BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji (2002)

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

HASIL DAN PEMBAHASAN

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teripang (Holothuroidea) adalah golongan yang paling umum dijumpai (Nontji,

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TIGA JENIS TERIPANG LOKAL PANTAI TIMUR SURABAYA TERHADAP HEPAR MENCIT (Mus musculus) SETELAH INFEKSI Escherichia coli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon imun adaptif : Respon humoral

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem imunitas didalam tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB II PEMBAHASAN A. MEKANISME SISTEM IMUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirih merah merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal luas di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar: Struktur Antibodi

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Potensi teripang cukup besar karena Indonesia memiliki perairan pantai

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga sebagai tempat

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyaknya faktor-faktor yang dapat menurunkan kekebalan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diinfeksi Klebsiella pneumoniae, diperoleh hasil sebagai berikut.

Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

Pemberian preparat daun G. procumbens peroral kepada mencit kelompok. Pengamatan terhadap jumlali makrofag intraperitoneal dilakukan pada hari

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut:

MAKALAH SEROLOGI DAN IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Hewan Coba Departemen Biologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, Phyllophorus sp. dan Colochirus quadrangularis) dapat meningkatkan respon imun berdasar pengaruhnya terhadap hepar mencit yaitu jumlah bakteri yang mencapai hepar dan luasan area radang di jaringan hepar setelah infeksi E. coli. Nilai rerata jumlah bakteri yang mencapai hepar (cfu/mg) dan luasan area radang pada hepar (µm 2 ) ditunjukkan oleh Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. 40000 35000 c Jumlah bakteri (cfu/mg) 30000 25000 20000 15000 10000 b b 5000 0 T0 T1 T2 T3 a Kelompok Perlakuan Gambar 4.1. Diagram rerata jumlah bakteri yang mencapai hepar. Notasi huruf yang sama menunjukkan adanya beda signifikan antar kelompok perlakuan berdasarkan uji Mann-Whitney pada α = 0,05.

Pada Gambar 4.1 berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji Kruskal- Wallis menunjukkan ada beda signifikan yaitu 0,0248 (Lampiran 3). Untuk mengetahui signifikansi tiap dua kelompok perlakuan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil analisis uji Mann-Whitney untuk kelompok T0 terhadap kelompok T1 menunjukkan tidak beda signifikan yaitu 0,827 (P>0,05), kelompok T0 terhadap kelompok T2 menunjukkan beda signifikan yaitu 0,045 (P<0,05), kelompok T0 terhadap kelompok T3 menunjukkan beda signifikan yaitu 0,049 (P<0,05), kelompok T1 terhadap kelompok T2 menunjukkan beda signifikan yaitu 0,049 (P<0,05), kelompok T1 terhadap kelompok T3 menunjukkan beda signifikan yaitu 0,049 (P<0,05), kelompok T2 terhadap kelompok T3 menunjukkan beda signifikan yaitu 0,049 (P<0,05). Jumlah bakteri yang mencapai hepar pada kelompok T1 tidak beda signifikan terhadap kelompok T0 sedangkan kelompok T2 dan T3 menunjukkan adanya beda signifikan terhadap T0, sehingga untuk hipotesis tidak ada pengaruh pemberian ekstrak teripang Paracaudina australis terhadap E. coli pada hepar dinyatakan diterima (terima H 0 1) sedangkan untuk hipotesis tidak ada pengaruh pemberian ekstrak teripang Phyllophorus sp. terhadap E. coli pada hepar dinyatakan ditolak (tolak H 0 2) dan untuk hipotesis tidak ada pengaruh pemberian ekstrak teripang Colochirus quadrangularis terhadap E. coli pada hepar dinyatakan ditolak (tolak H 0 3).

10000 Luasan area radang (µm) 2 8000 6000 4000 a b a a 2000 0 T0 T1 T2 T3 Kelompok Perlakuan Gambar 4.2. Diagram rerata luasan area radang pada hepar. Notasi huruf yang sama menunjukkan adanya beda signifikan antar kelompok perlakuan berdasarkan uji Mann-Whitney pada α = 0,05. Pada Gambar 4.2 berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji Kruskal- Wallis menunjukkan ada beda signifikan yaitu 0,04343 (Lampiran 3). Untuk mengetahui signifikan tiap dua kelompok perlakuan, dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil analisis uji Mann-Whitney untuk kelompok T0 terhadap kelompok T1 menunjukkan beda signifikan yaitu 0,049 (P<0,05), kelompok T0 terhadap kelompok T2 menunjukkan tidak beda signifikan yaitu 0,126 (P>0,05), kelompok T0 terhadap kelompok T3 menunjukkan tidak beda signifikan yaitu 0,827 (P<0,05), kelompok T1 terhadap kelompok T2 menunjukkan beda signifikan yaitu 0,049 (P<0,05), kelompok T1 terhadap kelompok T3 menunjukkan beda signifikan yaitu 0,049 (P<0,05), kelompok T2 terhadap kelompok T3 menunjukkan tidak beda signifikan yaitu 0,126 (P>0,05).

Luasan area radang pada hepar menunjukkan bahwa kelompok T2 dan T3 tidak ada beda signifikan dengan kelompok T0 sedangkan kelompok T1 menunjukkan adanya beda signifikan terhadap T0, sehingga untuk hipotesis tidak ada pengaruh pemberian ekstrak teripang Paracaudina australis terhadap luasan area radang pada hepar dinyatakan ditolak (tolak H 0 4), untuk hipotesis tidak ada pengaruh pemberian ekstrak teripang Phyllophorus sp. terhadap luasan area radang pada hepar dinyatakan diterima (terima H 0 5) dan untuk hipotesis tidak ada pengaruh pemberian ekstrak teripang Colochirus quadrangularis terhadap luasan area radang pada hepar dinyatakan diterima (terima H 0 6). 4.2. Pembahasan Antigen merupakan benda asing (seperti bakteri, virus) yang tidak dikenali oleh tubuh dan dapat memacu respon imun. Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan dihadang oleh sistem pertahanan tubuh baik sistem imun nonspesifik maupun sistem imun spesifik. Menurut Campbell et al. (2004), sistem imun non sepesifik berperan sebagai respon awal terhadap antigen untuk mencegah, mengontrol dan mengeliminasi terjadinya infeksi pada inang, merangsang terjadinya imunitas spesifik untuk mengoptimalkan efektifitas kerja dan hanya bereaksi terhadap antigen, bahan akibat kerusakan sel dan memberikan respon yang sama untuk infeksi berulang. Subowo (2009) menambahkan apabila tubuh terpapar oleh antigen, maka akan terjadi mobilisasi unsur-unsur fagositik (sel makrofag dan sel neutrofil) menuju tempat adanya konfigurasi asing tersebut dan merupakan bagian dari proses radang.

Penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengkaji potensi kandungan dari tiga jenis teripang lokal yang ada di Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, Phyllophorus sp. dan Colochirus quadrangularis). Indikator dalam penelitian ini adalah jumlah bakteri yang mencapai hepar dan luasan area radang pada jaringa hepar. Area radang dicirikan oleh adanya migrasi leukosit di jaringan. Agen infeksius (antigen) yang digunakan pada penelitian ini adalah Escherichia coli yang diinjeksikan secara intraperitoneal. Berdasarkan Leenderste et al. (2009), respon imun yang nampak setelah infeksi bakteri secara intraperitoneal adalah terpicunya makrofag sebagai pertahanan awal pada rongga peritoneal. Dunn et al. (1985) menyatakan bahwa garis pertama dari pertahanan inang selama peritonitis yang disebabkan bakteri Escherichia coli adalah ditentukan oleh kapasitas makrofag peritoneal dan sistem limfa untuk menonaktifkan dan mengeliminasi bakteri. Makrofag merupakan respon innate yang menjadi pertahanan paling depan, berperan sebagai fagosit akan menjulurkan kaki semu (pseudopodia) untuk menempel pada polisakarida di permukaan bakteri dan menelan bakteri, yang kemudian bakteri akan dirusak oleh enzim-enzim di dalam lisosom makrofag tersebut (Champbell et al., 2004). Selama proses fagositosis antigen, makrofag juga berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC), yaitu dengan mempresentasikan fragmen antigen pada sel Th bersama dengan major histocompatibility complex (MHC) kelas I dan kelas II (Goldsby et al., 2003). Reseptor pada makrofag yang berperan untuk mengenali dan mengikat antigen sehingga mengaktifkan fagositosis adalah CD14,

Toll Like Receptors (TLR) 4, scavenger reseptor dan mannose reseptor (Baratawidjaja, 2006; Taylor et al., 2005). Sedangkan sitokin, yang merupakan protein sistem imun untuk mengatur interaksi antarsel dan memacu reaktivitas imun, yang disekresikan oleh makrofag antara lain IL-1, IL-6, IL-12, IFN-α, TNF-α dan TGF-β (Baratawidjaja, 2006; Goldsby et al., 2003). Antigen, dalam hal ini bakteri, yang lolos dari sistem penjagaan makrofag akan berhadapan dengan neutrofil. Sunarno (2007) menyatakan bahwa neutrofil berperan penting pada tahap ini karena sebagai pertahanan untuk menghambat bakteri agar tidak masuk ke sirkulasi melalui pembuluh limfe yang kemudian melakukan invasi ke jaringan seperti hepar dan limpa. Neutrofil dikenal sebagai fagosit polymorphonuclear (PMN) dan banyak tersebar di sirkulasi. Neutrofil akan menuju tempat antigen karena adanya rangsangan kemotaksis yang berasal dari produk bakteri, produk sel yang rusak dan mediator inflamasi (Goldsby et al., 2003; Roitt et al., 1996; Sunarno 2007). Peran neutrofil sama seperti makrofag yaitu sebagai fagositosis. Namun neutrofil bukan sebagai APC karena tidak memiliki molekul MHC sehingga setelah mencapai tempat yang terinfeksi, neutrofil akan menelan antigen kemudian menghancurkannya dan neutrofil akan menjadi inaktif dan mati (Baratawidjaja, 2006; Guyton & Hall, 1997). Reseptor yang ada pada neutrofil adalah Fcγ-R (untuk IgG) dan komplemen (Baratawidjaja, 2006).

Gambar 4.3. Koloni Escherichia coli (tampak berwarna hijau metalik dalam media EMB yang ditunjuk tanda panah) Pada infeksi selanjutnya, bakteri yang lolos akan masuk ke sirkulasi darah. Menurut Sunarno (2007), makrofag juga berpotensi terinfeksi bakteri sehingga memungkinkan membawa bakteri tersebut masuk ke dalam sirkulasi. Di dalam sirkulasi ini akan ada proses perlawanan sistem imun tubuh terhadap antigen, yang berperan di sini selain neutrofil dan sel mast, juga ada komplemen. Komplemen adalah sekelompok protein dalam serum berperan sebagai sistem pertahanan yaitu untuk melisiskan sel target (membran patogen), mengaktifkan respon inflamasi (radang) dan opsonisasi (Baratawidjaja, 2006; Bellanti 1993; Goldsby et al., 2003; Roitt et al., 1996). Rifai (2011) menjelaskan bahwa pengenalan patogen juga memicu terjadinya inflamasi melalui jalur komplemen. Salah satu substansi penting yang dihasilkan setelah reaksi komplemen adalah C5a. C5a merupakan peptida yang memperantarai terjadinya inflamasi dengan berbagai macam aktivitas. C5a selain meningkatkan permeabilitas vasculer dan ekspresi molekul adhesi juga berfungsi

sebagai chemoattractant untuk menarik neutrofil dan monosit, serta mengaktifkan sel mast dan fagositosis. Pengaruh C5a terhadap sel-sel tersebut mengakibatkan terjadinya pelepasan granula yang berisi histamin dan TNF-α yang merupakan molekul penting pada proses inflamasi. Gambar 4.4. Gambaran histologi hepar (dengan perbesaran 400x dan menggunakan graticulae. Tampak beberapa lokasi area radang ditunjuk tanda panah) Bakteri di dalam makrofag akan mencapai berbagai organ retikuloendotel terutama limpa dan hepar (melalui aliran darah), akan mengalami fagositosis oleh sel fagosit mononuklear (Murtini, 2006). Kumar et al. (2004) menjelaskan bahwa infeksi yang menyebar melalui pembuluh darah disebut bakteremia, memungkinkan dapat menyebabkan kolonisasi bila mencapai organ seperti jantung, hati atau limpa. Peristiwa inflamasi ini juga menimbulkan reaksi limfosit. Limfosit T akan bekerja setelah mengenal antigen yang dipresentasikan oleh APC sedangkan limfosit B mempunyai kemampuan secara langsung untuk merespon antigen dengan

