keywords:change, culture, rites

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. besar dari sejak awalnya berdirinya desa (kurang lebih 150 tahun yg lalu)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang pemilihan kawasan

PUDARNYA PERNIKAHAN NGEROROD PADA MASYARAKAT BALI DESA TRI MULYO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL) Oleh : NYOMAN LUSIANI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

Seetan : Sistem Pengendalian Sosial Masyarakat Desa Pakraman Susut Kelod, Bangli

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB III METODE PENELITIAN. penelitiannya berkarakteristik kualitatif. Kirk dan Miller (dikutip Moleong, 2013; 4)

PEMERTAHANAN BAHASA BALI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KOTA DENPASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

ARTIKEL. Judul IDENTIFIKASI PENGARUH HINDU MAJAPAHIT DI DESA SONGAN, KINTAMANI, BANGLI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

BAB III METODE PENELITIAN. serta resepsi. Dalam penelitian tentang adapatasi budaya masyarakat Bali Aga

CATUR PURUSA ARTHA SEBAGAI DASAR KEGIATAN USAHA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI DESA PAKRAMAN KIKIAN

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

FUNGSI TRADISI GOBA-GOBA MENYAMBUT HARI RAYA IDUL FITRI BAGI MASYARAKAT BIDAR ALAM KECAMATAN SANGIR JUJUAN KABUPATEN SOLOK SELATAN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

Dampak Perubahan Sosial Budaya

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar peran minat terhadap perilaku pembelajaran budaya Korea.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI ERA DISRUPSI: PELUANG DAN TANTANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TRANSKULTURAL NURSING Chairul Huda Al Husna Departemen Keperawatan Dasar FIKES UMM

Sabung Ayam Pada Masyarakat Bali Kuno Abad IX-XII

PERKAWINAN BEDA WANGSA DALAM MASYARAKAT BALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

ANALISIS DAMPAK PERKEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP ASPEK EKONOMI MASYARAKAT LOKAL DI DESA SANUR KOTA DENPASAR GDE BAGUS BRAHMA PUTRA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

PENDAMPINGAN ORANGTUA DENGAN AKTIVITAS ANAK MENONTON TELEVISI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan antara sepasang suami istri untuk hidup bersama, seia, sekata,

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar,

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. KAJIAN PUSTAKA. makhluk lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari pasti mengalami apa itu proses. dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1996: 140).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Harmon dalam buku yang ditulis oleh Moleong 22, paradigma

METODE PENELITIAN. memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasar perwujudan

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PENGAWASAN PIMPINAN,DISIPLIN DAN KOMPETENSI PEGAWAI PADA KINERJA PEGAWAI INSPEKTORAT KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

PERAN PENDIDIKAN ANAK PADA PERUBAHAN STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT DI JORONG PASAR USANG GUGUK KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK JURNAL

Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan data dan menganalisis data yang diperlukan dalam penelitian.

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

ABSTRAK. Kata Kunci: pendidikan, Pasraman, pengetahuan, agama Hindu

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

Eksistensi Kulkul Sebagai Media Komunikasi Tradisional

PELAYANAN KONSULTASI ADAT/BUDAYA BALI BALI SHANTI UNIVERSITAS UDAYANA Astariyani 1 N. L. G., I K. Sardiana 2 dan W. P.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

III. METODE PENELITIAN

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan antara suku bangsa, yang harus saling menghargai nilai nilai

PEMAHAMAN DAN PEMANFAATAN HIMPUNAN DATA DALAM KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMK N I KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN

Transkripsi:

