BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Lima Puluh Kota didominasi oleh sektor pertanian. Jika dilihat secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Produk Domestik Regional Bruto

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Berlakang. Pembangunan daerah merupakan implementasi (pelaksaan) serta

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KERAGAAN USAHATANI GAMBIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BERITA RESMI STATISTIK

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut

PERKEMBANGAN PDRB Triw I-2009 KALSEL

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

POTENSI LAHAN PENGEMBANGAN SAPI POTONG MENUNJANG KETERSEDIAAN DAGING DI KABUPATEN 50 KOTO SUMATERA BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan proses produksi yang khas didasarkan pada proses

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

8.1. Keuangan Daerah APBD

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan nasional suatu negara yakni melalui jumlah dan

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

BAB I. PENDAHULUAN A.

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen.

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, daerah ini berada di bagian Timur Sumatera Barat. Perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota didominasi oleh sektor pertanian. Jika dilihat secara sektoral, sektor yang paling tinggi sumbangannya terhadap pembentukan PDRB sampai tahun 2013 masih didominasi oleh sektor pertanian. Pada tahun 2013 nilai PDRB atas harga berlaku di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah sebesar 9.226 Milyar Rupiah sedangkan PDRB atas harga konstan tahun 2000 sebesar 3.421 Milyar Rupiah. Nilai PDRB atas harga berlaku selalu memperlihatkan kenaikan yang cukup besar seiring kenaikan harga secara umum (BAPPEDA Kabupaten Lima Puluh Kota 2014). Berdasarkan distribusi presentase PDRB Kabupaten Lima Puluh Kota atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pada tahun 2013, sektor pertanian memberikan kontribusi yang paling besar dari sektor lainnya yaitu sebesar 34.61% diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 22.41% lalu sektor jasa jasa sebesar 15.1%. Sedangkan sektor lainnya memberikan kontribusi dibawah 10% seperti sektor industri pengolahan 9.09%, sektor pertambangan dan penggalian 6.42%, sektor pengangkutan dan komunikasi 6.01%, sektor bangunan 3.66%, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan 2.34% dan yang terakhir sektor Listrik, gas dan air bersih sebesar 0.37% (BAPPEDA Kabupaten Lima Puluh Kota, 2014).

Sektor pertanian Kabupaten Lima Puluh Kota juga merupakan sumber mata pencarian terbesar dari penduduknya. Dari jumlah total penduduk sebanyak 361.597 jiwa, sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 88.724 orang, dimana jumlah tenaga kerja laki-laki sebanyak 50.529 orang dan tenaga kerja wanita sebanyak 38.195 orang (SARKERNAS 2013). Hal ini membuktikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor vital di Kabupaten Lima Puluh Kota. Sektor pertanian meliputi usaha-usaha di subsektor tanaman pangan dan holtikultura, peternakan, kehutanan, perikanan serta perkebunan. Berdasarkan data dari PDRB Kabupaten Lima Puluh Kota atas dasar harga berlaku tahun 2013 subsektor tanaman pangan dan holtikultura memiliki nilai paling tinggi. Kemudian diikuti oleh subsektor perkebunan, peternakan, perikanan dan yang terakhir subsektor kehutanan (BAPPEDA Kabupaten Lima Puluh Kota, 2014). Subsektor perkebunan di Kabupaten Lima Puluh Kota yang merupakan subsektor penyumbang nilai terbesar ke-2 di bidang pertanian memiliki beberapa macam jenis komoditi diantaranya gambir, karet, kayu manis dan kakao. Dari beberapa macam jenis komoditi tersebut yang menjadi komoditi unggulan adalah tanaman gambir dan karet.

