I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

dokumen-dokumen yang mirip
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

Valuasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Ekosistem Terumbu Karang Pada Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JAKARTA (22/5/2015)

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Oleh : ASEP SOFIAN COG SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Geiar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan 20 ton ikan (Terangi 2009). Terumbu karang Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang menyediakan sekitar 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan (Situmorang 2004). Persediaan karang dan ikan karang Indonesia yang melimpah terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak seperti penangkapan ikan dengan menggunakan racun sianida dan bahan peledak. Terumbu karang memiliki fungsi ekosistem yang penting, yang menyediakan barang dan jasa bagi ratusan juta penduduk khususnya di negara-negara berkembang. Tabel 1 menunjukkan sebuah ringkasan tentang keuntungan bersih tahunan setiap km 2 terumbu karang yang sehat di Asia Tenggara. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya Kisaran Produksi Potensi Keuntungan Bersih per Thn Perikanan secara 10-30 ton $ 12.000 - $ 36.000 lestari (konsumsi lokal) Perikanan secara 0,5 1 ton $ 2500 - $ 5000 lestari (ekspor ikan hidup) Perlindungan pantai $ 5500 - $ 110.000 (mencegah erosi) Pariwisata dan 100 1000 $ 700 - $ 111.000 rekreasi individu Nilai estetika dan 600 2000 $ 2400 - $ 8000 keanekargaman individu hayati Total (untuk perikanan dan $ 20.000 - $ 151.000 perlindungan pantai) Total (untuk pariwisata $ 23.100 - $ 270.000 dan estetika) Sumber : Burke et al. (2002)

Puslit Oseanografi LIPI (2007), menyebutkan persentase penutupan karang hidup yang masih dalam kondisi sangat baik pada wilayah Indonesia bagian Barat sekitar 5,52%, wilayah Indonesia bagian Tengah dengan persentase penutupan karang hidup menunjukkan kondisi baik sekitar 5,11%, dan untuk wilayah Indonesia bagian Timur persentase penutupan karang hidup menunjukkan kondisi sangat baik sekitar 5,88%. Kondisi terumbu karang di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kondisi Terumbu Karang di Indonesia (%) Lokasi Jumlah lokasi Sangat baik Baik Cuku Kuran g p Barat 362 5,52 27,07 33,98 33,43 Tengah 274 5,11 30,29 44,89 19,71 Timur 272 5,88 17,28 34,19 42,65 Indonesia 908 5,51 25,11 37,33 32,05 Sumber : Puslit Oseanografi-LIPI (2007) Keterangan: Sangat baik : persentase tutupan karang antara 75-100% Baik : persentase tutupan karang antara 50-74% Cukup : persentase tutupan karang antara 25-49% Kurang : persentase tutupan karang antara 0-24% Burke et al. (2002), menyatakan bahwa aktivitas manusia mengancam lebih dari 85% terumbu karang Indonesia. Persediaan terumbu karang dan ikan karang di Indonesia yang melimpah terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak. Persentase ancaman akibat penangkapan ikan secara berlebihan dapat mencapai 64% dari luas keseluruhan dan mencapai 53% akibat penangkapan ikan dengan metode yang merusak. Burke et al. (2002), mengestimasi kerugian di Indonesia akibat penangkapan ikan menggunakan bahan peledak selama 20 tahun ke depan adalah sebesar 570 juta dolar AS, sedangkan estimasi kerugian dari penangkapan ikan dengan racun sianida secara berkala sebesar 46 juta dolar AS. Ekosistem terumbu karang yang rusak, mengancam ketersediaan sumberdaya hayati yang menjadi tumpuan hidup masyarakat di sekitarnya sehingga menimbulkan kelangkaan ikan dan tercemarnya produk budidaya laut. Dahuri (1999), menjelaskan kerugian ekonomi