1 PERUBAHAN UNSUR RITUS KEAGAMAAN MASYARAKAT BALI AGA DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, BANGLI, BALI Oleh Ni Wayan Linda Oktari Dewi Program Studi Antropologi Abstrak Majapahit invasion hundreds of years ago has led to polarization of the Balinese people, namely the people of Bali Aga and Bali Majapahit. Both communities are mutually change. It is a natural thing for society and culture for being dynamic and constantly changing. However, in these changes are interesting facts to be studied, namely a change in religious rites related elements of religion in the public system of Bali Aga at Bayung Gede, whereas Koentjaraningrat (1986: 204) describes the seven elements of universal culture, religion systems is the most difficult to change. This phenomenon has implications for the element in the religious rites at Bayung Gede related changes in religious leadership and community treatment in the tradition of hanging placenta, so it is necessary to study about why did the element in the religious rites change? And how are the implications of culture change in that society of Bayung Gede? Based on those statements, in this research use descriptive qualitative as a basic methodology. The theories are concern with culture change and culture adaptation, and based on concepts are change of the religious rites and society of Bali Aga in Bayung Gede. The result of this research are study about exogamy tradition, religion education, dynamic of society conviction, and refunctionalisation of religious leadership as the essential factors of culture change. The implications are increased the assignment of society, role division of religious leadership, and symbolic diversity in religious rites. keywords:change, culture, rites 1. Latar Belakang Invasi Majapahit ratusan tahun silam telah menyebabkan polarisasi pada masyarakat Bali. Dinamika masyarakat Bali berkembang semakin kompleks dengan adanya berbagai proses pertemuan kebudayaan. Walaupun demikian, di bagian Bali lainnya masih terdapat masyarakat Bali Aga yang mempertahankan karakteristik kebudayaan masyarakat Bali sebelum terkena pengaruh invasi Majapahit. Masyarakat Bali Aga atau Bali Mula merupakan keturunan murni orang Bali asli yang tinggal terasing dan bebas di pegunungan sebagai tempat pelarian dari orang asing yang ingin menjajah mereka (Covarrubias, 2013: 18). Belahan Bali Tengah tepatnya di sekitar Gunung Batur merupakan sentral kehidupan masyarakat Bali Aga, yang berasal dari keturunan ras Austronesia. Salah satu desa Bali Aga di sekitar Batur adalah Bayung Gede. Thomas A Reuters dalam bukunya Budaya dan Masyarakat di Pegunungan Bali yang diterbitkan Yayasan

2 Obor Indonesia pada tahun 2005 di Jakarta, menyebutkan bahwa Desa Bayung Gede merupakan desa kuno yang menjadi induk dari sejumlah desa-desa kuno lainnya di Bangli seperti: Desa Penglipuran, Sekardadi, Bonyoh, dan desa sekitar lainnya. Masyarakat Bayung Gede yang awalnya hanya berinteraksi dan beraktifitas di pegunungan sekitar desa kini telah mampu berinteraksi dengan masyarakat luas dan memiliki aktifitas yang semakin intensif dilakukan di luar desa, seperti adanya masyarakat Bayung Gede yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di kotakota besar di Bali atau mencari pekerjaan di luar desa Bayung Gede. Hal ini wajar karena masyarakat dan kebudayaan bersifat dinamis dan terus berubah. Namun terdapat fakta-fakta yang menarik untuk dikaji lebih dalam, yakni terjadi perubahan dalam unsur ritus keagamaan terkait sistem religi di Bayung Gede, padahal Koentjaraningrat (1986: 204) menjelaskan dalam tujuh unsur kebudayaan universal, sistem religilah yang paling sulit berubah. Dinamika masyarakat Bayung Gede di era kekinian yang semakin membaur dan menafikan asas keanekaragaman dengan masyarakat luar berimplikasi pada munculnya fenomena terkait perubahan ritus keagamaan di Bayung Gede yakni dalam sistem kepemimpinan keagamaan dan tradisi perlakukan masyarakat Bayung Gede terhadap ari-ari. Fenomena tersebut menarik untuk dikaji karena perubahan tersebut justru terjadi setelah sekian lama masyarakat Bayung Gede menjalankan ritus keagamaan sesuai tradisi nenek moyang. Berdasarkan hal tersebut, maka pantaslah dipertanyakan mengapa masyarakat Bayung Gede memutuskan untuk melakukan perubahan dalam ritus keagamaan terkait kelompok keagamaan dan tradisi perlakukan terhadap ari-ari. Dari sini pula perlu kajian tentang implikasi lebih lanjut dari fenomena tersebut. 2. Rumusan Masalah Secara lebih eksplisit, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengapa terjadi perubahan dalam unsur ritus keagamaan pada kebudayaan masyarakat Bali Aga di Desa Bayung Gede? 2. Bagaimana implikasi perubahan unsur ritus keagamaan tersebut dalam kehidupan masyarakat Bali Aga di Bayung Gede?

