BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah pada saat ini sedang giatnya melakukan pembangunan di segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini dilakukan dalam usahanya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik secara fisik maupun mental yang nantinya diharapkan akan tercipta manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan merupakan suatu proses yang berlangsung secara bertahap, terencana, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan. Agar pembangunan tersebut dapat mencapai tujuan pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual, maka tentunya diperlukan sarana dan prasarana yang cukup memadai. Masalah yang paling mendasar yang sering dialami dalam melaksanakan pembangunan adalah masalah penyediaan dana. Dana tersebut dapat dikumpulkan dari segenap sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari rakyat. Salah satu bentuk iuran dari masyarakat yang digunakan sebagai sumber dana dalam pembangunan adalah pajak. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum, menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2009:1). Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, 1
khususnya dalam pelaksanaan pembangunan negara, karena pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah kabupaten dan daerah kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan (urusan) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Sumber pembiayaan yang paling penting adalah sumber pembiayaan yang dikenal dengan istilah PAD (Pendapatan Asli Daerah) di mana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari komponen pajak daerah dan retribusi daerah. Terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah, terjadi melalui proses penyerahan sejumlah kekuasaan/kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dimana implementasi kebijakan desentralisasi memerlukan banyak faktor pendukung. Salah satu faktor pendukung yang secara signifikan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan daerah untuk membiayai pelaksanaan kekuasaan/kewenangan yang dimilikinya, di samping faktor-faktor lain seperti kemampuan personalia di daerah dan kelembagaan pemerintah daerah. Sesuai dengan pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, ditetapkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah dalam rangka desentralisasi adalah: 1) Pendapatan Asli Daerah 2
a. hasil pajak daerah; b. hasil retribusi daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2) Dana Perimbangan 3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan otonomi daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri. Pajak daerah sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan uraian di atas maka pajak daerah merupakan salah satu faktor pendukung dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, karena pendapatan yang diperoleh dari sektor pajak akan sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan pembangunan di daerah. Pajak Hotel sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten 3
Badung Nomor 20 Tahun 2001 adalah pungutan daerah atas pelayanan yang disediakan oleh hotel dan/atau tempat menginap lain yang sejenis. Pajak Restoran sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 21 Tahun 2001 adalah pungutan daerah atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Kabupaten Badung merupakan kabupaten yang memiliki potensi penerimaan dari Pajak Hotel dan Restoran yang sangat besar. Hal ini dapat dimaklumi karena Kabupaten Badung memiliki kawasan wisata Nusa Dua, kawasan wisata Kuta, kawasan wisata Tuban, dan kawasan wisata Seminyak yang menjadi primadona kepariwisataan di Bali. Kabupaten Badung juga menjadi titik penyebaran wisatawan ke semua daerah kabupaten di Bali bahkan juga ke provinsi lain di Indonesia berkat keberadaan Bandara Internasional Ngurah Rai yang merupakan salah satu akses utama menuju Bali. Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut. Tabel 1.1 Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap Penerimaan PAD Kabupaten Badung Tahun 2008-2011 Tahun PAD Realisasi PHR Persentase (%) 2008 759.720.015.450,53 635.683.630.562,32 83,67 2009 796.879.516.014,72 667.119.047.159,94 83,72 2010 979.241.565.350,13 798.827.285.889,86 81,58 2011 1.406.835.182.181,01 969.348.761.116,15 68,90 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung, 2012 Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Badung sangat tinggi. Dari tahun 2008 sampai 2010 kontribusi pajak hotel dan restoran lebih dari 80% dari Pendapatan Asli Daerah. Di tahun 2011 kontribusinya menurun mencapai 4
angka 68,9%. Namun, meskipun menurun dalam hal persentase, tetapi jika dilihat dari sisi nominalnya mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuanketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan. Secara umum, kewajiban yang wajib/harus dilakukan oleh Wajib Pajak Hotel dan Restoran adalah menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Untuk menjaga agar wajib pajak tetap berada pada koridor perpajakan, maka Dinas Pendapatan melakukan penyuluhan intensif, pelayanan prima, dan pemeriksaan pajak. Jumlah tunggakan Pajak Hotel dan Restoran setiap tahun terus mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan tingkat kepatuhan wajib pajak yang terus menurun setiap tahunnya. Daftar tunggakan Wajib Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Badung disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Daftar Tunggakan Wajib Pajak Hotel dan Restoran Aktif Tahun 2008-2011 Tahun Jumlah Tunggakan WP Hotel Jumlah Tunggakan WP Restoran Jumlah Tunggakan WP Hotel dan Restoran 2008 2.602.001.758,39 2.454.789.310,99 5.056.791.069,38 2009 9.080.337.940,90 2.994.720.456,50 12.075.058.397,40 2010 10.504.004.490,76 4.688.086.101,10 15.192.090.591,86 2011 24.082.121.258,77 5.083.335.714,66 29.165.457.000,43 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung, 2012 Berdasarkan Tabel 1.2, jumlah tunggakan Wajib Pajak Hotel terus mengalami peningkatan. Mulai dari tahun 2008 sebesar Rp2.602.001.759,39 hingga tahun 2011 yang mencapai Rp24.082.121.258,77. Hal serupa juga terjadi pada jumlah tunggakan Wajib Pajak Restoran yang pada tahun 2008 sebesar 5
Rp2.454.789.310,99 dan di tahun 2011 mencapai Rp5.083.335.714,66. Hal ini mencerminkan masih adanya wajib pajak yang kurang/tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran atas pemenuhan kewajiban Pajak Hotel dan Restoran (PHR) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 20 dan 21 Tahun 2001 di Kabupaten Badung tahun 2011? 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran atas pemenuhan kewajiban Pajak Hotel dan Restoran (PHR) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 20 dan 21 Tahun 2001 di Kabupaten Badung tahun 2011. 1.3 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, meliputi: 1) Kegunaan Teotitis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas bagi mahasiswa serta dapat dijadikan tambahan informasi dan referensi bagi penelitian sejenis. Selain itu penelitian ini diharapkan 6
dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dalam mengaplikasikan secara langsung teori-teori yang diperoleh selama mengikuti studi kuliah pada keadaan nyata yang berlaku di lapangan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan, sumbangan pemikiran, dan bahan pertimbangan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak atas pemenuhan kewajiban Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Badung. 1.4 Sistematika Penelitian Penyajian dalam penelitian ini diorganisasikan ke dalam lima bab, yaitu: Bab I : Pendahuluan Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan dalam penelitian, tujuan yang ingin dicapai dan kegunaan penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Pada bab ini juga diuraikan mengenai sistematika penyajian skripsi. Bab II : Kajian Pustaka Pada bab ini diuraikan mengenai landasan teori yang menunjang penelitian ini dan pembahasan hasil penelitian sebelumnya. Bab III : Metode Penelitian Pada bab ini diuraikan mengenai lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber 7
data, responden penelitian, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, uji instrumen, dan teknik analisis data. Bab IV : Pembahasan Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum Kabupaten Badung, gambaran umum Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung beserta struktur organisasinya, data penelitian dan hasil penelitian serta pembahasan atas hasil penelitian tersebut. Bab V : Simpulan dan Saran Pada bab ini disajikan simpulan mengenai hasil pembahasan serta memberikan saran-saran yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Pendapatam Daerah Kabupaten Badung maupun bagi Wajib Pajak Hotel dan Restoran. 8