BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, sehingga memerlukan sumber daya manusia yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN. wilayah, topografi, jumlah penduduk, mata pencaharian, luas tanam, luas panen,

BAB IV METODE PENELITIAN. Desa Sanggarhorho Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende Propinsi Nusa

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

BAB II. kegunaan, keefektifan sesuatu yang didasarkan pada kriteria tertentu dari

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

PENCAPAIAN INDICATOR KINERJA PROGRAM P3TIP/FEATI BPTP SULAWESI SELATAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI BALI

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 54/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PANDUAN PENYELENGGARAAN PELATIHAN TEKNIS SPESIFIK LOKALITA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU

Yohanes Leki Seran, Medo Kote dan Joko Triastono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

LAPORAN DEMONSTRASI PLOT TEKNOLOGI PEMELIHARAAN KEBUN KAKAO DI KABUPATEN LUWU ABSTRAK

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Jumlah penduduk Kabupaten Ende berdasarkan hasil SP2010 sebanyak orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,15 persen per tahun

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban. misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.

PENGANTAR. Ir. Suprapti

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

G U B E R N U R J A M B I

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MASUKAN PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BPSDMKP TERHADAP PROGRAM ICCTF-PIKUL DALAM TRANSFORMASI TRANSFORMASI SISTEM INFORMASI IKLIM DAN CUACA

BUPATI TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG,

BUPATI PAKPAK BHARAT

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD)

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan merupakan subsektor yang sangat penting bagi Indonesia

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

2016, No Kehutanan tentang Penyuluh Kehutanan Swasta dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 199

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten Bantul. Penyelenggaraan, penyuluhan, Tingkat Kecamatan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 07/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN GENERASI MUDA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN PENILAIAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN TELADAN BAB I PENDAHULUAN

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 91/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di. menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP

PERAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN PERDESAAN SWADAYA (P4S) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TANI. Oleh Lisa Marianah, SP. BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI

BUPATI SUMBAWA BARAT

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyuluhan pertanian sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum merupakan hak asasi warga negara Republik Indonesia. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional, sehingga memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan dalam melaksanakan usahanya. Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mau dan mampu menolong, mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya. Sebagai kegiatan pendidikan, penyuluhan pertanian adalah upaya untuk membantu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif bagi pelaku utama dan keluarganya, serta pelaku usaha (Deptan, 2009) Departemen Pertanian mempunyai Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) tahun 2007 dilaksanakan di 18 Provinsi, 69 Kabupaten dan 3.120 Desa merupakan program yang memfasilitasi kegiatan penyuluhan pertanian yang dikelola oleh petani atau Farmers Managed Extension Activities (FMA). Pada tahun 2009 Kabupaten Ende merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang ditetapkan sebagai pelaksana program FMA. Penetapan Kabupaten Ende sebagai 1

2 pelaksana program tersebut karena sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian dan tinggal di perdesaan, mayoritas usaha petani 97% adalah tergolong usaha mikro (Deptan, 2009). FMA dirancang sebagai wahana pembelajaran bagi petani untuk mengubah perilaku, pola pikir, dan sikap petani dari petani subsisten tradisional menjadi petani modern berwawasan agribisnis melalui pembelajaran yang berkelanjutan dengan pendekatan belajar sambil berusaha (learning by doing). Kegiatan pembelajaran dalam FMA menitikberatkan pada pengembangan kapasitas manajerial, kepemimpinan, dan kewirausahaan pelaku utama dalam melaksanakan pembelajaran agribisnis berbasis inovasi teknologi (Deptan, 2009). FMA merupakan kegiatan manajemen penyuluhan yang dikelola sendiri oleh petani mulai dari proses, sehingga ada hasil dan dampak. Kegiatan FMA meliputi (1). rembug tani untuk penetapan penyuluh swadaya, memilih pengurus FMA, menetapkan jenis usaha sesuai kebutuhan pasar dan komoditas unggul lokal daerah, (2) pelatihan bagi penyuluh swadaya, pengurus FMA, tenaga pemandu lapang (PPL PNS), dan Kepala BPP di tingkat Kabupaten, (3). pelaksanaan PRA, (4) penyusunan proposal pembelajaran, (5).verifikasi proposal oleh tim verifikasi, (6) kegiatan pembelajaran ( sekolah lapang, magang, dan pelatihan). Pelaksanaan kegiatan FMA di Kabupaten Ende tersebar di 16 Kecamatan dan terdapat sembilan jenis usaha. Salah satu jenis usaha yang dilaksanakan pada kegiatan FMA adalah agribisnis kakao, karena kakao merupakan komoditas unggulan lokal daerah, yang dapat ditunjukkan dengan luas

