VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODE PENELITIAN. (Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

VII. ANALISIS FINANSIAL

V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV. METODE PENELITIAN

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA KONVEKSI PADA CV. TATA SARANA MANDIRI. : Dedik Fahrudin NPM : Jenjang/Jurusan : S1/Manajemen

ASPEK FINANSIAL Skenario I

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

Imah Gede. Alun-alun

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

II. KERANGKA PEMIKIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. RENCANA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Internet

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

III KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

ANALISIS FINANSIAL PADA INVESTASI JALAN TOL CIKAMPEK-PADALARANG

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PADA AGEN BARU AGEN KORAN KEJAR MEDIA, TANGERANG

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

A Modal investasi Jumlah (Rp) 1 Tanah Bangunan Peralatan Produksi Biaya Praoperasi*

II. TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara penyediaan kayu jati dengan kebutuhan industri tidak. mengatasi kontinuitas pasokan kayu jati, yaitu:

A. Kerangka Pemikiran

METODE PERBANDINGAN EKONOMI. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB VI ASPEK KEUANGAN. melakukan penghitungan net present value serta payback period. Proyeksi keuangan ini dibuat. Tabel 6.

III. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Menurut Surakhmad, (1994: ), metode deskriptif analisis, yaitu metode

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor Analisis kelayakan finansial bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan usaha JUN UBH-KPWN Bogor yang telah berjalan selama lima tahun. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi, seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Periode (PBP). Analisis kriteria tersebut menggunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat dan biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Arus kas membutuhkan penentukan asumsi-asumsi yang terkait dengan usaha UBH-KPWN Bogor serta melakukan analisis terhadap inflow dan outflow. 6.1.1 Analisis Inflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor Komponen inflow usaha JUN UBH-KPWN Bogor diterima dari penerimaan penjualan jasa investasi dan penerimaan penjualan pohon JUN. Jasa investasi merupakan penerimaan yang didapat dari investor dalam menanamkan modalnya kepada UBH-KPWN Bogor untuk membiayai kegiatan JUN sedangkan penerimaan penjualan diperoleh dengan mengalikan harga jual dengan total penjualan kayu yang siap panen. a. Penerimaan Penjualan Jasa Investasi Penerimaan dari penjualan jasa investasi diperoleh dengan mengalikan harga jasa investasi per pohon dengan jumlah pohon yang laku ditawarkan kepada investor. Jumlah tanaman awal merupakan tanaman yang ditanam oleh pihak UBH-KPWN Bogor sejumlah 157 463 pohon yang tersebar di Kabupaten Bogor, sedangkan tanaman yang terjual merupakan pohon yang laku dijual kepada

investor mulai dari tahun 2007-2012 dengan jumlah tanaman 132 708 pohon. Tanaman sebanyak 24 755 pohon yang belum laku akan dipasarkan kepada investor. Apabila sampai batas penebangan tanaman belum laku, maka pohon jati akan dikembalikan kepada pihak UBH-KPWN. Investasi per pohon merupakan ketetapan yang diberikan dari UBH-KPWN karena dana tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan JUN dari awal penanaman sampai pohon tersebut siap panen. Biaya kebutuhan pemeliharaan tanaman JUN yang semakin mahal menyebabkan investasi yang dikeluarkan investor akan mengalami kenaikan. Rincian penerimaan penjualan jasa investasi dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Penerimaan Penjualan Jasa Investasi Tahun Jumlah Tanaman Awal (1) Jumlah Tanaman yang Terjual (2) Investasi per Pohon (Rp) (3) Nilai Investasi (Rp) (4) = (2x3) 2007 7 120 7 074 60 000 424 440 000 2008 25 338 24 849 60 000 1 490 940 000 2009 40 155 34 048 65 000 2 213 120 000 2010 43 010 40 097 65 000 2 606 305 000 2011 27 780 15 580 70 000 810 600 000 2012 14 060 11 060 70 000 774 200 000 Total 157 463 132 708 8 319 605 000 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) Jumlah tanaman awal dari tahun 2007-2012 mengalami peningkatan atau penurunan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena luas lahan yang tersedia tidak selalu sama pada setiap tahunnya tergantung dari pencarian lahan di lapangan. Penerimaan dari penjualan jasa investasi diperoleh dengan mengalikan harga jasa investasi per pohon dengan jumlah pohon yang ditawarkan. Total dana yang diterima dari penjualan jasa investasi sebesar Rp 8 319 605 000. Dana investor ini digunakan untuk membiayai 157 463 pohon selama umur tanam pohon. Penerimaan penjualan jasa investasi sudah diterima pada tahun 2007 karena pada umur enam bulan pohon jati sudah dipromosikan kepada investor. 50

b. Penerimaan Penjualan Pohon JUN Siap Panen Pohon JUN baru dapat dipanen pada tahun 2012, yaitu saat umur JUN lima tahun. Rincian estimasi penerimaan penjualan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Estimasi Penerimaan Penjualan Tanaman JUN Tahun Jumlah Pohon yang Siap Panen (1) Harga Jumlah per Pohon (Rp) (2) Jumlah Penerimaan (Rp) 3 = (1x2) 2012 6 017 500 000 3 008 500 000 2013 23 197 500 000 11 598 500 000 2014 38 760 500 000 19 380 000 000 2015 42 856 550 000 23 570 800 000 2016 27 780 550 000 15 279 000 000 2017 14 060 550 000 7 733 000 000 Total 152 670 80 569 800 000 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) Harga jual pohon JUN pada saat panen diproyeksikan Rp 500 000 per pohon dari tahun 2012-2014, sedangkan mulai tahun 2015-2017 pada saat panen diproyeksikan Rp 550 000. Hal ini merupakan asumsi dari harga kayu jati yang selalu meningkat dari tahun ke tahun sehingga pihak UBH-KPWN Bogor menjanjikan harga jual kayu jati pada tahun 2015 akan meningkat sebesar Rp 50 000 dengan volume per pohon 0.2 m 3. Pada saat ini jumlah pohon yang siap panen berjumlah 152 760 pohon, dari tanaman awal sebanyak 157 463 pohon. Hal ini dikarenakan kematian yang berbeda-beda pada setiap tahunnya. Total penerimaan dari penjualan 152 760 pohon JUN sebesar Rp 80 569 800 000. 6.1.2 Analisis Outflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor Analisis outflow JUN UBH-KPWN Bogor merupakan biaya pengeluaran yang harus dibayarkan untuk kebutuhan UBH-KPWN Bogor demi kelancaran kegiatan Jati Unggul Nusantara (JUN). Arus pengeluaran dalam usaha JUN UBH- KPWN dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu: biaya investasi, biaya operasional, dan bagi hasil kepada mitra usaha. 51

a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek yaitu pada tahun pertama. Pada kasus ini terdapat perbedaan dimana biaya investasi tidak hanya dikeluarkan pada tahun pertama saja. Biaya investasi dapat dikeluarkan kapan saja sesuai dengan keperluan UBH-KPWN Bogor. Biaya investasi pada usaha JUN terdiri dari biaya investasi perlengkapan kantor dan peralatan mesin. Biaya investasi perlengkapan kantor merupakan biaya yang dikeluarkan pada barang yang digunakan di dalam membantu menyelesaikan urusan kantor. Total biaya investasi perlengkapan kantor sebesar Rp 48 635 000. Rincian biaya investasi perlengkapan kantor dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Biaya Investasi Perlengkapan Kantor No Uraian Tahun Jumlah (unit) Harga per satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (tahun) 1 Dispenser 2007 1 250 000 250 000 5 2 Galon 2007 2 40 000 80 000 2 3 Komputer 1* 2007 1 4 890 000 4 890 000 2 4 Mesin fax 2007 1 1 300 000 1 300 000 10 5 Pemanas air 2007 1 50 000 50 000 5 6 Kursi kantor 2008 10 1 000 000 10 000 000 10 7 Lemari 2008 5 1 000 000 5 000 000 10 8 Meja 2008 13 1 000 000 13 000 000 10 9 Pesawat telepon 2008 2 250 000 500 000 10 10 Printer 1* 2008 1 400 000 400 000 2 11 Printer 2 2008 1 1 000 000 1 000 000 5 12 Stabiliser 2008 1 150 000 150 000 10 13 Komputer 2 2009 1 5 950 000 5 950 000 5 14 Modem 2009 1 875 000 875 000 10 15 Printer 3 2009 1 1 740 000 1 740 000 10 16 Kursi plastik 2011 5 300 000 1 500 000 10 17 Kipas angin 2012 2 450 000 900 000 10 18 LCD (monitor) 2012 1 1 050 000 1 050 000 10 Total Biaya Investasi Perlengkapan Kantor 48 635 000 Keterangan: (*) = Komputer 1 dan Printer 1 merupakan barang bekas sehingga memiliki umur ekonomis yang cepat dan tidak ada reinvestasi. Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) 52

