diungkapkan Riduansyah (2003: 49), yang menyatakan bahwa :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk mempunyai strategi khusus dalam menjaga kesaatuan dari negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Tahun 2013 Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 1 Tahun 2013

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah pada tahun 1999, yaitu sejak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB III ANALISIS DATA DAN PEBAHASAN. Daerah Kabupaten Boyolali Tahun daerah kabupaten boyolali tahun :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASSET DAERAH (BPKAD) KABUPATEN TAPANULI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

- Dalam Undang-Undang ini diatur tentang :

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. dilimpahkan ke daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat Daerah dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Pengaruh Pajak..., Hendra, Fakultas Ekonomi 2015

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara yang berasal dari pajak. Berbagai jenis pajak, Undang-Undang,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDAPATAN KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LANDAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

Tugas Pokok dan Fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dituntut kerjasama dari semua pihak khususnya masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. masyarakat berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN DAERAH WALIKOTA MADIUN,

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP BELANJA DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandung )

EVALUASI SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah pada awalnya diberlakukan melalui Undang undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, hingga pada akhirnya berlaku Undang undang nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada prinsip dikeluarkannya Undang undang tersebut adalah dalam kerangka menjunjung persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai akibat dari tuntutan perubahan sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, sehingga dampaknya otonomi daerah kemudian telah menjadi pendorong bagi pemerintah daerah untuk lebih memberdayakan segenap potensinya dalam mengelola sumber daya bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat di daerah, maupun bagi kelangsungan segala aktivitas di pemda tersebut. Bentuk pelimpahan wewenang sebagai wujud dari penerapan sistem desentralisasi adalah dalam hal pelaksanaan desentralisasi fiskal, yaitu pemberian sumber sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali serta digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing masing, misalnya dalam hal pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang salah satu komponennya berasal dari penerimaan Retribusi Daerah. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Riduansyah (2003: 49), yang menyatakan bahwa : 1

2 Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan (urusan) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Sumber pembiayaan yang paling penting adalah sumber pembiayaan yang dikenal dengan istilah PAD (Pendapatan Asli Daerah) di mana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari komponen pajak daerah dan retribusi daerah. Perbedaan antara Pajak Daerah dengan Retribusi Daerah yaitu bahwa dalam pajak daerah, wajib pajak tidak mendapatkan imbalan langsung atau memperoleh manfaat langsung atas pembayaran pajak yang dilakukannya, hal ini seperti termuat dalam pasal 1 (satu) Undang undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang berbunyi : Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Sementara yang dimaksud dengan Retribusi Daerah menurut pasal 1 (satu) Undang undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.. Dalam hal pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan retribusi daerah ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah memberikan

3 tanggungjawab kepada Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat melalui Peraturan Daerah nomor 14 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, untuk melaksanakan pembinaan umum dalam penyelenggaraan pemungutan, yang meliputi; koordinasi, pembinaan teknis, pemantauan, dan evaluasi atas potensi, pencapaian realisasi Penerimaan PAD serta operasional pemungutan. Sedangkan dalam hal konsentrasi pelaksanaannya, pengelolaan retribusi daerah berada dalam tanggungjawab Bidang Non Pajak. Peran Bidang Non Pajak dalam pembinaan dan penyelenggaraan pemungutan retribusi mempunyai andil yang cukup besar dalam mengoptimalkan potensi pendapatan daerah, karena optimalisasi pendapatan daerah berkaitan dengan tuntutan terhadap meningkatnya kebutuhan akan biaya penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan daerah, dan untuk Bidang Non Pajak sendiri yaitu sebagai pemenuhan atas tuntutan terhadap pelayanan tugas kenegaraan dalam memberikan pelayanan yang baik kepada para Wajib Retribusi agar dapat memenuhi kewajibannya, yakni melaksanakan pembayaran retribusi. Menurut Bab III pasal 6 Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 43 tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Pendapatan Lain lain, sistem dan prosedur administrasi retribusi daerah terdiri dari: a. Pendaftaran dan pendataan b. Penetapan c. Penyetoran d. Angsuran dan permohonan penundaan pembayaran e. Pembukuan dan pelaporan f. Keberatan g. Penagihan

