BAB VI PENUTUP. Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V RESPONS BANK SYARIAH TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tanggal 24 Rabius Tsani

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dinilai cukup marak, terbukti

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1998 sampai sekarang perbankan syariah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nasabah dan sering juga masyarakat menggunakannya, dengan alasan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk lebih cepat tumbuh dan berkembang meramaikan industri perbankan nasional

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. Yogyakarta secara umum telah memenuhi ketentuan hukum syariah baik. rukun-rukun maupun syarat-syarat dari pembiayaan murabahah dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama waktu itu telah berusaha untuk

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBIAYAAN BERMASALAH PRODUK KPR AKAD DAN PENYELESAIANNYA

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi alasan mereka untuk mau berhubungan dan menjadi nasabah adalah

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

FAQ ATAS PERATURAN OJK TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (LAPS) DI SEKTOR JASA KEUANGAN

SEKILAS ULASAN UU PERBANKAN SYARIAH Oleh: Arief R. Permana, S.H., M.H. 1 dan Anton Purba, S.H., LL.M 2

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan jasa-jasa dari bank tersebut. Disamping itu juga tergantung pada. perbankan sangat identik dengan instrumen bunga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia itu sendiri diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA NIA WAYANTI PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI FORUM ARBITRASE MENURUT UU NO.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilarang oleh agama. (Sahara, 2007) dalam Ariyanti (2011)

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Per June 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN NIAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

I. PENDAHULUAN. bekerja keras dengan hasil yang diperoleh disebut dengan penghasilan atau karya

BAB 1 PENDAHULUAN. mendominasi kegiatan perekonomian Indonesia. Kegiatan sektor perbankan

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1992 TENTANG BANK BERDASARKAN PRINSIP BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pesaing baru, yaitu bank syariah. Bank syariah adalah bank yang menjalankan

Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RAHASIA BANK THALIS NOOR CAHYADI, M.A., M.H., CLA

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

DRAFT FINAL HASIL LEGAL REVIEW No. 13/ 7 /DASP Jakarta, 25 Februari 2011 S U R A T E D A R A N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CHOICE OF FORUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.93/PUU-X/2012

A. Gambaran Umum Tentang Kompetensi Absolut peradilan Agama. kekuasaan relatif dan kekuasaan absolut. Kekuasaan relatif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. konvensional, bank syariah merupakan lembaga perbankan yang operasionalnya

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan yang diminati oleh masyarakat. trend saat ini. syariah dalam melakukan kegiatannya.

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/17/PBI/2008 TENTANG PRODUK BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1992 TENTANG BANK BERDASARKAN PRINSIP BAGI HASIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 155)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah sebagai penuntun memiliki daya

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

Jadual 7. 5 Permasalahan perundangan dan cadangan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Namun, dibalik peningkatan ini, terdapat beberapa permasalahan

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN TERHADAP KETENTUAN RAHASIA BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 1 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

Transkripsi:

199 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan penjalasan dari BAB I sampai dengan BAB IV yang sudah Penulis sampaikan sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan. 1. Respons Bank Syariah Kota Malang Terhadap Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Perbankan Syariah. Pertama, proses adjudikatif yang dalam hal kaitanya dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, meluputi di dalamnya proses penyelesaian sengketa melalui Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama dan Peradilan Negeri yang termasuk dalam proses adjudikasi publik dan proses penyelesaian sengketa melalui jalur BASYARNAS yang termasuk dalam proses adjudikasi privat.

(1). Proses Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Agama. Respons Penambih Bambang Setijono selaku Relationship Manager and Remedial di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Malang, meskipun pada dasarnya dalam segala kegiatan Perbankan Syariah yang dijalankannya selalu ingin mematuhi Peraturan Perundang-Undangan yang terkait, akan tetapi dalam kaitannya dengan pemberian kewenangan untuk memeriksa, memutuskan dan mengadili perkara Perbankan Syariah, beliau memberikan respons yang kurang baik. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa faktor, yaitu: 1. Sengketa Perbankan Syariah bukan hanya melingkupi sengketa keperdataan akan tetapi juga dimungkinkan terjadinya sengketa pidana; 2. Ketidak siapan SDM Pengadilan Agama dalam menangani perkara Perbankan Syariah karena meskipun hukum acara yang digunakan sebagaimana dengan yang digunakan dalam Peradilan Negeri, secara praktik, SDM dalam Pengadilan Agama belum bisa disejajarkan dengan Pengadilan Negeri yang sudah lebih lama berwenang dalam menangani perkara Perbankan secara Nasional; 3. Pemberian kewenangan kepada Pengadilan Agama tidak dibarengi dengan pembaharuan peraturan Perundangan- Undangan lain yang terkait dengan kegiatan usaha Perbankan secara Nasional, misalnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fudicia. Dilain sisi, Tanti Widia, selaku Manager Operasional di Bank Tabungan Negara Syariah Kantor Cabang Pebantu Kota Malang, memberikan respons yang cukup bagus, akan tetapi dalam aplikasinya, BTN Syariah yang masih berstatus sebagai UUS dari BTN Konvensional, dari segi hukumnya tetap mempercayakan kepada Pengadilan Negeri. 200