Kegiatan JUN UBH-KPWN Bogor tidak hanya mengeluarkan biaya investasi perlengkapan kantor karena dalam pelaksanaannya JUN merupakan kegiatan yang sebagian besar di lapangan. Perlengkapan mesin dibutuhkan guna mempercepat dan membantu kegiatan JUN agar berjalan lancar sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Biaya investasi peralatan mesin merupakan biaya yang dikeluarkan pada alat-alat yang digunakan di lapang sesuai dengan kebutuhan JUN. Total biaya investasi yang diperlukan untuk peralatan mesin sebesar Rp 49 600 000. Rincian biaya investasi peralatan mesin dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Biaya Investasi Peralatan Mesin No Uraian Tahun Jumlah (unit) Harga per satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (tahun) 1 Traktor tangan 2007 1 17 500 000 17 500 000 10 2 Timbangan 2007 1 100 000 100 000 5 3 Timbangan peer 2007 1 100 000 100 000 5 4 Drum* 2007 30 55 000 1 650 000 1 5 Sepeda motor 2008 1 15 000 000 15 000 000 10 6 Alat uji tanah kering 2008 1 1 050 000 1 050 000 10 7 Pompa air 2009 2 2 500 000 5 000 000 10 8 Sprayer 2010 12 350 000 4 200 000 10 9 GPS 2011 1 5 000 000 5 000 000 10 Total Biaya Investasi Peralatan Mesin 49 600 000 Keterangan: (*) = Drum hanya digunakan pada awal tahun 2007 di Desa Cogreg sebagai penampung air dan tidak ada reinvestasi. Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) Barang investasi yang memiliki umur ekonomis kurang dari umur proyek, maka dilakukan reinvestasi. Biaya reinvestasi merupakan biaya yang harus dikeluarkan UBH-KPWN terhadap kegiatan JUN demi terciptanya kelancaran proyek. Barang tersebut merupakan barang yang vital bagi perusahaan apabila tidak ada barang tersebut akan mengganggu jalannya kegiatan JUN. Biaya 53

reinvestasi dari tahun 2009-2017 sebesar Rp 27 150 000. Biaya reinvestasi dikeluarkan karena umur ekonomis suatu barang tidak sampai proyek selesai. Barang-barang yang membutuhkan biaya reinvestasi antara lain, yaitu: dispenser, galon, komputer 2, mesin fax, pemanas air, printer 2, timbangan, timbangan peer, dan traktor tangan. Rincian biaya reinvestasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Biaya reinvestasi menghasilkan nilai sisa sebesar Rp 22 881 500. b. Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama pelaksanaan usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. b.1 Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya tetap yang dikeluarkan usaha JUN UBH-KPWN Bogor yaitu menyangkut biaya manajemen kantor. Rincian biaya manajemen kantor dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Biaya Manajemen Kantor No Uraian Tahun 2007 2008 2017 1 Gaji 122 640 000 122 640 000 2 Listrik 2 400 000 2 400 000 3 Telepon 4 200 000 4 200 000 4 ATK (Alat Tulis Kantor) 4 800 000 4 800 000 5 Rapat & Keperluan harian kantor 960 000 960 000 6 Pemeliharaan kendaraan roda dua - 3 600 000 7 Koran 900 000 900 000 8 Internet 1 800 000 1 800 000 9 Upah kebersihan kantor & jaga malam 4 200 000 4 200 000 10 Pemeliharaan SAPROTAN 900 000 900 000 11 Pengawasan dan Pengendalian 480 000 480 000 12 Pembinaan SDM 800 000 800 000 13 Upah pengamanan lahan 12 000 000 12 000 000 14 Sewa kantor 9 040 000 9 040 000 Total 165 120 000 168 720 000 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) 54

Pada tahun 2007 biaya tetap yang dikeluarkan hanya sebesar Rp 165 120 000 karena usaha belum berjalan baik. Pada tahun 2008-2017 usaha dinilai berjalan optimal, sehingga total biaya yang dikeluarkan relatif konstan yaitu sebesar Rp 168 720 000. b.2 Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan dalam proses produksi. Biaya variabel pada usaha ini meliputi biaya sosialisasi, biaya pengadaan input untuk pembuatan tanaman (bibit, pupuk dasar, upah), pemeliharaan tanaman (pemupukan lanjutan, upah), dan penebangan tanaman. Biaya sosialisasi dilakukan sebelum adanya pengadaan kegiatan JUN di suatu daerah kepada petani, pemilik lahan, dan perangkat desa. Biaya sosialisasi dibutuhkan oleh pihak UBH-KPWN karena sebelum adanya kegiatan JUN semua pihak yang terkait harus mengetahui aturan main yang ada dalam proyek sehingga apa yang akan dilakukan oleh UBH-KPWN jelas dan tidak ada kesalahan pada akhir pembagian bagi hasil yang akan diterima pada tiap-tiap pihak. Biaya sosialisasi pada tahun 2006-2011 membutuhkan biaya sebesar Rp 19 012 500. Tahun pembiayaan tanaman dimulai dari tahun 2006 yaitu pada pembelian bibit dan pupuk, akan tetapi dalam penanamannya sendiri mulai tahun 2007. Hal ini disebabkan pihak UBH-KPWN Bogor harus melakukan pemesanan bibit dan pupuk terlebih dahulu sebelum diadakannya penanaman pohon JUN. Pembelian bibit dan pupuk tidak bisa dilakukan secara mendadak karena harus dipersiapkan secara matang. Rincian biaya pembuatan tanaman dapat dilihat pada Tabel 23. 55

Tabel 23. Biaya Pembuatan Tanaman Tahun Bibit Pembuatan Pembiayaan (Rp) Tanaman Tanaman (1) Pupuk Dasar (Rp) (2) 2006 28 480 000 23 424 400 Upah (Rp) (3) 2007 2007/I 316 725 000 70 494 400 21 360 000 2008 2007/II + 2008/I 501 937 500 132 445 500 64 014 000 2009 2008/II + 2009/I 537 625 000 141 688 000 120 465 000 2010 2009/II + 2010/I 348 500 000 116 968 740 131 030 000 2011 2010/II + 2011/I 175 750 000 86 941 060 83 640 000 2012 2011/II + 2012/I 41 090 000 Jumlah 1 909 017 500 571 962 100 461 599 000 Total Biaya Pembuatan Tanaman (1+2+3) Rp 2 942 578 600 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) Pada pembuatan tanaman dilakukan dua periode dimana pihak UBH- KPWN Bogor mengadakan penanaman pohon JUN pada awal tahun yaitu antara bulan Januari-Februari yang diberi kode I, sedangkan periode kedua dilakukan antara bulan November-Desember yang diberi kode II. Pihak UBH-KPWN Bogor dalam satu siklus dengan jangka waktu lima tahun dapat melakukan penanaman sebanyak sebelas kali yaitu dari 2007/I-2012/I. Total pembuatan tanaman (bibit, pupuk dasar, dan upah) JUN sebesar Rp 2 942 578 600. Tanaman JUN memerlukan pemeliharaan yang sangat intensif dimana pihak UBH-KPWN Bogor harus mengadakan pemupukan secara berkala. Pemupukan sangat penting demi keberlanjutan usaha kegiatan JUN dengan melakukan pemupukan yang intensif maka pertumbuhan tanaman JUN akan baik. Pemupukan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman karena tanah menjadi gembur dan banyak zat hara yang dapat diserap oleh tanaman Jati Unggul Nusantara (JUN). Biaya pemeliharaan tanaman dilakukan pada tahun 2007-2012. Rincian biaya pemeliharaan tanaman dapat dilihat pada Tabel 24. 56

