MITIGASI INTERFERENSI INTER-CELL MENGGUNAKAN VERTICAL BEAMFORMING UNTUK TEKNIK FRACTIONAL FREQUENCY REUSE PADA JARINGAN LTE

dokumen-dokumen yang mirip
Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

Analisis Kinerja Metode Power Control untuk Manajemen Interferensi Sistem Komunikasi Uplink LTE-Advanced dengan Femtocell

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Evaluasi Kinerja Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Berbasis Orthogonal Resource Allocation Algorithm

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Evaluasi Kinerja Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay Berbasis Orthogonal Resource Allocation Algorithm

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 5 NO. 1 MARET 2012

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

ANALISIS PERANCANGAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI WILAYAH KOTA BANDA ACEH DENGAN FRACTIONAL FREQUENCY REUSE SEBAGAI MANAJEMEN INTERFERENSI

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh

ANALISA PERENCANAAN LAYANAN DATA JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) INDOOR PADA TERMINAL 3 KEBERANGKATAN ULTIMATE BANDARA SOEKARNO-HATTA

DAFTAR PUSTAKA. [1] Surjati, Indra Antena Mikrostrip : Konsep dan Aplikasinya. Jakarta : Tesis Teknik Elektro Universitas Indonesia,2008.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

Analisis Perubahan Fasa Terhadap Pola Radiasi untuk Pengarahan Berkas Antena Stasiun Bumi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

SATUAN ACARA PERKULIAHAN EK.475 SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL

PENGARUH JARAK ANTAR ELEMEN PADA ANTENA SMART YANG MENGGUNAKAN MATRIKS BUTLER

EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS HARD HANDOFF PADA SISTEM SELULER

Presentasi Tugas Akhir

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2100

Faizal Firmansyah NRP

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI EFISIENSI PERANGKAT BASE STATION MENGGUNAKAN DRIVE TEST PADA ANTENA SINGLE-BAND DAN MULTI-BAND

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 2009

Analisis Unjuk Kerja Sel Tunggal di Jaringan LTE dengan Teknik Adaptive Soft Frequency Reuse

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

Radio Resource Management dalam Multihop Cellular Network dengan menerapkan Resource Reuse Partition menuju teknologi LTE Advanced

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP DIPOLE UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

ANALISIS KINERJA SISTEM MIMO-OFDM PADA KANAL RAYLEIGH DAN AWGN DENGAN MODULASI QPSK

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

Analisis Performansi WCDMA-Diversitas Relay pada Kanal Fading

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENNA CONTROL UNIT BERUPA PHASE SHIFTER DIGITAL UNTUK ANTENA PHASED ARRAY 4X4 PADA FREKUENSI S-BAND UNTUK RADAR 3D

ALGORITMA PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK BERBASIS QOS GUARANTEED MENGGUNAKAN ANTENA MIMO 2X2 PADA SISTEM LTE UNTUK MENINGKATKAN SPECTRAL EFFICIENCY

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

REDUKSI EFEK INTERFERENSI COCHANNEL PADA DOWNLINK MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX

SATUAN ACARA PERKULIAHAN EK.481 SISTEM TELEMETRI

DESAIN SMART ANTENA MENGGUNAKAN METODE PHASE ARRAY UNTUK APLIKASI WLAN 2,4 GHz

Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom, Bandung

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654

ANALISIS KINERJA SPHERE DECODING PADA SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH STACKED DUAL-BAND PADA FREKUENSI WiMAX (3,3 GHZ DAN 5,8 GHZ)


BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

PERANCANGAN ANTENA WAVEGUIDE 6 SLOT PADA FREKUENSI 2,3 GHZ UNTUK APLIKASI LTE-TDD

Rancang Bangun Dan Analisis Antena Yagi 11 Elemen Dengan Elemen Pencatu Folded Dipole Untuk Jaringan VOIP

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 111

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis


ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

ANALISA ANTENA DIPOLE-λ/2 PADA MODUL PRAKTIKUM B4520 MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS VERSI 10.0 DAN CST MICROWAVE STUDIO 2010

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

Kinerja Spectrum Sensing Dengan Metode Cyclostationary Feature Detector Pada Radio Kognitif

Universitas Kristen Maranatha

UNJUK KERJA NOISE RISE BASED CALL ADMISSION CONTROL (NB-CAC) PADA SISTEM WCDMA. Devi Oktaviana

SIMULASI PERBANDINGAN ANTENA MIKROSTRIP RECTANGULAR PATCH DAN CIRCULAR PATCH MENGGUNAKAN SOFTWARE MATLAB

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA MIKROSTRIP 4 LARIK DIPOLE PADA FREKUENSI 3,3-3,4 GHZ UNTUK APLIKASI WIMAX

ANALISIS DAN FABRIKASI ANTENA LTE MIKROSTRIP DENGAN FREKUENSI FIXED 2,6 GHZ DAN MOBILE 2,3 GHZ

Abstrak. Kata Kunci: smart antenna,phase shifter, phase error, return loss, insertion loss. 2.2 Phase Shifter. a. Switched-Line Phase Shifter

ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI JARINGAN UPLINK 4G-LTE DENGAN METODE INNERLOOP POWER CONTROL DI PT TELKOMSEL

ANALISA KINERJA LONG TERM EVOLUTION MENGGUNAKAN METODE DYNAMIC SOFT FREQUENCY REUSE

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER PROGRAM STUDI D3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI FAKULTAS ILMU TERAPAN TELKOM UNIVERSITY

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Manajemen Interferensi Femtocell pada LTE- Advanced dengan Menggunakan Metode Autonomous Component Carrier Selection (ACCS)

Transkripsi:

MITIGASI INTERFERENSI INTER-CELL MENGGUNAKAN VERTICAL BEAMFORMING UNTUK TEKNIK FRACTIONAL FREQUENCY REUSE PADA JARINGAN LTE INTER-CELL INTERFERENCE MITIGATION IN LTE NETWORK USING VERTICAL BEAMFORMING SCHEME FOR FRACTIONAL FREQUENCY REUSE METHOD Dody Herdianto Rachmat, Dr. Arfianto Fahmi S.T., M.T., Linda Meylani S.T., M.T. Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom herdiantodody@gmail.com lindameylani@yahoo.com Abstrak Pada jurnal ini terdapat sebuah simulasi menunjukkan bagaimana pengaruh dari metoda vertical beamforming yang diterapkan pada teknik fractional frequency reuse. Dari simulasi ini didapatkan bahwa Vertical Beamforming yang mendapatkan -39,78 db, lebih unggul daripada Excluding Gain yang hanya -40,76 db. Selain itu didapatkan juga bahwa penambahan elemen antena array akan menghasilkan performa yang lebih baik. Kata kunci : fractional frequency reuse (FFR), beamforming, LTE, antenna array. Abstract In this journal, we have a simulation that shows you how a vertical beamforming method on fractional frequency reuse technique using takes effect. From the simulation result, we know that the Vertical Beamforming has a slightly better performance with -39,78 db than Excluding Gain which only -40,76 db. Lastly, we know that the addition of an antenna element will result in a better performance. Keywords: fractional frequency reuse (FFR), beamforming, LTE, antenna array. 1. Pendahuluan Pada jaringan LTE yang menggunakan prinsip OFDMA sebagai konsep utama akses jamaknya, memang didapatkan sebuah perubahan yang sangat signifikan dibandingkan pendahulunya yaitu GSM dimana masalah multipath fading yang tadinya sangat dominan pada sistem 3G ini dapat ditekan seminimal mungkin. Namun yang menjadi bahan pertimbangan kembali adalah performansi LTE (efisiensi spektrum dan ketersediaan data rate) sangat dibatasi oleh adanya interferensi dari sel lain, terutama user di daerah cell edge. Untuk mengatasi hal ini, sumber daya frekuensi kemudian dibagi dan dialokasikan untuk pengguna di cellcenter serta di cell-edge, teknik inilah yang disebut sebagai Fractional Frequency Reuse (FFR). Skema yang akan dipakai pada jurnal ini adalah sistem multi-cell OFDMA seperti pada [4]. Di sistem ini tiap sel dari sebuah sistem seluler dibagi menjadi tiga sektor. Subcarrier dibagi menjadi dua bagian di tiap sel nya, di mana satu bagian yang disebut super group diterapkan pada daerah cell-center sementara bagian lainnya disebut regular group. Regular group kemudian dibagi lagi menjadi tiga buah bagian sesuai dengan area batas pada cell-edge yang telah kita batasi sebelumnya. Dari langkah demikian, interferensi intra-cell dapat diminimalisir, tetapi skema ini kemudian menelantarkan ICI dari cell-center ke cell-edge pada sel tetangga yang mana dapat mendegradasikan performa sistem. Dari literatur pada [1], konsep beamforming muncul sebagai salah satu solusi yang ditawarkan pada masalah sebelumnya.. Jurnal ini akan menawarkan sebuah solusi teknik beamforming untuk mengurangi ICI pada daerah cell-edge di sel tetangga dengan menggunakan susunan antena (antenna array) yang terletak secara vertikal mengacu pada cell-center dengan mengacu pada SINR sebagai parameter penentuan kualitas sinyal terima. Konsep demikian dapat dengan mudah diaplikasikan pada antena-antena BS sekarang karena memang sudah tersusun pada susunan vertikal. Adapun batasan masalah yang akan digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah sebagai berikut 1. Menggunakan sistem OFDMA multi-cell dengan bentuk heksagonal 2. Menggunakan antena dipole ½ λ dengan sistem planar array 3. Interferensi yang terjadi adalah inter-cell. Interferensi intra-cell dianggap tidak ada 4. Tidak terjadi handover 5. Skema daya bersifat statis, tidak ada penyesuaian daya berdasarkan link adaptation

Jurnal ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut 1. Menerapkan teknik FFR dengan menggunakan vertical beamforming untuk memperbaiki kualitas sinyal terima user di daerah cell-edge 2. Mengetahui pencapaian performansi sistem dengan melihat nilai signal to interference noise ratio berdasarkan skema excluding gain dan menggunakan vertical beamforming 2. Fractional Frequency Reuse dan Vertical Beamforming Beamforming adalah pembentukan pola pancar antena yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan user. Hal ini dapat dicapai dengan cara menggeser fasa dengan alat bernama phase shifter seperti yang terlihat pada gambar 1. Gambar 1 Konsep beamforming Beamforming memiliki banyak macamnya bergantung pada parameter apa yang diubahnya, salah satunnya adalah horizontal dan vertical beamforming. Horizontal beamforming adalah sebuah cara untuk mengarahkan pola pancar pada bidang horizontal sementara vertical beamforming pada bidang vertical. Horizontal beamforming pada skema FFR dirasa tidak ampuh karena beamforming secara horizontal juga secara langsung menambah interferensi jika sinyal ICI datang dari arah yang sama dari sinyal yang diinginkan pada cell-center tetangga seperti yang diperlihatkan pada gambar 2(a). d Sektor 3 f1 f3 f2 Sektor 1 Sektor 2 (a) Cell Center Cell Edge

Sektor 3 f1 f3 f2 Sektor 1 Sektor 2 Cell Center Cell Edge (b) Gambar 2 (a) Beamforming pada cell-center & (b) Beamforming pada cell-edge Di lain pihak, vertical beamforming menawarkan konsep pemaksimalan yang lebih potensial dibandingkan horizontal beamforming. Menurut konsep ini, user pada cell-edge menerima sinyal dengan kualitas lebih baik seiring dengan menurunnya sinyal ICI dari sel tetangga. Z dx Y dy X N M Gambar 3 Planar Array MxN Phased array adalah himpunan dari beberapa elemen antena yang menggunakan variasi fasa atau time-delay control untuk mengendalikan lebar berkas sesuai keinginan. Planar array adalah salah satu jenis dari phased

array yang terdiri dari susunan antena dimana elemen-elemen penyusunnya baik yang aktif maupun parasitik berada pada satu bidang yang sama. Planar array dapat meningkatkan aperture total antena yang juga pola radiasinya dapat dikendalikan melalui fasa amplitudo di tiap elemen penyusunnya. Contoh sebuah planar array sederhana dapat dilihat pada gambar 3 dengan Array Factor (AF) berdasarkan [6] sebagai berikut AF = M N w mn e j[(m 1)(kd xsinθcosφ+β x )+(n 1)(kd y sinθcosφ+β y )] m=1 n=1 (1) Di mana w = a m b n serta nilai a m serta b n bisa seragam ataupun bervariasi. M dan N menyatakan jumlah antena pada sumbu X dan Y berturut-turut. Tabel 1. Parameter umum sistem Parameter Nilai d corr 5 Σ 8 db S n 1 1 Jarak inter-cell 2 Km Daya transmit 43 dbm Subcarrier spacing 15 KHz White noise power density -174 dbm/hz Dalam penulisan sistem jurnal ini akan diilustrasikan dengan diagram alir (flowchart) pada gambar 3. Gambar 4 Diagram Alir Sistem 3. Pembahasan 3.1 Skema-1 Hasil dari simulasi pada matlab dengan melihat pengaruh perbedaan jumlah elemen antena dapat dilihat pada gambar 4 dengan hasil sebagai berikut

Gambar 5 Hasil SINR vs Jarak dengan jumlah antena yang berbeda Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa ketika user bergerak menjauhi BS, sinyal yang diterima perlahan juga mengalami penurunan, hal ini dapat diprediksi karena ketika user bergerak menjauhi BS (menuju cell-edge) performa sistem akan menurun dikarenakan interferensi yang diterima oleh user semakin besar dan di lain pihak, sinyal yang dipancarkan dari BS yang semakin melemah. Adapun penambahan jumlah elemen antena pada gambar 5, membuktikan bahwa adanya perbaikan performa dari hasil SINR yang diterima user jika dibandingkan dengan antena yang lebih sedikit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil rata-rata SINR tiap User Konfigurasi Antena Nilai (db) 3x3-31,648 4x4-34,195 5x5-28,118 6x6-25,691 7x7-6,919 3.2 Skema-2 Hasil dari simulasi pada matlab dengan melihat pengaruh perbedaan jumlah elemen antena dapat dilihat pada gambar 6 dengan hasil sebagai berikut

Gambar 6 Hasil SINR perbandingan antara vertical beamforming dan excluding gain Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa performa dari metoda vertical beamforming sedikit lebih unggul daripada metoda excluding gain. Hasil tersebut didapatkan karena pada metoda vertical beamforming, pola radiasi yang dipancarkan oleh antena array dapat dikendalikan, sehingga untuk user yang berada di cell lain, interferensi yang didapatkan dari metoda ini adalah minimal. Sementara pada metoda excluding gain dimana pola radiasi yang dipancarkan antena diasumsikan sama ke seluruh sektor, maka untuk user yang berada di cell lain pasti akan menerima interferensi dari sel tetangganya dengan nilai yang signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil rata-rata SINR tiap User Jenis Antena Rata-rata SINR tiap user Vertical Beamforming -6,919 db Excluding Gain -40,768 db 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa: 1. Penambahan jumlah antena pada susunan array dapat meningkatkan kualitas sinyal terima pada user namun dengan konsekuensi yaitu lebih kompleksnya sistem pengaturan antena khususnya yang kali ini kita kaji yaitu dalam pengaturan fasa tiap elemen antena. 2. Hasil simulasi menyatakan bahwa antena dengan jumlah elemen terbanyak yaitu 7x7 memiliki hasil SINR terbaik dengan nilai -6,919 db, sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa kompleksitas antena akan sebanding dengan performa yang dihasilkan. 3. Hasil simulasi yang membandingkan antara metoda vertical beamforming dengan excluding gain menunjukkan bahwa performa metoda vertical beamforming lebih unggul jika daripada performa excluding gain yang hanya mencapai -40,768 db. Daftar Pustaka: [1] Chaipanya, P., Uthansakul, P., & Uthansakul, M. (2011). Reduction of Inter-Cell Interference Using Vertical Beamforming Scheme for Fractional Frequency Reuse Technique. Nakhon Ratchasima: Proceedings of the Asia-Pacific Microwave Conference. [2] Karthik, P., Kumaran, G. 2013. Optimal Resource Allocation for Wireless Network with Inter-cell Interference. ISR Journals and Publications. [3] Sauter, Martin. 2011. From GSM to LTE. West Sussex: UK. John Wiley and Sons Ltd. [4] H. Lei, L. Zhang, and D. Yang. 2007. A Novel Multi-cell OFDMA System Structure using Fractional Frequency Reuse. IEEE PIMRC Int. Symp.on., pp. [5] A. Serway, Raymond, W. Jewett, John, 2006. Physics for Scientist and Engineers. Thomson Brooks/Cole. [6] Cox, C. (2012). An Introduction To LTE, LTE, LTE-Advanced, SAE And 4G Mobile Communications. John Wiley & Sons. [7] C. A. Balanis. 1997. Antenna Theory Analysis and Design. New York: J. Wiley & Sons. [8] R. J. Maillou. 2005. Phased Array Antenna Handbook. Artech House, Inc. [9] F.B. Gross. 2005. Smart Antenna for Wireless Communications with Matlab. New York: McGraw-Hill [10] F. Khan. 2009. LTE for 4G Mobile Broadband Air Interface Technologies and Performance. New York: Cambridge University Press [11] Ramadhan, Adi. 2010. Pengalokasian PRB berdasarkan ICIC pada Sistem LTE Arah Downlink menggunakan Algoritma Hungarian. Bandung: IT Telkom [12] Tim Penyusun. 2014. Modul Praktikum Antena dan Propagasi S1 Teknik Telekomunikasi. Bandung: IT Telkom [13] Jeruchim, Michel C., Philip Balaban, dan K. Sam Shanmugan. 2000. Simulation of Communication Systems, Second Edition. New York: Kluwer Academic/Plenum [14] Goldsmith, Andrea. 2004. Wireless Communications. Stanford University [15] Jeruchim, Michel C., Philip Balaban, and K. Sam Shanmugan. 2000. Simulation of Communication Systems, Second Edition. New York: Kluwer Academic/Plenum.