Respons yang sangat bagus terhadap penambahan kewenangan Pengadilan Agama ditunjukkan oleh BNI Syariah kantor Cabang Kota Malang, yang disampaikan oleh Ainul Yaqin yang menjabat sebagai Recovery and Remedial, hal tersebut dikarenakan dalam penerapannya BNI S sudah menggunakan Prosedur penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Agama, meskipun beliau nilai masih lambat, akan tetapi, hemat penulis hal tersebut lambat laun dapat membiasakan SDM Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara Perbankan Syariah. (2). Proses Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Negeri Penyelesaian sengketa melalui proses Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Negeri, masih penulis nilai lebih menonjol dibandingkan dalam Proses Pengadilan Agama, baik disebabkan oleh kebiasaan mayarakat, pengetahuan masyarakat, politik, dan hukum. Dalam kaitannya dengan hal tersebut ketiga Bank Syariah Kota Malang yang menjadi objek penelitian ini, merespons cukup baik dengan pemberikan opsi pilihan kepada Pengadilan Negeri sebagai wadah dalam menyelesaikan senketa Perbankan Syariah yang sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Respons tersebut didasari pada fakta yang ada bahwa: 1. mayoritas sengketa yang ada merupakan sengketa yang kaitanya dengan jaminan dan pelelangan; 2. peminat Bank Syariah bukan hanya dari kalangan Muslim namun non-muslim juga; 3. lebih dikenalnya Pengadilan Negeri dimata masyarakat 201

dibandingkan dengan Pengadilan Agama; dan 4. Mayoritas nasabah belum menggetahui adanya kewenangan baru Pengadilan Agama. (3). Proses Pengadilan Dalam BASYARNAS. Eksistensi BASYARNAS masih hanya sekedar formalitas semata, meskipun dengan adanya perjanjian arbitrase tertulis yang meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri. Hal tersebut, dikarenakan putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi (executoir) dari Pengadilan Negara (Pengadilan Agama dan/atau Pengadilan Negeri). Dilain sisi, lokasi BASYARNAS juga hanya di kota-kota besar tertentu, yaitu Surabaya, Yogyakarta, Riau, Lampung, Padang, Kalimantan Timur, Aceh dan Padang. Dimana menurut Tanti Widia, lokasi tersebut kosong, meskipun lembaganya telah didirikan. Kedua, proses konsensual yang mekanisme penyelesaian sengketanya diselesaikan secara kompromis untuk mencapai solusi yang bersifat win-win solutions. Dalam hal penyelesaian sengketa berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, musyawarah mufakat, dan mediasi perbankan termasuk dalam mekanisme penyelesaian sengketa Perbankan Syariah konsensual. (1). Musyawarah-mufakat. Respons yang penulis dapat dari ketiga Bank Syariah Kota Malang yang penulis jadikan objek penelitian lapangan ini, sangat bagus. Dimana ketiganya 202

menggunakan proses tersebut sebagai proses penyelesaian yang paling awal sebelum dilanjutkan pada tahap penyelesaian sengeketa yang lebih lanjut. Ketiganya berpendapat, selain sebagai cara yang tetap menjaga kerukunan hubungan antara pihak-pihak, proses ini juga sebagai wadah sharring untuk mendapatkan suatu solusi dari suatu masalah yang terjadi. (2). Mediasi Perbankan. Proses penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dengan menggunakan mediasi perbankan, mendapat respons cukup baik dari praktisi Perbankan Syariah. Akan tetapi, disesuaikan dengan kebutuhan para pihak yang terkait dalam suatu sengketa pula. 2. Latar Belakang Persinggungan Kewenangan antara Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Latar belakang persinggunga kewenanga antara kedua Lembaga Pengadilan Negara tersebut, menurut para praktisi Perbankan Syariah Kota Malang dikarenakan beberapa faktor, yaitu: Pertama, pada hakikatnya setiap Bank Syariah di Kota Malang ingin mematuhi peraturan perundang-undangan yang menjadi landasasan hukum baik operasional, kegiatan usaha maupun kelembagaan. Akantetapi, tetap saja Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang berorientasi untuk menghasilkan keuntungan untuk lebih mengembangkan usaha Bank Syariah tersendiri, dimana dalam penyelesaian sengketapun Bank Syariah tetap ingin menggunakan prosedur penyelesaian sengketa efisien dan efektif baik menggunakan titik ukur waktu 203