Tabel 24. Biaya Pemeliharaan Tanaman Selama Satu Siklus (5 Tahun) No Pemeliharaan Pemupukan (Rp) Upah (Rp) 1 Tanaman 2007/I 219 749 948 151 573 800 2 Tanaman I (2007/II + 2008/I) 713 087 692 594 278 980 3 Tanaman II (2008/II + 2009/I) 1 014 073 692 972 772 900 4 Tanaman III (2009/II + 2010/I) 1 146 901 426 1 064 045 400 5 Tanaman IV (2010/II + 2011/I) 771 756 180 702 834 000 6 Tanaman V (2011/II + 2012/I) 367 753 360 357 124 000 Jumlah 4 233 322 298 3 842 629 080 Total Pemeliharaan Tanaman Rp 8 075 951 378 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) Biaya pemeliharaan dikeluarkan mulai tahun 2007 karena setelah selesai penanaman pohon JUN pemupukan akan terus dilakukan agar pohon jati menghasilkan kayu yang kokoh. Selain itu, dalam pengerjaan pemeliharaan akan dilakukan oleh petani JUN yang bersangkutan karena mereka mempunyai tugas menjaga pohonnya masing-masing. Petani JUN akan diberikan upah oleh pihak UBH-KPWN Bogor atas andilnya dalam memelihara pohon JUN agar tanaman bebas dari gangguan seperti pencurian dan kematian pohon. Total pemeliharaan (pemupukan, upah) dari tahun 2007-2012 sebesar Rp 8 075 951 378. Proses penebangan dilakukan setelah lima tahun pohon ditanam. Proses penebangan UBH-KPWN bekerja sama dengan pihak lain. Rincian biaya penebangan tanaman dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Biaya Penebangan Tanaman Tahun Penebangan Biaya Penebangan (Rp) 2012 Tanaman 2007/I 18 074 680 2013 Tanaman I (2007/II + 2008/I) 53 821 880 2014 Tanaman II (2008/II + 2009/I) 84 770 400 2015 Tanaman III (2009/II + 2010/I) 96 426 240 2016 Tanaman IV (2010/II + 2011/I) 66 771 200 2017 Tanaman V (2011/II + 2012/I) 32 982 400 Total Biaya Penebangan Tanaman 352 846 800 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) Pengeluaran biaya variabel ini dihitung berdasarkan sistem trees management (manajemen pohon), sehingga biaya atau pengeluaran ini dihitung 57

per pohon. Biaya penebangan tanaman dari tahun 2012-2017 membutuhkan biaya sebesar Rp 352 846 800. Adapun biaya pembuatan sertifikat dibutuhkan oleh investor untuk memperkuat kepemilikan atas tanaman JUN karena mereka telah berinvestasi dalam proyek UBH KPWN Bogor. Total biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan sertifikat oleh UBH KPWN Bogor sebesar Rp 192 600 000. Selain itu, UBH KPWN Bogor harus mengeluarkan pajak pendapatan setiap tahunnya. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progresif berdasakan UU No. 23 Tahun 2000 Tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap. UBH-KPWN Bogor harus mengeluarkan biaya untuk pajak pendapatan sebesar Rp 2 692 000/tahun. c. Bagi Hasil Pihak-pihak yang terlibat dalam usaha budidaya JUN UBH-KPWN, antara KPWN Bogor. Pihak-pihak ini akan mendapat imbal jasa berupa bagian hasil dari penjualan tanaman JUN tersebut. Bagian hasil ini dapat diperoleh mulai tahun 2012. Rincian bagi hasil tanaman dapat dilihat pada Tabel 26. lain: investor, petani penggarap, pemilik lahan, pemerintah desa, dan UBH- Tabel 26. Bagi Hasil kepada Petani Penggarap, Pemilik Lahan, Investor, Perangkat Desa, dan UBH-KPWN Bogor Jumlah Bagi Hasil (Rp 000) Tahun UBH- Petani Pemilik Perangkat Investor KPWN Penggarap Lahan Desa Bogor 2012 614 250 356 000 1 424 000 245 700 368 550 2013 2 632 000 1 266 900 5 067 600 1 052 800 1 579 200 2014 4 670 625 2 007 750 8 031 000 1 868 250 2 802 375 2015 5 871 525 2 365 550 9 462 200 2 348 610 3 552 915 2016 3 819 750 1 527 900 6 111 600 1 527 900 2 291 850 2017 1 933 250 773 300 3 093 200 773 300 1 159 950 Total 19 541 400 8 297 400 33 189 600 7 816 560 11 724 840 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) 58

Imbal jasa yang akan diterima petani penggarap, pemilik lahan, investor, perangkat desa, dan UBH-KPWN Bogor adalah sebesar 25, 10, 40, 10, dan 15 persen dari jumlah pohon tanaman awal yang ditanam. Harga jual tanaman pada tahun 2007-2009 yaitu sebesar Rp 500 000 per pohon dengan jumlah pohon 67 974, sedangkan harga jual tanaman pada tahun 2010-2012 yaitu sebesar Rp 550 000 dengan jumlah pohon 84 696. Pihak petani penggarap, perangkat desa, dan UBH-KPWN Bogor menanggung resiko sebesar 50, 20, dan 30 persen jika ada kematian pada tanaman JUN. Investor dan pemilik lahan tidak dikenakan beban resiko kematian karena mereka tidak secara langsung berhubungan dengan tanaman JUN. Rincian perhitungan bagi hasil dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan Tabel 26, pembagian hasil yang paling besar diperoleh oleh investor sebesar Rp 33 189 600 000. Hal ini wajar diperoleh oleh investor karena investor memberikan kontribusi yang besar terhadap berjalannya kegiatan JUN. Investor juga merupakan tulang punggung dari pihak UBH-KPWN Bogor. Ketiadaan investor berpengaruh terhadap usaha kegiatan JUN sehingga usaha ini tidak akan berjalan. Selain itu, investor tidak diberikan beban resiko walaupun kegiatan JUN mengalami kerugian. Perangkat desa merupakan pihak yang mendapatkan bagi hasil yang paling kecil dari kelima pihak yaitu sebesar Rp 7 816 560 000. Pihak desa mendapatkan persentase yang terkecil sebesar 10 persen karena beban pekerjaan yang diberikan kepada pihak desa tidak terlalu berat yaitu hanya melakukan pengawasan dan pengamanan terhadap tanaman JUN dari gangguan, pencurian, dan kebakaran. Apabila ada kematian pada tanaman JUN pihak desa mendapatkan beban resiko sebesar 20 persen sehingga akan mengurangi pendapatan dari bagi hasil tersebut. 59

