PERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK) AGUS SUPENO Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang RINGKASAN Persilangan merupakan upaya memperbesar keragaman genetik dengan memadukan sifat tetua untuk mendapatkan varietas unggul. Persilangan buatan tanaman kacang hijau dilakukan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tanamam Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang pada MK 2003. Jumlah kombinasi persilangan sebanyak 22 kombinasi. Pelaksanaan emaskulasi bunga betina dilakukan pada sore hari pukul 14.30 dan polinasi dilakukan pada esok harinya antara pukul 07.00 hingga pukul 09.30. Biji hasil persilangan sangat bervariasi tergantung dari kombinasi persilangannya. Varietas Betet sebagai tetua betina menghasilkan jumlah biji hasil persilangan terendah sebanyak 90,83. Varietas Merak dan No 129 jumlah biji hasil persilangan cukup tinggi yaitu 475,3 dan 417,3 sehingga, cukup potensial sebagai tetua betina. Kata kunci : kacang hijau, persilangan, keragaman genetik PENDAHULUAN Keragaman genetik merupakan salah satu aset penting kegiatan pemuliaan. Semakin besar keragaman genetik akan memberikan peluang keberhasilan lebih besar untuk memperoleh sifat-sifat genetik yang diinginkan dalam pencapaian program pemuliaan tanaman khususnya pembuatan varietas unggul baru. Upaya memperbesar keragaman genetik dapat dilakukan melalui introduksi bahan genetik dari luar negeri, mengoleksi genetik lokal, mutasi gen, persilangan dan rekayasa genetik. Persilangan merupakan salah satu cara memperbesar keragaman genetik melalui perpaduan sifat tetua untuk mendapatkan suatu varietas baru yang diharapkan (Hidayat. 1989). Pada tanaman kacang hijau sifat yang diperlukan pada tetua adalah ketahanan terhadap cekaman lingkungan, ketahanan terhadap hama dan penyakit serta memiliki potensi hasil biji yang tinggi. Keberhasilan dalam pelaksanaan persilangan ditentukan oleh faktor manusia, alat yang digunakan serta faktor lingkungan. Peran pelaksana (manusia) dalam memperbesar keberhasilan persilangan terutama ditentukan oleh keterampilan dan pengetahuan. Faktor alat lebih berhubungan pada kebersihan alat, sedangkan faktor lingkungan adalah seperti adanya serangan hama dan penyakit serta sifat genetik dari tanaman yang akan disilangkan. Fluktuasi musim dan suhu seringkali juga memiliki peran penting dalam kegiatan persilangan. Disamping itu perlu penetapan tujuan dari persilangan. Menurut Poehlman (1983), biji yang disilangkan harus mantap dan mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit, tanah yang bermasalah dan fluktuasi musim. Tujuan teknik persilangan buatan adalah memberikan informasi cara melakukan persilangan silang tunggal pada tanaman kacang hijau dan mengetahui pasangan tetua persilangan yang lebih baik. 186 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
ALAT DAN BAHAN Alat Persilangan kacang hijau dilaksanakan di rumah kaca Balitkabi, pada musim kemarau (MK) 2003. Alat yang digunakan dalam pelaksanaan persilangan adalah : 1. Untuk tanaman kacang hijau : pot plastik, cangkul, sekrop dan garpu tangan. 2. Untuk alat persilangan : pinset, benang jahit berwarna, pinsil dan pial film kecil untuk tempat bunga. Bahan - bahan untuk persilangan kacang hijau adalah 1. Pupuk : - 5 g Urea, 5 g SP36 dan 3 g KCl setiap pot. - Pupuk daun. 2. Pestisida : a. Insektisida : Deltametrin 25 g/l, Profenofos 500 g/l b. Fungisida : Benomil 50 %. 3. Tetua jantan : MLG 716, MLG 902, MLG 936, VC 3902 A dan SP 8304-D-20. 4. Tetua betina : Betet, MLG 937, No 129, Merak dan Nuri. Tabel 1. Kombinasi persilangan buatan kacang hijau No. Tetua betina Tetua jantan MLG 716 MLG 902 MLG 936 VC 3902 A SP 8304-D-20 1 Betet * * * * * 2 MLG 937 * * - * * 3 No. 129 - * * * * 4 Merak - * * * * 5 Nuri * * * * * * = disilangkan - = tidak disilangkan 1. Persiapan Tanam PROSEDUR KERJA Perbandingan jumlah pot untuk tanaman tetua betina dan tetua jantan adalah 1 : 2 artinya, 1 pot untuk tetua betina dan 2 pot untuk tetua jantan. Hal ini dimaksudkan agar tetua betina tidak kekurangan bunga dari tetua jantan sebagai penyedia tepung sari. Jumlah pot yang digunakan sebanyak 150 pot, dimana 50 pot untuk tetua betina dan 100 pot untuk tetua jantan. Pot yang telah diisi tanah diatur berbaris, setiap baris berisi 10 pot untuk satu tetua betina. Sedangkan untuk tetua jantan penempatan barisan pot dikelompokkan tersendiri terpisah dengan kelompok barisan tetua betina. 2. Tanam Pelaksanaan tanam tetua jantan dilakukan 4 hari lebih awal dari pelaksanaan tanam tetua betina. Pengaturan penanaman tetua jantan lebih awal dimaksudkan agar pada saat tetua Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 187
betina berbunga sudah tersedia bunga pejantannya. Namun seandainya tetua betina terlambat berbunga maka dapat memanipulasi bunga tetua jantan dengan cara memetik bunga yang mekar agar tidak menjadi polong dan tanaman akan terangsang untuk berbunga lagi. Pada setiap pot tetua betina ditanam 3 biji, sedangkan untuk tetua jantan diisi 6 biji per pot. 3. Perawatan Pemupukan dilakukan 15 hari setelah tanam dengan dosis 5g Urea, 5g SP36 dan 3g KCl per pot. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif yaitu 2 kali dalam satu minggu dan bergantian antara insektisida Deltametrin 25 g/l dengan dosis 1,5 cc per liter air dan fungisida Benomil 50 % sebanyak 2 g per liter air. Pengairan dan penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. 4. Emaskulasi Emaskulasi adalah proses pengambilan benang sari dari bunga tetua betina. Emaskulasi dilakukan pada umur 35 hari setelah tanam atau pada saat tetua betina berbunga, dilakukan pada sore hari yaitu dimulai pukul 14.30. Cara emaskulasi adalah membuka kuncup bunga yang diperkirakan mekar pada esok harinya dengan pinset. Kemudian membuang benang sarinya dengan hati-hati jangan sampai putiknya ikut terbuang, setelah itu diikat dengan benang jahit berwarna sebagai tanda untuk pelaksanaan polinasi esok harinya. Tanggal dan jumlah emaskulasi dicatat pada label yang tergantung pada pot. 5. Polinasi Polinasi adalah menyilangkan bunga tetua jantan dengan bunga tetua betina yang telah diemaskulasi. Polinasi dilakukan pada esok harinya pada pukul 07.00-09.00, saat bunga yang telah diemaskulasi mekar. Cara polinasi adalah petik bunga jantan yang mekar dan tempatkan kedalam wadah plastik, kemudian mengambil satu bunga dan memotong tempat benang sarinya dengan pinset kemudian masukan potongan tersebut pada kepala putik bunga betina yang telah diemaskulasi. Atau dengan cara membuka bunga tetua jantan dan mengambil benang sarinya kemudian ditaburkan diatas kepala putik bunga dari tetua betina. Jumlah bunga yang dipolinasi dicatat pada label yang tergantung pada pot. 6. Pengamatan Pengamatan pada persilangan tanaman kacang hijau meliputi jumlah bunga yang diemaskulasi, jumlah bunga yang dipolinasi, jumlah polong hasil persilangan dan jumlah biji generasi pertama (F1). HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman kacang hijau merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri, hal ini sangat menguntungkan karena kemungkinan terkontaminasi serbuk sari dari luar relatif kecil. Keberhasilan dalam melakukan emaskulasi dan polinasi ditentukan oleh vigor kuncup bunga. Kuncup bunga yang terlalu muda sulit dimanipulasi sehingga menurunkan persentase keberhasilan persilangan, sebaliknya kuncup bunga yang terlalu tua akan meningkatkan 188 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
terjadinya penyerbukan sendiri, dengan demikian kuncup bunga yang dipilih adalah relatif berukuran cukup besar (Fehr, 1980). Dari Tabel 2, terlihat bahwa jumlah bunga yang dipolinasi selalu lebih rendah dari jumlah bunga yang diemaskulasi, dengan perbandingan jumlah emaskulasi mencapai 1736 bunga dan yang berhasil dilakukan polinasi hanya sekitar 1342 bunga atau hanya sekitar 77 %. Penyebabnya adalah bunga yang telah diemaskulasi rontok sebelum polinasi. Menurut Basuki (1986), banyak faktor yang menyebabkan kegagalan polinasi antara lain musim, perbedaan jumlah kromosom, bunga betina dan bunga jantan tidak mekar bersamaan dan kombinasi persilangan. Tabel 2. Jumlah emaskulasi dan polinasi bunga pada persilangan buatan kacang hijau. Rumah Kaca Balitkabi. MK, 2003. No. Tetua Jumlah Emaskulasi Polinasi 1 Betet/MLG 716 9 7 2 Betet/MLG 902 70 40 3 Betet/MLG 