3 areal tanam kakao dari tahun ke tahun terus meningkat yaitu pada tahun 2006 seluas 5.297 ha, tahun 2007 seluas 5.504,4 ha, dan tahun 2008 seluas 5.566,9 ha, sedangkan produksinya tahun 2006 sebesar 2.141 ton/ha, tahun 2007 2.850,9 ton/ha, dan tahun 2008 2.946,4 ton/ ha (BKP3 Kabupaten Ende 2009). Lokasi dan peserta kegiatan FMA agribisnisnis kakao di Kabupaten Ende (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Lokasi dan Peserta Kegiatan FMA Agribisnis Kakao di Kabupaten Ende No Kecamatan Desa Perempuan Laki-laki Jumlah 1 Lio Timur Wolosambi 7 23 30 Liabeke 7 23 30 2 Kotabaru Kotabaru 10 30 40 Loboniki 10 30 40 Tou Barat 10 20 30 3 Maukaro Nabe 6 19 25 4 Wewaria Fataatu Timur 9 16 25 Ekoae 17 33 50 5 Ndori Wonda 8 17 25 Kelisamba 14 16 30 6 Wolojita Pora 5 25 30 7 Ndona Timur Roga 10 15 25 8 Ndona Puutuga 5 20 25 9 Ende Ndetundora 7 23 30 Tomberabu 12 18 30 10 Nangapanda Ondorea Barat 6 24 30 Ndeturea 15 25 40 Sanggarhorho 14 16 30 Zozozea 10 20 30 Sumber : BKP3 Kabupaten Ende (2009). Perkembangan kegiatan FMA dapat diketahui melalui monitoring, evaluasi, dan pelaporan secara sistematik, berjenjang, terukur, transparan, dan dilaksanakan setiap tahun anggaran sebagai pertanggungjawaban keproyekan. Kegiatan FMA meliputi proses pelaksanaan, hasil, dan dampak telah ditetapkan pada pedoman umum pelaksanaan kegiatan FMA. Dasar pemikiran itulah, maka

4 perlu dilakukan penelitian yang berjudul : Evaluasi FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende Propinsi Nusa Tenggara Timur. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kesesuaian antara proses pelaksanaan, hasil, dan dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dengan pedoman umum FMA? 2. Apakah ada pengaruh proses pelaksanaan dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Mengetahui kesesuaian antara proses pelaksanaan, hasil, dan dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dengan pedoman umum FMA. 2. Menganalisis pengaruh proses pelaksanaan dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende.

5 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Ende melalui Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Ende, dalam rangka melakukan pembinaan dan pengembangan kegiatan FMA. 2. Memberikan informasi atau kajian ilmiah kepada petani FMA agribisnisnis kakao di Kecamatan Nangapanda. 3. Bagi penulis, dapat mengembangkan wawasan dan kemampuan pemahaman teoritis dalam mengembangkan FMA agribisnisnis kakao. 4. Memberikan bahan bagi peneliti lain dalam pengembangan penelitian yang relevan dengan penelitian ini. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi evaluasi FMA serta setelah penerapan FMA. Penelitian dilakukan pada petani kakao di Kecamatan Nangapanda karena sebagian besar usahanya adalah kakao dan merupakan komoditi unggulan lokal. Pada dasarnya FMA merupakan salah satu metode penyuluhan yang diarahkan untuk lebih meningkatkan ketrampilan melalui pendampingan oleh para penyuluh guna meningkatkan kondisi sosial ekonomi petani. Variabel-variabel penelitian meliputi proses pelaksanaan, hasil dan dampak kegiatan FMA di Kecamatan Nangapanda.

6