6.1.3 Analisis Kelayakan Finansial Usaha JUN UBH-KPWN Bogor Usaha JUN UBH-KPWN Bogor pada tahun 2006-2007 memperoleh PV net benefit bernilai negatif karena pada tahun tersebut membutuhkan biaya investasi yang besar. Pada tahun 2008 usaha mulai memperoleh keuntungan atau PV net benefit bernilai positif, namun pada tahun 2011-2012 usaha mengalami kerugian kembali. Hal ini disebabkan pada tahun tersebut, UBH-KPWN Bogor membutuhkan biaya yang lebih besar dimana semua biaya pemeliharaan dikeluarkan untuk semua umur tanaman JUN. Sejak awal tahun 2013 sampai akhir usaha, UBH-KPWN Bogor selalu memperoleh PV net benefit positif. Kelayakan finansial usaha JUN ini dapat dilihat dari beberapa kriteria penilaian investasi, yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, dan Payback Period (PBP). Hasil perhitungan kriteria penilaian investasi pada usaha JUN UBH-KPWN Bogor dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Kriteria Hasil NPV 4 175 535 379 IRR 57% Net B/C 3 Payback Period 8 tahun 9 bulan Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) Berdasarkan analisis kelayakan finansial dapat dilihat bahwa usaha JUN dengan pola bagi hasil yang diusahakan oleh UBH-KPWN Bogor menghasilkan NPV yang lebih besar dari nol, yaitu Rp 4 175 535 379. Hal ini menunjukkan usaha ini akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp 4 175 535 379. Berdasarkan kriteria NPV usaha JUN UBH-KPWN Bogor ini layak untuk dilanjutkan. Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 57 persen dimana IRR tersebut lebih besar dari discount rate (suku bunga) yang ditetapkan yaitu 12 60

persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mampu memberikan tingkat pengembalian modal sebesar 57 persen. Berdasarkan kriteria IRR usaha JUN UBH-KPWN Bogor ini layak untuk dilanjutkan. Nilai Net B/C yang diperoleh yaitu sebesar tiga. Hal ini berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp 3. Nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar dari satu, sehingga usaha ini layak untuk dilanjutkan. Payback Period (PBP) yang diperoleh adalah sebesar delapan tahun sembilan bulan. Nilai PBP ini masih berada di bawah umur usaha, sehingga berdasarkan kriteria PBP usaha ini layak untuk dilanjutkan. Rincian perhitungan investasi usaha JUN UBH-KPWN Bogor dapat dilihat pada Lampiran 3. 6.1.4 Analisis Sensitivitas Usaha JUN UBH-KPWN Bogor Analisis sensitivitas pada UBH-KPWN Bogor dapat dilihat dari peningkatan harga pupuk sebesar 32 persen. Hal ini dilihat dari rata-rata kenaikan pupuk pada kegiatan JUN yang telah berlangsung selama lima tahun. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan pupuk perlu dilakukan oleh UBH- KPWN Bogor karena pupuk merupakan komponen penting di dalam berlangsungnya kegiatan JUN. Keberadaan pupuk akan mempengaruhi tanaman JUN dalam hal pertumbuhan terhadap diameter dan ketinggian pohon JUN. Peningkatan harga pupuk 32 persen akan berdampak pada NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period (PBP). NPV menjadi Rp 2 497 483 097 sehingga usaha ini memberikan manfaat bersih sebesar Rp 2 497 483 097. Nilai IRR yang diperoleh turun menjadi 28 persen dan nilai Net B/C yang diperoleh menjadi dua. Payback Period (PBP) menjadi semakin lama yaitu 9 tahun 6 bulan. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 28. 61

Tabel 28. Hasil Analisis Sensitivitas Kriteria Hasil NPV 2 497 483 097 IRR 28% Net B/C 2 Payback Period 9 tahun 6 bulan Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) Peningkatan harga pupuk sebesar 32 persen usaha UBH-KPWN Bogor masih layak untuk dilanjutkan karena semua kriteria memenuhi syarat, akan tetapi UBH-KPWN Bogor harus tetap mengantisipasi apabila ada kenaikan yang lebih besar karena akan menyebabkan usaha mengalami kerugian. Rincian perhitungan analisis sensitivitas dapat dilihat pada Lampiran 4. 6.2 Dampak Ekonomi dan Lingkungan dari Kegiatan JUN 6.2.1 Perbandingan Pendapatan Petani JUN Sebelum dan Sesudah Adanya Kegiatan JUN Awalnya lahan yang ditanami JUN pada tanaman umur empat dan lima tahun di Desa Cogreg (lahan Universitas Nusa Bangsa) dan di Desa Ciaruteun Ilir (lahan Kopassus 23 ) merupakan lahan produktif yang ditanami berbagai macam palawija, sayur mayur, dan buah-buahan. Keberadaan JUN menyebabkan petani penggarap mengubah kebiasaannya yang semula menanam berbagai macam tanaman non kayu menjadi petani pohon jati. Pendapatan yang didapat dari pengelolaan JUN berupa upah, bonus, hasil kayu setelah lima tahun (pasca panen), dan tumpang sari (kecuali singkong) selama dua tahun. Pendapatan petani JUN dari berbagai macam jenis tanaman sebelum adanya kegiatan JUN di Desa Cogreg sebesar Rp 28 265 000/tahun, sedangkan pada Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 602 550 000/tahun. Pendapatan petani JUN di Desa Cogreg meningkat sebesar Rp 163 041 600/tahun dari pengelolaan lahan UNB tersebut. Pada Desa Ciaruteun Ilir meningkat sebesar Rp 104 764 300/tahun 62

dari pengelolaan lahan Kopassus 23. Peningkatan pendapatan di Desa Cogreg lebih besar dibandingkan Desa Ciaruteun Ilir karena sebelum adanya kegiatan JUN lahan di Desa Cogreg tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan pendapatan dalam bidang pertanian. Perbandingan pendapatan petani JUN dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Perbandingan Pendapatan Petani JUN Tanpa dan dengan Adanya Kegiatan JUN Tahun 2012 A. Pendapatan Tanpa JUN Kriteria Desa Cogreg/tahun Desa Ciaruteun Ilir/tahun 1. Lahan UNB 28 265 000 2. Lahan Kopassus 23 602 550 000 Total Pendapatan Rp 28 265 000 Rp 602 550 000 B. Pendapatan dengan Adanya JUN Kriteria Desa Cogreg/tahun Desa Ciaruteun Ilir/tahun 1. Upah Petani JUN 23 319 600 56 228 300 2. Bonus 950 000 3 235 000 3. Bagi Hasil 156 125 000 434 075 000 4. Tumpang sari 10 912 000 213 776 000 Total Pendapatan Rp 191 306 600 Rp 707 314 300 Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Adanya kegiatan JUN menyebabkan para petani yang pada awalnya menanam tanaman non kayu beralih ke tanaman berkayu yaitu pohon jati. Pendapatan bagi petani JUN setelah adanya kegiatan JUN, yaitu: a. Upah Petani JUN Petani di dalam pengelolaan JUN akan mendapatkan upah dari UBH- KPWN Bogor setelah lima tahun. Upah diberikan karena petani JUN melakukan beberapa kegiatan, yaitu: pembuatan lubang, pemupukan awal, penanaman, penyiangan dan pemupukan, pemeliharaan, dan pengamanan. Dari tahun ke tahun upah yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan umur tanaman JUN. Desa Cogreg memiliki tanaman JUN yang berumur empat tahun dan lima tahun. Petani JUN mendapatkan upah sebesar Rp 23 401 000 dari tanaman umur 63

