya, mantan pengawai Direktorat Jenderal Pajak itu akan mendengar pembacaan dakwaan terkait kepemilikan uang Rp28 miliar dan deposito Rp74 miliar. "Hari ini sidang dakwaan Gayus di Pengadilan Tipikor," kata juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Suwidya, dalam pesan singkat yang diterima wartawan, Kamis (21/7). Hal ini juga telah dibenarkan pihak kuasa hukum Gayus, Dion Pongkor. Menurutnya, persidangan tersebut akan dilangsungkan sekitar pukul 10:00 WIB. Dion menjelaskan kliennya akan menjalani sidang terkait 3 perkara yang digabung
dalam satu berkas. Tiga perkara tersebut adalah tuduhan menerima suap dari Roberto Santonius, konsultan pajak PT Metropolitan Retailmart, memberi suap kepada petugas rumah tahanan negara Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, dan tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang. "Digabung dengan suap Karutan (Kepala Rutan Mako Brimob)," ujar Dion. Sementara, terkait kesiapan Gayus sendiri, Dion mengungkapkan kliennya semalam sempat mengeluhkan kurang enak badan paska mengikuti rapat dengan Panja Mafia Pajak. "Kemarin sore pulang dari DPR, Pak Gayus mengeluh nggak enak badan dan diperiksa dokter LP (Lembaga Pemasyarakatan) Cipinang. Semoga pagi ini bisa hadir," imbuhnya. Setelah mendapatkan vonis 7 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Gayus memang masih harus menghadapi beberapa perkara lagi. Dua di antaranya saat ini memang tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang dan Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam persidangannya kali ini ia ajukan ke persidangan karena telah menerima suap sebesar Rp 925 juta dari Roberus Santonius untuk pengurusan keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart, dan diduga melakukan penyuapan menyuap petugas rutan Brimob agar dapat keluar masuk tahanan dan pencucian uang. Ia diduga melakukan pencucian uang karena menempatkan uang hasil korupsi senilai Rp 28 miliar dalam rekening bank dan Rp 74 miliar dalam safe deposit box. (*/OL-10) Suarakarya-online.com Kamis, 21 Juli 2011 GRATIFIKASI Mantan Kepala Bea Cukai Djuanda Ditahan JAKARTA (Suara Karya): Mantan Kepala Bea Cukai di Bandara Djuanda Surabaya, Argandiono, Rabu (20/7) malam, ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba setelah dirinya diperiksa sebagai tersangka dugaan menerima gratifikasi dengan dalih untuk biaya operasional instansi tersebut.
"Karena ada indikasi kuat, tim berketetapan menahannya mulai Rabu (20/7)," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) M Jasman Pandjaitan di Jakarta, Rabu. Di bagian lain, ia menyebutkan, pihaknya sudah menyita hasil kejahatan yang dilakukan tersangka, yakni dalam bentuk rumah, mobil dan rekening sebesar Rp 1,3 miliar. Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Noor Rachmad, menyatakan tersangka Argandiono menerima gratifikasi dari pihak-pihak berkepentingan hingga negara mengalami kerugian sebesar Rp11 miliar. "Tersangka dikenai Pasal 11 dan 12 UU Tindak Pidana Korupsi," katanya. Ia menjelaskan, gratifikasi itu dilakukan selama antara 2004-2010 karena ada pengusaha yang dalam sebulan dimintai uang Rp 100 juta. "Modusnya untuk operasional," katanya. "Pengusaha ada yang keberatan terus lapor ke pidana khusus Kejagung, dan uang gratifikasi dikirim secara cash atau transfer," katanya. Sementara itu mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Syamsuddin Manan Sinaga, terpidana kasus Sisminbakum, Rabu, dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur. "Walaupun terpidana melakukan upaya hukum luar biasa melalui Peninjauan Kembali, tetap dieksekusi," kata Kapuspenkum Kejagung, Noor Rachmad, Rabu. Sebelumnya, Syamsuddin Manan Sinaga di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, menolak permohonan