3 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang diungkapkan dalam penelitian ini diarahkan sebagai berikut: 1. Untuk memahami dan memaparkan faktor yang memengaruhi terjadinya perubahan unsur ritus keagamaan tersebut dalam kehidupan masyarakat Bali Aga di Desa Bayung Gede. 2. Untuk mengungkapkan dan menganalisis implikasi yang ditimbulkan oleh perubahan unsur ritus keagamaan pada kebudayaan masyarakat Bali Aga di Bayung Gede. 4. Metode Penelitian a. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali yang secara mengkhusus memfokuskan sasaran kepada masyarakat Bali Aga yang ada di Desa Bayung Gede, dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) Berdasarkan penjajakan awal yang telah dilakukan, penulis menemukan berbagai keunikan budaya Bali Aga yang ada di Bayung Gede. (3) Pemilihan Desa Bayung Gede juga didasari oleh hubungan kekerabatan masyarakat Bayung Gede dengan beberapa masyarakat Bali Aga yang ada di Bali. b. Sumber dan Jenis Data serta Teknik Penentuan Informan Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari referensi yang relevan dengan topik permasalahan yang dibahas dan observasi lapangan. Jenis data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif dan ditunjang dengan data kuantitatif. Informan kunci dipilih berdasarkan kemampuan dan pengetahuan dalam menjelaskan awal mula sejarah munculnya pemangku di Bayung Gede dan keterlibatan dalam penambahan Ongkara maupun aksara bali dalam tradisi penggantungan ari-ari. c. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Berdasarkan permasalahan di atas, maka untuk memudahkan melakukan analisis diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan topik yang diteliti.

4 Sifat penelitian ini adalah deskriptif-eksploratif dengan tujuan menggali data yang holistik, sehingga memperoleh gambaran yang lengkap dengan objek kajian. Maka dari itu, dalam kajian ini menggunakan metode observasi, wawancara, studi pustaka dan analisis data. Penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif Miles dan Huberman yang didasari pada dasarnya terdiri dari tiga komponen: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusion). 5. Hasil dan Pembahasan 5.1 Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Perubahan Unsur Ritus Keagamaan Masyarakat Bayung Gede 5.1.1 Faktor Eksogami Sistem kekerabatan masyarakat Bayung Gede menggunakan prinsip patrilineal. Warisan dan tanggung jawab dalam sebuah extended family akan diberikan kepada anak laki-laki paling bungsu, sementara anak-anak lainnya yang lebih dewasa dan sudah menikah harus keluar dari lingkungan desa. Masyarakat Bayung Gede yang juga memperkenankan adanya perkawinan eksogami, hal tersebut menimbulkan implikasi yang berkaitan dengan adanya penambahan Ongkara ataupun aksara bali dalam tradisi penggantungan ari-ari di Bayung Gede. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil internalisasi suami ataupun istri yang berasal dari luar Desa Bayung Gede juga ingin diterapkan pada keturunan, walaupun terdapat perbedaan kebudayaan dalam kehidupan pasangan suami istri tersebut. 5.1.2 Faktor Pendidikan Agama Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan (Anonim:2012). Pendidikan agama yang dilakukan di masyarakat merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa masyarakat, dengan ajaran agama sebagai pokok materi.

5 Sarana pendidikan agama yakni adanya penyuluhan-penyuluhan, perpustakaan, ataupuan media massa (radio, wayang, film, TV, surat kabar, dan internet). Masyarakat Bayung Gede telah menyadari tentang peran media dalam kehidupan mereka, yang terbukti dari kepemilikan televisi dan radio yang digunakan setiap hari. Inovasi yang semakin ditampilkan dalam media penyiaran mampu menginformasikan tentang kehidupan budaya masyarakat luar, yang memunculkan ketertarikan bagi masyarakat Bayung Gede untuk mengenal budaya luar utamanya terkait dalam sistem religi masyarakat Hindu pada umumnya. Walaupun sebagian besar masyarakat Bayung Gede sibuk bekerja di kebun namun saat di sela-sela waktu luang, mereka senang menonton televisi dan memilih siaran agama Hindu mainstream, seperti Dharma Wacana, Puja Tri Sandya dan pelaksanaan upacaraupacara tertetu. Bungin (2007:85-86) menjelaskan bahwa media menjalankan fungsi di samping sebagai media hiburan juga telah menjadi agent of change. Pendidikan agama yang diperoleh oleh masyarakat Bayung Gede di sekolah juga memberikan pengaruh adanya perubahan karena mengacu pada ajaran Hindu mainstream dan tidak mengacu pada perbedaan yang ada di masyarakat utamanya dalam kehidupan masyarakat Bayung Gede. Keadaan di atas senada dengan penjelasan Utama (2011: 247), yakni pendidikan formal yang dijalani oleh masyarakat Bali Aga akan berpengaruh terhadap terjadinya perubahan dalam unsur-unsur religius mereka. 5.1.3 Dinamika Keyakinan Masyarakat Pengetahuan masyarakat Bayung Gede yang semakin bertambah menciptakan keyakinan yang muncul dalam diri mereka yang kemudian menyebabkan adanya rangsangan untuk mengubah kebudayaan mereka. Keyakinan tersebut terkait hal-hal baik pada ari-ari yang akan memengaruhi kehidupan sang bayi. Menurut J. Frazer bahwa upacara bersifat majis dan dapat dibagi menjadi dua yakni Immitative Magic atau Homopathic Maigic, yaitu perilaku magi yang didasarkan atas asosiasi ide, lantaran ada persamaan sehingga dilakukan berdasarkan pengertian bahwa segala sesuatu yang mirip bentuknya adalah sama (law of similarity). Contagious Magic, yaitu magi yang didasarkan atas asosiasi ide tentang adanya hubungan atau kontak