Tabel 1.1 Perbandingan Luas Lahan dan Total Produksi Komoditi Perkebunan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 Luas Lahan Total Produksi Jenis Tanaman Perkebunan Rakyat (%) Perkebunan Besar (%) (Ha) (Ton) Karet 17.602,00 39 11.215,00 38 Kopi 1.324,00 3 1.665,00 6 Kakao 3.517,00 8 2.189,00 7 Kayu Manis 1.500,00 3 901,00 3 Gambir 21.399,00 47 13.790,00 46 TOTAL 45.342,00 100 % 29.760,00 100 % Sumber: BAPPEDA Kabupaten Lima Puluh Kota 2014 Dari table 1.1 dapat dilihat perbandingan anatara luas lahan dan total produksi dari berbagai macam komoditi perkebunan di Kabuaten Lima Puluh Kota. Komoditi gambir memiliki luas lahan terbesar dengan persentase 47% dari total keseluruhan perkebunan rakyat diikuti karet (39%), kakao (8%), kayu manis (3%) dan kopi(3%). Gambir dan karet sekaligus menjadi komoditi dengan total produksi terbanyak dibanding komoditi lainnya dengan persentase total produksi gambir sebesar 46% dan karet 38%.

Berdasarkan Surat kementrian neraca perencanaan pembangunan nasional/badan perencanaan pembangunan nasional nomor 0752A/Dt.7.4/02/2011 tanggal 7 februari 2011 perihal pemberitahuan hasil seleksi daerah percontohan fasilitasi daerah percontohan pengembangan ekonomi local dan daerah dimana kabupaten lima puluh kota terpilih sebagai daerah percontohan dengan produk unggulan yaitu gambir. Untuk tanaman gambir sendiri, Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki luas lahan dan produksi tanaman gambir terbesar di Indonesia. (Sumber: Badan Pusat Statistik 2014). Gambir adalah salah satu diantara jenis kopi-kopian. Gambir mengandung nilai ekonomi tinggi yaitu dari ekstrak (getah) dan daun-daun beserta ranting yang juga mengandung asam katechu tannat, katechin, pyrocatecol, florisin, lilin, fixed oil sehingga gambir banyak digunakan sebagai ramuan obat-obatan. Produksi gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota berasal dari 9(Sembilan) kecamatan dari total 13 (tiga belas) kecamatan yang ada. 4 (empat) kecamatan yang tidak memproduksi gambir adalah kecamatan Akabiluru, Luak, Situjuah Limo Nagari dan Gunuang Omeh. Untuk Kecamatan Gunuang Omeh sendiri terdapat lahan gambir sebesar 25 Ha akan tetapi lahan disini belum produktif, maka dari itu kecamatan ini dikatakan tidak memproduksi gambir. Sedangkan dari 9(Sembilan) kecamatan yang menghasilkan gambir dapat dilihat pada tabel 1.2 dibawah ini:

Tabel 1.2 Luas Lahan Tanaman Gambir Perkebunan Rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 Lahan Lahan Belum Total Kecamatan Produktif (%) Produktif Persenta Lahan (%) (Ha) (Ha) se (%) (Ha) Payakumbuh 361 2.6 52 4 413 2.7 Lareh Sago Halaban 133 1.0 182 13 315 2.0 Harau 849 6.1 147 10 996 6.5 Guguak 28 0.2 29 2 57 0.4 Mungka 502 3.6 103 7 605 3.9 Suliki 108 0.8 47 3 155 1.0 Bukik Barisan 2,622 18.8 33 2 2,655 17.2 Kapur IX 5,610 40.2 235 16 5,845 38.0 Pangkalan Koto Baru 3,739 26.8 619 43 4,358 28.3 TOTAL 13,952 100 % 1,447 100 % 15,399 100 % Sumber: BAPPEDA Kabupaten Lima Puluh Kota 2014 Dari table 1.2 dapat dilihat bahwa kecamatan Kapur IX merupakan kecamatan yang memiliki lahan gambir produktif terluas dan total keseluruhan lahan gambir yang juga terluas dari kecamatan lainnya. Lalu diikuti oleh kecamatan Pangkalan

