EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang bukan merupakan negara kapitalis maupun sosialis, melainkan negara

EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi

BAB I PENDAHULUAN. (Otda) adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah:

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA DINAS PEREKONOMIAN DAN PARIWISATA KABUPATEN TUBAN RANGKUMAN TUGAS AKHIR

ANALISIS PEMETAAN KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA PROPINSI JAMBI. Selamet Rahmadi

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Kota di Jawa Tengah)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Otonomi Daerah Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa/kata latin yaitu

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya. menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan

A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN ANGGARAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Provinsi Lampung dengan menggunakan data

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN ANGGARAN

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

ARTIKEL ILMIAH ANALISA KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB VI PENUTUP. 1. Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kupang Ditinjau Dari Aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang. Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KOTA PALEMBANG. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kota Jambi. Oleh:

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*

EVALUASI REALISASI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI EMPAT KABUPATEN PULAU MADURA SKRIPSI

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Disusun Oleh B PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN SKRIPSI

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

ANALISA INDEX PERHITUNGAN RATIO ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KULONPROGO YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SAMPAI DENGAN 2011

Jurnal Ekonomi Pembangunan

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA BADAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN.

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

Brian Sagay, Kinerja Pemerintah Daerah KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN MINAHASA SELATAN

ANALISIS KEMAMPUAN DAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN (Studi kasus di DPPKAD Kabupaten Tuban) SKRIPSI

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

Transkripsi:

EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN 2007-2011 HALAMAN JUDUL NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh: IKHYA ULUMUDIN B 300 100 032 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

ABSTRAK Penelitian yang berjudul Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah se Karesidenan Pekalongan Tahun 2007-2011, mempunyai tujuan untuk menganalisis kinerja keuangan dan mengetahui peta kemampuan keuangan daerah se-karesidenan Pekalongan tahun 2007-2011. Penelitian ini menggunakan analisis tingkat desentralisasi fiskal, tingkat ketergantuangan daerah, dan tingkat kemandirian daerah serta pemetaan keuangan daerah menggunakan indeks kemampuan keuangan dan metode kuadran. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistitk dan instansi pemerintah. Kinerja keuangan daerah se-karesidenan Pekalongan yang terdiri dari tujuh daerah yaitu kota Pekalongan, kota Tegal, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda diantara satu sama lain. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kota Pekalongan, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes memiliki tingkat desentralisasi sangat kurang, kota Tegal memiliki tingkat derajat desentralisasi fiskal kurang. Tingkat ketergantungan keuangan ke tujuh daerah se- Karesidenan Pekalongan terhadap pemerintah masih tergolong sangat tinggi. Tingkat kemandirian keuangan kota Tegal lebih baik dari daerah lainnya dengan kategori cukup, kemudian kota Pekalongan, kabupaten Pekalongan dan kabupaten Pemalang dengan kategori kurang, sementara kabupaten Batang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes masuk dalam kategori sangat kurang. Hasil analisis bahwa kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal, kota Tegal, kabupaten Batang dan kota Pekalongan memiliki indeks kemampuan keuangan daerah yang tinggi, sedangkan kabupaten Brebes dan kabupaten Pekalongan memiliki indeks kemampuan keuangannya sedang. Analisis pemetaan menggunakan metode kuadran menyimpulkan bahwa daerah se Karesidenan Pekalongan tidak ada yang masuk dalam kuadran I. Ada tiga daerah yaitu kota Pekalongan, kabupaten Batang dan kabupaten Pekalongan yang masuk dalam kuadran II. Satu daerah yaitu kota Tegal masuk dalam kuadran III dan yang terakhir tiga daerah yaitu kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes masuk dalam kuadran IV. Kata kunci : Kinerja keuangan daerah, indeks kemampuan keuangan, dan peta kemampuan keuangan.

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh peran dan kinerja sektor publik. Negara penganut sistem apapun sangat membutuhkan sektor publik, sekalipun penganut sistem kapitalis apalagi sosialis. Pemerintah daerah termasuk salah satu organisasi sektor publik yang melayani masyarakat didaerahnya. Secara otomatis pemerintah daerah juga merumuskan anggaran supaya kinerja keuangan untuk pembangunan tepat sasaran. Oleh karena pentingnya kinerja keuangan untuk pelayanan publik, peneliti akan meneliti kinerja keuangan di era otonomi daerah ini di daerah se karesidenan Pekalongan. 2. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kinerja keuangan di daerah se-karesidenan Pekalongan tahun 2007-2011 dan berapakah nilai indeks kemampuan keuangan (IKK) daerah se-karesidenan Pekalongan dan bagaimana peta kemampuan keuangannya? 3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kinerja keuangan daerah se-karesidenan Pekalongan tahun 2007-2011 dan mengukur nilai indeks kemampuan keuangan (IKK) daerah se-karesidenan Pekalongan dan menganalisis peta kemampu an keuangannya B. LANDASAN TEORI 1. Pengertian Sektor Publik Organiasi sektor publik merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan publik dan penyelenggaraan negara dalam rangka pelaksanaan konstitusi negara. (Mahmudi, 2011).

