BAB I PENDAHULUAN. saat ini dapat bertahan hidup dengan perawatan intensif di Ruang Terapi Intensif

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL PENELITIAN. Andrias, Achsanuddin Hanafie, Dadik Wahyu Wijaya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pedoman penyelanggaran pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

ARTIKEL ASLI ABSTRAK ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. kemudian memicu respon imun tubuh yang berlebih. Pada sepsis, respon imun

Jurnal Anestesiologi Indonesia

PERBANDINGAN VALIDITAS SISTEM SKORING APACHE II, SOFA, DAN CUSTOMIZED

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

OSMOLALITAS PLASMA SEBAGAI ALTERNATIF APACHE II UNTUK PREDIKTOR MORTALITAS PADA PASIEN KRITIS YANG DIRAWAT DI ICU RSUP SANGLAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsekuensi patofisiologis, yang disebut the sequential dysfunction and failure of

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

HUBUNGAN APACHE II SCORE DENGAN ANGKA KEMATIAN PASIEN DI ICU RSUP DR. KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penduduk lanjut usia, yang kemudian disebut sebagai lansia adalah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang timbul karena kelainan metabolisme yang disebabkan oleh tidak bekerjanya

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsekuensi serius dan berkaitan dengan kehilangan nyawa. Penelitian yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang

BAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang bersifat kompleks.

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh pasien, serta kondisi ekonomi dan finansial dari pasien, yang

BAB I PENDAHULUAN. isi, akurat, tepat waktu, dan pemenuhan persyaratan aspek hukum. berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

KORELASI ANTARA SKOR APACHE II DENGAN LAMA RAWAT INAP PASIEN SEPSIS DI ICU RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Severe community-acquired pneumonia (SCAP) merupakan. pneumonia akut berat yang sering masuk dan membutuhkan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi


BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya malnutrisi pada pasien dan meningkatkan angka infeksi, atrofi otot,

FAKTOR FAKTOR PREDIKTOR MORTALITAS SEPSIS DAN SYOK SEPSIS DI ICU RSUP DR KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker

UU No 29:2004 PRAKTIK KEDOKTERAN. Law & Regulation MEDICAL RECORD AUDIT SYSTEM 11/22/12 REKAM MEDIS PARAGRAF 3. Pasal 46

BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah

JUMLAH KEMATIAN PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenagatenaga khusus, terbatasnya sarana pasarana dan mahalnya peralatan,

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

ANGKA KEMATIAN PASIEN PNEUMONIA DI ICU DAN. HCU RSUP dr. KARIADI

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia. pada populasi dewasa dan penyebab utama kecacatan (Ikram

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit penyulit yang

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

JUMLAH PASIEN MASUK RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK DI RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - SEPTEMBER 2014

Laporan Data yang Diunggah ke Website (Tahun 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penumpukan pasien di satu rumah sakit tertentu. 2,3

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada

BAB I PENDAHULUAN. khususnya trias kematian (hipotermia, asidosis dan koagulopati) yang kini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan rumah sakit menyebabkan masyarakat

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Skor Pediatric Risk of Mortality III (Prism III) Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien di Ruang Rawat Intensif Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan sehingga mampu meningkatkan rata-rata usia harapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik kedokteran saat ini berkembang dengan sangat pesat, sehingga banyak pasien dengan penyakit kritis yang dahulunya tidak dapat terselamatkan saat ini dapat bertahan hidup dengan perawatan intensif di Ruang Terapi Intensif (ICU). Namun sayangnya jumlah pasien yang meningkat tidak sejalan dengan peningkatan kapasitas perawatan di ICU sehingga diperlukan seleksi yang akurat untuk menentukan prioritas perawatan pasien di ICU. Sejalan dengan penerapan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional melalui Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS), praktisi medis saat ini diharapkan dapat membuat perhitungan dan perkiraan kasar untuk prognosis dari tindakan yang akan dilakukan sehingga perkiraan biaya perawatan dapat dibuat dengan baik dan efisiensi pembiayaan dapat berjalan. Saat ini penilaian untuk indikasi masuk ICU di RSUP Sanglah menggunakan kriteria prioritas sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1778/Menkes/SK/XII/2010, yang membagi menjadi tiga prioritas ditambah dengan pengecualian sesuai dengan kebijakan kepala ICU. Namun kriteria priortas ini masih belum mampu menjawab prognosa dari perawatan di ICU yang akan dijalani oleh pasien, sehingga ketersediaan informasi untuk keluarga, penanggung jawab keuangan, rumah sakit, dan praktisi medis sendiri sangat terbatas. 1