Koto Baru dan kecamatan Bukik Barisan. Ketiga kecamatan ini memiliki total luas lahan gambir diatas 1000 Ha dengan persentase diatas 15%. Sedangkan 6 (enam) kecamatan lain memiliki total luas lahan gambir dibawah 1000 Ha. Lahan Gambir di Sumatera Barat juga merupakan yang terluas di Indonesia. Luas lahan Gambir di Sumatera Barat ini tercatat di Badan Pusat Statistik sebesar 21.399 Ha pada tahun 2014. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 21.403 Ha pada tahun 2013 dan sebesar 21.404 Ha di tahun 2012. Sedangkan untuk total produksinya pada tahun 2014 Sumatera Barat juga lebih unggul dari provinsi lainnya dengan total produksi sebesar 13.790 Ton pada tahun 2014. Jumlah ini juga menurun dari tahun sebelumnya dimana pada tahun 2013 total produksi gambir mencapai angka 13.809 Ton dan tahun 2012 sebesar 13.888 Ton (Sumber: Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka 2014) Untuk provinsi Sumatera Barat sendiri, luas lahan terbesar memang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Hal ini berbanding lurus dengan total produksi gambirnya. Statistik Perkebunan Indonesia mencatat pada tahun 2012 total lahan gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota sebesar 14.577 Ha dengan total produksi sebesar 9.950 Ton. Indonesia merupakan negara pengekspor gambir dengan Negara tujuan seperti India, Pakistan, Yaman, Jepang, Thailand, Singapura dan Brunei Darussalam. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa provinsi Sumatera Barat merupakan penghasil gambir terbesar di Indonesia, dan gambir Sumatera Barat sendiri banyak dihasilkan di Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima

Puluh Kota. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa gambir yang diekspor ke berbagai Negara diproduksi oleh Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota. Dengan kemampuan Kabupaten Lima Puluh Kota dalam menghasilkan gambir maka tidak heran jika tanaman gambir menjadi komoditi unggulan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Besarnya jumlah produksi yang dihasilkan juga membantu besarnya penyerapan tenaga kerja di sektor gambir. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2014 terdapat 7.052 orang petani gambir yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Pembangunan pertanian secara umum masih belum mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat secara signifikan, terutama petani di perdesaan. Hal tersebut dapat dilihat dari masih banyaknya keluarga petani yang belum dapat mencapai taraf hidup keluarga sejahtera, hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor dan masalah yang bersifat kompleks, baik yang berasal dari faktor eksternal maupun dari faktor internal petani (Dian, 2004). Salah satu indikator utama untuk mengukur kemampuan ekonomi masyarakat adalah tingkat pendapatan masyarakat. Indikator yang di maksud tidak hanya bersangkutan dengan pendapatan dan pengeluaran, akan tetapi yang lebih penting adalah mengetahui besarnya perbandingan penerimaan dan pengeluaran. Suharta dan Patong (2005) menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya dapat menutupi biaya produksi, dapat membayar modal yang ditanamkan dan dapat membayar upah tenaga kerja yang digunakan.

Masalah modal merupakan salah satu faktor penentu dalam meningkatnya pendapatan petani gambir. Sebagaimana telah diketahui dalam teori produksi bahwa jumlah output nantinya akan berhubungan dengan pendapatan bergantung kepada modal kerja. Modal kerja yang tepat merupakan syarat keberhasilan suatu usaha apalagi bagi usaha kecil. Modal Kerja sangat erat hubungannya dalam rangka menghitung kebutuhan modal kerja. Perhitungan modal kerja yang berbeda akan menyebabkan perhitungan kebutuhan modal kerja yang berbeda (Ahmad, 1997). Jumlah modal petani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota bervariasi, ada yang besar, sedang dan kecil. Mereka mendapatkan modal dari modal pribadi, pinjaman, dll. Serta luas lahan yang bervariasipun berpengaruh terhadap pendapatan petani gambir, petani gambir berusaha meningkatkan produktivitasnya guna meningkatkan pendapatannya. Selain masalah modal, ada masalah masalah lain dalam meningkatkan pendapatan petani gambir yaitu, seorang petani gambir tidak dapat memperoleh peningkapatan pendapatan apabila produksi nya tidak mengalami peningkatan juga, karena besaran pendapatan sangat dipengaruhi oleh besaran produksi itu sendiri. Kemudian, pengalaman yang muncul karena lama usaha sangat besar peranannya dalam menciptakan suatu usaha agar berkembang dengan baik, sebab seorang tenaga kerja / pengusaha yang kurang berpengalaman cendrung mengalami kegagalan dalam usahanya daripada pengusaha yang memiliki pengalaman. Selain itu, tenaga kerja merupakan faktor terpenting dalam proses produksi. Sebagai sarana produksi tenaga kerja lebih penting daripada sarana produksi yang

