BAB II FATWA DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN. 1. Latar Belakang Pembentukan DSN-MUI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III SEJARAH SINGKAT MAJELIS ULAMA INDOSESIA. pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam

ANALISIS PELAKSANAAN FATWA DSN-MUI NO. 25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN (STUDI PELAKSANAAN GADAI SYARI AH DI BTN SYARI AH SEMARANG) SKRIPSI

Dewan Syariah Nasional berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidangn ekonomi dan keuangan.

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA RAPAT KOORDINASI MAJELIS ULAMA INDONESIA KABUPATEN SEMARANG.

BAB III FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 21/DSN-MUI/X/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH

FORUM SILATURRAHIM PONDOK PESANTREN ( FSPP )

A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gadai. emas BSM adalah penyerahan hak penguasaan secara fisik atas

DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/ 32 /PBI/2008 TENTANG KOMITE PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data

KEPUTUSAN KONFERENSI BESAR XVIII GERAKAN PEMUDA ANSOR TAHUN 2012 Nomor : 02/KONBES-XVIII/VI/2012

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

ANGGARAN DASAR ANGGARAN RUMAH TANGGA

Muhammad Khaeruddin Hamsin, Lc, LLM, Ph.D

ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pinjam meminjam menjadi salah satu cara terbaik untuk

ANGGARAN DASAR MAJELIS TA LIM TELKOMSEL BAB I NAMA, WAKTU, TEMPAT KEDUDUKAN DAN LAMBANG. Pasal 1 N a m a. Pasal 2 Waktu Diresmikan

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENDIDIK DAN PENELITI BAHASA DAN SASTRA (APPI-BASTRA) BAB I PENGERTIAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM MUI, NU DAN METODE HUKUM, SERTA KONSEP DENDA DALAM ISLAM

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Komite Perbankan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal wat Tamwil dan Koperasi Syariah merupakan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu.

BAB II FATWA DSN-MUI NO: 75/DSN-MUI/VII/2009 TENTANG PEDOMAN PENJUALAN LANGSUNG BERJENJANG SYARIAH (PLBS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk Usaha, Bidang dan Perkembangan Bentuk Usaha

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS PENDIDIKAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad, Istana Negara, Jakarta, 2 Januari 2015 Jumat, 02 Januari 2015

ANGGARAN DASAR ANGGARAN RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

KEPUTUSAN SILATNAS PGMI Nomor : 04/SK/Silatnas-PGMI/XI/2008. Tentang ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PGMI ANGGARAN DASAR

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

false false false EN-US X-NONE AR-SA

BAB III GAMBARAN UMUM INSTANSI. A. Sejarah Berdirinya BPR Syariah Bangun Drajat Warga. SAW, dimana Baitulmal didirikan oleh Rasulullah sebagai lembaga

ANGGARAN DASAR IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH

BAB V PENUTUP. kepada Kospin Jasa Syariah sebagai agunan atas pembiayaan yang di terima

FATWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN UMUM MENURUT PERSPEKTIF ISLAM MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Komite Perbankan Syariah

BAB IV PEMBAHASAN. A. Implementasi Akad pada produk Gadai Emas di bank Syariah

PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

ANGGARAN DASAR LEMBAGA DAKWAH KAMPUS UNIT KEGIATAN DAKWAH MAHASISWA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang sempurna dengan Al-Qur an sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Hal ini

BAB III VASEKTOMI DALAM PERSPEKTIF MAJELIS ULAMA INDONESIA. menghimpun para ulama, zu ama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk

ABSTRAKSI. Kata Kunci : Akuntansi Pendapatan, Pegadaian Konvensional, Pegadaian Syariah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH

ANGGARAN DASAR BADAN KOORDINASI MUBALLIGH se-indonesia MUQADDIMAH

KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH

KEPUTUSAN MUSYAWARAH JAMA AH MASJID AL-MUHAJIRIN TAMAN BOSTON. Nomor : 001/MJ/Al-Muhajirin/II/2016 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

PROFIL KADER MUHAMMADIYAH. Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah

INDEPENDENSI PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN IBADAH HAJI

BAB I PENDAHULUAN. Islam saat ini adalah organisasi Muhammadiyah. dakwah Amar Ma ruf Nahi Munkar yang bersumber pada Al-Qur an dan As-

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam

PROFIL MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI EMAS DI KOSPIN JASA SYARIAH DIPANDANG FATWA DSN NOMOR: 26/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN EMAS.