secara langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan akibat eksploitasi terumbu karang (Tabel 3). Tabel 3 Jumlah Manfaat dan Kerugian Disebabkan oleh Kegiatan terhadap Terumbu Karang (nilai saat ini; suku diskonto 10%; jangka waktu 25 tahun; dalam ribuan US$; per km 2 ) Kegiatan yang merusak terumbu Karang Penangkapan ikan dengan racun Penangkapan ikan dengan bahan peledak Sedimentasi penebangan kayu Sedimentasi perkotaan Penangkapan ikan berlebih Pengambilan batu karang Sumber : Dahuri (1999) Manfaat bagi pelaku kerusakan Aspek perikanan Aspek perlindungan pantai Kerugian bagi negara Aspek pariwisata Lainlain 1 ) Jumlah kerugian Kerugian bersih 33 40 0 3-436 n.q 43-476 10-443 15 86 9-193 3-482 n.q 98-761 84-746 98 81-192 n.q 273 175 n.q n.q n.q n.q n.q n.q n.q 39 109 - n.q n.q 109 70 121 94 12-260 3-482 >67 2 ) 176-903 55-782 Selang menunjukkan lokasi dari nilai rendah dan tinggi atas nilai potensi pariwisata dan perlindungan pantai, n.q. = tidak dapat dihitung 1) = lainnya mencakup kerugian kehilangan pengamanan pangan dan nilai kenaekaragaman hayati (tidak dapat dihitung) 2) = kerusakan hutan disebabkan oleh pengambilan kayu untuk pengolahan batu kapur (karang) diperkirakan US$ 67.000 Terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi tidak produktif. Aktivitas yang merusak terumbu karang dalam waktu singkat dapat memberikan manfaat secara individual akan tetapi keuntungan bersih dari pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas ini memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan kerugian masyarakat akibat turunnya produktivitas ekosistem terumbu karang. Terumbu karang juga mendapat tekanan dari aktivitas di daratan, dengan laju rata-rata penebangan hutan tahunan antara tahun 1985 dan 1997 sebesar 1,7 juta ha. Terumbu karang yang terkena pencemaran dari darat, menunjukkan penurunan keanekaragaman hayati sebesar 30 50% pada kedalaman 3 m dan 40-60% pada kedalaman 10 m, jika dibandingkan dengan

terumbu karang yang masih alami. Terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi tidak produktif. Kepulauan Seribu termasuk dalam Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu yang terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Harapan dan Pulau Kelapa) dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (Kelurahan Pulau Tidung, Pulau Pari dan Pulau Untung Jawa). Kepulauan Seribu berada di pusat kawasan segitiga karang (coral triangle), yang kaya akan berbagai kehidupan laut. Tabel 4 menujukkan persentase tutupan karang di Kepulauan Seribu pada tahun 2004 dan tahun 2005. Tabel 4 Ringkasan Persentase Tutupan Karang Keras (% KK), Karang Mati (%KM) dan Indeks Mortalitas (% IM) dari 23 Transek Garis di Kepulauan Seribu pada Tahun 2004-2005 2004 2005 KK KM IM KK KM IM No Lokasi 1 Pulau Pari (Selatan) 29,13 15,56 0,35 38,13 5,08 0,12 2 Pulau Pari (Timur Laut) 30,85 15,85 0,34 54.15 11.64 0,18 3 Pulau Payung Besar 12,89 3,85 0,23 24,63 36,00 0,59 4 Pulau Payung Kecil 3,36 0,00 0,00 10,64 72,09 0,87 5 Pulau Sekati 31,06 17,01 0,35 10,84 20,78 0,66 6 Pulau Pramuka 34,74 34,15 0,50 16,01 10,85 0,40 7 Pulau Gosong Layar 18,50 67,10 0,78 25,80 49,15 0,66 8 Pulau Semak Daun 54,25 13,15 0,20 39,00 6,13 0,14 9 Pulau Sempit/ Karang Lebar 32,88 3,25 0,09 17,35 21,65 0,56 10 Pulau Kotok Besar 14,81 11,34 0,43 36,85 18,93 0,34 11 Pulau Karang Bongkok 71,83 19,89 0,22 67,56 11,53 0,15 12 Pulau Kaliage Besar 29,93 48,38 0,62 23,63 18,38 0,44 13 Pulau Kelapa 22,01 48,84 0,69 56,81 15,94 0,22 14 Pulau Panjang Besar 60,50 18,75 0,24 11,88 21,81 0,65 15 Gosong Sulaiman 25,92 3,50 0,12 31,50 7,75 0,20 16 Pulau Kayu Angin Genteng 35,99 14,56 0,29 27,38 10,83 0,28 17 Pulau Genteng Besar 43,09 13,23 0,23 44,89 0,00 0,00 18 Pulau Putri Barat 38,88 15,88 0,29 46,96 22,00 0,32 19 Pulau Opak Besar 38,99 8,33 0,18 35,38 0,00 0,00 20 Pulau Harapan 42,66 35,96 0,46 26,38 0,00 0,00 21 Pulau Bira Besar 23,39 37,81 0,62 35,13 0,00 0,00 22 Pulau Belanda 41,88 3,06 0,07 58,05 13,45 0,19 23 Gosong Pulau Belanda 25,90 57,00 0,69 41,00 7,75 0,16 Rerata 33,19 22,02 0,40 33,91 16,60 0,33 Sumber : TERANGI (2007)