4 h. Pengembalian kelebihan pembayaran i. Pengadaan/ penyediaan benda berharga j. Pemungutan dan penyetoran k. Pembukuan penerimaan penerimaan dan persediaan benda berharga l. Sistem dan prosedur pelaporan peralisasi penerimaan danpersediaan benda berharga, dan m. Perizinan Di dalam modul yang berjudul Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak dan Retribusi Daerah yang diterbitkan oleh Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat (2008), dijelaskan bahwa untuk dapat meningkatkan efektivitas pemungutan Pajak dan Retribusi maka dapat dilakukan beberapa hal yang diantaranya adalah penegakan sistem pencatatan dan pembukuan, karena hal tersebut dapat meningkatkan tingkat akuntabilitas penerimaan dan juga membantu pihak manajemen dalam melakukan analisis yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja administrasi pemungutan. Retribusi Daerah yang merupakan salah satu obyek pendapatan daerah, memiliki peranan cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan belanja daerah pada APBD tahun berjalan. Maka agar dapat menjaga kontribusi retribusi daerah tetap positif terhadap Pendapatan Asli Daerah, perlu dilakukan upaya pemberdayaan atas potensi penerimaan yang bersumber dari retribusi daerah. Pada Perda Provinsi Jawa Barat nomor 14 tahun 2011, potensi sumber penerimaan retribusi daerah terdiri dari tiga jenis objek retribusi, yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha dan Perijinan Tertentu.

5 Dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis pada Bidang Non Pajak, diperoleh data mengenai Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah sebagai berikut: Tabel 1.1. Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah TAHUN TARGET (T) REALISASI (R) % R thd T PAD % thd PAD 2007 Rp 27.536.114.050 Rp 30.807.390.861 11,88 Rp 4.221.668.696.233 0,73 2008 Rp 30.482.545.293 Rp 35.395.119.886 16,12 Rp 5.275.198.708.634 0,67 2009 Rp 30.356.081.395 Rp 38.008.734.422 25,21 Rp 5.520.994.690.390 0,69 2010 Rp 33.201.178.296 Rp 32.248.949.068-2,87 Rp 7.252.241.209.921 0,44 2011 Rp 40.418.034.235 Rp 51.292.921.785 26,91 Rp 8.468.025.109.567 0,61 Rata-rata Rp 32.398.790.654 Rp 37.550.623.204 15,45 Rp 6.147.625.682.949 0,63 Sumber : Bidang Non Pajak Dispenda Jabar Dari data yang terdapat pada tabel diatas maka dapat diketahui bahwa realisasi penerimaan Retribusi Daerah di Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan nilai yang signifikan dengan ratarata selisih antara Target dan Realisasi Penerimaan sebesar 15,45% dan rata-rata kenaikan pertahunnya sebesar 3,75%. Sementara itu rata-rata kontribusi realisasi penerimaan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat selama lima tahun yaitu sebesar 0,63% dengan rata rata kenaikan pertahunnya sebesar 0,031%. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan staf Bidang Non Pajak dan OPD penghasil yang terkait dalam pemungutan retribusi, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam penyelenggaraan Pemungutan Retribusi Daerah masih dijumpai beberapa kendala, yaitu antara lain dalam hal:

6 1. Pembukuan dan pelaporan Masih ditemui penerimaan yang menurut jenisnya seharusnya menjadi PAD, namun disimpan di Lain-Lain Pendapatan Yang Sah. Hal tersebut disebabkan tidak tersedianya kode rekening ataupun kesalahan posting atas penerimaan bersangkutan. Akibat dari kendala posting tersebut maka informasi atas kapasitas fiskal menjadi tidak optimal. 2. Klasifikasi Target Penerimaan Dalam hal pengklasifikasian target penerimaan retribusi, masih ada OPD penghasil retribusi yang memasukkan piutang retribusi di periode sebelumnya kedalam target penerimaan pada periode berjalan, sehingga hal tersebut tidak memproyeksikan realisasi penerimaan atas potensi penerimaan retribusi yang sesungguhnya. 3. Sistem Informasi Belum adanya sistem informasi penerimaan retribusi antara OPD penghasil, Kas Daerah, dan Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat, yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Pendapatan yang sudah ada. Maka berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik PENGARUH PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI TERHADAP KUALITAS INFORMASI PENERIMAAN RETRIBUSI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT (Studi Kasus Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat)

7 Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh: 1. Sudjana (2007), penelitian mengenai Pengaruh Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Kualitas Informasi Akuntansi (Survey pada Kantor APJ PT. PLN (PERSERO) Distribusi di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten). Variabel penelitian ini meliputi variabel independen/ variabel bebas (Sistem Informasi yang terdiri dari personal, perangkat lunak, perangkat keras, prosedur, dan pengendalian intern) sebagai variable X dan variabel dependen/ variable terikat (Kualitas Informasi Akuntansi) sebagai variable Y. Dari hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa secara simultan Pengaruh Sistem informasi akuntansi berpengaruh terhadap kualitas informasi akuntansi sebesar 65,56% dan secara parsial sub variabel sistem informasi (variabel X) berpengaruh terhadap kualitas informasi akuntansi (variabel Y) adalah sebagai berikut : a. Pengaruh Personil (X 1 ) = 13,49% b. Pengaruh Perangkat Lunak (X 2 ) = 17,25% c. Pengaruh Perangkat Keras (X 3 ) = 4,22% d. Pengaruh Prosedur (X 4 ) = 7,62% e. Pengaruh Pengendalian Intern (X 5 ) = 22,98% 2. Penelitian Nugraha (2011) tentang Pengaruh Perlakuan Akuntansi Persediaan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Bandung). Variabel penelitian ini meliputi variabel independen/ variabel bebas (Perlakuan Akuntansi Persediaan) sebagai variable X dan variabel dependen/ variable terikat (Kualitas Laporan Keuangan) sebagai variable Y. Dari hasil