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan. ketuhanan dan etika. Ia terpancar dari aqidah Islamiah.

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA DEWAN PENDIDIKAN KABUPATEN SUBANG JL. KS TUBUN NO. 21 SUBANG JAWA BARAT

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB IV SIKAP ORGANISASI MASYARAKAT TERHADAP POLITIK ORDE BARU

PEDOMAN DAN KODE ETIK DEWAN KOMISARIS A. LANDASAN HUKUM

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

REVITALISASI IDEOLOGI MUHAMMADIYAH

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN AKAD RAHN DALAM LAYANAN GADAI DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG KALIGARANG-SEMARANG (TINJAUAN MANAJEMEN DAKWAH)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB V PENUTUP. sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa Prinsip syariah yang di tuangkan dalam akad Dalam hal ini

BAB II. TINJAUAN UMUM TA WIDH, FATWA DSN MUI No.43/DSN- MUI/VIII/2004 DAN WANPRESTASI

PEDOMAN PENETAPAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : U-596/MUI/X/1997 Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

AD KAI TAHUN 2016 PEMBUKAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan ini dapat menyediakan dana bagi pengusaha-pengusaha swasta atau

ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR

PERATURAN PERUSAHAAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH. PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah PUDUARTA INSANI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN SE KABUPATEN JEMBRANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Upaya perkembangan perekonomian nasional dalam mewujudkan masyarakat

Transkripsi:

BAB II FATWA DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN A. Profil DSN-MUI 1. Latar Belakang Pembentukan DSN-MUI MUI adalah wadah yang menghimpun dan mempersatukan pendapat dan pemikiran ulama Indonesia yang tidak bersifat operasional tetapi koordinatif. Majelis ini dibentuk pada tanggal 26 juli 1975 M atau 17 rajab 1395 H dalam suatu pertemuan ulama nasional, yang kemudian disebut Musyawarah Nasional I Majelis Ulama Indonesia, yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 21-27 Juli 1975. Berdirinya MUI dilatarbelakangi oleh dua faktor: a. Wadah ini telah lama menjadi hasrat umat Islam dan pemerintah, mengingat sepanjang sejarah bangsa ulama memperlihatkan pengaruhnya yang sangat kuat, nasihat-nasihat mereka dicari umat, sehingga program pemerintah khususnya menyangkut keagamaan akan berjalan baik bila mendapat dukungan ulama, atau minimal tidak dihalangi oleh para ulama. b. Peran ulama yang dirasakan sangat penting. 1 Motivasi mendirikan MUI Pusat pada saat itu adalah agar pemerintah mengadakan pembinaan terhadap kegiatan masyarakat 1 Ainul Rokhim Faqih, et al. HKI, Hukum Islam Dan Fatwa MUI, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 35 13

14 yang dianggap penting. Peran dan tugas MUI Pusat ketika itu hanya mencari dukungan untuk pemerintah dari pihak ulama. Pusat dakwah Islam Indonesia yang dibentuk Menteri Agama RI 14 September 1969 memprakarsai penyelenggaraan loka karya muballigh se-indonesia (26-29 November 1974). Loka karya ini melahirkan sebuah konsensus bahwa diperlukan adanya majlis ulama sebagai wahana yang dapat menjalankan mekanisme yang efektif dan efisien guna memelihara dan membina kontinuitas partisipasi umat Islam Indonesia terhadap pembangunan. Hal tersebut diperkuat oleh amanat Presiden Soeharto pada saat itu yang juga mengharapkan segera dibentuknya Majelis Ulama Indonesia. Dalam sebuah musyawarah yang dihadiri dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al-Washiliyah, Math laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh atau cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah bermusyawarahnya para ulama, Zu amma dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah PIAGAM BERDIRINYA MUI yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama.

15 Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk : 2 1. Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta ala; 2. Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antarumat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; 3. Menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik. 2 Ibid

16 Akhirnya, melalui Menteri Agama dengan surat yang bernomor 28, pada tanggal 1 Juli 1975 dibentuklah sebuah panitia Munas 1 MUI yang kemudian melahirkan keputusan untuk membentuk MUI dengan memberikan kepercayaan kepada Prof. Dr. HAMKA sebagai ketuanya. Pembentukan MUI dimaksudkan agar para ulama mempunyai wadah dalam ke ikut sertaan menciptakan masyarakat yang aman, damai, adil, dan makmur serta diridhoi Alloh Swt. 3 Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Maffudh. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini. 4 Adapun dasar pemikiran pembentukan DSN adalah: a. Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syari ah di tanah air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syari ah Nasional pada lembaga keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syari ah Nasional yang akan menampung berbagai masalah atau kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syari ah yang ada di lembaga syari ah. 3 Ibid 4 Http://www.mui.or.id/index.53, dikutib sabtu, 12 Maret 2011, jam 10.00