2 Untuk menjawab pertanyaan tentang harapan hidup dan prognosa perawatan pasien yang akan dirawat di ICU perlu digunakan suatu sistem skoring yang memberikan gambaran kemungkinan mortalitas pasien tersebut. Sistem skoring yang lazim digunakan di luar negeri adalah APACHE II (Acute Physiologis and Chronic Health Evaluation II), APACHE III, APACHE IV, SAPS II (Simplified Acute Physiological Score II), SOFA Score (Sequential Organ Failure Assessment ) dan MPM II (Mortality Probability Model II). APACHE II dikembangkan oleh Knaus dkk di tahun 1985 dengan menggunakan 3 komponen; APS (Acute Physiological Score ), komponen terbesar yang diturunkan dari 12 pengukuran klinis yang didapat dalam 24 jam perawatan di ICU. Pengukuran paling abnormal digunakan untuk menghasilkan komponen APS untuk skor APACHE II. Jika ada variabel yang tidak diukur maka dianggap memiliki nilai 0. Salah satu keterbatasan dari sistem skoring APACHE II ini adalah sistem ini pada dasarnya merefleksikan karakteristik populasi dan kultur medis dari negara dimana sistem ini dikembangkan di tahun 1978 dan 1985 (Christopher, 2008). Di sisi lain penggunaan parameter tunggal untuk menilai mortalitas seperti osmolalitas plasma meskipun memiliki nilai prediktor yang cukup baik AuROC 0.75 masih lebih rendah dibandingkan dengan APACHE II yaitu 0.83 (Wardani, 2014). Parameter tunggal lainnya seperti kadar C-reactive protein, procalcitonin, lama perawatan di ICU, dan usia juga tidak memberikan nilai prediktor yang baik disamping juga jarang diperiksa dalam penegakan diagnosis utama dari penyakit pasien (Al-Subaie, 2010., Dahaba, 2006., Williams, 2010., Hood, 2011).

3 Sistem skoring yang lazim digunakan di beberapa penelitian dan ICU di Indonesia dan luar negeri dan digunakan sebagai standar baku skoring adalah APACHE II (Afthab, 2014., Bouch, 2008., Halim, 2009). Sistem skoring APACHE II sebagai parameter kompleks memiliki kelemahan dimana tidak semua parameter penilaian yang digunakan tersedia untuk semua fasilitas kesehatan. Sistem skoring lebih sederhana daripada APACHE II yang dikembangkan adalah modified SOFA (Sequential Organ Failure Assessment) yang pada awalnya diaplikasikan untuk triage perawatan kritis di amerika serikat. (Colin dkk, 2010). SOFA mengambil 4 parameter laboratorium (PaO 2, kreatinin, bilirubin, dan platelet) dan 2 parameter klinis untuk penilaiannya (GCS dan kebutuhan vasopressor). Namun dengan sistem SOFA itu juga dinilai masih kurang praktis dan masih ada beberapa parameter penilaian yang sulit didapatkan (PaO 2, bilirubin, dan Glasgow Coma Scale) sehingga dikembangkan modifikasi Modified Sequential Organ Failure Assessment (MSOFA) dan Mexican Sequential Organ Failure Assessment (MEXSOFA) (Grissom, 2010., Namendysilva, 2013). Berdasarkan hasil hasil penelitian tersebut peneliti ingin membuat modifikasi sistem penilaian skoring SOFA yang disesuaikan dengan keadaan di ICU RSUP Sanglah Denpasar Bali, yang peneliti sebut dengan Customized Sequential Organ Failure Assessment (CSOFA). Pemilihan sampel pasien non bedah didasarkan pada belum adanya penelitian sejenis yang menggunakan sampel secara homogenisasi pasien non bedah, dan angka kematian pada pasien non bedah yang mencapai 80% pada penelitian sebelumnya (Aris dkk, 2012). Di samping itu pada penelitian lain

4 didapatkan perbedaan bermakna untuk mortalitas antara pasien pembedahan elektif, emergency, dan non bedah dengan pasien non bedah memiliki nilai persentase mortalitas yang tinggi yaitu sebesar 48%. Pemikiran penulis adalah CSOFA dapat memberikan akurasi yang lebih baik daripada APACHE II dan SOFA dengan pengukuran parameter yang lebih praktis dan membutuhkan pemeriksaan yang rutin diperiksa di RSUP Sanglah Denpasar. Berangkat dari pemikiran tersebut maka penulis akan melakukan perbandingan validasi CSOFA, APACHE II dan SOFA dengan sampel yang lebih homogen yaitu sampel pasien non bedah yang dirawat di ICU RSUP Sanglah. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan bahwa keterbatasan kapasitas perawatan di ICU tidak sebanding dengan peningkatan jumlah rujukan untuk perawatan ICU. Perkiraan prognosa perawatan dan lama perawatan menjadi keharusan sebagai komponen di sistem Jaminan Kesehatan Nasional dalam rangka efisiensi pembiayaan kesehatan. Diperlukan sistem penilaian skala prioritas yang valid dan reliable untuk dapat mengoptimalkan penggunaan ruangan di ICU. Di sisi lain sistem prioritas yang digunakan saat ini di RSUP Sanglah masih belum mampu untuk menilai prognosa dari pasien. Sistem skoring APACHE II yang dikembangkan saat ini adalah berdasarkan kultur medis di negara asal saat dikembangkan sekitar tahun 1985, dan sistem skoring tersebut memerlukan pemeriksaan laboratorium dan parameter lain yang kompleks. MSOFA memberikan alternatif penilaian sistem skoring untuk

5 memperkirakan mortalitas pasien yang dirawat di ruang terapi intensif dengan parameter penilaian yang lebih praktis dan pemeriksaan laboratorium yang lebih sedikit. Dari uraian di atas diperlukan suatu sistem skoring yang disesuaikan dengan keadaan dan fasilitas kesehatan yang tersedia di RSUP Sanglah Denpasar, sehingga penulis ingin membuat modifikasi dari sistem skoring MSOFA menjadi Bali Sequential Organ Failure Assessment dengan mengurangi dan mensubstitusi beberapa parameter dengan berdasarkan analisa penelitian terdahulu dengan tujuan mendapatkan parameter penilaian yang mudah didapatkan, rutin dilakukan, dengan nilai prediktif yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah sistem skoring CSOFA lebih valid dibandingkan APACHE II, dan SOFA sebagai prediktor mortalitas pasien non bedah yang dirawat di ICU RSUP Sanglah? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk membandingkan validitas sistem penilaian CSOFA, APACHE II dan SOFA dalam memperkirakan mortalitas pasien yang dirawat di ICU RSUP Sanglah. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademik

6 1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih untuk pengembangan sistem skoring ICU yang dapat memperkirakan prognosa pasien yang akan masuk ke ICU. 2. Memberikan data dasar bagi penelitian berikutnya untuk membandingkan satu sistem skoring dengan sistem skoring lainnya. 3. Memberikan data dasar yang valid sesuai dengan kondisi dan kemampuan ICU RSUP Sanglah dan pendukungnya dalam memperkirakan mortalitas pasien. 4. Memberikan homogenitas sampel untuk penelitian lanjutan di bidang perawatan intensif 1.4.2 Manfaat bagi pelayanan 1. Memberikan alternatif sistem skoring yang lebih sederhana kepada dokter intensivis dalam melakukan prediksi mortalitas pasien yang dirawat di ICU RSUP Sanglah. 2. Dasar penjelasan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai prognosa dan pilihan terapi yang akan dijalani. 3. Dengan mengetahui parameter yang berkontribusi terhadap peningkatan mortalitas, hal tersebut dapat dicegah dengan harapan dapat menurunkan mortalitas