empat tahun, sedangkan untuk tanaman yang berumur lima tahun petani JUN mendapatkan upah sebesar Rp 93 197 000. Upah yang diperoleh Desa Cogreg kepada petani dari semua umur tanaman jati sebesar Rp 116 598 000 (Rp 23 319 600/tahun). Desa Ciaruteun Ilir memiliki tanaman JUN yang berumur empat tahun. Hasil yang akan diperoleh dari upah pengelolaan JUN sebesar Rp 281 141 500 (Rp 56 228 300/tahun). Rincian perhitungan upah Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir dilihat pada Lampiran 5. b. Bonus Petani JUN Pada pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan JUN petani mendapatkan bonus dari hasil yang mereka lakukan dengan cara merawat JUN agar tumbuh sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh UBH-KPWN. Setiap petani JUN berpeluang mendapatkan bonus tersebut dengan catatan tanaman JUN miliknya masuk ke dalam kriteria yang telah ada. Adanya bonus maka ada kesadaran dari petani JUN untuk memelihara pohon jati dengan baik. Adapun kriteria yang ditetapkan pihak UBH-KPWN terhadap bonus tersebut pada Tabel 30. Tabel 30. Klasifikasi Tanaman JUN Klasifikasi Bawah Umur Standar Baik Amat Baik Standar (tahun) Kell T Kell T Kell T Kell T (cm) (m) (cm) (m) (cm) (m) (cm) (m) 0,5 - < 2,5-2,5-3 - 3-3,5-3,5 1 < 15 < 4 15-18 4-5 18-21 5-6 21 6 2 < 27 < 6 27-30 6-7 30-33 7-8 33 8 3 < 39 < 8 39-42 8-9 42-45 9-10 45 10 4 < 50 < 9 50-53 9-10 53-56 10-11 56 11 5 < 61 < 10 61-64 10-11 64-67 11-12 67 12 Keterangan: T = Tinggi pohon rata-rata (m), Kell = Keliling rata-rata (cm) Sumber: UBH-KPWN (2012) Petani JUN yang memiliki pohon jati dalam klasifikasi baik dan amat baik akan dilombakan dimana para petani JUN akan mendapatkan bonus dari pihak 64

UBH-KPWN. Besarnya bonus tergantung dari jumlah tanaman yang dimiliki setiap petani JUN. Semakin banyak pohon jati yang dimiliki petani JUN maka akan semakin besar pula bonus yang diterima. Rincian klasifikasi bonus petani JUN dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Klasifikasi Bonus Petani JUN Klasifikasi Jumlah Tanaman Bonus yang Diterima < 100 Rp 175 000 Baik dan Amat Baik 100-200 Rp 225 000 200-300 Rp 275 000 > 300 Rp 300 000 Sumber: UBH-KPWN (2012) Petani yang mempunyai jumlah pohon lebih dari 300 pohon yang memiliki lima keliling terbesar pada klasifikasi amat baik akan mendapatkan bonus. Juara pertama mendapatkan Rp 1 000 000, juara kedua Rp 750 000, juara ketiga Rp 600 000, juara keempat Rp 500 000, dan juara kelima Rp 400 000. Penyeleksian tanaman JUN dilakukan setiap tahun sekali sehingga petani JUN di kedua desa berlomba-lomba agar memperoleh bonus tersebut. Desa Cogreg memperoleh bonus rata-rata sebesar Rp 950 000/tahun yang berasal dari tanaman jati umur empat tahun maupun lima tahun, sedangkan di Ciaruteun Ilir memperoleh bonus rata-rata Rp 3 235 000/tahun yang berasal dari tanaman jati umur empat tahun. Petani JUN yang mendapatkan bonus karena pohon yang ditanam sudah memenuhi standar yang berlaku pada UBH-KPWN. c. Hasil Kayu Pasca Panen Petani penggarap mendapatkan bagian hasil sebesar 25 persen dari jumlah tanaman JUN yang ditanam. Pohon tanaman awal yang ditanam di Desa Cogreg (tanaman 4 tahun & 5 tahun) sebanyak 8 927 pohon, sedangkan di Desa Ciaruteun Ilir (tanaman 4 tahun) sebanyak 21 229 pohon. Tanaman 2007 dan 2008 harga 65

jualnya sebesar Rp 500 000 per pohon, maka bagi hasil yang diterima petani penggarap di Desa Cogreg sebesar Rp 1 115 875 000, sedangkan di Desa Ciaruteun Ilir menerima pendapatan sebesar Rp 2 653 625 000. Kematian yang diakibatkan kelalaian sumber daya manusia, maka petani penggarap ikut menanggung resiko. Petani penggarap turut menanggung resiko sebesar 50 persen dari kematian pohon JUN. Hal tersebut merupakan kewajiban petani yang memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan budidaya kegiatan JUN di lapangan. Total bagi hasil yang diterima petani penggarap di Desa Cogreg setelah dikurangi beban resiko sebesar Rp 780 625 000 (Rp 156 125 000/tahun) dari 7 586 pohon, sedangkan Desa Ciaruteun Ilir akan mendapatkan pendapatan sebesar Rp 2 170 375 000 (Rp 434 075 000/tahun) dari 19 296 pohon. d. Tumpang Sari Petani JUN dibolehkan untuk melakukan tumpang sari oleh UBH-KPWN Bogor selama dua tahun akan tetapi tidak boleh menanam singkong. Singkong berpengaruh besar terhadap tanaman jati karena memakan unsur hara dan makanan yang diperuntukkan untuk jati, sehingga jati tidak akan berkembang dengan baik. Apabila petani JUN tetap menanam tanaman singkong maka pendamping JUN dari UBH-KPWN Bogor akan mencabut paksa, sehingga tidak ada ruang bagi petani untuk menanam singkong di daerah areal tanaman JUN. Tanaman tumpang sari yang ditanam oleh petani di Cogreg berupa jagung, kacang-kacangan, ubi, kentang, dan paria. Selama lima tahun petani JUN Desa Cogreg menghasilkan pendapatan sebesar Rp 54 560 000 (Rp 10 912 000/tahun). Rincian perhitungan pendapatan dari tumpang sari di Desa Cogreg dapat dilihat di Lampiran 6. Tanaman tumpang sari yang berada di Desa Ciaruteun Ilir tidak jauh 66

berbeda dengan di Desa Cogreg, yaitu: jagung, ubi jalar, kentang, kacangkacangan, kucai, mentimun, kangkung, bayam, paria, cabai rawit, terong, dan pepaya. Selama dua tahun petani JUN di Ciaruteun Ilir memperoleh pendapatan sebesar Rp 1 068 880 000 (Rp 213 776 000). Rincian perhitungan pendapatan dari tumpang sari Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat di Lampiran 7. 6.2.2 Bagi Hasil Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir Pasca penebangan tanaman JUN akan ada pembagian hasil yang sudah ditentukan dan disepakati oleh kelima aktor, yaitu: investor, petani penggarap, UBH-KPWN, pemilik lahan, dan perangkat desa. Pihak-pihak ini akan mendapatkan imbal jasa berupa bagi hasil dari penjualan tanaman JUN tersebut setelah lima tahun. Berdasarkan Tabel 32, pembagian hasil di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir yang mendapatkan hasil paling besar diperoleh oleh investor sebesar Rp 1 785 400 000 dan Rp 4 245 800 000. Perangkat desa merupakan pihak yang mendapatkan bagi hasil yang paling kecil dari kelima pihak tersebut sebesar Rp 312 250 000 dan Rp 868 150 000. Tabel 32. Bagi Hasil Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir A. Desa Cogreg No Penerima Bagi Hasil Pendapatan 1 Investor 1 785 400 000 2 Petani Penggarap 780 625 000 3 UBH-KPWN 468 375 000 4 Pemilik Lahan (UNB) 446 350 000 5 Perangkat Desa Cogreg 312 250 000 Total 3 793 000 000 B. Desa Ciaruteun Ilir No Penerima Bagi Hasil Pendapatan 1 Investor 4 245 800 000 2 Petani Penggarap 2 170 375 000 3 UBH-KPWN 1 302 225 000 4 Pemilik Lahan (Kopassus Batalyon 23) 1 061 450 000 5 Perangkat Desa Ciaruteun Ilir 868 150 000 Total 9 648 000 000 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah) 67