lain seperti bahan mentah, air, tanah dan sebagainya. Kerena manusialah yang menggerakkan semua sumber-sumber tersebut untuk menghasilkan barang (Erwandy, 1998).Pendidikan juga merupakan factor penting dalam meningkatkan pendapatan petani gambir karena bagaimana seorang petani gambir mengelola manajemen perusahaannya di tentukan dengan bagaimana ilmu yang dimilimki oleh petani gambir. Tingkat kesejahteraan petani sering dikaitkan dengan keadaan usaha tani yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan petani. Tingkat pendapatan ini umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti luas lahan, modal kerja, lama pendidikan, pengalaman dan Jumlah tenaga kerja yang digunakan. Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Gambir di Kecamatan Kapur IX Kabupaten Lima Puluh Kota. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh luas lahan, modal kerja, lama pendidikan petani, lama usaha dan jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan petani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh luas lahan, modal kerja, lama pendidikan petani, lama usaha dan jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan petani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Bagi Pengembangan ilmu terutama ilmu ekonomi mikro dan ekonomi pertanian. 2. Bagi pengambil kebijakan yaitu Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota agar dalam mengambil suatu kebijakan lebih memperhatikan petani gambir khususnya di Kecamatan Kapur IX selaku penghasil gambir terbesar. 3. Bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis selanjutnya, semoga penelitian ini bermanfaat sebagai referensi. 4. Bagi penulis sendiri dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan pada jurusan Ilmu ekonomi. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Pada penulisan ini yang akan dibahas hanya pendapatan petani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan daerah studi kasus di Kecamatan Kapur IX. Sehingga luas lahan, modal kerja, tingkat pendidikan petani, lama usaha dan jumlah

tenaga kerja yang dihitung hanyalah yang berasal dari petani gambir di Kecamatan Kapur IX. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika dari penulisan skripsi ini terdiri dari enam bab, dengan rincian tiap-tiap bab antara lain sebagai berikut : BAB I: Membahas pendahuluan, pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang yang menjadi alasan pemilihan judul,identifikasi masalah, tujuan dilakukanya penelitian ini, manfaat dari penelitian yang dilakukan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. BAB II: Membahas tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran konseptual. Pada bab ini akan dibahas teori-teori umumdan teori-teori khusus yang merupakan pendapat para ahli yang dimana teori tersebut digunakan untuk memberikan pemahaman serta analisa mendalam pada penelitian ini. BAB III : Membahas metode penelitian. Pada bab ini akan dibahas model penelitian, jenis dan sumber data, serta analisis data. BAB IV : BAB V : Menguraikan gambaran umum penelitian. Membahas hasil analisis dan pembahasan, pada bab ini akan dibahas hasil penelitian, pembahasan, dan implikasi kebijakan. BAB VI : Bab ini adalah bab penutup atau bab terakhir dari keseluruhan bab yang terdapat dalam penulisan akhir ini. Pada bab ini juga terdapat

kesimpulan dan saran dari perancangan meja kerja yang nantinya menjadi acuan pengembangan lebih lanjut.