17 b. Pembentukan Dewan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi. c. Dewan Syariah Nasional berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan. 2. Visi Misi MUI sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, dan cendikiawan muslim adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, MUI tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang menjunjung tinggi semangat kemandirian, oleh karena itu, MUI juga mempunyai visi, misi dan peran penting MUI sebagai berikut : 1. Visi Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridlo dan ampunan Allah swt (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil 'alamin). 2. Misi

18 a. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama sebagai panutan (qudwah hasanah), sehingga mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah; b. Melaksanakan dakwah Islam, amar ma'ruf nahi mungkar dalam mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat berkualitas (khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan; c. Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5 3. Orientasi Dan Peran MUI MUI dalam pedoman dasarnya (pasal 5) menyebutkan bahwa berdirinya MUI bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas (khaira ummah), dan Negara yang aman, damai, adil dan makmur rohaniah dan jasmaniyah yang diridlai Alloh SWT. MUI juga menempatkan Sembilan orientasi sebagai bentuk pengkhidmatan, yaitu: 1. Diniyyah MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang mendasari semua langkah dan kegiatannya pada nilai dan ajaran Islam yang kaffah. 2. Irsyadiyyah 5 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia Tahun 2005, Jakarta: Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, 2005, hlm 20-21

19 MUI merupakan wadah pengkhidmatan dahwah wal irsyat, yaitu upaya untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan serta melaksanakan amar ma ruf dan nahi munkar dalam arti yang seluasluasnya. Setiap kegiatan MUI dimaksudkan untuk dakwah dan dirancang untuk selalu berdimensi dakwah. 3. Istijabiyyah MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang berorientasi istijabiyyah, senantiasa memberikan jawaban positif dan responsif terhadap setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat melalui prakarsa kebajikan (amal shaleh) dalam semangat berlomba dan kebaikan. 4. Hurriyyah MUI merupakan wadah pengkhidmatan independen yang bebas dan merdeka serta tidak dan tergantung maupun terpengaruh oleh pihak-pihak lain dalam mengambil keputusan, mengeluarkan pikiran, pandangan dan pendapat. 6 5. Ta awuniyah MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang mendasari diri pada semangat tolong menolong untuk kebaikan dan ketaqwaan dalam membela kaum dhu afa untuk meningkatkan harkat dan martabat, serta derajat kehidupan masyarakat. Semangat ini dilaksanakan atas dasar persaudaraan dikalangan seluruh umat Islam (ukhuwwah 6 Ibid

20 Islamiyah). Ini merupakan landasan bagi MUI untuk mengembangkan persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah) dan memperkukuh persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariyyah). 6. Syurriyah MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang menekankan prinsip musyawarah dalam mencapai permufakatan melalui pengembangan sikap demokratis, akomodatif dan aspiratif terhadap berbagai aspirasi yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. 7. Tasamuh MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang mengembangkan sikap toleransi dan moderat dalam menghadapi masalah-masalah khilafiyah. 8. Qudwah MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang mengedepankan kepeloporan dan keteladanan melalui prakarsa kebajikan yang bersifat perintisan untuk kemaslahatan umat. 9. Addualiyah MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang menyadari dirinya sebagai anggota masyarakat dunia yang ikut aktif memperjuangkan perdamaian dan tatanandunia sesuai dengan ajaran Islam. Dalam hal peran, MUI mengagendakan organisasi ini pada enam peran utama, yaitu:

21 a) Sebagai pewaris tugas-tugas para nabi (warasat al anbiya). Yaitu menyebarkan agama Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu kebijakan yang arif dan bijaksana berdasarkan Islam. b) Sebagai pemberi fatwa (mufti). Sebagai lembaga pemberi fatwa MUI mengakomodasikan dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran faham dan pemikiran serta organisasi keagamaannya. c) Sebagai pembimbing dan pelayanan umat. Yaitu, melayani umat dan bangsa dalam memenuhi harapan, aspirasi dan tuntutan mereka. d) Sebagai penegak amar ma ruf nahi munkar. Yaitu, menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh hikmah dan istiqamah. e) Sebagai pelopor gerakan pembaharuan (al tajdid). Yaitu, gerakan pembaharuan pemikiran Islam. f) Sebagai pelopor gerakan ishlah. 7 4. Prosedur Penetapan Fatwa MUI Metode pembuatan fatwa MUI pertama kali dibuat pada 1975 dan tampak kemudian dalam himpunan fatwa MUI 1995 dan 1997. Secara umum, petunjuk penetapan fatwa MUI dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Dasar-dasar fatwa adalah: 1) Al quran 7 Ainur Rokhim Faqih, et al. op.cit, hlm 37-41

22 2) Sunnah (tradisi dan kebiasaan nabi) 3) Ijma (kesepakatan pendapat para ulama) 4) Qiyas (penarikan kesimpulan dengan analogi) b. Pembahasan masalah yang memerlukan fatwa harus mempertimbangkan: 1) Dasar-dasar fatwa merujuk ke atas 2) Pendapat para imam madzhab mengenai hukum Islam dan pendapat para ulama terkemuka diperoleh melalui penelitian terhadap penafsiran al-quran. c. Pembahasan yang merujuk keatas adalah metode untuk menentukan penafsiran mana yang lebih kuat dan bermanfaat sebagai fatwa bagi masyarakat Islam. d. Ketika suatu permasalahan yang memerlukan fatwa tidak dapat dilakukan seperti prosedur di atas, maka harus ditetapkan dengan penafsiran dan pertimbangan (ijtihad). e. Mereka yang mempunyai otoritas untuk menangani fatwa adalah: 1) MUI berkaitan dengan: a) Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan berkaitan dengan masyarakat Islam Indonesia secara umum. b) Masalah-masalah keagamaan yang relevan dengan wilayah tertentu yang dianggap dapat diterapkan di wilayah lain. 2) MUI tingkat propinsi berkaitan dengan masalah keagamaan yang sifatnya local dan kasus kedaerahan, tetapi setelah berkonsultasi

23 dengan MUI pusat dan komisi fatwa. f. Sidang komisi fatwa harus dihadiri para anggota komisi fatwa yang telah diangkat pimpinan pusat MUI dan pimpinan pusat MUI propinsi dengan kemungkinan mengundang para ahli jika dianggap perlu. 8 g. Sidang komisi fatwa diselenggarakan ketika: 1) Ada permintaan atau kebutuhan yang dianggap MUI memerlukan fatwa. 2) Permintaan atau kebutuhan tersebut dapat dari pemerintah, lembaga-lembaga sosial, dan masyarakat atau MUI sendiri. h. Sesuai dengan aturan sidang komisi fatwa, bentuk fatwa yang berkaitan dengan masalah tertentu harus diserahkan ketua komisi fatwa kepada ketua MUI nasional dan propinsi. i. Pimpinan pusat MUI nasional/propinsi akan merumuskan kembali fatwa itu kedalam bentuk sertifikat keputusan penetapan fatwa. 9 5. Tugas Dan Wewenang Anggota Pada tahun 2000, lampiran II SK MUI No. Kep-754/MUI/II/99 tentang Pembentukan Dewan Syari ah Nasional dijadikan sebagai Pedoman Dasar Dewan Syari ah Nasional melalui Keputusan DSN-MUI No. 01 Tahun 2000. Tugas dan wewenang dari DSN adalah sebagai berikut: a. Dewan Syariah Nasional bertugas: 1) Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam 8 Ibid 9 Depag RI, Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia, Jakarta: Bagian Proyek Sarana Dan Prasarana Depag RI, 2003, hlm 6

24 kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya. 2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. 3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. 4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. b. Dewan Syariah Nasional berwenang : 1) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. 2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia. 3) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi namanama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah. 4) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri. 5) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. 6) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil

25 tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. 10 Sebelum terbentuknya DSN, masing-masing LKS telah membentuk DPS. Pembentukan DPS didasarkan pada PP No. 72 Th. 1992 dan SEBI No. 25/4/BPPP. Pada pasal 5 PP No. 72 Th. 1992 ditentukan bahwa: (1) Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syari ah yang mempunyai tugas melakukan pengawasan atas produk perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kepada masyarakat agar berjalan sesuai dengan prinsip syari ah. (2) Pembentukan Dewan Pengawas Syari ah dilakukan oleh Bank yang bersangkutan berdasarkan hasil konsultasi dengan lembaga yang menjadi wadah para ulama Indonesia. (3) Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pengawas Syari ah berkonsultasi dengan lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 25/4/BPPP tanggal 29 februari 1993 ditentukan pula bahwa Bank berdasarkan prinsip bagi hasil (Bank Syari ah) wajib memiliki DPS. Hal ini yang juga kemudian diikuti pada LKS lainnya, seperti di perusahaan asuransi syari ah. Ketentuanketentuan ini dapat terlihat peran MUI yang ikut serta dilibatkan oleh pemerintah sejak awal penyelenggaran perekonomian syari ah. 11 Tugas utama dari DPS yang dibentuk oleh DSN adalah mengawasi 10 Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syari ah Nasional Dalam Sistem Hukum Nasional Di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010, hlm 146 11 Ibid, hlm 148

26 kegiatan usaha LKS agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari ah yang telah difatwakan oleh DSN. Untuk melaksanakan tugas tersebut, maka DPS melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada dibawah pengawasannya, berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN, melaporkan perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasi kepada DSN dan merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN. Dewan Pengawas Syari ah yang berfungsi sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada LKS memiliki kewajiban: a. Mengikuti fatwa DSN b. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan DSN c. Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan LKS yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun. Dalam melaksanakan fungsi DPS memiliki tugas pokok pada LKS sebagai berikut: a) Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari ah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari ah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syari ah. b) Melakukan pengawasan, baik secara aktif dan pasif, terutama dalam pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan pengarahan/pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syari ah.

27 c) Sebagai mediator antara lembaga keuangan syari ah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN. Bank Indonesia telah membuat pedoman pengawasan syari ah dan tata cara pelaporan hasil pengawasan bagi DPS di bank-bank syari ah dan unit-unit usaha syari ah pada bank konvensional dalam SEBI No. 8/19/D Pbs tanggal 24 agustus 2006. Dalam ketentuan tersebut ditegaskan tugas, wewenang dan tanggung jawab DPS adalah: 1) Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI. 2) Menilai aspek syari ah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank. 3) Memberikan opini dari aspek syari ah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank. 4) Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk diminta fatwa kepada DSN-MUI. 5) Menyampaikan hasil pengawasan syari ah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada direksi, komisaris, DSN-MUI dan BI. 12 B. Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dengan ketentuan sebagai berikut: 12 Ibid, hlm 156

28 1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizing rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar mengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. 3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya pemeliharaan dan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. 4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 5. Penjualan marhun. a. Apabila jatuh tempo, marhun harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syari ah. c. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. 13 Pertimbangan DSN menetapkan fatwa tentang rahn adalah: 13 Dsn-Mui, Himpunan Fatwa Dewan Syari ah Nasional, Jakarta: CV. Gaung Persada, Cet. Ke-3, 2006, hlm 153-154

29 1) Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang. 2) Lembaga Keuangan Syari ah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya. 3) Agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari ah. 14 Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN- MUI) menjadi salah satu rujukan yang berkenaan gadai syari ah, diantaranya sebagai berikut: a) Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn. b) Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas. c) Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 09/DSN-MUI/III/2000, tentang Pembiayaan Ijaroh. d) Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 10/DSN-MUI/III/2000, tentang Wakalah. e) Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 43/DSN-MUI/III/2004, tentang Ganti Rugi. 15 Kedudukan DSN: Fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) merupakan hukum positif yang mengikat. Sebab, 14 Yeni Salma Barlinti, Op.Cit, hlm 198 15 Zainudin Ali, Hukum Gadai Syari ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm 8

30 keberadaannya sering dilegitimasi lewat peraturan perundang-undangan oleh lembaga pemerintah, sehingga harus dipatuhi pelaku ekonomi syariah. Terlebih, adanya keterikatan antara DPS dan DSN karena anggota DPS direkomendasikan oleh DSN. Keterikatan itu juga ketika melakukan tugas pengawasan, DPS harus merujuk pada fatwa DSN. Adapun kedudukannya adalah: a) Dewan Syari ah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia. b) Dewan Syari ah Nasional membantu pihak terkait, seperti departement keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan atau ketentuan untuk lembaga keuangan syari ah. c) Anggota Dewan Syari ah Nasional terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan Muamalah syari ah. d) Anggota Dewan Syari ah National ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 (empat) tahun. 16 16 Http://Yuhardin.Csriptitermedia.Com/view dikutip 14 Maret 2011, jam 13.30