Berdasarkan survey di lapangan pembagian hasil yang dirasakan oleh semua pihak dirasakan cukup adil karena semua pihak yang terkait mendapatkan bagian yang sesuai dengan pekerjaan dan andilnya dalam kelancaran proses kegiatan JUN. 6.2.3 Sumber-Sumber Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan JUN terhadap Pendapatan Rumah Tangga Sumber pendapatan petani JUN di Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir berasal dari dua sumber, yaitu: dari JUN dan non JUN. Pendapatan JUN berasal dari upah, bonus, tumpang sari, dan pasca panen pohon jati setelah lima tahun. Pendapatan dari non JUN meliputi peternak, tukang bangunan, pedagang, petani, buruh tani, buruh, wiraswasta, wartawan, tukang ojek, supir, pegawai, dan pensiunan. Berdasarkan Tabel 33, total pendapatan terbesar di Desa Cogreg diperoleh dari hasil beternak sebesar Rp 128 454 000. Hal ini menunjukkan banyak petani JUN yang bekerja sebagai peternak karena mereka tidak memiliki lahan lagi untuk melakukan pekerjaan di bidang pertanian setelah lahan yang sebelumnya mereka garap ditanami pohon JUN. Beternak yang dilakukan di Desa Cogreg ini adalah ternak ayam (kampung dan broiler) dan kambing. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir, peternak merupakan total pendapatan terkecil yaitu sebesar Rp 22 271 400. Hal ini menunjukkan beternak di Desa Ciaruteun Ilir kurang diminati oleh petani JUN terlihat hanya satu orang yang bekerja sebagai peternak. Total pendapatan terbesar di Desa Ciaruteun Ilir masih dalam bidang pertanian yaitu sebesar Rp 1 084 865 100 karena sebagian besar petani JUN menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian sebagai petani maupun buruh tani. Sebagian besar lahan di Desa Ciaruteun Ilir sangat cocok untuk bertani, 68

didukung dengan lahan mereka yang masih luas dan memadai. Berbanding terbalik dengan Desa Cogreg pekerjaan pada bidang pertanian yaitu petani dan buruh tani menjadi total pendapatan terkecil hanya sebesar Rp 99 029 000. Tabel 33. Sumber-Sumber Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan JUN terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012 A. Desa Cogreg Kontribusi No Pendapatan Pendapatan JUN terhadap Total Pekerjaan di luar JUN dari JUN Pendapatan Pendapatan (n) (Rp/tahun) (Rp/tahun) Rumah Tangga 3 = (1+2) (1) (2) (%) 4 = (2/3) 1 Peternak (7) 70 484 000 57 970 000 128 454 000 45.13% 2 Tukang bangunan (5) 55 200 000 49 407 300 104 607 300 47.23% 3 Petani (4) 30 400 000 26 958 000 57 358 000 47.00% 4 Buruh tani (4) 21 600 000 20 071 000 41 671 000 48.17% 5 Pedagang (3) 41 400 000 36 900 300 78 300 300 47.13% Total 219 084 000 191 306 600 410 390 600 Rata-rata 9 525 391 8 317 678 17 843 070 46.62% B. Desa Ciaruteun Ilir Kontribusi No Pendapatan Pendapatan JUN terhadap Total Pekerjaan di luar JUN dari JUN Pendapatan Pendapatan (n) (Rp/tahun) (Rp/tahun) Rumah Tangga 3 = (1+2) (1) (2) (%) 4 = (2/3) 1 Petani (19) 389 400 000 162 357 800 551 757 800 29.43% 2 Buruh tani (29) 323 357 000 209 750 300 533 107 300 39.34% 3 Pedagang (10) 169 200 000 132 714 600 301 914 600 43.96% 4 Buruh (7) 91 740 000 75 500 200 167 240 200 45.14% 5 Wiraswasta (3) 81 600 000 27 214 300 108 814 300 25.01% 6 Pegawai (3) 62 400 000 25 678 000 88 078 000 29.15% 7 Wartawan (1) 36 000 000 11 567 000 47 567 000 24.32% 8 Ngojek (2) 25 200 000 22 142 000 47 342 000 46.77% 9 Supir (1) 18 000 000 9 071 400 27 071 400 33.51% 10 Pensiunan (2) 25 200 000 16 247 300 41 447 300 39.20% 11 Peternak (1) 7 200 000 15 071 400 22 271 400 67.67% Total 1 229 297 000 707 314 300 1 936 611 300 Rata-rata 15 760 218 9 068 132 24 828 350 Sumber: Data Primer 2012 (diolah) 36.52% 69

Kontribusi pendapatan JUN terhadap pendapatan rumah tangga petani JUN di Desa Cogreg yang terbesar adalah pada pekerjaan buruh tani sebesar 48.17 persen. Hal ini menunjukkan peran pendapatan dari JUN sangat membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga buruh tani di Desa Cogreg. Kontribusi pendapatan JUN pada pekerjaan beternak di Desa Cogreg memberikan kontribusi terkecil dibandingkan dengan bidang lainnya sebesar 45.13 persen. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir, pekerjaan sebagai peternak memberikan kontribusi terbesar yaitu 67.67 persen. Hal ini menunjukkan di Desa Cogreg pekerjaan sebagai peternak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga petani JUN. Pada Desa Ciaruteun Ilir masih banyak lahan yang dapat digunakan untuk pertanian sehingga para petani JUN menghidupi kebutuhan rumah tangga mereka dari kegiatan bertani. Secara keseluruhan kontribusi rata-rata pendapatan JUN terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Cogreg (46.62%) memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dengan Desa Ciaruteun Ilir (36.52%). Hal ini disebabkan petani JUN di Desa Cogreg lebih bergantung dari pendapatan JUN dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain itu, pendapatan utama petani JUN di Desa Cogreg tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka sehingga membutuhkan pendapatan tambahan yaitu salah satunya menjadi petani JUN. 6.2.4 Manfaat Ekologis Keberadaan JUN Bagi Masyarakat Sekitar Keberadaan JUN di kedua desa ini memberikan pengaruh terhadap masyarakat sekitar khususnya manfaat lingkungan. Sebelumnya lahan digunakan oleh petani penggarap untuk menanam bermacam-macam tanaman non kayu. Tanaman non kayu berbeda karakteristik dengan tanaman kayu dimana tanaman 70

kayu di dalam pengadaan/penyediaan sumber air lebih baik daripada tanaman non kayu khususnya tanaman jati. Pada musim kemarau di kedua desa mengalami kekeringan, akan tetapi setelah adanya JUN mengalami perubahan yang cukup positif. Petani JUN tidak mengalami kendala apabila musim kemarau telah tiba. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Pengaruh Keberadaan JUN terhadap Sumber Air di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir No Pilihan Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir Jawaban % Jawaban % 1 Semakin membaik 17 73.91 45 57.69 2 Semakin memburuk 0 0 0 0 3 Sama saja 6 26.09 33 42.31 Total 23 100 78 100 Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebagian besar petani JUN di Desa Cogreg (17 petani JUN atau 73.91%) mengaku bahwa keberadaan JUN sangat berpengaruh terhadap sumber air. Petani lebih mudah mendapatkan air pada sumur-sumur sekitar lahan JUN tersebut walaupun pada musim kemarau. Hanya sebanyak enam orang petani (26.09%) yang mengatakan sama saja. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir dimana pengaruh JUN tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap perubahan sumber air. Persentase yang mengatakan semakin membaik (57.69%) tidak terlalu jauh dengan yang mengatakan sama saja (42.31%). Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian mereka dalam melihat perbedaan lingkungan yang terjadi pada keadaan sekitar sebelum maupun sesudah adanya kegiatan JUN. Semua petani JUN di Desa Cogreg maupun Desa Ciaruteun Ilir tidak ada yang mengatakan keberadaan JUN merusak kualitas lingkungan sekitar. Keberadaan JUN tidak hanya mempengaruhi perubahan sumber air pada kedua 71