maupun SDM (Sumber Daya Manusia) yang menangani sengketa Perbankan Syariah. Kedua, kesiapan Hakim Pengadilan Agama menurut beberapa pihak masih hanya bersifat kesiapan standar materi perjanjian, dimana belum memahami secara maksimal belum seluruh hakim pengadilan agama memahami seluk beluk bidang-bidang hukum bisnis yang berbasis syariah seperti, tentang reksadana, keuangan mikro, dana pensiun, asuransi, dan urusan ekonomi syariah lainnya yang semakin kompleks dan berkembang pesat sejalan dengan semakin berkembangnya inovasi praktisi atau ekonom-ekonom di Indonesia, yang tentunya tidak terhitung jumlahnya. Ketiga, penambahan kewenangan Pengadilan Agama di bidang penyelesaian sengketa Ekonomi Syariah yang dalam hal ini meliputi sengketa Perrbankan Syariah tidak dibarengi dengan revisi Undang-Undang yang berhubungan dengannya, seperti Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sehingga, Pengadilan Negeri dijadikan opsi atau alternatif prosedur penyelesaian sengketa Perbankan Syariah yang bukan hanya dimungkinkan terjadinya kasus perdata, akantetapi juga Pidana. Sebagai contoh kasus pencucian uang yang terjadi di Bank Century. Keempat; Bahwa pengaturan penyelesaian sengketa di bidang Perbankan Syariah masih belum terdapat unifikasi hukum dan kepastian hukum yang berlaku sama untuk seluruh golongan masyarakat, namun tetap berpedoman pada tercapainya penegakan hukum pelaksanaan operasional perbankan syariah yang 204

sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Hal tersebut dikarenakan perjanjian di Indonesia masih bernaung atau berkiblat kepada KUHPerdata yang merupakan warisan dari zaman kolonial. Kelima, Seiring dengan pesatnya perkembangan praktik bisnis berdasarkan prinsip syariah pada dekade ini, ternyata bisnis tersebut membuka ruang serta memungkinkan bagi siapa pun untuk terlibat di dalamnya. Bisnis tersebut tidak hanya diminati oleh orang-orang Islam saja, melainkan orang-orang yang bukan beragama Islam pun ikut menikmati produk-produk bisnis yang berbasis syariah ini. Kehadiran orang yang beragama bukan Islam menjadi subyek hukum dalam perkara ekonomi syariah menunjukkan suatu perkembangan hukum dimana kegiatan usaha yang mendasarkan pada prinsip syariah tidak hanya diminati oleh orang-orang Islam saja. Keenam, prinsip Syariah dalam Unit Usaha Syariah masih diintervensi oleh adanya prinsip Konvensional sebagai Bank Pusat. Ketujuh, pemberian opsi penyelesaian sengketa ke Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Negeri, sebagai masa transisi Pengadilan Agama untuk mengoptimalkan keilmuan di bidang Ekonomi Syariah, khususnya Perbankan Syariah dan untuk beradaptasi dengan kewenangan yang baru. Sebelum benarbenar menjadi the only Kekuasaan Kehakiman yang menangani perkara Ekonomi Syariah baik di bidang perdata maupun Pidana. Karena pada Pasal 2 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, memungkinkan Pengadilan Agama juga 205

dapat memeriksa, memutuskan, dan mengadili perkara pidana dalam kaitannya dengan kewenangan absolutnya. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu latar belakang banyaknya alternatif dalam penyelesaian sengketa perbankan Syariah. Karena, setiap Pihak mempunyai hak untuk menentukan atau tidak menentukan pilihan hukum dan/atau pilihan forum dalam perjanjian kontraktual yang dibuat atau disepakati antara pihak Bank Syariah dengan Nasabah. A. SARAN Mengacu pada kesimpulan diatas, dapat kita ketahui bahwa kebiasaan para praktisi Perbankan Syariah dengan menyelesaikan sengketa melalui Pengadilan Negeri atau Umum, menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) Hakim di Pengadilan Negeri sebagai tolak ukur kesiapan Hakim Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa Perbankan Syariah. Sehingga perlu kiranya pembentuk Undang-Undang mempertegas ranah hukum apa saja yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Jadi, penambahan kewenangan Pengadilan Agama di Bidang Ekonomi Syariah tidak seperti hanya ketentuan tanpa aplikasi dalam kata lain hanya sekedar penambahan saja tanpa dilengkapi atau didukung peraturan tertulis lainnya. Ketegasan tersebut dimaksudkan, agar pencari keadilan tidak semaunya sendiri dalam mengaplikasikan peraturan yang ada. dan mau tidak mau lembaga Perbankan Syariah akan menyelesaikan sengketa Perbankan Syariah di 206

Pengadilan Agama, paksaan inilah yang secara pelan namun pasti mengasah kesiapan Hakim Pengadilan Agama. 207