Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. BAB V 2. KESIMPULAN DAN SARAN

1. BAB I 2. PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYANDANG CACAT

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FORMULIR PEMANTAUAN AKSES PEMILU BAGI PENYANDANG DISABILITAS PEMILUKADA TAHUN Nama Pemantau : [ L / P ] No. TPS : Alamat Lengkap : Kel :

Kendala Umum yang Dihadapi Penyandang Disabilitas dalam Mengakses Layanan Publik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. menyinggung kepentingan warga Negara yang menyandang kecacatan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

PP 43/1998, UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyandang cacat terdapat di semua bagian bumi serta pada semua

AKSISIBILITAS LINGKUNGAN FISIK BAGI PENYANDANG CACAT

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

Peraturan...

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sila keempat Pancasila, yaitu. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

MODUL RINGKAS PEMILU AKSES BAGI PENYANDANG DISABILITAS PUSAT PEMILIHAN UMUM AKSES PENYANDANG CACAT PPUA-PENCA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah).

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

WALIKOTA PANGKALPINANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Penerapan Manajemen Pelayanan Inklusif Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BAB II TINDAK PIDANA YANG TERDAPAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

Oleh. Oktaviawan Yandarisman D2B009060

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menghormati,

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

HASIL PEMANTAUAN PELAKSANAAN PEMILU AKSES PILKADA DKI JAKARTA

4. MODEL C2 - KWK.KPU ( Ukuran Besar ) Ditetapkan di : Nganjuk Pada tanggal : 7 Mei 2012 Ketua. Drs. J U W A H I R

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG

BUKU PANDUAN AKSES PEMILU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

Dasar Pemikiran. Bentuk peran aktif RRI dalam proses demokratisasi RRI => Menginspirasi => Menavigasi

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

2016 MINAT SISWA PENYANDANG TUNANETRA UNTUK BERKARIR SEBAGAI ATLET

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BUPATI BANGKA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

PENTINGNYA KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi. 1 Demokrasi sebagai dasar hidup

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KESETARAAN KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability


2012, No

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA. BAWASLU. Pemilihan Umum. Anggota DPR. Luar Negeri. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Transkripsi:

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Didi Tarsidi Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Disajikan dalam Acara Sosialisasi Pilkada bagi Kelompok Penyandang Cacat Di Hotel Sahid Topas Galeria, Bandung 27 Desember 2006

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pilkada 2 Makalah ini membahas bagaimana warga masyarakat yang menyandang kecacatan dapat berpartisipasi penuh dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Untuk itu, dikemukakan definisi penyandang cacat menurut perundang-undangan Indonesia, bagaimana prevalensinya, hak dan kewajiban penyandang cacat sebagaimana diatur oleh perundang-undangan, dan bentuk-bentuk aksesibilitas yang terkait dengan pelaksanaan Pilkada untuk memungkinkan partisipasi penuh para pemilih penyandang cacat itu. I Definisi dan Prevalensi Penyandang Cacat UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat, Pasal 1 ayat 1 mendefinisikan penyandang cacat sebagai berikut: Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : a. penyandang cacat fisik; b. penyandang cacat mental; c. penyandang cacat fisik dan mental. Secara konvensional, yang termasuk penyandang cacat fisik adalah tunanetra, tunarungu dan tunadaksa, dan yang tergolong penyandang cacat mental adalah tunagrahita. Mereka yang menyandang kedua kategori kecacatan fisik dan mental, kita kenal dengan istilah tunaganda. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasikan jumlah penyandang cacat adalah 10% dari keseluruhan populasi. Jumlah ini cukup signifikan untuk menentukan perolehan suara seorang calon Kepala Daerah. II Hak dan Kewajiban Penyandang Cacat 2

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pilkada 3 Undang-undang No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat pasal 5 menegaskan bahwa Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Secara spesifik, hak-hak penyandang cacat tersebut disebutkan dalam pasal 6 ayat 1-6 yaitu: 1. pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; 2. pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; 3. perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; 4. aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; 5. rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan 6. hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam kaitannya dengan Pilkada, hak yang relevan adalah yang disebutkan pada ayat 3 dan 4. Pasal 8 undang-undang ini menegaskan bahwa Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat. Mengenai kewajiban penyandang cacat sebagai warga Negara, UU No. 4/1997 Pasal 7 menyatakan bahwa: 1) Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya. 3

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pilkada 4 Perlu diwaspadai bahwa pelaksanaan kewajiban yang disesuaikan dengan kemampuannya yang tertera pada ayat 2 di atas dapat mengundang kontroversi karena masyarakat sering tidak memiliki persepsi yang tepat tentang kemampuan penyandang cacat. Kesamaan Kesempatan bagi Penyandang Cacat III UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 9 secara spesifik menjamin kesamaan hak penyandang cacat sebagai warga Negara: Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pasal 10 UU NO. 4/1997 itu mengatur bahwa: 1) Kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas. 2) Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat. 3) Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. UUD 1945 dan Perubahannya Tahun 2002 Pasal 28 I Ayat (2) menegaskan bahwa Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. IV Aksesibilitas yang Spesifik Terkait dengan Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pilkada 4

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pilkada 5 Perlu dicatat bahwa dalam pengalaman Pemilu yang lalu-lalu, penyandang cacat mental (tunagrahita) tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam memberikan suaranya. Hal ini didasarkan atas pertimbangan psikiatrik bahwa mereka dipandang tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hokum. Oleh karena itu, penyandang tunagrahita tidak termasuk ke dalam pokok kajian makalah ini. Di antara hal-hal yang teridentifikasi sebagai yang memerlukan upaya khusus bagi para penyandang cacat tertentu untuk mengakses kegiatan yang terkait dengan Pilkada adalah sebagai berikut. 1. Akses ke informasi yang terkait dengan Pilkada (seperti ketentuanketentuan perundang-undangan tentang pelaksanaan Pilkada, dan program-program yang ditawarkan oleh para calon Kepala Daerah) - Bagi tunanetra: Sebaiknya memperoleh akses ke informasi dalam bentuk Braille, rekaman audio, format elektronik (untuk diakses dengan computer) - Bagi tunarungu: Memperoleh layanan penerjemah bahasa isyarat atau media tertulis untuk memahami pidato yang terkait dengan Pilkada (seperti orasi kampanye atau penjelasan dari panitia pelaksana(. 2. Akses ke tempat pemungutan suara - TPS harus aksesibel bagi pengguna kursi roda (misalnya tidak terletak di tempat yang bertangga-tangga). - Bilik suara harus cukup leluasa untuk dapat dimasuki kursi roda. - Panitia TPS menyiapkan petugas untuk membimbing pemilih tunanetra masuk ke bilik suara. 3. Akses ke surat suara - Sebaiknya tersedia alat pembandu pencoblosan untuk memungkinkan pemilih tunanetra melakukan pencoblosan sendiri. Atau, kalau tidak tersedia, 5

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pilkada 6 - Pemilih tunanetra diberi hak untuk menentukan sendiri orang yang akan membantunya melakukan pencoblosan. Hal-hal lain yang belum secara spesifik disebutkan di dalam makalah ini diharapkan akan muncul dari hasil diskusi dalam acara sosialisasi ini. 6