BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI MOTIVASI KERJA GURU SEKOLAH LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

HAK GURU. Uraian tentang hak-hak guru selanjutnya dituangkan dalam tabel di bawah ini.

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. terdapat kapasistas bagi timbulnya keterampilan anti sosial (anti-sosial behaviour)

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. yang penulis lakukan terhadap responden dan informan tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Di sekolah guru merupakan

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

BAB I LATAR BELAKANG. Pendidikan merupakan sesuatu yang harus diikuti oleh semua orang. Dengan

BAB IV ANALISA PENDEKATAN HUMANISTIK DENGAN TEKNIK CLIENT-CENTERED OLEH GURU KELAS DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TUNARUNGU

PENGEMBANGAN PROFESI GURU PLB

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang menyandang predikat guru professional. Hal tersebut tertuang dalam

DEVELOPPING OF TEACHERS HP

BAB 1. Pendahuluan. alat yang dapat meningkatkan kapasitas kemampuan seseorang, tetapi juga menjadi

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem penyelenggaraan pendidikan dasar, lanjutan, dan menengah

BAB I PENDAHULUAN. belajar mengenali kemampuan diri dan lingkungan.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke. segera menjadi kenyataan seperti yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PROGRAM PRIORITAS SUBDIT KESHARLINDUNG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan anak seoptimal mungkin dalam berbagai aspek, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu proses atau kegiatan yang sukar dihindari

PERLINDUNGAN HUKUM PROFESIONALISME GURU

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di

BAB V PEMBAHASAN. berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya. Surabaya semakin di percaya oleh mayarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Guru adalah orang yang memiliki kemampuan merencanakan program

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan, tidak menjadi halangan bagi siapapun terutama keterbatasan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani (Penjas) merupakan salah satu mata pelajaran yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

Manual Mutu Sumber Daya Manusia Universitas Sanata Dharma MM.LPM-USD.10

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya kewenangannya dipegang oleh pemerintahan pusat sekarang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang harus diikuti oleh semua orang. Dengan

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seperti dengan isi undang-undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Standar Penelitian STIKES HARAPAN IBU

REV 20 FEBRUARI 2015 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENELITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAMPAK KOMPETENSI PEDAGOGIK, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA GURU SMK KABUPATEN BLORA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan pokok manusia yang sering belum memenuhi harapan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ditetapkan, yaitu untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh ( Anak_

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

BAB IV ANALISIS UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SD NEGERI 03 MOJO KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG

PENYUSUNAN MODEL PTK *) (UNTUK MEMENUHI 12 POINT KENAIKAN PANGKAT KE IV-B)

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya pendidikan Islam itu setidak-tidaknya menyangkut peserta

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi. sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus atau anak penyandang cacat memiliki kelainan dalam hal fisik, mental, atau sosial. Sebagai individu yang memiliki kekurangan maka mereka pada umumnya sering dianggap kurang memiliki rasa percaya diri dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang kurang positif juga justru menambah beban permasalahan bagi para penyandang cacat. Sebenarnya dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada mereka harus disikapi secara positif agar mereka dapat dikembangkan seoptimal mungkin potensinya dan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi keluarga, lingkungan, masyarakat, serta pembangunan bangsa (Jahidin, 2010). Dalam rangka memberdayakan dan memenuhi hak-hak bagi anak berkebutuhan khusus, pengelolaan pendidikan luar biasa dituntut untuk dapat memotivasi dan mengembangkan potensi mereka dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang ada dalam program-program sekolah pengembangan potensi peserta didik merupakan hal yang penting dari pelaksanaan proses pembelajaran, guna membekali siswa kelak dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga dapat hidup mandiri, mampu berkompetisi, dan berani mempertahankan kebenaran, serta eksis dalam kehidupan bermasyarakat minimal mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya sendiri (Jahidin, 2010). 1