bandingnya dan menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun. Pada 21 Desember 2010, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang menolak permohonan kasasi Syamsuddin Manan Sinaga. Syamsuddin Manan Sinaga menjadi tahanan kota sejak 15 April 2009. Noor Rachmad menyatakan setelah dipotong masa tahanan, Syamsuddin Manan Sinaga harus menjalani masa hukuman selama enam bulan 15 hari. "Sekarang ditahan enam bulan 15 hari karena sebelumnya ditahan tujuh bulan 15 hari," katanya. Noor Rachmad juga menjelaskan bahwa berkas suami tersangka pembobol uang nasabah Citibank Inong Malinda Dee, Andhika Gumilang, sudah dinyatakan lengkap atau P21. (Lerman S/Ant) Suarakarya-online.com Kamis, 21 Juli 2011 DUGAAN SUAP KEMENPORA
Rosalina Terancam 5 Tahun JAKARTA (Suara Karya): Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ternyata sangat berperan dalam proyek pembangunan wisma atlet dan Gedung Serba Guna Provinsi Sumatera Selatan. Direksi PT Duta Graha Indah (DGI) harus menghubungi Nazaruddin untuk memperoleh pekerjaan proyek tersebut. Hal itu terungkap pada surat dakwaan terhadap pegawai pemasaran PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kemarin. Dalam surat dakwaan itu, Nazaruddin bahkan pernah meminta Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga, Wafid Muharram agar Rosalina sebagai bawahannya diberi peluang untuk memfasilitasi pekerjaan atau proyek di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. "Terdakwa, pada sekitar Juni atau Juli 2010, di kantor PT Anak Negeri (Kantor Permai Group), mengadakan pertemuan dengan Mohamad El Idris selaku manager Merketing PT DGI serta dihadiri oleh Muhammad Nazaruddin," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK, Agus Salim, saat membacakan surat dakwaan atas nama Mindo Rosalina Manulang, di hadapan majelis hakim yang diketuai Suwidya. Pada pertemuan itu, Dirut PT DGI, Dudung Purwadi dan Muhammad El Idris mengungkapkan keinginannya untuk ikut serta dalam proyek yang sedang dikerjakan Muhammad Nazaruddin. Selanjutnya, Rosa diperintahkan menangani permohonan PT DGI. Dalam surat dakwaan itu, Rosalina terancam hukuman berupa pidana penjara maksimal selama lima tahun. Dia didakwa telah melanggar pasal 5 ayat 1 atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rosa, menurut Jaksa, telah melakukan suap terhadap Sesmenpora Wafid Muharam berupa 3 lembar cek senilai Rp 3,28 miliar serta empat lembar cek senilai Rp 4,43 miliar kepada pegawai negeri atau penyelanggara negara. Pada beberapa kesempatan dalam mengikuti persidangan tersebut, Rosa tampak meneteskan air mata. Dia bahkan tidak sanggup menjawab pertanyaan hakim dan mempersilakan kuasa hukumnya yang menjawab. Dalam surat dakwaan JPU KPK tersebut, diungkapkan bahwa dari jasanya mengurusi PT DGI sehingga menjadi rekanan pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Palembang, Rosalina mendapat imbalan sebesar 0,2 persen dari total nilai proyek yang sebesar Rp 191,6 miliar. Besaran itu sudah dikurangi PPn dan PPh.
Selain memberi imbalan bagi jasa Rosa, PT DGI juga menyerahkan fee ke sejumlah pihak termasuk kepada Muhammad Nazaruddin yang sebesar 13 persen, pejabat daerah setempat sebesar 2,5 persen, untuk komite pembangunan wisma atlet sebesar 2,5 persen, kepada panitia pengadaan sejumlah 0,5 persen dan diserahkan kepada Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga (Sesmenpora) sebesar 2 persen. Dalam surat dakwaan, JPU membeberkan peranan Rosa dalam kasus suap ini. Rosa, bersama Nazaruddin, pada awal tahun 2010, di suatu tempat di Jakarta, bertemu dengan Wafid Muharam yang telah dikenalnya sebelumnya. Dalam pertemuan itu, Nazaruddin menyampaikan kepada Wafid, agar Rosa dapat diikutsertakan untuk memfasilitasi pekerjaan atau proyek di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Kemudian, pada sekitar Juni atau Juli 2010, bertempat di kantor PT Anak Negeri (kantor PT Perman Group), Rosa bertemu dengan Mohammad El Idris dan Dudung Purwadi dan Nazaruddin. Dalam pertemuan itu, Idris dan Dudung menyampaikan keinginan agar PT DGI Tbk dapat diikutsertakan dalam kerjasama dengan Nazaruddin. "Untuk menindaklanjuti kerja sama tersebut, Mohammad El Idris dan Dudung Purwadi diminta untuk berhubungan dengan terdakwa (Rosalina--Red)," kata jaksa. Rosa, bersama Nazaruddin, sekitar bulan Juni 2010, bertempat di sebuah rumah makan yang terletak di belakang Hotel Century Senayan, kemudian kembali mengadakan pertemuan dengan Wafid. Dalam pertemuan itu, Nazaruddin menyampaikan kepada Wafid, untuk mengikutsertakan PT DGI Tbk, di proyek-proyek yang ada di Kemenpora. Kepada Wafid, Nazaruddin juga menyampaikan bahwa Rosa yang akan mengawal keikutsertaan PT DGI Tbk itu. Rosa juga kembali bertemu dengan Nazaruddin dan staf atau karyawan PT Permai Group, guna membicarakan pembagian fee proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan bertempat di kantor Group Permai. (Nefan Kristiono) Tempointeraktif.com Kamis, 21 Juli 2011 Yulianis Bungkam Soal Aliran Duit ke Senayan
TEMPO Interaktif, Jakarta -Pengacara Julianis, Ignatius Supriyadi tidak menjawab pernyataan wartawan tentang apakah benar ada aliran dana dari Yulianis kepada anggota dewan seperti yang terungkap dalam Sidang Mindo Rosalina Manullang. "Kalau itu Ibu Yulianis tidak pernah menyampaikan ke kami. Sepertinya tidak ada itu karena dia tugasnya untuk ke luar masuk uang," katanya di Jakarta, Rabu 20 Juli 2011. Ketika didesak lebih jauh tentang informasi yang diketahui Yulianis, Supriyadi mengatakan hal itu sudah pernah dijelaskan oleh Yulianis dalam sebuah wawancara di salah satu televisi swasta. Mengutip wawancara kala itu, Supriyadi mengatakan semua data sudah disita oleh penyidik. Ketika didesak lebih jauh bagaimana akan membela diri jika tidak punya data, pengacara Yulianis tertawa. "Itu soal lain mbak. Kadang di kepala kan masih ada. Dia (Yulianis) mengatakan sudah nggak mau berdebat soal itu karena sudah diserahkan ke penyidik. Tentu (data) ada di penyidik," katanya. Supriyadi juga ditanya kenapa ia hanya mengklarifikasi keterlibatan Anas Urbaningrum, padahal banyak nama lain juga disebut. Menurutnya ini karena nama Anas memang tidak ada di catatan keuangan. Tetapi pengacara Yulianis itu mengakui bahwa kliennya masih mengatur soal keuangan saat kongres Partai Demokrat dilaksanakan di Bandung di mana Anas terpilih menjadi pemenang. Yulianis diminta oleh Nazaruddin membawa sejumlah uang. Lagi-lagi pengacara Yulianis mengutip wawancara Yulianis dengan salah satu televisi swasta. "Tapi setelah selesai kongres uang itu tidak dipakai, malah ada tambahan dari Nazaruddin. Seingat saya seperti itu dalam wawancara," katanya. Ia tidak tahu apakah uang itu memang untuk kongres atau bukan. Yulianis menurutnya mengatakan hanya diperintah untuk membawa uang ke Bandung. Jumlahnya tidak disebutkan oleh Yulianis. Supriyadi juga tidak menjawab desakan wartawan untuk menjawab pertanyaan lain seputar kasus yang melibatkan Yulianis. "Kebetulan hari ini saya hanya meluruskan yang hari ini beredar menyangkut katanya Bu Yulianis punya hubungan baik dengan