desa tersebut akan tetapi mempengaruhi kualitas udara di lingkungan sekitar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Pengaruh Keberadaan JUN terhadap Kualitas Udara di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir No Pilihan Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir Jawaban % Jawaban % 1 Semakin membaik 20 86.96 78 100 2 Semakin memburuk 0 0 0 0 3 Sama saja 3 13.04 0 0 Total 23 100 78 100 Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebagian besar petani JUN merasakan perubahan kualitas udara menjadi semakin baik karena yang pada awalnya gersang setelah ada JUN udara semakin bersih, sejuk, dan segar. Hanya tiga orang atau 13.04 persen yang mengatakan tidak adanya perubahan sebelum maupun sesudah ada JUN pada Desa Cogreg. Pada Desa Ciaruteun Ilir semua petani JUN mengatakan perubahan yang lebih baik mencapai 100 persen. Secara umum perubahan lingkungan menjadi lebih baik karena lingkungan semakin asri dan teduh bagi masyarakat sekitar. Menurut petani JUN setelah adanya JUN, pemandangan menjadi lebih indah karena awalnya lahan tersebut ditanami oleh berbagai macam tanaman. Setelah ada JUN tanaman menjadi seragam yaitu lahan ditanami oleh pohon jati. Selain itu, di lingkungan tanaman JUN dijadikan tempat peristirahatan para petani JUN setelah selesai mengelola JUN. Keberadaan JUN mempunyai manfaat lainnya kepada petani JUN yaitu menambah pengetahuan bagi para petani tentang pengelolaan jati karena sebelumnya petani di kedua desa tersebut belum pernah menanam pohon jati setelah adanya JUN petani mengetahui cara-cara mengelola dan menanam jati secara intensif. Pohon jati mempunyai fungsi intangable dalam penyerapan 72

karbondioksida yang nantinya apabila sudah terjadi perdagangan karbon maka kedua desa akan mendapatkan penghasilan dari penjualan jasa karbon tersebut. Jumlah karbondioksida yang dapat diserap oleh pohon jati tergantung dari beberapa kriteria, salah satunya berdasarkan diameter pohon. Berikut merupakan hasil dari penelitian Heriyanto (2007) yang mengklasifikasikan kandungan karbondioksida berdasarkan diameter pohon jati pada Tabel 36. Tabel 36. Pengklasifikasian Kandungan Karbondioksida Berdasarkan Diameter Pohon Jati (cm) Kandungan Jenis Kelas Diameter Tinggi Total Kelas Karbondioksida Kayu (cm) (m) (ton CO 2 /pohon) Jati (Tectona grandis) Sumber: Heriyanto (2007) A 5-10 11.3 0.059 B 11-15 15.3 0.283 C 16-20 18.4 0.580 D 21-25 20.1 0.947 E 26-30 21.6 1.558 F > 30 22.1 1.791 Total 5. 218 Berdasarkan Tabel 36, tanaman JUN pada Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir masuk ke dalam kelas B. Hasil evaluasi perhitungan terhadap JUN mempunyai diameter rata-rata 14.11-14.57 cm, sehingga tanaman JUN dapat menyerap karbondioksida sebanyak 0.283 ton CO 2 /pohon. Tanaman JUN di Desa Cogreg dapat menyerap karbondioksida sebesar 2 146.84 ton CO 2 dari 1 569 tanaman umur empat tahun dan 6 017 umur tanaman lima tahun, sedangkan di Desa Ciaruteun Ilir dapat menyerap karbondioksida sebesar 5 460.77 ton CO 2 dari 19 296 tanaman umur empat tahun. Rincian perhitungan dapat dilihat pada Tabel 37. 73

Tabel 37. Lokasi Cogreg Penyerapan Karbondioksida pada Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir Diameter Jumlah Penyerapan Umur Jumlah Rata-rata Karbondioksida Tanaman Pohon (cm) (ton C) 4 tahun 1 569 14.57 444.03 5 tahun 6 017 14.79 1 702.81 Ciaruteun Ilir 4 tahun 19 296 14.11 5 460.77 Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Perdagangan karbon menurut Hamilton et al (2010) dalam Prasetyo (2011) dihargai sebesar US$ 4,6/ton CO 2 yang apabila dirupiahkan menjadi sebesar Rp 42 711/ton CO 2 dengan asumsi US$ 1 = Rp 9 285. Desa Cogreg akan menghasilkan jasa sebesar Rp 91 693 700 dari 7 586 pohon JUN. Pada Desa Ciaruteun Ilir akan menghasilkan jasa sebesar Rp 233 234 900 dari 19 296 pohon JUN. Nilai tersebut akan diperoleh apabila perdagangan karbon telah dilaksanakan secara baik. Akan tetapi pada saat ini belum ada perdagangan karbon yang sudah dijalankan, sehingga sampai saat ini nilai penyerapan karbondioksida masih merupakan nilai potensial. Manfaat ekonomi yang diperoleh pada Desa Cogreg dengan keberadaan kegiatan JUN sebesar Rp 1 715 133 000, sedangkan manfaat ekonomi yang diperoleh oleh Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 5 466 171 500. Manfaat ekonomi meliputi upah, bonus, tumpang sari (2 tahun), dan bagi hasil setelah lima tahun. 6.3 Dampak Ekonomi dan Lingkungan Menurut Para Pihak terhadap Kegiatan JUN 6.3.1 Dampak Ekonomi Keberadaan JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir menimbulkan dampak ekonomi dan lingkungan. Dampak ekonomi dan lingkungan yang dirasakan para pihak memiliki persepsi yang berbeda-beda dengan adanya kegiatan JUN. Para pihak meliputi petani JUN, pemilik lahan, dan aparat desa. 74

Adanya kegiatan JUN petani di Desa Cogreg maupun Desa Ciaruteun Ilir memiliki penghasilan tambahan guna mencukupi kebutuhan rumah tangga petani. Berdasarkan Tabel 38, semua petani JUN di Desa Cogreg merasakan keberadaan JUN mempengaruhi kehidupan mereka terutama dalam segi pendapatan. Pada awalnya di Desa Cogreg tidak semua lahan UNB mereka manfaatkan untuk menghasilkan pendapatan. Pada saat JUN yang mengelola lahan tersebut serta memperkerjakan petani, mereka dapat memperoleh pendapatan dari kegiatan JUN. Para petani JUN dalam pengelolaannya tidak terlalu membutuhkan waktu yang banyak. Pekerjaan sebagai petani JUN dijadikan pekerjaan sampingan yang dapat menambah penghasilan rumah tangga dan yang paling penting di dalam pengelolaannya tidak menggangu pekerjaan utama mereka. Tabel 38. Dampak Ekonomi Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN A. Desa Cogreg Penilaian No Pernyataan SS S TS STS % % % % 1 Meningkatkan pendapatan masyarakat 1 4.4 22 95.6 0 0 0 0 2 Keberadaan JUN mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar 1 4.4 22 95.6 0 0 0 0 3 Pendapatan JUN membantu kebutuhan hidup masyarakat 0 0 23 100 0 0 0 0 4 JUN merupakan aset jangka lima tahun 6 26.1 17 73.9 0 0 0 0 5 Menaikkan upah bagi petani JUN 1 4.4 22 95.6 0 0 0 0 6 JUN mempunyai sistem bagi hasil yang adil 1 4.4 22 95.6 0 0 0 0 B. Desa Ciaruteun Ilir Penilaian No Pernyataan SS S TS STS % % % % 1 Meningkatkan pendapatan masyarakat 0 0 44 56.4 34 43.6 0 0 2 Keberadaan JUN mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar 0 0 75 96.2 3 3.8 0 0 3 Pendapatan JUN membantu kebutuhan hidup masyarakat 20 25.6 58 74.4 0 0 0 0 4 JUN merupakan aset jangka lima tahun 44 56.4 34 43.6 0 0 0 0 5 Menaikkan upah bagi petani JUN 0 0 78 100 0 0 0 0 6 JUN mempunyai sistem bagi hasil yang adil 0 0 78 100 0 0 0 0 Keterangan: SS: Sangat Setuju, S: Setuju, TS: Tidak Setuju, STS: Sangat Tidak Setuju Sumber: Data Primer 2012 (diolah) 75