2 Berbagai upaya telah banyak dan tak pernah berhenti dilakukan mulai dari tingkat pusat hinggga di tingkat sekolah untuk mengembangkan pendidikan bagi ABK di SLB yang semakin bermutu, namun realita yang ada masih menunjukkan belum tercapainya apa yang dicita-citakan. Mutu ABK selama masih dalam proses hingga setelah lulus dari SLB masih diragukan untuk mampu hidup bermasyarakat secara wajar. Hal ini merupakan tantangan dan kewajiban bersama terutama stake holders pendidikan luar biasa sudah semestinya mencarikan akar permasalahan yang pada akhirnya dapat menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat perkembangan menuju sekolah yang bermutu (Jahidin, 2010). Kondisi sebagaimana digambarkan di atas tentu ada kaitannya dengan fakta di lapangan yang menunjukkan masih lemahnya dalam bidang-bidang seperti kurikulum, kebijakan sekolah, profesionalisme ketenagaan, sarana prasarana, dan manajemen sekolah. Relevansi dan kedalaman kurikulum tingkat satuan pendidikan masih perlu disempurnakan, sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik ataupun kebutuhan lapangan kerja di masyarakat. Faktor lainnya adalah kebijakan sekolah yang masih perlu dipertegas agar dapat mengikat suatu komitmen bersama untuk mengembangkan sekolah secara optimal karena berjalan tidaknya program-program sekolah akan sangat tergantung pada kebijakan sekolahnya. Profesionalisme ketenagaan masih belum mencapai kualifikasi yang diharapkan, baik dilihat dari kualifikasi akademik maupun dari segi pengalaman kerjanya. Dikemukakan dalam Petunjuk Teknis Rotasi, Mutasi, dan Promosi

3 Tenaga Pendidik dan Kependidikan SLB Bidang Pendidikan Luar Biasa Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Tahun 2010/2011 bahwa : 34% tenaga pendidik masih belum memenuhi kualifikasi yang sesuai untuk tenaga pendidik pada pendidikan khusus. (Pidarta, 2010). Hak dan Kewajiban dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: (a). memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; (b). mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; (c). memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; (d). memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; (e). memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; (f.) memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan; (g). memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; (h.) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; (i) memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan; (j). memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau (k). memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Faktor sarana prasarana sekolah-sekolah yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus, masih sangat memprihatinkan. Pada sebagaian besar SLB

4 ruang kelasnya saja masih kurang, bahkan banyak sekolah yang hanya memiliki satu atau dua ruangan kelas saja. Faktor yang terakhir masalah manajemen sekolah, hal ini penting sekali karena semua sumber daya yang ada di sekolah yang mencakup man, material, and money tanpa diatur dengan baik sudah tentu tidak akan banyak berarti bagi perkembangan sekolah. Untuk itu pengetahuan yang dirasakan masih kurang tentang manajemen sekolah bagi para kepala sekolah maupun tenaga yang lainnya perlu ditingkatkan lagi, sehingga para kepala sekolah khususnya maupun guruguru dapat memahami, mengerti dan pada akhirnya dapat melaksanakan manajemen sekolah dengan baik. Guru mempunyai peranan yang sangat penting dan bertanggung jawab terhadap perkembangan mental dan emosional muridnya. Menurut Munandar (1999) tugas seorang guru adalah merangsang dan membina perkembangan intelektual, pertumbuhan sikap-sikap dan nilai-nilai dalam diri anak. Di Indonesia sekolah khusus seringkali disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) walaupun ada juga sekolah-sekolah khusus yang tidak menamakan dirinya sebagai SLB. Pembentukan Sekolah Luar Biasa memberikan pelayanan yang lebih baik bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus atau anak luar biasa (Sunarjo, 2006). Di Indonesia sekolah khusus seringkali disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) walaupun ada juga sekolah-sekolah khusus yang tidak menamakan dirinya sebagai SLB. Pembentukan Sekolah Luar Biasa memberikan pelayanan yang lebih baik bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus atau anak luar biasa (Sunarjo, 2006). Jumlah SLB pada tahun 2006/2007 mencapai 1.569 sekolah,

5 dimana 80,75 % diantaranya SLB swasta (Direktorat PSLB 2003) Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan lembaga pendidikan yang dipersiapkan untuk menangani dan memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak penyandang kelainan (anak luar biasa) yang meliputi kelainan fisik, mental, dan emosi / sosial (Mikarsa, 2002). Nasib yang cukup memperihatinkan terjadi pada guru SLB swasta di Jombang yang dikabarkan luput dari perhatian pemerintah. Pemerintah dianggap lebih memprioritaskan guru pengajar di SLB Negeri daripada guru di SLB swasta. Guru honorer yang bekerja di SLB negeri lebih diprioritaskan meskipun masa pengabdian mereka tidak selama guru yang mengajar di SLB swasta (www.gttjombang.co.tv). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa guru di SLB yang nantinya akan dijadikan lokasi penelitian, dapat diketahui bahwa guru-guru yang ada sudah mengabdi untuk mendidik anak berkebutuhan khusus rata-rata selama 8 hingga 25 tahun. Namun lamanya mengabdi bukan berarti gaji para guru menjadi lebih tinggi. Gaji tersebut diterima oleh para guru disebabkan karena hingga saat ini guru masih berstatus GTT (Guru Tidak Tetap) dan menerima gaji Rp 150.000 per bulan. Di sisi lain peran mereka di masyarakat tidak begitu saja ditinggalkan, para guru tersebut masih dapat membagi waktu untuk bersosialisasi di masyarakat. Rutinitas mengajar jam 07.00-12.30 WIB tidak menyurutkan semangat mereka untuk bermasyarakat dilingkungannya. Hasil wawancara dari informan A dan B masih dapat menyempatkan waktu untuk bisa beribadah bersama dimasjid dilingkungan