8 penelitian tersebut mengindikasikan besarnya perlakuan akuntansi persediaan terhadap kualitas laporan keuangan dengan korelasi sebesar 0,371 yang berarti 37,1% kualitas laporan keuangan dipengaruhi oleh perlakuan akuntansi persediaan, sedangkan 62,9% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain diluar perlakuan akuntansi persediaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah adanya perbedaan objek penelitian dan tahun penelitian yang berbeda.variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah penerapan sistem informasi akuntansi sebagai variabel independen atau variabel yang mempengaruhi variabel lain (X) dan kualitas informasi penerimaan retribusi daerah sebagai variable dependen atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain (Y). 1.2. Perumusan Masalah Penelitian Secara terperinci perumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Seberapa besar pengaruh penerapan sistem informasi akuntansi (X) yaitu variabel yang terdiri dari sub variabel sumber daya manusia (X 1 ), perangkat lunak (X 2 ), perangkat keras (X 3 ), sumber daya data (X 4 ), prosedur (X 5 ) dan pengendalian intern (X 6 ) secara bersama-sama (simultan) terhadap kualitas informasi penerimaan retribusi daerah (Y) di Provinsi Jawa Barat. 2. Seberapa besar pengaruh penerapan sistem informasi akuntansi (X) yaitu variabel yang terdiri dari sub variabel sumber daya manusia (X 1 ), perangkat lunak (X 2 ), perangkat keras (X 3 ), sumber daya data (X 4 ),

9 prosedur (X 5 ) dan pengendalian intern (X 6 ) secara parsial terhadap kualitas informasi penerimaan retribusi daerah (Y) di Provinsi Jawa Barat. 1.3. Batasan Masalah Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah yang disebabkan oleh keterbatasan waktu penelitian, dana, serta luasnya kajian mengenai retribusi, sehingga penulis membatasi masalah yang akan diteliti hanya dalam hal: 1. Seberapa besar pengaruh penerapan sistem informasi akuntansi beserta sub sub variabel-nya, berpengaruh terhadap kualitas informasi penerimaan retribusi daerah Provinsi Jawa Barat. Sementara faktor lain yang mempengaruhi kualitas informasi penerimaan retribusi daerah tidak diteliti. 2. Sistem akuntansi dalam penelitian ini adalah sistem akuntansi pada lingkup akuntansi pendapatan. Menurut Permendagri nomor 21 tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dinyatakan bahwa Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. 3. Jenis retribusi yang berada dalam lingkup penelitian berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 14 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah.

10 4. Tempat penelitian dibatasi pada entitas yang terkait dalam pengelolaan retribusi daerah Provinsi Jawa Barat, yaitu Dinas Pendapatan, Kas Daerah, dan OPD penghasil retribusi. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh penerapan Sistem Informasi Akuntansi (X) yaitu variabel yang terdiri dari sub variabel sumber daya manusia (X 1 ), perangkat lunak (X 2 ), perangkat keras (X 3 ), sumber daya data (X 4 ), prosedur (X 5 ) dan pengendalian intern (X 6 ),baik pengaruh secara simultan maupun secara parsial terhadap Kualitas Informasi Penerimaan Retribusi Daerah (Y) di Provinsi Jawa Barat. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu dan operasional bagi pemakai sebagai berikut : 1. Kegunaan Pengembangan Ilmu Kegunaan penelitian sebagai kegunaan pengembangan ilmu adalah : a. Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu akuntansi yang dapat digunakan dalam proses pendidikan dan pengajaran sistem informasi akuntansi berbasis komputer. b. Hasil penelitian diharapkan akan memberikan masukan masukan yang berguna bagi pihak pihak yang akan meneliti dan

11 dapat menjadi referensi bagi penelitian lebih lanjut yang mengkaji lebih dalam tentang sistem informasi akuntansi dan kualitas informasi penerimaan retribusi daerah Provinsi Jawa Barat. 2. Kegunaan Operasional Kegunaan penelitian sebagai kegunaan operasional adalah: a. Bagi Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat, penulis berharap penelitian ini akan menjadi masukan dalam menentukan sistem informasi akuntansi pada pengelolaan retribusi daerah Provinsi Jawa Barat agar kualitas informasi akuntansi yang disajikan akan lebih berkualitas. b. Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, penulis berharap penelitian ini memberikan masukan menyangkut kebijakan dalam penerapan sistem informasi akuntansi berbasis komputer.