Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU

dokumen-dokumen yang mirip
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...)

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

Profil Sanitasi Wilayah

LAPORAN STUDI EHRA ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT)

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kelompok Kerja PPSP Kab. Luwu Utara Tahun 2013 KATA PENGANTAR

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN TAHUN

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA

BAB V Area Beresiko Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara. lain:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

LAPORAN AKHIR PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN ENVIROMENTAL HEALTH RISK ASSESMANT (EHRA) KABUPATEN ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

LAPORAN PELAKSANAAN STUDI EHRA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2016

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) \ Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah

BAB III PROFIL SANITASI WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5.1. Area Beresiko Sanitasi

Strategi Sanitasi Kabupaten Tahun

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

Pendahuluan. Bab Latar Belakang

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN MINAHASA UTARA

KOTA TANGERANG SELATAN

3.1 TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK TABEL 3.1 TUJUAN, SASARAN DAN TAHAPAN PENCAPAIAN PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT)

adalah pembersihan data (data cleaning). Pembersihan data perlu dilakukan sebelum data di analisis. Pembersihan data yang dimaksud adalah mencakup

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

KATA PENGANTAR EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah studi yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki risiko pada kesehatan masyarakat. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup, sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air limbah. Sementara, perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi, antara lain, cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak, dan pemilahan sampah rumah tangga. Data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Luwu yang kemudian akan dimanfaatkan untuk mengembangkan Strategi Sanitasi Kabupaten. Selain itu, data pun dapat dimanfaatkan sebagai pencapaian pembangunan sanitasi ke depan, baik di tingkat kota sampai di tingkat kelurahan/desa (indikatif). Pelaksanaan studi EHRA banyak melibatkan Pokja Sanitasi, Dinas kesehatan bersama Tim EHRA yang awalnya berjalan dengan tanpa dana, namun berkat komitmen bersama Pokja Sanitasi Kabupaten Luwu bersama tim EHRA mampu melaksanakan study EHRA dengan baik. Untuk pengumpulan data, EHRA berkolaborasi dengan kader-kader Posyandu/ PKK di tingkat kelurahan/desa. Dokumen ini adalah Laporan Studi EHRA di Kabupaten Luwu yang kegiatan pengumpulan datanya dimulai Juni tahun 2013 lalu. Penyusunan laporan difasilitasi oleh Program PPSP dengan melibatkan berbagai pihak, khususnya Pokja Sanitasi melalui dinas kesehatan Kabupaten Luwu sebagai pelaksana kegiatan, di bantu oleh kepala puskesmas dan sanitarian sebagai Koordinator wilayah dan supervisor, serta entri data, kader-kader kelurahan, dan pihak kelurahan/kecamatan se Kabupaten Luwu. Belopa,Juli 2013 Penyusun 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu usaha yang memberikan kontribusi positif terhadap penanganan tingkat kemiskinan dalam jangka waktu menengah dan panjang melalui tersedianya lingkungan yang sehat. dengan tersedianya lingkungan yang sehat maka derajat kesehatan masyarakat juga akan meningkat sehingga kesejahteraan masyarakat akan bisa dicapai. Sanitasi menjadi tantangan, tugas dan kewajiban yang harus dihadapi pemerintah dan masyarakat. Masalah ini menjadi persoalan pembangunan Nasional dan Daerah, termasuk Kabupaten Luwu. Dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan sanitasi di daerah, khususnya di Kabupaten Luwu diperlukan sebuah terobosan di dalam pembangunan sanitasi, yaitu melalui Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Program ini mempunyai target hingga 2014 sebagai berikut : 1. Stop BAB Sembarangan (Stop BABS) di wilayah perkotaan dan pedesaan pada 2014; 2. Perbaikan pengelolaan persampahan, melalui implementasi 3R (reduce, reuse, recycle) dan TPA berwawasan lingkungan (sanitary landfill dan controlled landfill) ; 3. Pengurangan genangan di kawasan perkotaan seluas. Dalam rangka penjabaran PPSP di Kabupaten Luwu, diperlukan penyusunan Studi EHRA sebagai bagian dari penyusunan Buku Putih Sanitasi. Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota/kabupaten yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten sampai ke kelurahan/desa. 1.2. Maksud dan Tujuan Kota/kabupaten dipandang perlu melakukan Studi EHRA, dengan maksud: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat; 2

2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda; 3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa; 4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif; 5. EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa; Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan. 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi. 3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal. 4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten. 1.3. Wilayah Cakupan Studi EHRA Wilayah cakupan studi EHRA di Kabupaten Luwu sebanyak 227 Desa/Kelurahan dari 21 Kecamatan. Dimana 30 desa/kelurahan dijadikan sampel dalam kajian studi EHRA ini. Adapun ruang lingkup penyusunan studi EHRA meliputi : 1. Diskusi dengan POKJA 2. Memperbaiki instrumen sesuai hasil diskusi 3. Mengkoordinasikan kerja lapangan 4. Melaksanakan Entry Data. 5. Melaksanakan Cleaning Data. 6. Melaksanakan Processing Data, analisa dan laporan awal 7. Umpan balik untuk POKJA, Enumerator, kelurahan/desa dan kecamatan. 8. Laporan Studi EHRA. 1 3

2 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2.1. Penentuan Target Area Survey Untuk mendapatkan target area survey EHRA, digunakan metode Klustering. Dimana penetapan kluster dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yang telah ditetapkan didalam petunjuk praktis EHRA tahun 2013 PPSP. Penetapan Kluster Target Area Survey EHRA Kabupaten Luwu berdasarkan kriteria sebagai berikut : a. Kepadatan Penduduk, yaitu jumlah penduduk perluas wilayah tertentu (terbangun). Dalam hal ini luas area terbangun merujuk ke luas area permukiman berdasarkan data RTRW Kab. Luwu, dengan mengutamakan desa/kelurahan dengan kepadatan penduduk lebih dari 25 jiwa per Ha. b. Angka kemiskinan, angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: ( Pra-KS + KS1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% KK Adapun data Pra-KS dan KS 1 didapatkan dari BKKBN, dengan parameter persentase kemiskinan > 30 % c. Daerah/wilayah yang dialiri sungai//saluran drainase/ saluran irigasi yang berpotensi digunakan atau telah digunakan sebagai sarana MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat d. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter sebagai berikut : - Ketinggian = > 30 cm - Lama Genangan = > 2 jam Penentuan Kluster studi EHRA dilakukan dalam 2 tahap yaitu : a. Klustering Kecamatan. Dilakukan oleh POKJA berdasarkan keempat kriteria di atas, untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko tingkat kecamatan. b. Klustering Desa/Kelurahan, Dilakukan POKJA bersama petugas puskesmas kecamatan, untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko tingkat desa/kelurahan. 4

2.2. Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Area Survei Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian disebut sampel. Sampel atau contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka data yang diperoleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi. Data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling. Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mengambil. Teknik sampling sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Probability Sampling (Random Sample) 2. Non Probability Sampling (Non Random Sample) Teknik Sampling yang digunakan dalam studi EHRA adalah Random Sample dengan menggabungkan antara teknik random multistage (bertingkat) dan random systematic. Sampel studi EHRA diambil dari 30 Desa/Kelurahan dari 21 Kecamatan di Kabupaten Luwu, daftar Desa/Kelurahan terlampir. Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting jika jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan adalah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat. 5

Berdasarkan 4 (empat) kriteria klustering desa/kelurahan, diperoleh hasil pengklusteran yang tertuang dalam tabel 2.1. Tabel 2.1. Hasil Kabupaten Luwu KLUSTER KECAMATAN KEL/DESA PROPORSI JUMLAH KEL/DES YG DSURVEY 4 6 70 31% 9.25 3 13 136 60% 17.97 2 2 21 9% 2.64 1 0 0 0% - 0 0 0 0% - JUMLAH 21 227 100% 30 Setelah melakukan klustering Kecamatan dan klustering Desa/Kelurahan, maka POKJA bersama Tim EHRA, kemudian menentukan ruang lingkup studi dengan pertimbangan survey akan dilakukan tidak hanya di daerah IKK dan peri-urban, tapi juga di daerah perdesaan, maka kecamatan dan desa/kelurahan akan dipilih secara acak dan proporsional untuk mewakili klusternya. Daftar Desa/kelurahan yang terpilih sebanyak 30 desa/kelurahan. Tabel 2.2. Desa/Kelurahan Area Survey No No induk Klaster Kecamatan Kelurahan/Desa Wilaya Kel/Desa 1 7302.01.10 Larompong Larompong 4 2 7302.02.06 Larompong Selatan Dadeko 4 3 7302.03.03 Suli Suli 4 4 7302.03.10 Suli Cimpu 4 5 7302.04.03 Suli Barat Salubua 3 6 7302.05.09 Belopa Tampuamia Radda 3 7 7302.05.06 Belopa Balo Balo 2 8 7302.06.05 Kamanre Wara 2 9 7302.06.04 Kamanre Cilallang 4 10 7302.07.07 Belopa Utara Sabe 3 11 7302.08.08 Bajo Pangi 2 12 7302.09.04 Bajo Barat Kadong-Kadong 3 13 7302.10.22 Bassesangtempe Bonglo 3 14 7302.11.04 Lajimojong Kadundung 3 15 7302.12.03 Bupon Noling 3 16 7302.12.05 Bupon Buntu Batu 3 6

17 7302.13.05 Ponrang Buntu Kamiri 3 18 7302.13.02 Ponrang Padang Sappa 4 19 7302.14.01 Ponrang Selatan Paccerakang 4 20 7302.14.07 Ponrang Selatan Olang 3 21 7302.15.01 Bua Lare- lare 3 22 7302.15.15 Bua Pabbaresseng 4 23 7302.16.03 Walenrang Harapan 3 24 7302.17.03 Walenrang Timur Seba - Seba 3 25 7302.18.02 Lamasi Wiwitan 3 26 7302.18.04 Lamasi Salu Jambu 3 27 7302.19.02 Walenrang Utara Bolong 3 28 7302.19.05 Walenrang Utara Marabuana 3 29 7302.20.01 Walenrang Barat Ilan Batu 3 30 7302.21.02 Lamasi Timur Pompengan 4 2.3. Penentuan Jumlah/ Besar Responden Jumlah Besar Responden ditentukan dengan menggunakan Rumus Slovin, N n = ------------------------ N.d² + 1 Dimana : - n adalah jumlah sampel (kk) - N adalah jumlah populasi (kk) - d adalh persentasi toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir Dengan jumlah populasi rumah tangga (N) Kabupaten Luwu sebanyak 73.775 KK (sumber data BPS tahun 2012), dan asumsi kepercayaan sekitar 95% (toleransi ketidaktelitian d = 0,05), maka 73.775 n = ------------------------------------ = 398 KK 73.775. 0,05² + 1 Berdasarkan rumus tersebut, jumlah KK sampel adalah minimal 397 KK. Dengan mengambil jumlah sampel per desa/kelurahan adalah minimal 40 responden, maka jumlah desa/kelurahan yang akan menjadi target area survey minimal adalah 397/40 = 10 desa/ kelurahan. Jumlah desa/kelurahan yang disepakati untuk disurvei adalah 30 desa/kelurahan (10% dari jumlah desa/kelurahan Kabupaten Luwu). Jadi, jumlah responden sebanyak 1200 KK. 7

Sedangkan jumlah desa/kelurahan serta jumlah sampel target perklusternya ditentukan dengan mempertimbangkan keterwakilan tiap kluster dengan proporsional, yang digambarkan melalui tabel 2.3. dibawah ini: Tabel. 2.3. Jumlah Responden Studi EHRA Kluster Jumlah Desa/Kel Sampling (10%) Jumlah Responden (KK) Kluster 4 70 70 x 13% =9,25 9 360 Kluster 3 136 136 x 13% = 17,97 18 720 Kluster 2 20 20 x 13%= 2,64 3 120 Kluster 1 1 1 x 13%= 0,13 0 80 Kluster 0 0 0 x 13%= 0 0 0 Jumlah 227 30 1200 2.4. Penentuan Dusun/Lingkungan dan Responden Lokasi Survey Rumah tangga responden dipilih menggunakan cara acak (random sampling) berdasarkan dusun/lingkungan, dengan rata-rata jumlah responden perdusun dalam satu desa/kelurahan sekitar 10 responden. Sedangkan pemilihan Rumah Tangga/Kepala Keluarga ditetapkan berdasarkan preferensi enumerator/supervisor berdasarkan hasil pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk. 8

BAB III HASIL STUDI EHRA 3.1. Informasi Responden Bagian ini memaparkan sejumlah variabel sosio-demografi dan hal-hal yang terkait dengan status rumah di Kabupaten Luwu. Variabel-variabel yang dimaksud mencakup status responden, jumlah anggota rumah tangga, usia anak termuda, status rumah. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Usia anak termuda menggambarkan besaran populasi yang memiliki resiko paling tinggi atau yang kerap dikenal dengan istilah population at risk. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakitpenyakit yang berhubungan dengan air (water borne diseases), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Sementara, variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan dan juga ketersediaan kamar yang disewakan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih tinggi. Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18-66 tahun. Batas usia, khususnya batas-atas diperlakukan secara fleksibel. Penilaian kader sebagai enumerator banyak menentukan, Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (66 tahun), namun responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaanpertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 55 tahun, namun bila performa komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. 9

Sebagian besar hubungan responden dengan kepala keluarga adalah istri sebesar 93% (558 responden), dan sisanya 7% (42 responden) adalah anak perempuan yang sudah berumah tangga. Dapat diketahui kelompok umur responden yaitu 31,5% responden ibu-ibu yang berumur lebih dari 45 Tahun, usia 41-45 tahun sebanyak 14,30% dan usia dibawah 40 tahun sebesar 54,2%. Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah tamatan SD (30%), kemudian diikuti tamat SMP sebesar 22.8% dan tidak sekolah formal sebesar 20,3% selebihnya 26,8% adalah responden dengan jenjang pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Untuk lebih jelasnya mengenai informasi responden tercantum dalam tabel 3.1. Tabel 3.1. Informasi Responden Variabel Katagori 2 3 4 7 8 n % n % n % n % Kelompok Umur Responden <= 20 tahun 1 2.6 18 2.4 7 1.8 26 2.2 B2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini? 21-25 tahun 2 5.1 57 7.5 31 7.8 90 7.5 26-30 tahun 4 10. 3 97 12. 8 42 10. 5 143 11. 9 31-35 tahun 1 1 28. 2 12 2 16. 1 60 15. 0 193 16. 1 36-40 tahun 9 23. 1 14 5 19. 1 68 17. 0 222 18. 5 41-45 tahun 6 15. 4 92 12. 1 74 18. 5 172 14. 4 > 45 tahun 6 15. 4 22 7 29. 9 11 8 29. 5 351 29. 3 Milik sendiri 3 84. 59 77. 29 73. 916 76. 3 6 0 8 3 3 5 Rumah dinas 0.0 4.5 1.3 5.4 Berbagi dengan keluarga lain B3. Apa pendidikan terakhir anda? Tidak sekolah formal 1 2.6 3.4 0.0 4.3 Sewa 0.0 3.4 1.3 4.3 Kontrak 0.0 9 1.2 11 2.8 20 1.7 Milik orang tua 4 10. 14 18. 89 22. 236 19. 3 3 9 3 7 Lainnya 1 2.6 6.8 5 1.3 12 1.0 7 17. 9 96 12. 7 37 9.3 140 11. 7 SD 1 2 30. 8 25 9 34. 2 13 1 32. 8 402 33. 6 SMP 1 0 25. 6 16 0 21. 1 87 21. 8 257 21. 5 SMA 9 23. 1 16 7 22. 0 11 1 27. 8 287 24. 0 SMK 1 2.6 14 1.8 5 1.3 20 1.7 Universitas/Akade mi 0.0 62 8.2 29 7.3 91 7.6 10

B4. Apakah ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan? Ya Tidak 1 8 2 46. 2 53. 1 8 B5. Apakah ibu mempunyai Kartu Ya 2 64. Asuransi Kesehatan bagi Keluarga 5 1 Miskin (ASKESKIN)? Tidak 1 35. 4 9 B6. Apakah ibu mempunyai anak? Ya 3 84. 3 6 Tidak 6 15. 4 33 44. 6 3 42 55. 2 7 39 52. 7 4 36 47. 1 6 67 88. 0 4 88 11. 6 16 42. 8 0 23 58. 2 0 26 65. 0 0 14 35. 0 0 35 88. 3 3 47 11. 8 522 43. 6 675 56. 4 682 57. 0 515 43. 0 105 88. 6 2 141 11. 8 3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Studi EHRA mempelajari sejumlah aspek terkait dengan masalah penanganan sampah, yakni : 1) Kondisi sampah disekitar lingkungan rumah tangga, 2) Cara pembuangan sampah yang utama, 3) Praktik pemilahan/pemisahan sampah, dan 4) Pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah. Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban yang sudah ada di kuesioner yang disampaikan enumerator. Di antara empat kelompok itu, yang berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara-cara yang memiliki resiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lubang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan dalam hal lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan resiko kesehatan yang cukup besar. Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, resiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lama dari satu minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk 11

menggambarkan seberapa konsisten ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku. Di banyak kota di lndonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, studi EHRA kemudian memasukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatankegiatan pengomposan. Disamping itu, kader EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang rnengandung resiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing, Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek. Untuk pengelolaan sampah berdasarkan hasil survey EHRA pada skala kabupaten, digambarkan dalam gambar 3.1. 12

PENGELOLAAN SAMPAH BERDASARKAN KLUSTER DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0.0 7.7 14.4 10.8 12.9 12.8 6.6 2.6 1.7 14.5 9.4 2.0 2.5 76.9 73.7 67.3 71.7.0 2.4 2.3 2.3 2 3 4 Tidak tahu Lain-lain Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk Dibiarkan saja sampai membusuk Dibuang ke sungai/kali/laut/danau Gambar 3.1. Grafik Pengelolaan Sampah Sebagian besar Rumah Tangga (RT) masih mengelola sampah rumah tangganya dengan membuang di lubang dan ditimbun yaitu sebesar 71,7% dan masih ada 2,3% dibakar sebesar 9.4% Dibuang ke sungai/kali/laut/danau. Sedangkan untuk praktik pemilahan sampah rumah tangga hanya sebesar 2% yang melakukan pemilihan sampah. Untuk lebih jelasnya tertuang dalam gambar 3.2. PRAKTIK PEMILAHAN SAMPAH OLEH RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0.0 100.0 95.4 88.5 93.2.0 4.6 11.5 6.8 2 3 4 Tidak Dipilah / Dipisahkan Dipilah / Dipisahkan Gambar 3.2. Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga 13

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan untuk komponen persampahan studi EHRA diperoleh pengelolaan sampah sangat tidak memadai yang menunjukkan angka 93,2%. Untuk lebih jelasnya tertuang dalam tabel 3.2. area beresiko persampahan berdasarkan hasil studi EHRA. Tabel 3.2. Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA Variabel Katagori 2 3 4 7 8 3.1 Pengelolaan sampah Tidak memadai n % n % n % n % 39 100.0 738 97.4 389 97.3 1166 97.4 Ya, memadai 0.0 20 2.6 11 2.8 31 2.6 3.2 Frekuensi pengangkutan sampah Tidak memadai 0.0 2 100.0 1 50.0 3 75.0 Ya, memadai 0.0 0.0 1 50.0 1 25.0 3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah 3.4 Pengolahan sampah setempat Tidak tepat waktu 0.0 1 50.0 2 100.0 3 75.0 Ya, tepat 0.0 1 50.0 0.0 1 25.0 waktu Tidak diolah 39 100.0 723 95.4 352 88.0 1114 93.1 Ya, diolah 0.0 35 4.6 48 12.0 83 6.9 3.3. Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja Praktek buang air besar sembarangan dapat menjadi salah satu faktor resiko tercemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya jika BAB dilakukan dengan sarana dan tempat yang tidak memadai. Di kabupaten Luwu yang menggunakan jamban pribadi sebesar 80,7%, selebihnya dibuang kesungai dan kebun masing-masing sebesar 4,2% serta masih ada yang numpang di jamban tetangga sebesar 8,3%. Gambar 3.3. dibawah ini menunjukkan persentase tempat buang air besar di Kabupaten Luwu. 14

PERSENTASE TEMPAT BUANG AIR BESAR DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 6.0 3.5 1.8 4.3 0.1 Jamban pribadi MCK/WC Umum 19.3 Ke WC helikopter Ke sungai/pantai/laut 65.8 Ke kebun/pekarangan Ke selokan/parit/got 0.3 2.7 Ke lubang galian Lainnya Tidak tahu Gambar 3.3. Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar Tempat Buang air besar (BAB) yang tidak memadai bukan saja jika praktik BAB dilakukan di sembarang tempat (sungai, danau, kebun, halaman dan selokan), tapi dapat juga karena kondisi jamban yang tidak sehat serta tempat penampungan/pembuangan limbah tinja yang tidak septik (kedap air) serta tidak pernah dilakukan pengurasan/pengosongan/penyedotan limbah tinja sehingga resiko pencemaran terhadap lingkungannya tinggi. Disamping itu tidak adanya Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) limbah non tinja (grey water) juga memiliki resiko pencemaran terhdap lingkungan sekitar. TEMPAT PENYALURAN AKHIR TINJA DI KABUPATEN LUWUTAHUN 2013 Tangki septik Pipa sewer 34.0 Cubluk/lobang tanah Langsung ke drainase.1.1 2.2.8 1.3.1 61.6 Sungai/danau/pantai Kolam/sawah Kebun/tanah lapang Tidak tahu Gambar 3.4. Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja 15

Gambar 3.4. menunjukkan tempat penyaluran akhir tinja, dimana yang menggunakan tangki septik sebesar 61,6% dan 2,2% masih banyak yang membuang di sungai atau pantai terutama yang tinggal dipesisir pantai. Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya. Untuk jenis jamban, studi EHRA membaginya ke dalam 3 (tiga) kategori besar, yakni jamban siram/leher angsa, jamban/non-siram/ tanpa leher angsa, dan tak ada fasilitas. Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup ke pipa pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian. Sementara, kategori ketiga ruang terbuka, pilihannya mencakup sungai, kali, parit atau got. Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik, Padahal yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/wc/latrin yang ada di rumah tangga, Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh kader-kader, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau Gayung, dan handuk. Kader-kader yang berpartisipasi dalam EHRA juga mengamati aspekaspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada tinja menempel atau tidak? Selain itu, kader juga mengamati apakah ada lalat beterbangan di jamban atau sekitarnya dan hal lain, seperti apakah ada pembalut perempuan? Dalam studi EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain, Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?; Kapan tangki septik dikosongkan?; dan Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun? Hasil survey digambarkan dalam gambar 3.5, gambar 3.6. dan gambar 3.7. dibawah ini. 16

WAKTU TERAKHIR PENGURASAN TANGKI SEPTIK DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0.0 88.5 85.1 89.9 86.9 3.8.0 3.8.0 2.0.4.9.2 1.2.8.0 1.5 1.1.8 2 3 4 Tidak tahu Tidak pernah Lebih dari 10 tahun Lebih dari 5-10 tahun yang lalu 1-5 tahun yang lalu 0-12 bulan yang lalu Gambar 3.5. Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0.0 PRAKTIK PENGURASAN TANGKI SEPTIK BERDASARKAN KLUSTER DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 66.7.0 83.6 73.1 80.2 33.3 19.2 10.4 12.5 4.5 7.7 6.3.0 1.5.0 1.0 2 3 4 Tidak tahu Dikosongkan sendiri Membayar tukang Layanan sedot tinja Gambar 3.6. Grafik Praktik Pengurasan Tangki Septik 17

100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0.0 TANGKI SEPTIK SUSPEK AMAN DAN TIDAK AMAN DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 61.5 59.2 38.5 40.8 1 2 3 54.3 58.5 45.8 41.5 Suspek Aman Tidak Aman Gambar 3.7. Grafik Persentase Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman Terakhir, sub-bab ini pun memaparkan informasi tentang besarnya resiko air limbah domestik dari segi keamanan dan pencemaran yang ditimbulkan. Tabel 3.3. Area Beresiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA Variabel Katagori 2 3 4 7 8 n % n % n % n % 2.1 Tangki septik suspek aman Tidak aman 15 38.5 309 40.8 183 45.8 507 42.4 Suspek aman 24 61.5 449 59.2 217 54.3 690 57.6 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Tidak, aman 3 100.0 66 98.5 26 100.0 95 99.0 Ya, aman 0.0 1 1.5 0.0 1 1.0 2.3 Pencemaran karena SPAL Tidak aman 27 69.2 424 55.9 225 56.3 676 56.5 Ya, aman 12 30.8 334 44.1 175 43.8 521 43.5 18

3.4. Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Bagian ini menyajikan drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir. Dua hal yang diukur mencakup yaitu saluran pembuangan air limbah dan genangan air di dekat rumah. Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir. Kegunaan saluran drainase antara lain : 1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah. 2. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal. 3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada. 4. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir. Terkait dengan resiko kesehatan lingkungan, telah diketahui luas bahwa mereka yang tinggal di perumahan padat, misalnya di gang-gang sempit, akan memiliki resiko kesehatan lingkungan yang lebih besar ketimbang mereka yang tinggal di lingkungan yang kurang padat. Penyakit-penyakit seperti TBC, diare dan influenza adalah contoh penyakitpenyakit yang mudah menyebar di antara warga yang tinggal di rumah-rumah padat dan berdempetan. Dalam studi EHRA, lebar jalan diukur dengan menggunakan langkah kaki kader di mana satu langkah kaki dikonversikan menjadi setengah (1/2) meter. Bagian ini menyediakan informasi mengenai kondisi saluran air rumah tangga di Kabupaten Luwu. Saluran air merupakan salah satu objek yang diperhatikan EHRA karena saluran yang tidak memadai beresiko memunculkan berbagai penyakit dan resiko 19

genangan/banjir. Sebagian besar di Kabupaten Luwu resiko genangan/banjir sangat kecil. Berdasarkan data studi EHRA terkait genangan air disajikan dalam gambar 3.8, gambar 3.9, dan gambar 3.10. 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0.0 PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG PERNAH MENGALAMI BANJIR DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 2.6 6.1 2.1 6.3 3.5 17.9 13.9 17.0 39.3 14.8 76.9 75.6 16.3 36.8 2 3 4 62.7 Tidak tahu Sekali atau beberapa dalam sebulan Beberapa kali dalam Sekali dalam setahun Tidak pernah Gambar 3.8. Grafik Persentase Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0.0 PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENGALAMI BANJIR RUTIN DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 55.6 44.4 65.9 34.1 53.4 46.6 2 3 4 58.6 41.4 Tidak Ya Gambar 3.9. Grafik Persentase Rumah Tangga Yang Mengalami Banjir Rutin 20

LAMA AIR MENGGENANG JIKA TERJADI BANJIR DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0.0.0 9.5 3.4 5.4 25.0 17.5 23.7 21.1 25.0 23.8 32.2 29.2 9.5 25.0 17.5 14.4 13.0 25.0 22.2 22.9 21.1 3.4 10.3 2 3 4 Tidak tahu Lebih dari 1 hari Satu hari Setengah hari Antara 1-3 jam Kurang dari 1 jam Gambar 3.10. Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir Kader EHRA juga mengamati keberadaan saluran air di sekitar rumah terpilih. Saluran yang dimaksud adalah saluran yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water), seperti air dapur (bekas cuci piring/ bahan makanan), air cuci pakaian maupun air bekas mandi. Seperti kebanyakan terjadi di kota-kota di lndonesia, saluran grey water dapat pula berfungsi menjadi saluran bagi pengaliran air hujan (drainage). 21

LOKASI GENANGAN DI SEKITAR RUMAH Lainnya 6.6 Di dekat bak penampungan 2.9 Di dekat kamar mandi Di dekat dapur 4.4 19.0 Persentase Dihalaman rumah 75.2 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 Gambar 3.11. Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah PERSENTASE KEPEMILIKAN SPAL DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 27.4 72.6 Ya, ada Tidak ada Gambar 3.12. Grafik Persentase Kepemilikan SPAL 22

100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0.0 AKIBAT TIDAK MEMILIKI SPAL RUMAH TANGGA BERDASARKAN KLUSTER 97.4 92.3 2.6 7.7 80.5 19.5 2 3 4 88.6 11.4 Tidak ada genangan Ada genangan Gambar 3.13. Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga Apabila suatu rumah didapati memiliki saluran, kader akan mengamati lebih dekat apakah air di saluran itu mengalir, warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran yang memadai ditandai dengan aliran airnya yang lancar atau tidak ada air warna airnya yang cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya. Hasilnya tersaji dalam gambar 3.14 dan gambar 3.15. PERSENTASE SPAL YANG BERFUNGSI BERDASARKAN KLUSTER DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0.0 20.5.0 32.6 40.5 34.8 12.8 4.9 5.4 14.9 7.0 14.9 15.0 66.7 47.6 37.5 44.9 2 3 4 Tidak ada saluran Tidak dapat dipakai, saluran kering Tidak Ya Gambar 3.14. Grafik Persentase SPAL Yang Berfungsi 23

100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0.0 PENCEMARAN SPAL BERDASARKAN KLUSTER DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 30.8 69.2 44.1 43.8 42.2 55.9 56.3 57.8 2 3 4 Tidak ada pencemaran SPAL Ada pencemaran SPAL Gambar 3.15. Grafik Pencemaran SPAL Tabel 3.4. Area Beresiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Variabel Katagori 2 3 4 7 8 n % n % n % n % 4.1 Adanya genangan air Ada genangan air (banjir) 10 25.6 215 28.4 274 68.5 499 41.7 Tidak ada genangan air 29 74.4 543 71.6 126 31.5 698 58.3 Kabupaten Luwu dengan kondisi topografi pegunungan dan dataran sehingga data menunjukkan tidak ada genangan sebesar 58,2%, resiko yang ditimbulkan akibat genangan air berdasarkan hasil EHRA menunjukkan angka 41,8% dikarenakan kondisi saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang tidak memadai sehingga terjadi genangan di halaman rumah sebesar 41,8%. 24

3.5. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Sub-bab ini menyajikan informasi mengenai pengelolaan air bagi rumah tangga di Kabupaten Luwu. Hal yang diteliti dalam EHRA terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni 1) Sumber Air dan 2) Pengolahan, penyimpanan dan penanganan air yang baik dan aman. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat resiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Dari sisi jenis sumber diketahui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri, Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air botol kemasan, air ledeng/pdam, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiiiki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah, sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, waduk ataupun danau. Gambar 3.16 menunjukkan penggunaan sumber air di Kabupaten Luwu dan gambar 3.17 menunjukkan sumber air minum dan masak dari sumber air yang relatif aman. GRAFIK PENGGUNAAN SUMBER AIR DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0.0 Gosok gigi Cuci pakaian Cuci piring dan gelas Masak Minum Gambar 3.16. Grafik Akses Terhadap Air Bersih 25

SUMBER AIR MINUM DAN MEMASAK Air sumur gali terlindungi Air sumur pompa tangan Air kran umum-pdam/pamsimas Air hidran umum-pdam Air ledeng dari PDAM Air isi ulang Air botol kemasan 8.8 7.0.1.0.4.4 2.6 2.0 2.8.8 3.0 15.8 47.7 55.2 Masak Minum.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 Gambar 3.17. Grafik Sumber Air Minum dan Masak Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi resiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi mengonfirmasi bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko terkena diare yang lebih rendah. Karenanya, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare. Tabel 3.5. Area Beresiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Variabel Katagori 2 3 4 7 8 1.1 Sumber air terlindungi Tidak, sumber air berisiko tercemar Ya, sumber air terlindungi n % n % n % n % 23 59.0 371 48.9 236 59.0 630 52.6 16 41.0 387 51.1 164 41.0 567 47.4 1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. Tidak Aman 5 12.8 138 18.2 136 34.0 279 23.3 Ya, Aman 34 87.2 620 81.8 264 66.0 918 76.7 1.3 Kelangkaan air Mengalami kelangkaan air Tidak pernah mengalami 7 17.9 140 18.5 116 29.0 263 22.0 32 82.1 618 81.5 284 71.0 934 78.0 26

Pada suplai air, studi EHRA mempelajari kesulitan yang dialami rumah tangga dalam mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari. Kesulitan mendapatkan air diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden dan hasilnya tertuang dalam tabel 3.5. 3.6. Perilaku Higiene dan Sanitasi Perilaku Higiene/Sehat seperti mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers. Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/pengasuh untuk mengurangi resiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni; 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3) sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga. CTPS DI LIMA WAKTU PENTING 6.4 93.6 Tidak Ya Gambar 3.18. Grafik CTPS di Lima Waktu penting 27

Untuk menelusuri perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si lbu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Hasil dari studi EHRA tergambarkan dalam gambar 3.18 dan gambar 3.19 WAKTU MELAKUKAN CTPS DI KABUPATEN LUWU TAHUN2013 Lainnya 22.0 Sebelum sholat 10.9 Setelah memegang hewan 14.0 Sebelum menyiapkan masakan 11.8 Sebelum memberi menyuapi 10.8 Setelah makan Sebelum makan 46.1 76.9 Persentase Setelah dari buang air besar 31.6 Setelah menceboki bayi/anak 13.4 Sebelum ke toilet 1.4 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 Gambar 3.19. Grafik Waktu Melakukan CTPS PERSENTASE PRAKTIK BABS DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 80.0 33.3 45.8 41.0 43.8 60.0 40.0 20.0 66.7 54.2 59.0 56.2 Ya. BABS Tidak.0 2 3 4 Gambar 3.20. Grafik BABS 28

Untuk praktik buang air besar sembarangan (BABs) di Kabupaten Luwu masih cukup tinggi, terlihat yang digambarkan dalam grafik persentase praktik BABs (gambar 3.20). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa masih ada anggota keluarga yang masih melakukan praktek BABS sebesar 43,9%. Kluster 3 memiliki angka BABS Yang cukup tinggi sebesar 45,8%. Hal ini disebabkan kluster 3 merupakan daerah yang dilalui DAS (Daerah aliran sungai) sehingga praktek BABS di sungai/selokan masih tinggi. Disamping itu masih banyaknya RT yang maih menumpang pada WC tetangga, sehingga kecenderungan anggota RT tersebut untuk BABS masih besar. Tabel 3.6. Area Beresiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA Variabel Katagori 2 3 4 7 8 n % n % n % n % 5.1 CTPS di lima waktu penting Tidak 39 100.0 715 94.3 366 91.5 1120 93.6 Ya 0.0 43 5.7 34 8.5 77 6.4 5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? 5.2.b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? Tidak 12 30.8 330 43.5 176 44.0 518 43.3 Ya 27 69.2 428 56.5 224 56.0 679 56.7 Tidak 9 23.1 321 42.3 174 43.5 504 42.1 Ya 30 76.9 437 57.7 226 56.5 693 57.9 5.2.c. Keberfungsian penggelontor. Tidak 9 23.1 274 36.1 156 39.0 439 36.7 Ya, berfungsi 30 76.9 484 63.9 244 61.0 758 63.3 5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? 5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air Tidak 11 28.2 331 43.7 167 41.8 509 42.5 Ya 28 71.8 427 56.3 233 58.3 688 57.5 Ya, tercemar 1 2.6 79 10.4 39 9.8 119 9.9 Tidak tercemar 38 97.4 679 89.6 361 90.3 1078 90.1 5.4 Perilaku BABS Ya, BABS 13 33.3 347 45.8 164 41.0 524 43.8 Tidak 26 66.7 411 54.2 236 59.0 673 56.2 29

3.7. Kejadian Penyakit Diare Gejala diare seringkali dipandang sepele. Di beberapa daerah, balita yang terkena diare malah dipandang positif. Katanya, diare adalah tanda akan berkembangnya anak, seperti akan segera bisa berjalan, bertambah tinggi badan, atau tumbuhnya gigi baru di rahangnya. Sejumlah kelompok masyarakat di Jawa menamakannya dengap istilah ngenteng-ngentengi. Meski tidak dijumpai istilah khusus, sejumlah kelompok masyarakat di Sumatera pun mempercayai hal-hal semacam itu (Laporan ESP Formative Research,2007). Hasil studi EHRA menunjukkan kejadian penyakit diare dalam tabel 3.7. dibawah ini. Tabel 3.7. Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA Variabel Katagori 2 3 4 7 8 H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare n % n % n % n % Hari ini 0.0 10 1.3 2.5 12 1.0 Kemarin 0.0 15 2.0 6 1.5 21 1.8 1 minggu terakhir 1 2.6 56 7.4 12 3.0 69 5.8 1 bulan terakhir 2 5.1 46 6.1 18 4.5 66 5.5 3 bulan terakhir 0.0 26 3.4 21 5.3 47 3.9 6 bulan yang lalu 1 2.6 13 1.7 8 2.0 22 1.8 Lebih dari 6 bulan yang lalu 0.0 29 3.8 16 4.0 45 3.8 Tidak pernah 35 89.7 563 74.3 317 79.3 915 76.4 A. Anak-anak balita Tidak 2 50.0 157 80.5 55 66.3 214 75.9 Ya 2 50.0 38 19.5 28 33.7 68 24.1 B. Anak-anak non balita Tidak 4 100.0 167 85.6 70 84.3 241 85.5 Ya 0.0 28 14.4 13 15.7 41 14.5 C. Anak remaja laki-laki Tidak 4 100.0 181 92.8 78 94.0 263 93.3 Ya 0.0 14 7.2 5 6.0 19 6.7 D. Anak remaja perempuan Tidak 3 75.0 179 91.8 76 91.6 258 91.5 30

Ya 1 25.0 16 8.2 7 8.4 24 8.5 E. Orang dewasa laki-laki Tidak 4 100.0 150 76.9 75 90.4 229 81.2 Ya 0.0 45 23.1 8 9.6 53 18.8 F. Orang dewasa perempuan Tidak 3 75.0 110 56.4 54 65.1 167 59.2 Ya 1 25.0 85 43.6 29 34.9 115 40.8 Sekitar 40.000 anak lndonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% resiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003). 3.8. Indeks Resiko Sanitasi (IRS) Untuk mendapatkan target area survey EHRA, digunakan metode Klustering. Dimana penetapan kluster dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yaitu kepadatan penduduk, angka kemiskinan, kawasan rawan genangan/banjir dan terlewati sungai. POKJA bersama Tim EHRA menentukan ruang lingkup studi dengan pertimbangan survey akan dilakukan tidak hanya di daerah IKK dan perl-urban, tapi juga di daerah perdesaan, maka kecamatan dan desa/kelurahan akan dipilih secara acak dan proporsional untuk mewakili klusternya. Desa/kelurahan yang terpilih sebanyak 30 desa/kelurahan dengan 40 Responden untuk tiap desa/kelurahan. Jadi, total 1.200 responden yang mewakili hasil Indeks Resiko Sanitasi untuk kabupaten Luwu. Variabel Katagori 2 3 4 7 8 H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena n % n % n % n % Hari ini 0.0 10 1.3 2.5 12 1.0 31

diare Kemarin 0.0 15 2.0 6 1.5 21 1.8 1 minggu terakhir 1 2.6 56 7.4 12 3.0 69 5.8 1 bulan terakhir 2 5.1 46 6.1 18 4.5 66 5.5 3 bulan terakhir 0.0 26 3.4 21 5.3 47 3.9 6 bulan yang lalu 1 2.6 13 1.7 8 2.0 22 1.8 Lebih dari 6 bulan yang lalu 0.0 29 3.8 16 4.0 45 3.8 Tidak pernah 35 89.7 563 74.3 317 79.3 915 76.4 A. Anak-anak balita Tidak 2 50.0 157 80.5 55 66.3 214 75.9 Ya 2 50.0 38 19.5 28 33.7 68 24.1 B. Anak-anak non balita Tidak 4 100.0 167 85.6 70 84.3 241 85.5 Ya 0.0 28 14.4 13 15.7 41 14.5 C. Anak remaja laki-laki Tidak 4 100.0 181 92.8 78 94.0 263 93.3 Ya 0.0 14 7.2 5 6.0 19 6.7 D. Anak remaja perempuan Tidak 3 75.0 179 91.8 76 91.6 258 91.5 Ya 1 25.0 16 8.2 7 8.4 24 8.5 E. Orang dewasa laki-laki Tidak 4 100.0 150 76.9 75 90.4 229 81.2 Ya 0.0 45 23.1 8 9.6 53 18.8 F. Orang dewasa perempuan Tidak 3 75.0 110 56.4 54 65.1 167 59.2 Ya 1 25.0 85 43.6 29 34.9 115 40.8 Resiko Sanitasi diartikan sebagai terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku higiene dan sanitasi. Indeks Resiko Sanitasi (IRS) diartikan sebagai ukuran atau tingkatan resiko sanitasi, dalam hal ini adalah hasil dari analisis Studi EHRA. Manfaat penghitungan Indeks Resiko Sanitasi (IRS) adalah sebagai salah satu komponen dalam menentukan area beresiko sanitasi. Adapun Komponen Indeks Resiko Sanitasi, Yaitu: 1. Sumber Air 32

2. Air Limbah Domestik 3. Persampahan 4. Genangan Air 5. Perilaku Higiene dan Sanitasi Setelah dianalisa berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan untuk 1.200 responden, diperoleh Indeks Resiko Sanitasi (IRS) (tabel 3.8, tabel, 3.9 dan gambar 3.21) Tabel 3.8. Indeks Resiko Sanitasi Variabel Katagori 2 3 4 1.1 Sumber air terlindungi Tidak, sumber air berisiko tercemar Ya, sumber air terlindungi % % % 59.0 48.9 59.0 41.0 51.1 41.0 1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. Ya 12.8 18.2 34.0 Tidak 87.2 81.8 66.0 1.3 Kelangkaan air Ya 17.9 18.5 29.0 Tidak 82.1 81.5 71.0 2.1 Tangki septik suspek aman Tidak 38.5 40.8 45.8 Ya 61.5 59.2 54.3 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Ya 100.0 98.5 100.0 Tidak.0 1.5.0 2.3 Pencemaran karena SPAL Ya 69.2 55.9 56.3 Tidak 30.8 44.1 43.8 3.1 Pengelolaan sampah Tidak 100.0 97.4 97.3 3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah Tidak tepat waktu Ya.0 2.6 2.8.0 50.0 100.0 tepat waktu.0 50.0.0 3.2 Frekuensi pengangkutan sampah Tidak memadai.0 100.0 50.0 memadai.0.0 50.0 3.4 Pengolahan sampah setempat Tidak diolah 100.0 95.4 88.0 diolah.0 4.6 12.0 4.1 Adanya genangan air Ya 25.6 28.4 68.5 Tidak 74.4 71.6 31.5 5.1 CTPS di lima waktu penting Tidak 100.0 94.3 91.5 5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? Ya.0 5.7 8.5 Tidak 30.8 43.5 44.0 Ya 69.2 56.5 56.0 33

5.2.b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? Tidak 23.1 42.3 43.5 Ya 76.9 57.7 56.5 5.2.c. Keberfungsian penggelontor. Tidak 23.1 36.1 39.0 Ya 76.9 63.9 61.0 5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? 5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air Tidak 28.2 43.7 41.8 Ya 71.8 56.3 58.3 Ya,Tercemar 2.6 10.4 9.8 Tidak tercemar 97.4 89.6 90.3 5.4 Perilaku BABS Ya, BABS 33.3 45.8 41.0 Tidak 66.7 54.2 59.0 Tabel 3.9. Komponen Indeks Resiko Sanitasi Variabel Bobot KLUSTER 0 KLUSTER 1 KLUSTER 2 KLUSTER 3 KLUSTER 4 1. SUMBER AIR - - 27 26 38 1.1 Sumber air tercemar 25% - - 15 12 15 1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. 25% - - 3 5 9 1.3 Kelangkaan air 50% - - 9 9 15 2. AIR LIMBAH DOMESTIK - - 69 65 67 2.1 Tangki septik suspek aman 33% - - 13 14 15 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik 33% - - 33 33 33 2.3 Pencemaran karena SPAL 33% - - 23 19 19 3. PERSAMPAHAN - - 50 86 84 3.1 Pengelolaan sampah 25% - - 25 24 24 3.2 Frekuensi pengangkutan sampah 25% - - - 25 13 3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah 25% - - - 13 25 3.4 Pengolahan setempat 25% - - 25 24 22 34

4. GENANGAN AIR - - 26 28 69 4.1 Adanya genangan air 100% - - 26 28 69 5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT - - 41 48 46 5.1 CTPS di lima waktu penting 25% - - 25 24 23 5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? 6% - - 2 3 3 5.2.b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? 6% - - 1 3 3 5.2.c. Keberfungsian penggelontor. 6% - - 1 2 2 5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? 6% - - 2 3 3 5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air 25% - - 1 3 2 5.4 Perilaku BABS 25% - - 8 11 10 350 INDEKS RESIKO SANITASI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 300 250 200 150 100 50 - - - 46 48 69 41 28 26 50 86 84 69 65 67 27 26 38 5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT 4. GENANGAN AIR 3. PERSAMPAHAN 2. AIR LIMBAH DOMESTIK 1. SUMBER AIR Gambar 3.21. Grafik Indeks Resiko Sanitasi (IRS) 35

Berdasarkan gambar 3.21. Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Luwu tahun 2013, penyebab rawan sanitasi untuk desa/kelurahan pada kluster 2 adalah Air Limba Domestik 69%, persampahan 45%. Desa/kelurahan dan perilaku higiene dan sanitasi 41%, dalam Kluster 3 Persampahan 86%, air limbah domestik 65%, dan yang menyebabkan rawan sanitasi adalah perilaku higiene dan sanitasi 48% kluster 4 adalah persampahan 84%,air genangan 69% dan air limbah domestik 67%,. BAB IV P E N U T U P Salah satu tujuan dari studi EHRA ini selain mendapatkan data faktual mengenai informasi kondisi sanitasi masyarakat saat ini, juga menjadi media promosi kesehatan oleh kader/petugas kesehatan yang ditugaskan untuk menjadi enumerator. Pesan-pesan kesehatan dan Prohisan juga disisipkan dalam proses pengambilan data walaupun penyampaian informasi kesehatan tersebut sebatas kepada responden yang menjadi sampel. Hail studi/kajian EHRA ini nantinya akan menjadi salah satu acuan utama dan masukan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kota (SSK). Pemetaan masalah sanitasi yang didapatkan melalui proses EHRA diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan program pembangunan sanitasi dan penyehatan lingkungan di Kabupaten Luwu. 36

Pada penentuan area beresiko, skoring yang didapatkan dari hasil kajian ini akan menjadi salah satu indikator penting. Hasil IRS EHRA nantinya akan disandingkan dengan persepsi SKPD dan data sekunder sanitasi. Kemudian outputnya berupa klustering area beresiko, yang nantinya menjadi bahan pertimbangan prioritas pengembangan sanitasi. Studi EHRA ini idealnya dilakukan secara berkala dan berlanjut. Secara rutin akan diadakan pemutakhiran data dan penambahan target sampel studi. Studi EHRA saat ini akan menjadi baseline yang nantinya akan selalu dilakukan updating secara rutin/berkala. Sebagai masukan dan saran untuk studi EHRA selanjutnya, adalah sebagai berikut : 1. Penambahan area sampel studi EHRA 2. Peningkatan kemampuan tenaga enumerator melalui pelatihan-pelatihan, penetapan kesamaan indikator khususnya pada jenis sarana sanitasi. Pemberian simulasi pengisisan kuisioner yang lebih akurat. 3. Pelatihan tenaga entry data dilakukan lebih intensif. 37