Athiyyah Laila padahal tidak benar sama sekali," katanya. Dalam surat dakwaan El Idris yang dibacakan jaksa penuntut umum disebutkan uang sejumlah Rp 24,9 miliar dari Nazaruddin dibagikan melalui Oktarina Puri dan Yulianis. Supriyadi tidak mau menjawab atau membenarkan karena menurutnya itu sudah masuk ke wilayah teknis persidangan. Ia mengaku tidak diberi kewenangan untuk memberikan pernyataan yang terkait proses persidangan. Ia mengatakan Yulianis menyerahkan sepenuhnya kepada persidangan. "Kalau akhirnya terbuka ya silahkan di proses persidangan. Yulianis tidak bersedia menanggapi itu karena itu proses persodangan. Yang mau diluruskan adalah pemberitaan yang terkesan menyerang beliau, padahal dia hanya hanya karyawan biasa lah," tuturnya. Yulianis menurutnya hanya mencatat keluar masuknya uang dan melakukan pencatatan berdasarkan perintah Nazaruddin. Supriyadi bahkan tidak tahu ketika ditanya apa jabatan formal Julianis. Menurutnya Yulianis hanya menyebut dirinya sebagai staf keuangan di Permai Group, dan tida pernah menyebutkan di anak perusahaan yang mana. KARTIKA CANDRA Suarakarya-online.com Rabu, 20 Juli 2011 KORUPSI KAS DAERAH Giliran Kepala DPPKAD Sragen Masuk LP SEMARANG (Suara Karya): Tersangka kasus dugaan korupsi kas daerah yang bersumber dari APBD 2003-2010 Kabupaten Sragen yang ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng bertambah. Setelah menahan mantan Bupati Sragen Untung Wiyono serta mantan Sekda Sragen Koeshardjono, giliran Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah (DPPKAD) Sri Wahyuni, Senin malam (18/7) dijebloskan ke LP Wanita Bulu Semarang. Dengan masih mengenakan baju dinas PNS, Sri datang memenuhi panggilan Kejati pukul 10.00 WIB. Dia menjalani pemeriksaan tim penyidik Kejati Jateng hingga pukul 18.15 WIB. Yang bersangkutan dimintai keterangan seputar kasus penyalahgunaan kas daerah APBD 2003-2010 Kabupaten Sragen yang menyeret mantan Bupati Untung Wiyono. Selepas menjalani pemeriksaan, Sri malam itu juga segera dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wanita Bulu Semarang. Kepala Kejaksaan Tinggi Jateng
Widyopramono menegaskan, penahanan terhadap Sri Wahyuni dinilai perlu lantaran memenuhi syarat untuk ditahan. "Jadi tersangka kami tahan sebagaimana lainnya," ujar Kajati didampingi Asisten pidana khusus Setia Untung Arimuladi, Senin malam. Menurut Kajati, dalam kasus penyalahgunaan kas daerah itu, status Sri Wahyuni sama dengan Koeshardjono, yakni turut serta atau bersama-sama Untung Wiyono secara bertahap mengeluarkan atau memindahkan dana dari kas daerah untuk ditempatkan dalam bentuk deposito di BPR Djoko Tingkir dan BPR BKK Karangmalang. Kasus tersebut menjerat Sri Wahyuni sejak dia masih menjabat sebagai bendahara DPPKAD. Perbuatan para tersangka melanggar Undang-Undang (UU) No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Pasal 2 dan 3 UU 31/1999 yang telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kuasa hukum Sri Wahyuni, HD Junaedi menjelaskan kliennya sangat kooperatif selama pemeriksaan hingga ditahan. "Kami ikuti saja proses hukum yang sedang berjalan," jelasnya. Kasus ini berawal saat mantan Bupati Sragen Untung Wiyono memerlukan dana untuk kepentingan di luar kedinasan. Kemudian bersama Sekda dan Bendahara BPKD, secara bertahap mengeluarkan atau memindahkan dana dari kas daerah untuk ditempatkan dalam bentuk deposito di BPR. Akibat penggunaan dana APBD yang tidak sesuai ketentuan tadi, negara dirugikan sebesar Rp 40,003 miliar. (Pudyo Saptono) Suarakarya-online.com Rabu, 20 Juli 2011 PENCUCIAN UANG Bekas Staf Pemasaran PT ANZ Panin Bank Dituntut 10 Tahun JAKARTA (Suara Karya): Seorang bankir bekas staf pemasaran PT ANZ Panin Bank, Hendrik Bin Ng Nga Ku, dituntut hukuman 10 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Trimo dan Pradana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, kemarin. Terdakwa yang telah menggerogoti uang sejumlah nasabah Panin Bank tersebut, juga dikenakan denda Rp 500 juta atau menjalani kurungan selama empat bulan. "Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan serangkaian kejahatan pencucian uang dan pemalsuan," demikian JPU Pradana saat membacakan requisitor-nya pada persidangan pimpinan Suharto.