Pada Desa Ciaruteun Ilir dalam hal meningkatkan pendapatan masyarakat, sebanyak 34 orang (43.6%) mengatakan tidak setuju karena petani JUN di Desa Ciaruteun Ilir sudah mengelola lahan Kopassus 23 secara intensif. Petani JUN juga memperoleh pendapatan dari lahan tersebut. Pada saat adanya JUN, sebagian petani memberikan respon negatif karena berpikir upah yang diberikan oleh JUN tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga petani JUN. Selain itu, pendapatan dari JUN juga tidak bisa dijadikan sebagai mata pencaharian sehari-hari. Petani JUN harus tetap memiliki pekerjaan lain di luar JUN untuk memenuhi kebutuhan karena bagi hasil yang diberikan oleh UBH-KPWN Bogor akan diperoleh setelah lima tahun. Dampak ekonomi yang positif menurut petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir dapat dianalisis dengan menggunakan Skala Likert. Interval nilai tanggapan petani JUN yang menyatakan sangat setuju berada dalam interval (21-24), setuju (16-20), tidak setuju (11-15), dan sangat tidak setuju (6-10). Tabel 39. Dampak Positif Ekonomi Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN dalam Skala Likert Tingkat Persepsi Skala Likert Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir % % Sangat Setuju 1 4.45 1 1.3 Setuju 22 95.55 77 98.7 Tidak Setuju 0 0 0 0 Sangat Tidak Setuju 0 0 0 0 Total 23 100 78 100 Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Berdasarkan Tabel 39, secara keseluruhan menurut petani JUN di kedua desa menyatakan setuju dengan adanya dampak positif ekonomi dari kegiatan JUN. Sebanyak 22 orang (95.45%) di Desa Cogreg dan 77 orang (98.7%) di Desa Ciaruteun Ilir mengatakan kegiatan JUN mempengaruhi kehidupan petani JUN 76

terutama dalam segi peningkatan pendapatan. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan dengan para pihak seperti aparat Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir, pemilik lahan UNB dan pemilik lahan Kopassus 23 memberikan respon yang positif adanya kegiatan JUN dalam segi ekonomi. Para pihak yang bersangkutan mendapatkan bagi hasil setelah lima tahun, sehingga ada rasa keadilan di dalam kegiatan JUN tersebut. Menurut aparat Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir dengan adanya kegiatan JUN maka akan ada penyerapan tenaga kerja. Bagi masyarakat kedua desa tersebut akan berdampak pada bertambahnya penghasilan mereka guna menghidupi rumah tangga para petani JUN. Bagi pemilik lahan yang awalnya lahan hanya digunakan pada waktuwaktu tertentu dan tidak ada pajak atau sewa lahan, namun setelah adanya JUN lahan menjadi lebih produktif serta pembagian hasil semakin jelas dan menguntungkan. Secara keseluruhan keberadaan JUN di Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir terhadap dampak ekonomi dapat dikatakan baik bagi semua pihak yang bersangkutan. 6.3.2 Dampak Lingkungan Keberadaan JUN berdampak juga pada lingkungan, seperti penyediaan sumber air, kualitas udara bersih, dan penyerapan karbondioksida (CO 2 ). Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para pihak khususnya dalam perubahan lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya kegiatan JUN. Petani JUN merupakan orang yang paling merasakan adanya dampak keberadaan JUN karena mereka tinggal berdekatan dengan lokasi sehingga persepsi petani mengenai JUN pun muncul di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir. 77

Tabel 40. Dampak Lingkungan Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN A. Desa Cogreg Penilaian No Pernyataan SS S TS STS % % % % 1 Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis 0 0 20 86.9 3 13.1 0 0 2 Membantu penyerapan air 1 4.3 16 69.5 6 26.2 0 0 3 JUN penting bagi lingkungan 1 4.3 19 82.6 3 13.1 0 0 4 JUN meningkatkan pasokan kebutuhan air tanah 0 0 17 73.8 6 26.2 0 0 5 JUN meningkatkan kualitas udara bersih 0 0 20 86.9 3 13.1 0 0 B. Desa Ciaruteun Ilir Penilaian No Pernyataan SS S TS STS % % % % 1 Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis 0 0 78 100 0 0 0 0 2 Membantu penyerapan air 0 0 45 57.7 33 42.3 0 0 3 JUN penting bagi lingkungan 2 3.6 76 97.4 0 0 0 0 4 JUN meningkatkan pasokan kebutuhan air bersih 0 0 50 64.1 28 35.9 0 0 5 JUN meningkatkan kualitas udara bersih 3 3.8 75 96.2 0 0 0 0 Keterangan: SS: Sangat Setuju, S: Setuju, TS: Tidak Setuju, STS: Sangat Tidak Setuju Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Berdasarkan Tabel 40, sebagian besar petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir (>50%) menyatakan setuju dengan adanya dampak lingkungan yang semakin membaik dari kegiatan JUN. Pada Desa Cogreg sebanyak enam orang (26.2%) dan Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 33 orang (42.3%) mengatakan tidak setuju apabila kegiatan JUN itu mempermudah masyarakat dalam penyediaan air bersih. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran para petani JUN terhadap keadaan lingkungan sekitar sehingga ada dan tidak adanya JUN tidak terlalu berpengaruh. Sebanyak tiga orang (13.1%) di Desa Cogreg menyatakan tidak setuju bahwa kegiatan JUN mempengaruhi kualitas udara semakin bersih. Hal ini disebabkan rumah mereka yang jauh dari lokasi JUN sehingga pengaruhnya tidak terlalu dirasakan secara langsung. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir 78

dimana semua petani JUN (78 orang atau 100%) mengatakan setuju bahwa kualitas udara semakin bersih dan sejuk. Skala Likert dapat menganalisis dampak lingkungan yang positif menurut petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir dengan adanya kegiatan JUN. Interval nilai tanggapan petani JUN yang menyatakan sangat setuju berada dalam interval (17-20), setuju (13-16), tidak setuju (9-12), dan sangat tidak setuju (5-8). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41. Dampak Positif Lingkungan Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN dalam Skala Likert Tingkat Persepsi Skala Likert Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir % % Sangat Setuju 1 4.45 0 0 Setuju 21 91.10 78 100 Tidak Setuju 1 4.45 0 0 Sangat Tidak Setuju 0 0 0 0 Total 23 100 78 100 Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebanyak 21 orang (91.10%) di Desa Cogreg dan 78 orang (100%) di Desa Ciaruteun Ilir menyatakan setuju dengan adanya dampak positif lingkungan dari keberadaan kegiatan JUN. Kegiatan JUN memberikan perubahan pada keadaan lingkungan mereka yaitu semakin membaiknya penyediaan air bersih dan kualitas udara. Para pihak yang lain mempunyai pandangan tersendiri terhadap keberadaan JUN. Menurut pemilik lahan UNB dan pemilik lahan Kopassus 23 menyatakan lahan yang semula tidak terlalu dimanfaatkan oleh mereka setelah adanya JUN lahan mereka semakin subur. Tanaman JUN diberi pupuk secara intensif dengan kualitas baik sehingga tanah menjadi gembur. Pada awalnya lahan tersebut ditanami oleh tanaman non kayu sehingga dalam penyerapan air tidak terlalu baik, berbeda dengan tanaman kayu seperti jati. Air tidak langsung 79