mensekresikan antibodi. Limfosit B memiliki kemampuan untuk menelan bakteri dan berlaku sebagai APC (Rifai, 2011). Semakin kuat sistem imunitas tubuh maka akan semakin memperkecil kesempatan bakteri untuk lolos dan mencapai hepar sehingga menurunkan luasan area radang pada hepar. Penelitian ini menggunakan Eschericia coli sebagai agen infeksius. Bakteri ini termasuk bakteri gram negatif yang pada dinding bakteri tersebut mengandung endotoksin. Endotoksin merupakan lipid dan termasuk bagian dari lipopolisakarida (LPS) lipid A. Endotoksin berperan sebagai penginduksi interleukin (IL) 1 dari makrofag (Purwoko, 2007). LPS berperan sebagai Pathogen Asociated Molecular Pattern (PAMPs) yang dapat dikenali oleh fagosit. Ketika LPS berada di dalam cairan tubuh maka akan diikat oleh suatu protein plasma yang disebut LPS-Binding Protein (LBP). Ikatan LPS-LBP akan berikatan dengan CD14 dan TLR4, yang kemudian ikatan tersebut akan memicu produksi sitokin dan kemokin (Burmester & Pezzuto, 2003). Dari hasil penelitian ini untuk kelompok T1 yaitu dengan pemberian ekstrak teripang Paracaudina australis, jumlah bakteri pada hepar dan luasan area radang pada jaringan hepar tidak menunjukkan penurunan yang signifikan bila dibandingkan dengan kelompok T0 (kontrol). Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena faktor dosis yang diberikan dalam jumlah setara dengan 0,0548 g berat kering/ 20 g BB mencit belum mampu meningkatkan efektifitas fagositosis. Pada kelompok T2 yaitu dengan pemberian ekstrak Phyllophorus sp. menunjukkan penurunan jumlah bakteri pada hepar dan luasan area radang pada

jaringan hepar jika dibandingkan dengan kelompok T0. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak Phyllophorus sp. berpotensi sebagai imunomodulator (imunostimulator) dan juga dosis yang diberikan sudah tepat yaitu setara dengan 0,0548 g berat kering/ 20 g BB mencit, sehingga mampu meningkatkan efektifitas reseptor fagosit yaitu dapat menelan lebih banyak bakteri sehingga menekan jumlah bakteri yang berusaha lolos. Dengan meningkatnya efektifitas reseptor pada fagosit tersebut maka fagosit mampu menelan bakteri lebih banyak lagi sehingga mencegah bakteri untuk lolos dan menginvasi hepar. Hal tersebut berdasarkan Aminin et al. (2006) bahwa ekstrak teripang mampu meningkatkan efektifitas fagositosis yaitu pada aktifitas lisosom dan ekspresi reseptor fagosit. Sedangkan kelompok T3 yang diberi ekstrak Colochirus quadrangularis, menunjukkan jumlah bakteri pada hepar meningkat daripada kelompok T0 namun luasan area radang pada jaringan hepar tidak meningkat jika dibandingkan dengan kelompok T0. Hal tersebut menunjukkan adanya peran imunosupresor yaitu terjadi penekanan respon imun yang menyebabkan bakteri dapat lolos dari sistem pertahanan tubuh dan juga menimbulkan efek antiinflamasi yaitu justru menurunkan respon radang. Adanya sifat imunosupresi biasanya disebabkan karena tingginya jumlah dosis yang diberikan (Baratawidjaja, 2006). Aminin et al. (2006) menambahkan bahwa jumlah dosis yang terlalu tinggi mampu mengubah aktifitas kandungan bioaktif teripang dari sifat imunostimulator menjadi imunosupresor. Dengan demikian pemberian dosis setara dengan 0,0548 g berat kering/ 20 g BB mencit adalah terlalu tinggi sehingga menimbulkan efek imunosupresi.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari ketiga jenis teripang lokal Pantai Timur Surabaya yang paling berpotensi sebagai imunostimulator adalah Phyllophorus sp., yaitu mampu meningkatkan respon imun sehingga menekan jumlah bakteri yang bermigrasi ke hepar dan memperkecil luasan area radang pada jaringan hepar.