Menurut Pradana, kejahatan terdakwa tersebut tidak hanya bertentangan dengan Pasal 263 KUHP tetapi juga Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) No 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 tentang Pencucian Uang. "Perbuatan terdakwa dilakukan secara berkelanjutan. Karenanya, terdakwa pantas dituntut hukuman maksimal," kata Pradana. Menanggapi tuntutan jaksa yang maksimal dari ancaman pasal yang didakwakan tersebut, baik terdakwa Hendrik maupun penasihat hukumnya menyatakan tidak bisa menerimanya. Oleh karena itu, mereka meminta waktu kepada majelis hakim untuk menyusun pledoi sekaligus memaparkan fakta-fakta yang sebenarnya. Dalam tuntutan jaksa disebutkan sejumlah nasaban Panin Bank dikerjain terdakwa hingga merugikan para korban miliaran rupiah. Para korban, di antaranya Riyadi, Florence Buntara, Christiane Angela dan Samuel Edison, dijanjikan bunga deposito antara 7 sampai 8 persen dalam tempo tiga bulan. Tidak itu saja yang menggiurkan calon nasabah. Terdakwa juga menawarkan hadiah black berry dan masih banyak lagi bagi pemilik deposito. Maka berebutlah calon nasabah yang ditawari itu membuka deposito di Panin Bank. Namun terdakwa tidak memasukkan uang para korban ke deposito. Bahkan sebagian besar koban bukan lagi sebagai nasabah Panin Bank. Sebab, nama pemilik nomor rekeningnya sebelumnya diubah terdakwa menjadi atas nama adik atau beberapa orang yang tidak dikenal baik korban maupun pihak Panin Bank. (Wilmar P) Suarakarya-online.com Rabu, 20 Juli 2011 KORUPSI BANTUAN SOSIAL Mantan Kadis Sosial TTU Ditahan di LP Kefamenanu KUPANG (Suara Karya): Mantan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nikolaus Suni, Senin (18/7) petang ditahan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat dan dititipkan di Lembaga Kemasyarakat (LP) Kefamenanu,TTU. Dia ditahan terkait dugaan korupsi dana bantuan sosial yang dikelolahnya tahun anggaran 2009 lalu dan merugikan negara sebesar Rp 1 miliar lebih. Kepala Kejaksaan Negeri (Kafari) Kefamenanu, Diding Kurniawan yang dihubungi melalui Kasie Intelnya, Wayan Eka, Senin (18/7) malam membenarkan penahanan
tersangka terkait dugaan korupsi dana bantuan social yang dikelolahnya tahun anggaran 2009 lalu. Wayan menjelaskan, tahun 2009 lalu pemerintah Kabupaten TTU mengalokasikan dana bantuan sosial melalui Dinas Sosial TTU senilai Rp 4,8 miliar lebih untuk pembangunan 333 unit rumah. Pembangunan rumah itu dikerjakan tiga kontraktor yakni PT Dua Sekawan dengan kuasa direktur Philips senilai Rp 2 miliar, CV Surya Tunas dengan kuasa direktur Nurdin senilai Rp 800 juta dan PT Huanini Mustika Sejahtera milik Robby Nailiu yang saat ini menjabat Ketua DPRD TTU senilai Rp 2 miliar. Menurut Wayan Eka, penyidik Kejari TTU yang langsung dipimpinnya telah melakukan penyelidikan. Dugaan sementara, kerugian itu ditimbulkan karena adanya mark up dokumen kontrak, sehingga pihak-pihak yang bertanggung jawab adalah konsultan perencanaan, panitia dan pimpinan proyek atau kuasa pengguna anggaran. "Ada tiga konsultan perencana, seorang sudah kami periksa dan menetapkannya sebagai tersangka, sedangkan dua lainnya masih dalam proses pemeriksaan," kata Wayan tanpa mau menyebutkan nama para konsultan yang diperiksa itu. Terkait pengerjaan fisik proyek pembangunan 333 unit rumah tersebut, Wayan Eka menjelaskan, penyidik belum menyentuh masalah fisik proyek itu, karena masih berkonsentrasi pada kerugian akibat mark up. "Masalah fisik proyek akan kami lakukan setelah kami menyelesaikan masalah dugaan mark up ini. Kami tentu akan melihat secara cermat, sejauh mana keterlibatan para kontrakror tersebut. Yang pasti aka nada banyak orang yang terseret dalam kasus ini," kata Wayan. Sementara dari Kefamenanu juga diperoleh keterangan, sempat terjadi aksi ketika penyidik hendak menahan mantan Kadis Sosial yang juga mantan Bappeda TTU, Nikolaus Suni itu. Istri Suni sempat ribut di Kejari dan menyatakan, Kejari TTU jangan hanya menahan suaminya, tetapi juga menahan kontraktor seperti Roby Nailiu. (Bonne Pukan) Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922
(F) +62-21-3856809/3856826 (E) humas-ppatk@ppatk.go.id DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan digunakan khusus untuk PPATK dan pihak-pihak yang memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.