2. Pentingnya Sektor Publik di Era Otonomi Daerah Pelayanan pemerintah daerah itu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menjunjung tinggi keinginan rakyat, melaksanakan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial, menjalankan aspek-aspek fungsional secara efisien dan efektif. Dengan demikian masyarakat harus memperhatikan asas-asas transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, tidak diskriminatif serta keseimbangan hak dan kewajiban (Anggraini dan Puranto, 2010). 3. Prinsip Penganggaran Daerah Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah yaitu (Darise,2007): 1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. 2. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakaan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD atau perubahan APBD. 3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan dalam APBD dilakukan melalui rekening kas daerah. 4. Pengertian Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Darise (2007), Anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) merupakan instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Menurut Yowono dkk (2008), APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD yang disetujui oleh dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).

C. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data Pendapatan Asli Daerah (PAD), Total Pendapatan Daerah (TPD), Pendapatan transfer, biaya perolehan pendapatan, target pendapatan, dan PDRB tahun 2007-2011 di daerah se-karesidenan Pekalongan. Analisis kinerja keuangan daerah menggunakan tiga indikator, yaitu: 1. Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat desentralisasi fiskal adalah ukuran untuk menunjukan tingkat kewenangan dan tanggungjawab yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah untuk melaksanakan pembangunan. Derajat desentralisasi fiskal dirumuskan sebagai berikut : DD = x 100% Adapun kriterianya : Tabel 3-1 Kriteria Derajat Desentralisasi Interval Tingkat Derajat Desentralisasi 0,00-10,00 Sangat Kurang 10,01-20,00 Kurang 20,01-30,00 Sedang 30,01-40,00 Cukup 40,01-50,00 Baik >50,00 Sangat Baik Sumber : Wulandari, 2001:2 2. Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah Tingkat ketergantungan menggambarkan seberapa besar ketergantungan daerah terhadap dana ekstern atau dana transfer dari pemerintah pusat maupun provinsi dalam membiayai jalannya pemerintahan, dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh daerah dengan total pendapatan. Tingkat Ketergantungan = x 100% Adapun kriteriannya :

Tabel 3-2 Kriteria Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah Interval Ketergantungan Keuangan Daerah 0,00-10,00 Sangat Rendah 10,01-20,00 Rendah 20,01-30,00 Sedang 30,01-40,00 Cukup 40,01-50,00 Tinggi >50,00 Sangat tinggi Sumber : Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM, 2001 3. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tingkat kemandirian keuangan daerah adalah ukuran yang menunjukan kemampuan keuangan pemerintah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang diukur dengan rasio pendapatan asli daerah (PAD) terhadap jumlah bantuan pemerintah pusat dan pinjaman. Tingkat kemandirian dapat dirumsukan sebagai berikut : Tingkat Kemandirian = ( ) Adapun kriteriannya : Tabel 3-3 Kriteria Kemandirian Keuangan Daerah Interval Kemandirian Keuangan Daerah 0,00-10,00 Sangat kurang 10,01-20,00 Kurang 20,01-30,00 Cukup 30,01-40,00 Sedang 40,01-50,00 Baik >50,00 Sangat Baik Sumber : Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM, 2001 Pemetaan kemampuan keuangan daerah dapat diukur dengan menggunakan indeks kemampuan keuangan (IKK) dan metode kuadran. Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) merupakan rata-rata dari rata-rata indeks growth, share, dan elastisitas. Oleh karena itu, menentukan indeks IKK dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Bappenas, 2003): 1. Menghitung rata-rata indeks growth

Growth merupakan ukuran yang menunjukan seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya dalam mendapatkan PAD dari periode ke periode. Rumus dalam mencari growth sebagai berikut : Growth = x 100% Keterangan : PAD = Pendapatan asli daerah sendiri tahun i PADi-1 = Pendapatan asli daerah sendiri tahun i-1 Setelah nilai growth diperoleh maka dicari nilai growth terendah (minimum) dan nilai growth tertinggi (maksimum). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai indeks growth yang rumusnya sebagai berikut : Indeks Growth = Selanjutnya dihitung nilai rata-rata indeks growth yang ada. 2. Menghitung rata-rata indeks Share Share merupakan ukuran untuk mengukur seberapa jauh kemampuan daerah membiayai kegiatan rutin dan belanja pembangunan daerah. Ukuran ini dihitung dari rasio PAD terhadap belanja rutin dan belanja pembangunan daerah. Share = x 100% Keterangan : PAD = Pendapatan asli daerah Setelah nilai share diperoleh maka dicari nilai share terendah (minimum) dan nilai share tertinggi (maksimum). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai indeks share yang rumusnya sebagai berikut : Indeks Share = Selanjutnya dihitung nilai rata-rata indeks share yang ada. 3. Menghitung rata-rata indeks Elastisitas Elastisitas adalah ukuran yang menggambarkan sensitivitas atau elastisitas PAD terhadap perkembangan ekonomi. Rumus dalam mencari elastisitas sebagai berikut :

Elastisitas = x 100% Setelah nilai elastisitas diperoleh maka dicari nilai elastisitas terendah (minimum) dan nilai elastisitas tertinggi (maksimum). Hal ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan nilai indeks elastisitas yang rumusnya sebagai berikut : Indeks Elastisitas = Selanjutnya dihitung nilai rata-rata indeks elastisitas yang ada. 4. Hitung rata-rata dari rata-rata indeks growth, indeks share dan indeks elastisitas sehingga diperole nilai IKK. IKK = Adapun kriteria kemampuan keuangan daerah : Tabel 3-4 Kriteria Indeks Kemampuan Keuangan Interval Klasifikasi Kemampuan Keuangan 0,00-0,33 Rendah 0,34-0,43 Sedang 0,44-1,00 Tinggi Sumber : Bappenas, 2003 Alat analisis lainnya yang digunakan untuk pemetaan keuangan daerah dalam penelitian ini adalah metode kuadran.. Ratarata Share (%) Gambar 3-1 Peta Kemaampuan Keuangan Berdasarkan Kuadran Rata-rata growth (%) Kuadran II Share : Rendah Growth : Tinggi Kuadran IV Share : Rendah Growth : Rendah Rata-rata growth (%) Sumber : Bappenas, 2003. Kuadran I Share : Tinggi Growth : Tinggi Kuadran III Share : Tinggi Growth : Rendah Ratarata Share (%)

Secara detail, peta kemampuan keuangan daerah dapat dijelaskan seperti pada tabel 3-7. Tabel 3-5 Klasifikasi status kemampuan keuangan daerah : KUADRAN KONDISI I Kondisi ini paling ideal. PAD mengambil peran besar dalam APBD dan daerah punya kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kondisi ini ditunjukan dengan besarnya nilai share dan nilai growth yang tinggi. II Kondisi ini belum ideal. Akan tetapi daerah punya kemampuan lokal sehingga PAD berpeluang memiliki peran besar dalam APBD. Sumbangan PAD terhadap APBD (nilai share) rendah namun pertumbuhan PAD (nilai growth) tinggi III Kondisi ini juga belum ideal. Peran PAD yang besar punya peluang mengecil karena pertumbuhan PAD (growth) rendah. Sumbangan PAD terhadap APBD (share) tinggi namun pertumbuhannya (growth) rendah. IV Kondisi ini paling buruk. PAD belum mengambil peran besar terhadap APBD dan daerah belum mempunyai kemampuan mengembangan potensi lokal. Sumbangan PAD terhadap APBD rendah dan pertumbuhan PAD nya pun rendah. Sumber : Bappenas, 2003. D. HASIL PENELITIAN 1. Derajat Desentralisasi Fiskal Nilai rata-rata derajat desentralisasi kota Tegal, kota Pekalongan, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes adalah 20,00% (kurang), 9,32% (sangat kurang), 6,80% (sangat kurang), 8,34% (sangat kurang), 8,19% (sangat kurang), 7,95% (sangat kurang) dan 5,59% (sangat kurang). 2. Tingkat Ketergantungan Keuaangan Daerah Nilai rata-rata tingkat ketergantungan kota Tegal, kota Pekalongan, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes adalah 89,14% (sangat tinggi),

70,97% (sangat tinggi), 92,68% (sangat tinggi), 80,87% (sangat tinggi), 79,26% (sangat tinggi), 90,13%, (sangat tinggi) dan 91,30% (sangat tinggi). 3. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Nilai rata-rata tingkat kemandirian kota Tegal, kota Pekalongan, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes adalah 28,51% (cukup), 10,48% (kurang), 7,34% (sangat kurang), 10,42% (sangat kurang), 10,32% (sangat kurang), 9,87%, (sangat kurang) dan 9,00% (sangat kurang). 4. Pemetaan Keuangan dengan Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) dan Metode Kuadran. a. Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) 1) Rata-rata indeks growth Dari ketujuh daerah, daerah yang memiliki indeks growth tertinggi adalah daerah kabupaten Tegal sebesar 0.605384, kemudian kabupaten Pemalang 0.551993, kota Pekalongan 0.513842,kabupaten Brebes 0.482719, kota tegal 0.479153 kabupaten Batang 0.461026, dan terakhir kabupaten Pekalongan 0,302647. 2) Rata-rata indeks Share Rata-rata indeks sharetertinggi dari tahun 2007-2011 adalahkota Tegal dengan rata-rata sebesar 0,5637, kabupaten Pekalongan sebesar 0,5441, kabupaten Tegal sebesar 5292, kabupaten Batang sebesar 0,5204, kabupaten Pemalang sebesar 0,4909, kabupaten Brebes sebesar 0,4575,dan terakhir kota Pekalongan sebesar 0,3133. 3) Rata-rata indeks elastisitas Rata-rata tertinggi indeks elastisitas dari tahun 2007-2011 adalah kabupaten Pemalang sebesar 0.65748, kabupaten Batang sebesar 0.577567, kota Tegal sebesar 0.54287, kota Pekalongan sebesar

0.518695, kabupaten Tegal sebesar 0.486795, kabupaten Brebes sebesar 0.362453, dan kabupaten Pekalongan sebesar 0.347809. Indeks kinerja keuangan daerah se-karesidenan Pekalongan tertinggi adalah kabupaten Pemalang sebesar 0.5668, kabupaten Tegal sebesar 0.540463, kota Tegal sebesar 0.528581, kabupaten Batang sebesar 0.519676, kota Pekalongan sebesar 0.448629, kabupaten Brebes sebesar 0.434229, dan kabupaten Pekalongan sebesar 0.398192. Berdasarkan kriteria indeks kemampuan keuangan, daerah se- Karesidenan Pekalongan yang memiliki kemampuan keuangan daerah yang tinggi ada lima daerah yaitu kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal, kota Tegal, kabupaten Batang, dam kota Pekalongan, sedangkan daerah lainnya yaitu kabupaten Brebes dan kabupaten Pekalongan memiliki kemampuan keuangan daerah sedang b. Pemetaan Keuangan Metode Kuadran Rata-rata pertumbuhan PAD se-propinsi Jawa Tengah tahun 2007- Ratarata Share (%) 2011 sebesar 114,50% dan peran PAD dalam membiayai APBD didaerah se provinsi Jawa Tengah memilikisebesar 10,26% (lihat lampiran VI). Gambar 4-2 Peta Kemaampuan Keuangan Daerah Berdasarkan Kuadran (Titik Tengah Rata-Rata Se-Propinsi) Rata-rata growth (%) Kuadran II Share : Rendah Growth : Tinggi (Kota Pekalongan, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan) Kuadran IV Share : Rendah Growth : Rendah (kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal, dan kabupaten Brebes) Sumber : Bappenas, 2003. Kuadran I Share : Tinggi Growth : Tinggi Kuadran III Share : Tinggi Growth : Rendah (Kota Tegal)

E. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pengolahan data pada analisis kinerja keuangan pemerintah daerah se-karesidenan Pekalongan dengan menggunakan Indikator derajat desentralisasi fiskal, tingkat ketergantungan dan tingkat kemandirian daerah dapat disimpulkan bahwa : 1. Derajat desentalisasi fiskal Derajat desentralisasi kotategal masuk dalam kategori kurang, kota Pekalongan, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes masuk dalam kategori sangat kurang. 2. Tingkat ketergantungan Tingkat ketergantungan keuangan kota Pekalongan, kota Tegal, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes masuk dalam daerah dengan kategori tingkat ketergantungan yang sangat tinggi, 3. Tingkat kemandirian keuangan daerah Tingkat kemandirian keuangan daerah kota Pekalongan dari tahun 2007-2011 masuk dalam kategori kurang, kota Tegal masuk dalam kategori daerah dengan tingkat kemandirian cukup, kabupaten Batang masuk dalam kategori daerah dengan tingkat kemandirian sangat kurang, kabupaten Pekalongan masuk dalam kategori daerah dengan tingkat kemandirian kurang, kabupaten Pemalang masuk dalam kategori daerah dengan tingkat kemandirian kurang, kabupatentegal masuk dalam kategori daerah dengan tingkat kemandirian sangat kurang, kabupaten Pemalang masuk dalam kategori daerah dengan tingkat kemandirian kurang, Berdasarkan analisis kinerja keuangan dengan indeks kinerja keuangan (IKK) dan metode kuadran menyimpulkan bahwa: 1. Nilai Indeks kinerja keuangan daerah Se-Karesidenan Pekalongan menyimpulkan bahwa dari ketujuh daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah yang tinggi ada lima daerah yaitu kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal, kota Tegal, kabupaten Batang, dan kota Pekalongan, sedangkan daerah lainnya yaitu kabupaten Brebes dan kabupaten Pekalongan memiliki kemampuan sedang 2. Metode Kuadran menggambarkan bahwa daerah terbagi menjadi empat wilayah. Kuadran I yaitu daerah yang PAD nya memiliki peran yang besar terhadap

APBD dan memiliki kemampuan lokal. Dari se-karesidenan Pekalongan tidak ada yang masuk dalam kuadran ini. Kuadran II adalah Kota Pekalongan, Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan. Kuadran III adalah Kota Tegal. Kuadran IV adalah Kabupaten Pemalang, kabupatentegal, dan Kabupaten Brebes. F. Saran Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba menyampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Pemerintah Daerah Se-Karesidenan Pekalongan a. Guna meningkatkan derajat desenrtralisasi daerah maka perlu dilakukan usaha-usaha yang dapat menaikan PAD dengan cara pengoptimalan pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain sesuai dengan potensi masing-masing, serta mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat. b. Peningkakan PAD juga dapat dilakukan melalui efisiensi pengeluaran atau belanja daerah agar tidak terjadi defisit. 2. Bagi Akademisi Bagi akademis semoga dengan penelitian ini dapat lebih meningkatkan ketertarikan mengenai analisa kinerja keuangan daerah karena keuangan daerah merupakan ujung tombak untuk menjalankan otonomi daerah. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Y. dan Puranta, B. H. 2001. Anggaran Berbasis Kinerja: Penyusunan APBD Secara Komprehensif. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. BAPPENAS. 2003. Peta Kemampuan Propinsi Dalam Era Otonomi Daerah:Tinjauan atas Kinerja PAD dan Upaya yang Dilakukan Daerah. Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah. Basri, Hasan dkk. 2013. Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 1 No. 2, (Oktober 2013) hal. 81-90. Bisma, I Dewa Gede dan Susanto Hery. 2010. Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Anggaran 2003-2007.

Jurnal Ekonomi Ganec Swara. Volume 4, Nomer 3 (Desember 2010) hal.75-86. Darise, Nurlan. 2006. Pengelolaan Keuangan Daerah. Gorontalo:Indeks. Halim, A. 2001. Bunga Rampai Manajemen Keungan Daerah.Bunga Rampai Manajemen Keungan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Hidayat. 2008. Derajat Desentralisasi dan Otonomi Daerah Dalam Perspektif State Society Relation. Jurnal Poelitit. Volume 1 Nomor 1 hal.61-73. Hidayat, Paidi dkk. 2007. Analisis Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota Pemerkasan Di Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi Pembangungan. Volume 12 No.13 (Desember 2007) hal.213-222. Mahmudi. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: UII Press. Pamungkas. 2012. Pengaruh Akuntansi Sektor Publik Dan Pengawasan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jurnal Ilmiah Ranggagading. Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2012) hal 82-93 Rinaldi Udin. 2012. Kemandirian Keuangan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik.Volume 8 Nomor 2 (Juni 2012) hal.105-113. Sijabat dkk. 2012. Analisis Kinerja Keuangan Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Daerah. Jurnal Administrasi Publik.Volume 2 Nomor 2. hal 236-242. Susanto. 2014. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Organisasi Dan Manajemen. Volume 10 Nomor 1 ( Maret 2014). hal 15-26. Suparmoko. 2001. Ekonomi Publik Untuk Keuangan Daerah Dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta: Andi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Wulandari, A. 2001. Kemampuan Keuangan Daerah: Studi Kasus Kota Jambi dalam Pelaksanaan otonomi Daerah. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik. Volume 5, Nomor 2 (November 2001) hal.17-33. Yuwono, Sony dkk. 2008. Memahami APBD dan Permasalahannya (Panduan Pengelolaan Keuangan Daerah). Malang: Bayumedia Publishing.