6 tempat tinggal agar intesitas bersosialisasinya tetap terjaga. Selain itu informan A tetap mengikuti kegiatan-kegiatan sosial lain antara lain, pengajian, dharma wanita, pkk, gotong-royong. Bahkan hasil wawancara dari informan B, masih bisa membagi waktunya untuk memberikan les bimbingan pada anak berkebutuhan khusus di rumah peserta didiknya dengan tidak memungut biaya. Dan tidak jarang diwaktu libur, orang tua dari peserta didik menitipkan anak dirumah informan A dan B. Meskipun demikian, para guru di SLB tidak berniat untuk berhenti mengabdikan diri sebagai guru dan mendidik siswa-siswa, karena guru beranggapan pekerjaannya tersebut adalah tabungan untuk di akhirat kelak. Guru di SLB ini memiliki tempat tinggal yang berjarak rata-rata 10 km dari sekolahan. Selain kondisi tersebut, informan pernah mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari anak didik mereka, seperti diludahi, diperlakukan tidak senonoh, dan dihina. Namun perlakuan tersebut tidak membuat informan kehilangan perhatian dan kasih sayang terhadap anak didik tersebut. Selain itu informan juga terkadang memberikan sejumlah uang kepada anak didik mereka sebagai cara untuk membujuk mereka agar mau kembali belajar lagi. Informan lebih memilih bertahan menjadi guru SLB dari pada guru sekolah biasa dengan alasan bahwa guru SLB merasa lebih dapat mencurahkan segala perhatian kepada anak didik mereka yang dianggap lebih membutuhkan jika di bandingkan dengan murid di sekolah biasa. Selain itu informan ingin berusaha merubah pandangan masyarakat tentang anak berkebutuhan khusus yang dianggap oleh masyarakat hanya sebagai beban keluarga dan tidak mampu berbuat apa-apa. Maka dari itu informan berusaha keras untuk memberikan bekal

7 keterampiulan pada anak berkebutuhan khusus sehingga sangat di mungkinkan anak tersebut dapat bermanfaat di masa depannya. Kondisi tersebut membuktikan bahwa adanya keikhlasan yang tulus dari para guru dalam mendidik anak-anak dalam kategori berkebutuhan khusus. Berdasarkan kondisi tersebut, maka menjadi sebuah sorotan di dunia pendidikan bahwa nasib yang kurang beruntung terjadi pada guru SLB. Meskipun adanya ketimpangan yang terjadi antara gaji dengan tugas, seorang guru tetap menjalankan tugasnya dengan baik. Hal ini lebih didasarkan pada adanya panggilan hati dari seorang guru untuk mendidik murid-muridnya. Perilaku ini biasa disebut dengan perilaku prososial. Perilaku prososial pada dasarnya ada pada setiap manusia, hal ini terjadi karena naluri alamiah manusia sebagai makhluk yang saling membutuhkan tidak akan dapat dihilangkan pada diri manusia. Rasa ketergantungan seperti kebutuhan untuk dibantu ketika terkena musibah muncul secara spontan. Sedangkan rasa iba bagi orang lain yang melihat juga akan muncul secara spontan tanpa dapat dibendung (Papilaya, 2002). Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian, dan peneliti juga ingin mengetahui bagaimana perilaku prososial pada guru SLB dan faktor apakah yang menyebabkan munculnya perilaku prososial pada guru SLB. Oleh karena itu penulis memilih judul untuk penelitiannya adalah Perilaku Prososial Pada Guru Sekolah Luar Biasa.

8 B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini memahami secara mendalam tentang perilaku prososial dan faktor yang menyebabkan munculnya perilaku prososial pada guru SLB. C. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan akan diketahui proses prososial pada guru SLB, dari hasil tersebut dapat diambil manfaat: 1. Untuk guru, dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan perilaku prososial kepada murid-murid di SLB. 2. Untuk Instansi pendidikan terkait, dapat dijadikan pertimbangan untuk lebih bisa memberikan penghargaan moril dan materiil dalam meningkatkan kesejahteraan guru SLB.