Secara umum terdapat sedikit kenaikan rerata penutupan karang keras di Kepulauan Seribu dari tahun 2004 (32,9%) ke tahun 2005 (33,2%). Karang mati menunjukkan penurunan persentase penutupan dari tahun 2004 ke 2005 (22,3% menjadi 16,9%) diikuti peningkatan di kategori abiotik yang terdiri dari patahan karang dan pasir dari 26% menjadi 31,7% (TERANGI 2007). Ada beragam ancaman terhadap terumbu karang di Kepulauan Seribu, mulai dari penangkapan ikan dengan metode destruktif (menggunakan bom dan sianida) atau dengan intensitas tinggi (overfishing), sedimentasi, penambangan karang, pencemaran limbah, baik yang berasal dari daratan dan laut, bahkan pemanasan global. Di Kepulauan Seribu (perairan bagian Utara Jakarta), sekitar 90-95% terumbu karang hingga kedalaman 25 m mengalami kematian. Ada beragam upaya mengatasi penurunan atau kelangkaan stok sumberdaya ikan. Beberapa diantaranya dengan menggunakan rumpon dan terumbu buatan. Rumpon (fish shelter) berfungsi menarik ikan agar berkumpul pada suatu lokasi tertentu dengan memberikan atau menempatkan beberapa bahan yang berfungsi sebagai perangsang (attractor) bagi ikan-ikan untuk berkumpul dan selanjutnya dijadikan lokasi penangkapan oleh nelayan. Upaya yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi ekologi terumbu karang Kepulauan Seribu adalah dengan rehabilitasi melalui penenggelaman terumbu buatan (artificial reefs). Terumbu buatan (artificial reefs) memiliki fungsi yang serupa dengan rumpon, namun bersifat lebih permanen dan stabil karena memungkinkan terbentuknya suatu habitat baru, dapat memberikan rumah baru bagi ikan dan biota-biota laut lainnya yang kehilangan habitat aslinya. Fungsi dari terumbu buatan (artificial reefs) ini untuk memberikan rumah baru bagi ikan dan hewan lain yang kehilangan habitat aslinya. Biota yang umum terdapat di modul artificial reefs adalah karang lunak (soft coral) dan karang kipas (gorgonion). Komposisi komunitas ikan di tiap modul fish shelter secara umum adalah Caesionidae dan Pomacentridae. Keberadaan ikan target di modul artificial reefs adalah kemungkinan terbesar untuk menggantikan fungsi dasar dari ekosisitem terumbu karang yaitu mencari makan (feeding ground) atau bertelur dan membesarkan anak (spawning dan nursery ground). Modul terumbu buatan ini secara alami akan ditempeli oleh