936 54 25 4 Betet/VC 3902 A 87 50 5 Betet/SP 8304-D--20 47 28 6 MLG 937/MLG 716 108 86 7 MLG 937/MLG 902 127 97 8 MLG 937/VC 3902 A 103 90 9 MLG 937/SP 8304-D-20 44 38 10 No 129/ MLG 902 100 74 11 No 129/MLG 936 67 54 12 No 129/VC 3902 A 75 64 13 No 129/SP 8304-D-20 80 65 14 Merak/MLG 902 99 84 15 Merak/MLG 936 91 70 16 Merak/VC 3902 A 82 60 17 Merak/SP 8304-D-20 93 77 18 Nuri/MLG 716 81 64 19 Nuri/MLG 902 75 67 20 Nuri/MLG 936 72 52 21 Nuri/VC 3902 A 101 91 22 Nuri/SP 8304-D--20 71 59 Total 1736 1342 Rata-rata 78,91 61,0 Kegagalan bunga untuk melakukan polinasi juga terjadi pada kegagalan bunga dalam membentuk polong. Kegagalan tersebut terjadi setelah polinasi, bunga rontok dan juga polong jadi yang masih muda rontok karena pengaruh suhu dan serangan hama thrips. Jumlah polong dan jumlah biji disajikan pada Tabel 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 189
Tabel 3. Jumlah polong dan jumlah biji hasil persilangan buatan kacang hijau. Rumah Kaca Balitkabi. MK, 2003. No Tetua Jumlah Polong Biji 1 Betet/MLG 716 2 23 2 Betet/MLG 902 12 114 3 Betet/MLG 936 6 69 4 Betet/VC 3902 A 16 135 5 Betet/SP 8304-D-20 12 113 Rata-rata 9,6 90,8 6 MLG 937/MLG 716 35 364 7 MLG 937/MLG 902 32 346 8 MLG 937/VC 3902 A 46 397 9 MLG 937/SP 8304-D-20 3 32 Rata-rata 29,0 284,8 10 No 129/MLG 902 37 325 11 No 129/MLG 936 49 506 12 No 129/VC 3902 A 49 404 13 No 129/SP 8304-D-20 53 434 Rata-rata 47,0 417,3 14 Merak/MLG 902 55 647 15 Merak/MLG 936 36 416 16 Merak/VC 3902 A 40 389 17 Merak/SP 8304-D-20 46 439 Rata-rata 44,3 475,3 18 Nuri/MLG 716 44 393 19 Nuri/MLG 902 36 331 20 Nuri/MLG 936 34 308 21 Nuri/VC 3902 A 39 376 22 Nuri/SP 8304-D-20 35 320 Rata-rata 57,6 345,8 Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah polong dan biji F1 dari setiap seri persilangan bervariasi, hal ini menunjukkan gen yang dibawa dari masing - masing tetua betina tidak selalu dapat menerima gen dari tetua jantan. Penggunaan varietas Betet sebagai tetua betina menghasilkan rata-rata jumlah biji hasil persilangan terendah dibanding varietas/galur lainnya yaitu sekitar 90,8. Varietas Merak dan No 129 memiliki rata-rata jumlah biji hasil persilangan cukup tinggi, masing-masing sebanyak 417,3 dan 475,3, sehingga cukup potensial digunakan sebagai tetua betina. Selain itu ke dua varietas tersebut memiliki karakteristik agronomi yang baik. Pada varietas Merak memiliki karakteristik agronomi berupa bobot 100 biji mencapai 7,8 g, umur masak 56 hari dan berdaya hasil tinggi 1,6 t/ha, sedangkan varietas No 129 merupakan varietas unggul lama berukuran biji besar yaitu 7 g/100 biji, umur masak 58 hari dan daya hasil sekitar 1,6 t/ha. ( Kasim, H dkk. 1993 ) Di antara beberapa genotipe yang digunakan sebagai tetua jantan, genotipe MLG 902 mampu berpasangan dengan berbagai tetua betina yang ditunjukkan dengan jumlah biji yang dihasilkan cukup tinggi dibandingkan tetua jantan lainnya. 190 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
KESIMPULAN 1. Tingkat keberhasilan suatu persilangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya keterampilan, sifat genetik tanaman, alat yang digunakan, hama dan penyakit serta lingkungan. 2. Varietas Merak dan No 129 potensial digunakan sebagai tetua betina DAFTAR BACAAN Basuki, Nur. 1986. Pendugaan Karakter Genetik dan Hubungan Antara Hasil dan Beberapa Sifat Agronomis Serta Analisis Persilangan Diallel Pada Ubi Jalar (Ipomea batatas L). Disertasi.IPB. hal 139. Fehr. W. R. 1980. Principle of Cultivar Development Theory and Technique. Mac Millan Publ. Co. New York. Hidayat, J.R. 1989. Teknik Persilangan dan Penanganan generasi lanjut pada kedelai. Latihan Field Insfection and Maintanance of Varieties of Food Legummes. Bogor. 1-12 P. Kasim, H dan Djunainah. 1993. Diskripsi Varietas Unggul Palawija. Jagung, Sorgum, Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 1918-1992. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hal 120 Poehlman, J.M and J.S. Quick. 1983. Crop Breeding in Hungry World. In Wood. D.R. (ed). Crop Breeding. American Society of Agronomy. Crop Science Society of America. Madison. Wisconsin. 1-9 P. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 191