6 magi ini dilaksanakan dengan kepercayaan bahwa segala sesuatu yang sudah pernah berhubungan sebelumnya akan selalu berhubungan satu sama lain meskipun sudah berjauhan tempatnya (Koentjaraningrat, 1985:426). 5.1.4 Refungsionalisasi dalam Kepemimpinan Keagamaan Berdasarkan keterangan Jero Kebayan Raket sebagai seseorang yang pernah menjabat sebagai Jero Kebayan Mucuk, sebenarnya zaman dulu sudah ada peran pemangku di Bayung Gede, tepatnya sebelum adanya penjajahan di Bali. Hilangnya sosok pemangku di Bayung Gede pada saat itu karena ketidakberlanjutan pemilihan pemangku setelah pemangku tersebut meninggal. Hal tersebut dikarenakan oleh ketakutan masyarakat Bayung Gede untuk menyelenggarakan upacara pemilihan pemangku saat penjajahan dan masa-masa G30 SPKI masih berlangsung. Setelah situasi mulai dirasa aman, tepatnya sekitar tahun 1968 masyarakat Bayung Gede memberanikan diri untuk melakukan upacara pemilihan pemangku. Hal ini dikarenakan oleh adanya kecemasan masyarakat Bayung Gede selama bertahuntahun tidak terdapat peran pemangku yang membantu aktifitas keagamaan dan adanya keinginan untuk melanjutkan tradisi para leluhur terdahulu. Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku (Singgih D. Gunarsa, 2008:27). Selain adanya kecemasan yang dirasakan oleh masyarakat Bayung Gede, Jero Gede dan Jero Alitan dari Puri Bukitan Batur juga mendapatkan pawisik/raos widi atau wahyu dari Tuhan untuk mengadakan pemilihan pemangku di Bayung Gede. Masyarakat mempercayai bahwa Jero Gede dan Jero Alitan merupakan perwalen/tapakan atau perwakilan yang dapat menyampaikan pesan dari Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dan Ida Betara-betari (dewa-dewi). 5.2 Implikasi Perubahan Unsur Ritus Keagamaan Pada Masyarakat Bali Aga Di Desa Bayung Gede 5.2.1 Berkembangnya Kewajiban Masyarakat Masyarakat Bayung Gede menyadari bahwa dengan adanya pemangku maka tanggung jawab atau kewajiban mereka akan bertambah. Hal ini terlihat dari

7 kewajiban ganda yang harus dipenuhi apabila melaksanakan upacara di pura, seperti perlu menyiapkan Banten Pekolem (banten atau sesajen yang digunakan untuk mengundang kehadiran pemangku) dan Base Penuasan (banten yang digunakan untuk mengundang Jero Kebayan) serta adanya pembagian peduluan, alap-alapan, dan bakti jaba jero (hasil dari pelaksanaan upacara keagamaan seperti buah-buahan dan daging ayam, babi, atau kerbau) kepada Jero Kebayan dan juga pemangku. 5.2.2 Pembagian Peran antara Jero Kebayan dan Pemangku Sebelum munculnya peran pemangku, tugas-tugas keagamaan umumnya dilakukan oleh Jero Kebayan, baik pada tahap persiapan hingga akhir. Namun kemunculan pemangku juga menyebabkan adanya pembagian peran dengan Jero Kebayan. Dulunya yang bertugas menghaturkan upakara dan muput upacara adalah Jero Kebayan namun saat ini dibantu oleh pemangku. Peran pemangku dalam pelaksanaan upacara yakni membantu Jero Kebayan. Pemangku akan tetap membaca doa-doa dalam menghaturkan upakara dan muput upacara, hanya saja tetap dikomandoi oleh Jero Kebayan. 5.2.3 Dinamika Keragaman Simbolik dalam Ritus Keagamaan Bourdieu (dalam Rusdiarti, 2003:35-36) membuat tipologi arena sosial sebagai arena pertarungan wacana, antara wacana dominan atau doxa dengan wacanawacana lain yang ingin mengguatkannya. Dunia sosial sebagai arena pertarungan terus bergerak dinamis. Pertarungan antara heterodoxa dan orthodoxa akan terus berlangsung. Heterodoxa adalah wacana yang bertentangan dengan doxa, sedangkan orthodoxa adalah wacana-wacana yang terus berusaha mempertahankan keberadaan doxa. Wacana heterodoxa dan orthodoxa yang terjadi pada masyarakat Bayung Gede dapat dicermati dari pendapat yang disampaikan oleh informan sebagai reaksi terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing, yang diklasifikasikan oleh Koentjaraningrat menjadi kelompok kolot dan progresif (Koentjaraningrat, 1986:254-255). Kaum yang cenderung tidak suka dan lekas menolak hal-hal yang baru seperti Jero Mangku Penataran (65 tahun) cenderung menjalankan doxa dengan taat dan tidak berniat untuk menambahkan, mengembangkan, ataupun memperbarui unsur-unsur budaya

8 yang telah ada. Namun berbeda halnya dengan Ni Ketut Rini (47 tahun) dan beberapa warga lainnya yang cenderung menerima pembaruan, yang diperoleh dari perkembangan pengetahuan dunia luar sehingga menciptakan ideologi baru yang diterapkan dalam praktik-praktik keagamaan. 6. Simpulan Faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan unsur ritus keagamaan masyarakat Bayung Gede dalam konteks penambahan Ongkara atau aksara bali yakni berkaitan dengan tradisi masyarakat Bayung Gede yang juga memperkenankan adanya perkawinan eksogami serta adanya pengaruh pendidikan agama. Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya perubahan unsur ritus keagamaan masyarakat Bayung Gede dalam konteks penggunaan pemangku yakni muncul dari adanya upaya refungsionalisasi dalam sistem kepemimpinan keagamaan. Implikasi yang ditimbulkan dari adanya perubahan unsur ritus keagamaan yakni masyarakat diwajibkan menyiapkan dua upakara yakni untuk pemangku dan Jero Kebayan, serta menambahkan kuantitas pembagian dari hasil pelaksanaan upacara. Implikasi lainnya yakni muncul pembagian peran antara Jero Kebayan dengan pemangku serta ritus keagamaan terkait sistem religi Bayung Gede menjadi beragam. 7. Daftar Pustaka Bungin. 2007. Sosiologi Komunikasi. Teori, Paradigma, dan Dirkursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Covarrubias, Miguel. 2013. Pulau Bali Temuan Yang Menakjubkan. Denpasar: Udayana University Press. Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antroplogi. Jakarta: Aksara Baru Pendidikan Agama, dalam http://zonependidikan.blogspot.com/read/2014/10/15 Reuter, Thomas A. 2005. Budaya Dan Masyarakat Di Pegunungan Bali. Jakarta: Yayaysan Obor Indonesia Rusdiarti, Suma Riella. Bahasa, Pertarungan Simbolik dan Kekuasaan. Edisi khusus Pierre Bourdieu, BASIS November-Desember 2003; Hal.31-39 Singgih D. Gunarsa. 2008. Psikologi Perawatan. Jakarta: Gunung Mulia. Utama, I Wayan Budi. 2011. Adaptasi Budaya Masyarakat Bali Aga Di Desa Cempaga Kabupaten Buleleng Dalam Merespon Regulasi Negara Di Bidang Agama. Disertasi Program Doktor Program Studi Kajian Budaya Universitas Udayana Denpasar.