organisme bentik yang hidup menempel pada substrat seperti karang, spons, alga, dan lain-lain. Berbagai bahan dan metode telah diujicobakan, mulai dari becak bekas, kubus konkrit, keranjang besi maupun beton (Tabel 5). Tabel 5 Perbandingan Model Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Kepulauan Seribu Keranjang Kubus Kubah Blok Susun Piramid Besi Susun Ukuran modul fish shelter Keanekaan komunitas bentik Komunitas bentik dominan Komunitas Sedang Kecil Kecil Besar Besar Sedang Rendah Rendah Tinggi Sedang Sponge, ascidian Turf algae Sponge, ascidian bentik lain Mollusca Ascidian Keanekaan komunita ikan Komunitas ikan dominan Turf algae, mollusca Tinggi Rendah Rendah Ikan mayor utama (pomacentridae) Ikan target (Caesionidae) Ikan mayor utama (Caesionidae) Ascidian, sponge Ikan target (Caesionidae, Haemulidae) Ascidian, sponge Soft coral, hard coral Sedangtinggi Turf algae, mollusca Sedang- Tinggi Ikan target (Caesionodae) Keberadaan juvenile ikan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Sumber : Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kab Adm Kep. Seribu (2007) Pembuatan dan penenggelaman terumbu buatan (artificial reefs) berbagai model di perairan Kabupaten Administratif KepulauanSeribu sudah sejak dahulu dilakukan, riwayat penenggelaman terumbu buatan di Kepulauan Seribu terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Riwayat Penenggelaman (Deployment) Fish Shelter di Kepulauan Seribu No Tahun Model Jumlah Titik Kawasan (unit) Lokasi 1 2002 Ban dan hong 11 Utara P. Pramuka P. Pramuka 2 2003 Kubah 31 P. Semak Daun P. Semak Daun 3 2004 Kubus 147 Gosong Pramuka Gosong Pramuka 4 2005 Silinder 20 Timur Karang Lebar Gosong Karang Lebar 5 2005 Besi Susun 5 Barat P. Kelapa P. Kelapa Sumber : Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kab Adm Kep. Seribu (2007) 1. 2 Perumusan masalah Ekosistem terumbu karang memiliki banyak manfaat dengan total economic value (TEV) yang cukup tinggi. Sebagai contoh total economic value

ekosistem terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu adalah sebesar Rp57.544.017.4 Rp174.981.017,4 per ha per tahun (Malay 2000 dalam Adrianto 2006), sedangkan nilai manfaat ekonomi total ekosistem terumbu karang di sekitar pulau pulau yang terkena tumpahan minyak di perairan Kepulauan Seribu berkisar antara Rp58.697.750.018 Rp65.194.427.478 per tahun. Tingkat pemanfaatan ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu menimbulkan kerusakan. Ekosistem terumbu karang memiliki berbagai fungsi ekologi, sehingga kerusakan-kerusakan ini menyebabkan fungsi ekosistem terumbu karang menjadi terganggu dan berakibat pada penurunan nilai ekonomi eksosistem terumbu karang. Untuk mengantisipasi dan mengurangi kerugian-kerugian yang terjadi maka dilakukan upaya rehabilitasi dengan metode terumbu buatan (artificial reefs), yang bermanfaat memperbaiki kondisi terumbu karang. Terumbu karang setelah rehabilitasi diharapkan akan memberikan nilai atau manfaat ekonomi yang baru. Sejauh mana efektivitas terumbu buatan (artificial reefs) dapat dianalisis dengan menggunakan analisis biaya manfaat (cost benefit analysis). Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pemanfaatan terumbu buatan (artificial reefs) dalam rehabilitasi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu? 2) Bagaimana dengan nilai ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu? 3) Bagaimana efektivitas ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu? 1.3 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi pemanfaatan terumbu buatan (artifcial reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu 2) Mengestimasi nilai ekonomi program terumbu buatan (artficial reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu 3) Mengetahui efektivitas ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu