IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I BERKAS PENYIDIKAN

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perlu dikemukakan terlebih dahulu identitas responden. : Anggota Pembinaan dan Disiplin Bid Propam Polda Lampung

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBINAAN DAN PEDOMAN OPERASIONAL PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

ALUR PERADILAN PIDANA

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN. polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 1988 SERI D NOMOR 2

Bagian Kedua Penyidikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 25 TAHUN 2008

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LINGKUP DALAM LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BAU-BAU

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G Nomor : 5 Tahun : 1986 Seri : D.

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

Transkripsi:

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan wawancara dengan responden yang berkaitan dengan Analisis Yuridis Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Kasus Di Wilayah Polsek Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung) : 1. Nama : I PUTU SURYAWAN Pangkat/NRP Jabatan : INSPEKTUR DUA/87021324 : Kepala Unit Reserse Kriminal Lama Bertugas : 1 Tahun 10 Bulan Instansi : Badan Reserse Kriminal Polsek TKP Bandar Lampung 2. Nama : SURYADI Pangkat/NRP Jabatan : BRIGADIR SATU/83010246 : Anggota Penyidik Pembantu Lama Bertugas : 7 Tahun Instansi : Badan Reserse Kriminal Polsek TKP Bandar Lampung Penentuan responden tersebut didasari kualitas dan posisi sehingga dapat menjawab permasalahan yang diajukan dalam penulisan skripsi ini. Jawaban yang diberikan responden di lembaga dan institusinya masing-masing, sehingga

40 dalam penelitian ini dapat diperoleh sumber dan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan. B. Penyidikan Terhadap Pencurian Dengan Pemberatan 1. Pengertian Penyidik dan Penyidikan Anggapan umum penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (Polri). Namun secara yuridis formal tidak demikian, selain Polri masih ada penyidik lain seperti Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Jaksa dan Perwira TNI Angkatan Laut. Ketentuan yang mengatur hal itu, antara lain dapat disimak dalam Undang-Undang Nomor8 Tahun 1981 tentan KUHAP dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 butir 1 KUHAP). Sedangkan arti penyidikan itu sendiri adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Kegiatan penyidikan merupakan tindak lanjut penyelidikan yang sedikit banyak telah menemukan konstruksi peristiwa pidana yang terjadi. Pekerjaan polisi sebagai penyidik dapat dikatakan berlaku di seantero dunia. Kekuasaan dan kewenangan (power andaouthority) polisi sebagai penyidik luar biasa penting dan sangat sulit, terlebih di Indonesia. Di Indonesia, polisi memonopoli penyidikan hukum pidana umum (KUHP), berbeda dengan

41 negara lain. Lagi pula masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang mempunyai adat istiadat yang berbeda. Menurut hemat penulis pernyataan di atas tidaklah salah, tetapi bukankah urgensi masing-masing penegak hukum adalah sama, baik sebagai Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Penasihat Hukum dan bahkan Petugas Lembaga Pemasyarakatan Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik mempunyai kewenangan sebagai berikut : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. i. Mengadakan penghentian penyidikan. j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

42 Dalam melakukan penyidikan, seorang penyidik dibantu oleh : a. Penyidik Pembantu Menurut Pasal 10 Ayat (1) KUHAP, Penyidik Pembantu adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh kepala Kepolisian Negara Republik Indonesiaberdasarkan syarat kepangkatan. Dalam penjelasan, dikembangkan bahwa yang dimaksud dengan pejabat Kepolisian Negara Republik Indesia ialah: termasuk pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jadi selain Polri, juga pegawai negeri tertentu di Lingkungan kepolisian RI. Sebagai peraturan pelaksanaan KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, khususnya Pasal 3 ayat (1) lebih menegaskan bahwa Penyidik pembantu adalah: 1. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat sersan dua polisi. 2. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda (Gol.II/a) atau yang disamakan dengan itu. Kewenangan pengangkatan menjadi penyidik pembantu ada pada Kapolri atau pejabat yang ditunjuk, atas usulan komandan atau pimpinan kesatuan masingmasing. Untuk kepangkatan dalam Penyidik Pembantu, dinyatakan tadi bahwa sekurang-kurangnya berpangkat sersan dua polisi. Mencermati hal itu, kita perlu menyimak ketentuan bahwa untuk Penyidik ditentukan sekurang-kurangnya berpangkat pembantu letnan dua polisi.untuk itu kepangkatan Penyidik Pembantu adalah sersan dua polisi sampai dengan sersan mayor polisi (di bawah

43 pembantu letnan dua). Namun untuk Penyidik Pembantu dari PPNS tertentu di lingkungan Polri, golongan II/a tersebut merupakan pangkat/golongan untuk strata awal atau pangkat minimal dapat diangkat menjadi Penyidik Pembantu.Untuk batas Pangkat/golongan tertinggi rupanya tidak diatur. Penjelasan Pasal 11 KUHAP menegaskan bahwa pelimpahan wewenang penahanan kepada Penyidik Pembantu hanya diberikan apabila perintah dari Penyidik tidak dimungkinkan. Hal itu dikarenakan dalam keadaan yang sangat diperlukan, atau karena terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil atau di tempat yang belum ada petugas penyidik dan atau dalam hal lain yang dapat diterima menurut kewajiban. Sedangkan kewajiban menjunjung tinggi hukum yang berlaku merupakan salah satu kewajiban Penyidik Pembantu. Dalam kaitan tanggung jawab dan koordinasi dengan Penyidik perlu berpedoman pada Pasal 12 KUHAP. Disebutkan bahwa Penyidik kecuali perkara dengan acara pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada Penuntut Umum. Penyidik Pembantu mempunyai wewenang sama dengan wewenang Penyidik, kecuali mengenai penahanan. Mengenai kewenangan penahanan, harus ada pelimpahan wewenang wewenang dari Penyidik. Penulis menilai pembatasan kewenangan tersebut tepat dan logis, mengingat masalah penahanan merupakan masalah yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang dan berkaitan pula dengan hak asasi manusia. Apabila kurang hati-hati dan bijaksana dapat menjadi sumber penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang.

44 b. Penyidik Tindak Pidana Umum Adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (Polri). Syarat kepangkatan Penyidik diatur oleh PP No. 27 Tahun 1983 yakni Pasal 2 ayat (1)a dan ayat (2), yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Polisi yangmemiliki kewenangan sebagai berikut : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. i. Mengadakan penghentian penyidikan. j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. c. Penyidik Tindak Pidana Khusus Berdasarkan KUHAP dan PP No. 27 Tahun 1983, pelaksanaan penyidikan tindak pidana khusus dilakukan oleh penyidik Polri dan Jaksa. Wewenang penyidikan dalam tindak pidana tertentu yangdiatur secara khusus oleh undang-undang tertentu dilakukan oleh Penyidik, Jaksa dan Pejabat Penyidik berwenang lainnya yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kewenangannya sama

45 dengan penyidik tindak pidana umum kecuali tiga undang-undang tindak pidana khusus tersebut lain. d. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Adalah seorang penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Namun tidak semua PNS dapat menjadi penyidik dan tidak semua undang-undang ada klausul yang berkaitan dengan penyidikan. PPNS memiliki kewenangan sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya sesuai dengan instansinya masingmasing. Dalam proses penyidikan, seorang penyidik yang menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan, sebagaimana yang diberlakukan dalam hukum acara pidana yang menyangkut tentang proses penyidikan, yaitu : a. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik b. Ketentuan tentang alat-alat penyidik c. Pemeriksaan ditempat kejadian d. Pemanggilan Tersangka e. Penahanan sementara f. Penggeledahan g. Pemeriksaan dan interogasi h. Berita Acara (penggeledahan interogasi dan pemeriksaan di tempat) i. Penyitaan j. Penyampingan perkara

46 k. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang responden, Bapak I Putu Suryawan, yang menyebutkan bahwa dalam kasus tindak pidana, proses diketahui terjadinya delik terdiri dari empat kemungkinan, yakni : 1. Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19 KUHAP) 2. Karena Laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP) 3. Karena pengaduan (Pasal 1 butir 25 KUHAP) 4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya delik, seperti membaca berita di surat kabar, mendengar dari radio atau orang bercerita dan sebagainya Menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP tersebut, pengertian tertangkap tangan meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Tertangkap tangan waktu sedang melakukan tindak pidana. 2. Terangkap segera sesudah beberapa saat tindakan itu dilakukan. 3. Tertangkap sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukan delik. 4. Terangkap sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut serta melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. Pengertian tertangkap tangan diperluas sehingga berbeda dengan pengertian sehari-hari, karena meliputi pengertian sedang melakukan dan sesudah

47 melakukan. Penyidikan delik tertangkap tangan secara khusus sebenarnya dari Perancis. Sejak zaman Romawi telah dikenal delik tertangkap tangan yaitu: delik yang tertangkap tangan sedang atau segera berlangsung yang mempunyai akibatakibat hukum yang berbeda dengan delik lain. Penyidikan delik tertangkap tangan lebih mudah dilakukan karena terjadinya baru saja, berbeda dengan delik biasa yang kejadiannya sudah beberapa waktu berselang. Untuk menjaga agar pembuktiannya tidak menjadi kabur, jika penyidikannya dilakukan sama-sama dengan delik biasa, maka diatur secara khusus. Banyak kelonggaran-kelonggaran yang diberikan kepada penyidik yang lebih membatasi hak asasi manusia daripada delik biasa. Dalam melakukan suatu penyidikan biasanya diawali dengan adanya laporan dan pengaduan. Antara keduanya ada perbedaan antara laporan dan pengaduan : 1. Pengaduan hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu saja yang disebut dalam undang-undang dan dalam kejahatan tertentu saja sedangkan laporan dapat dilakukan oleh siapa saja terhadap semua macam delik. 2. Pengaduan dapat ditarik kembali sedangkan laporan tidak dapat.bahkan seseorang yang melaporkan orang lain telah melakukan delik padahal tidak benar, dapat dituntut melakukan delik laporan palsu 3. Pengaduan mempunyai jangka waktu tertentu untuk mengajukan (Pasal 74 KUHP) sedangkan laporan dapat dilakukan setiap waktu. 4. Sebenarnya pengaduan itu merupakan suatu permintaan kepada penuntut umun agar tersangka dituntut.

48 Pengaduan itu sendiri ada dua macam, yaitu : a. Yang absolut (absolut klachtdelikt), yaitu delik yang hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan (memang benar-benar delik aduan), misalnya dalam Pasal 284 KUHP tentang perzinahan, Pasal 310 tentang pencemaran nama baik dsb. b. Yang relatif (relatieve klachtdelikt), yaitu delik yangmerupakan delik biasa, tetapi ada hubungan-hubungan istimewa (keluarga) antara pembuat dan korban, lalu berubah menjadi delik aduan, misalnya pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP). Dalam melakukan proses penyidikan pada kasus pencurian dengan pemberatan, menurut responden lainnya, Bapak Suryadi, terdapat dua kategori, yaitu : 1. Terima Laporan 2. Memeriksa saksi 3. Memeriksa tersangka 4. menerbitkan surat perintah penangkapan 5. penahanan Namun apabila dalam kasus pidana pencurian terjadi dan pelakunya belum tertangkap, maka proses penyidikan yang dilakukan adalah : 1. Menerima laporan 2. Melakukan penyelidikan dengan membuat rencana penyelidikan Berdasarkan hasil penelitian di Polsek Tanjung Karang Pusat, kasus pencurian yang telah P21 terhitung dari bulan Agustus 2009 sampai dengan terakhir ini adalah :

49 1. Kasus pencurian dengan pemberatan : 16 kasus 2. Kasus pencurian biasa : 5 kasus 3. Kasus pencurian dengan kekerasan : 2 kasus Untuk kasus tersebut pertama dan ketiga hanya dapat dilakukan penyidikan jika telah ada pengaduan. Jadi delik itu sendiri menentukan apakah merupakan delik aduan atau tidak. Yang tersebut kedua pada umumnya deliknya sendiri merupakan delik biasa, tetapi ditinjau dari orang yang melakukannya, maka menjadi delik aduan. Oleh karena itu, berbeda dengan yang tersebut pertama, maka pada yang tersebut kedua ini penyidikan dapat dilakukan meskipun tidak ada pengaduan. Hanya pada tingkat penuntutan, barulah diperlukan adanya pengaduan tertulis yang dilampirkan pada berkas perkara. Karena apabila pengaduan tertulis itu tidak dilampirkan, maka hakim dapat menolak tuntutan jaksa (niet ontvankelijk verklaring van het OM). Apabila seorang pelaku tindak pidana pencurian telah dikenakan sanksi hukuman akibat perbuatannya, dalam hal ini pencurian dengan pemberatan yang dikenakan Pasal 363 ayat (1) butir 3,4,5 KUHP, maka harus dilihat apakah telah memiliki unsur-unsur dari Pasal yang dikenakan terhadap pelaku pencurian tesebut. Isi dari Pasal 363, yakni : (1) : diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : ke 3 : Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak; ke 4 : Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu ; ke 5 : Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu.

50 Unsur-unsur dari Pasal tersebut yakni : 1. Pencurian di waktu malam. 2. dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya. 3. dilakukan oleh orang yang adanya disitu. 4. tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak. 5. dilakukan oleh dua orang atau lebih. 6. untuk sampai pada barang yang diambilnya 7. dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu ad. 1. Unsur pencurian diwaktu malam Yang dimaksud dengan malam hari disini dilakukan antara pk. 00 03 wib. Sehingga bila pencurian dilakukan berkisar antara waktu yang disebutkan diatas,maka unsur pertama telah terpenuhi. ad. 2. Dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya. Unsur disini menyebutkan bahwa rumah atau pekarangan tersebut dalam keadaan tertutup. Sehingga dapat dilihat bahwa pelaku memasuki rumah tersebut tanpa izin dari pada orang yang berhak atas rumah tersebut. ad. 3. Dilakukan oleh orang yang adanya disitu Unsur disini menyebutkan bahwa adanya orang pada rumah atau pekarangan yang tertutup itu. ad. 4. tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh orang yang berhak Unsur disini menyebutkan bahwa pelaku masuk kerumah atau pekarangan yang tertutup tersebut tanpa dikehendaki oleh pemilik rumah yang dimasukinya itu.

51 ad. 5. Dilakukan oleh dua orang atau lebih Unsur disini menyebutkan bahwa pelaku tidak melakukannya seorang diri, tetapi dilakukan lebih dari seorang. ad. 6. Untuk sampai pada barang yang diambilnya Unsur disini dapat diartikan bahwa pelaku bermaksud atau bertujuan untuk mengambil barang dari pada orang yang memiliki dari hak barang tersebut. ad. 7. Dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu Unsur disini dapat diartikan bahwa pelaku masuk ke dalam rumah tersebut dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu. Sehingga dapat dilihat adanya unsur kesengajaan pada pelaku tersebut. Apabila semua unsur-unsur dalam Pasal 363 ayat (1) butir,3,4,5 yang dikenakan kepada pelaku pencurian dengan pemberatan telah terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa pelaku telah terbukti melakukan tindak pidana pencurian. 2. Upaya Pihak Penyidik Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Bentuk sosialisasi dari pihak penyidik dalam hal ini kepolisian terhadap masyarakat dalam hal menanggulangi tindak pidana pencurian, diantaranya adalah :

52 a. Membuat spanduk-spanduk yang menghimbau kepada masyarakat luas untuk lebih waspada terhadap bentuk-bentuk kejahatan yang selalu mengancam kapan saja dan pada setiap kesempatan yang ada. b. Adanya BABINKAMTIBMAS, yang turut menangani dan membantu setiap permasalahan yang timbul dalam suatu lingkungan masyarakat berdasarkan kewenangan wilayah tugasnya. c. Dibentuknya Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM), yaitu dengan menjalin kerjasama dalam menanggulangi dan memberantas setiap masalah kejahatan yang ada atau yang kemungkinan akan terjadi di lingkungan masyarakat tersebut. Sehubungan dengan hal di atas, penulis memandang, dengan adanya suatu upaya soaialisasi dari pihak kepolisian ini, yang diharapkan terjadinya suatu perubahan yang membawa ke arah yang lebih baik lagi dalam hal memberantas dan mengurangi tindak pidana pencurian di dalam suatu lingkungan masyarakat. Hanya saja, jika upaya-upaya dari pihak kepolisian tersebut tidak mendapat dukungan dari masyarakat, maka hal itu akan menjadi sia-sia belaka. Selain itu diperlukan adanya ketegasan dari seluruh aparat penegak hukum dalam menangani setiap bentuk kejahatan, dimana, siapapun yang melakukan kejahatan harus ditindak dengan tegas dan diberi sanksi sesuai dengan bentuk kejahatan yang dilakukannya berdasarkan peraturan dan hukum yang berlaku, tanpa memandang bulu atau golongan tertentu. Berdasarkan hasil kajian di atas, bahwa keberhasilan suatu penyidikan dipengaruhi hasil daripada penyelidikan. Tindakan penyelidikan memang harus

53 mengarah kepada kepentingan penyidikan. Untuk itu undang-undang sebagaimana yang diatur dalam KUHAP menegaskann, bahwa dalam pelaksanaan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik. Kegiatan penyidikan harus mengarah pada penuntutan. Keberhasilan penuntutan selain ditentukan oleh profesionalitas Penuntut Umum, juga dipengaruhi oleh kesempurnaan hasil penyelidikan. Oleh karena itu, penyidikan menempati posisi yang tidak dapat diabaikan seperti dinyatakan para ahli hukum kita. C. Faktor-Faktor Penghambat Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Dalam melakukan penyidikan, terkadang para penyidik menemui berbagai hambatan. Unsur-unsur dari faktor-faktor penghambat dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian apabila mengutip dari Soerjono adalah : 1. Faktor aparat penegak hukum Apabila mengkaji mengenai aparatur sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi dalam penyidikan pada kasus tindak pidana pencurian, diantaranya kurangnya SDM para penegak hukum, minimnya penghasilan yang diterima para aparat penegak hukum, sementara disatu sisi mereka dituntut melakukan tugas-tugasnya dalam kondisi yang penuh dengan bahaya, tetapi berdasarkan tanggung jawab mereka terhadap profesinya, mereka tetap harus konsisten untuk melaksanakan tugas tersebut.

54 Selain itu kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hukum serta kurangnya kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum sehingga secara otomatis mereka tidak percaya kepada hukum yang berjalan. Kondisi demikian menyebabkan masyarakat enggan untuk diajak bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam memberikan informasi mengenai tindak pidana kejahatan pada saat aparat kepolisian melakukan penyidikan. Hal ini menyebabkan hambatanhambatan bagi pihak kepolisian khususnya penyidik dalam menjalani tugastugasnya. 2. Peraturan atau undang-undangnya itu sendiri Berdasarkan hasil wawancara dengan I Putu Suryawan, dalam menerapkan sanksi hukum kepada pelaku tindak pidana kejahatan dalam hal ini pencurian dengan pemberatan, harus melihat apakah Pasal-pasal yang diterapkan kepada pelaku sudah sesuai dengan bentuk kejahatan yang dilakukannya. Sehingga jangan sampai terjadi adanya kesalahan dalam menerapkan suatu ancaman sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana kejahatan pencurian. Jadi Pasal yang dikenakan harus sesuai dengan bentuk kesalahan dan perbuatan kejahatan yang telah dilakukannya. 3. Sarana dan fasilitas Para aparat kepolisian dalam melakukan tugasnya apabila tidak didukung dengan sarana atau fasilitas yang layak, dapat menyebakan kinerja dari aparat penegak hukum tidak dapat berjalan dengan baik. Misalnya minimnya fasilitas kendaraan yang sudah tidak layak pakai lagi, alat-alat kantor yang tidak memadai, sekalipun ada tapi minim sekali jumlahnya, sehingga apabila fasilitas tersebut sedang

55 dipakai, pihak lainnya harus menunggu hingga pemakai pertama selesai. Kondisi demikian menyebabkan terhambatnya tugas-tugas aparat hukum. 4. Kesadaran hukum dari masyarakat Masyarakat Indonesia umumnya masih mengandalkan pihak kepolisian dalam menindaklanjuti suatu kejahatan. Mereka umumnya hanya menunggu hasil akhir dari pihak kepolisian dalam menangani suatu kasus tersebut tanpa mau ikut terlibat dan turut berpatisipasi bersama-sama menumpas suatu kejahatan. Berdasarkan kondisi tersebut diatas, pentingnya sosialisasi hukum dari aparat penegak hukum untuk menumbuhkan budaya serta keasadaran hukum masyarakat, karena ketika terjadi tindak pidana maka kemungkinan besar dapat terjadi berbagai tindak pidana yang memanfaatkan kesempatan tersebut, terlebih lagi jika budaya hukum dan kesadaran hukum masyarakat itu minim dan ketidak tahuan tentang hukum membuat masyarakat memandang masalah pencurian adalah hal biasa. 5. Kultur atau budaya masyarakat Masyarakat Indonesia sebagian besar memiliki aturan atau hukum adat masingmasing, yang memang hal tersebut diakui oleh undang-undang bahwa hukum adat itu berlaku ditengah-tengah masyarakat. Hal ini mengakibatkan meskipun undang-undang yang diciptakan sudah demikian bagusnya serta sedemikian kuat dan adilnya penegak hukum menurut pemerintah, namun apabila tidak terdapat keseimbangan dengan budaya dan adat yang berlaku dalam masyarakat, maka semuanya itu tidak akan berarti apa-apa. Selain itu tidak ada undang-undang yang menyalahi perihal berlakunya hukum adat yang ada dalam masyarakat.

56 Berdasarkan uraian di atas, penulis menilai, bahwa dalam melakukan penyidikan atas suatu tindak pidana pencurian bukanlah hal yang mudah. Ditambah lagi bila sarana dan prasarananya tidak mendukung sehingga menambah kesulitan bagi pihak kepolisian khususnya penyidik untuk mengusut tuntas kasus yang sedang ditanganinya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus bagi pemerintah untuk melengkapi kebutuhan sarana dan prasarana yang terbatas khususnya pada polsek-polsek yang berada di tempat-tempat yang terpencil, untuk dapat mempermudah bagi pihak kepolisian dalam melakukan tugasnya.