BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan perkembangan mutu pendidikan yang baik, haruslah ditunjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa, salah satu aspek yang dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Namun, sampai saat ini masih banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi lulusan (SKL) pada kriteria kualifikasi sikap, kemampuan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. National Cauncil of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan. masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) DALAM PEMBELAJARANMENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI

tuntut menyelesaikan permasalahan secara mandiri dan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, terjadi proses

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah wahana untuk mengembangkan dan melestarikan. dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika sebagai salah satu bidang ilmu dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi, tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas,

BAB I PENDAHULUAN. prioritas utama untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih baik. Sehingga. mutu pendidikan menjadi fokus penting pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Matematika lahir karena adanya kebutuhan untuk menyelesaikan masalah di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pesat. Manusia dituntut memiliki keterampilan berpikir kritis, sistematis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Yanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat untuk perkembangan teknologi modern. Tidak hanya sebagai penghubung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke 4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam bidang pendidikan matematika beserta tuntutannya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah Subahanahu wata ala menciptakan manusia sebagai sebaik-baik ciptaan, makhluk yang paling sempurna (Q.S At Tin ayat 4). Sebagai makhluk yang paling sempurna manusia dibekali cipta, rasa, dan karsa yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Dalam rangka menumbuh kembangkan potensi manusia agar menjadi makhluk yang dewasa, beradab, dan normal diperlukan pendidikan yang layak. Hal ini telah dijelaskan dalam Undang-Undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut diperkuat dengan pasal 31 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi, Setiap warganegara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dalam rangka menumbuhkembangkan potensi manusia yang unggul dan beradab, tentunya pendidikan nasional di Indonesia terus mengalami perkembangan. Perkembangan nasional di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskam kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia sesuai yang diamanatkan Pembukaan UUD 1945 alinea IV sejak dulu. Guna memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia yang tinggi di Indonesia, dengan tujuan agar dapat bersaing di masa depan, maka pendidikan Indonesia harus terus mengalami perbaikan sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman. Kurikulum pendidikan nasional yang sekarang ini digunakan secara luas di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum yang digunakan sebelumnya, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya pada setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan. Panduan pengembangan kurikulum KTSP yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mempunyai tujuan yang salah satunya adalah memberikan kesempatan bagi siswa agar dapat belajar untuk 1

2 membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (Rusman, 2008: 472). Dengan demikian, KTSP menuntut setiap sekolah agar dapat mengembangkan dan meningkatkan proses pembelajaran secara aktif dan mandiri. Pembelajaran adalah suatu proses sosialisasi individu dengan lingkungannya sehingga individu tersebut dapat mencapai tingkat kedewasaan yang diharapkan. Selain itu, pembelajaran juga dapat diartikan sebagai proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan (Erman Suherman dkk, 2003: 8). Pada suatu pembelajaran guru berperan sebagai komunikator atau fasilitator bagi siswa sehingga materi yang berupa ilmu pengetahuan dapat dikomunikasikan. Matematika merupakan ilmu dasar yang sekarang ini telah berkembang secara pesat. Perkembangan yang terdapat dalam matematika antara lain perkembangan materi dan kegunaan matematika itu sendiri. Menurut Herman Hujodo (2003: 40) matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Perkembangan cara berpikir seseorang tidak akan terlepas dari penalaran pemecahan masalah. Jadi, matematika sangat diperlukan dalam kehidupan seharihari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK, karena pada dasarnya belajar matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasinya, tetapi juga unsur ruang sebagai sasarannya yang membuat matematika sangat dekat dengan kehidupan. Berdasar pada Republika tertanggal 25 November 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, menjelaskan akan peneguhan tekad dalam pendidikan. Dalam hal ini, pendidikan memang harus menjadi sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran ini perlu diterapkan meski penuh tantangan pada kenyataannya. Hal ini selaras dengan pemikiran bapak pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, bahwa tempat belajar siswa atau sekolah harus dianggap sebagai taman. Belajar matematika itu tidak menyenangkan, hal tersebut menjadi persepsi publik hari ini. Kecenderungan yang muncul, siswa menganggap

3 matematika itu pelajaran yang sulit, sehingga jangankan menyukai, untuk belajar saja mereka enggan. Berdasar pada Koran Sindo tanggal 11 November 2013, Prof. Ahmad Fauzi, guru besar Program Studi Statistika UII mengatakan Ada dua persolan mendasar yang terjadi dalam dunia pendidikan matematika Indonesia saat ini. Persoalan pertama, pengaturan kelas yang monoton di mana murid hanya menghadap ke papan tulis, dan pembelajaran kelas kurang dinamis. Selain itu, pembelajaran yang diterapkan hampir semua sekolah cenderung text book oriented. Rutinitas seperti inilah, yang membuat siswa menjadi bosan belajar matematika. Persoalan kedua, pembelajaran matematika yang diajarkan jauh dari konteks dunia nyata dan cenderung abstrak. Seharusnya, sebagai ilmu pasti matematika justru memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan manusia, bukan hanya teori. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis, buku ajar matematika yang digunakan secara umum di Sekolah Menengah Pertama cenderung membuat siswa bosan dalam belajar. Kebosanan ini disebabkan oleh teknik penyampaian materi yang digunakan dalam buku-buku ajar itu yang cenderung bersifat satu arah, sehingga siswa yang merupakan manusia (seolaholah) tidak dimanusiakan. Temuan lain dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMP N 2 Manyaran menunjukkan bahwa siswa hanya diajari tentang apa yang dipelajari, bukan kenapa dan bagaimana belajar. Hal ini sungguh menyalahi konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, jangan pernah mencekoki anak. Selain itu, dari hasil wawancara dengan guru matematika di SMP N 2 Manyaran, ditemukan persoalan siswa tidak mampu mengerjakan soal yang tipenya sedikit berbeda dengan yang pernah diajarkan guru di kelas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Widi Astuti S.Pd, guru matematika di SMP tersebut, siswa cenderung menghafal dalam belajar matematika. Persoalan mendasar inilah yang membuat siswa menganggap matematika itu sulit, sehingga tujuan pembelajaran matematika tidak tercapai. Padahal, pembelajaran matematika seharusnya dapat membentuk kemampuan bernalar

4 siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif, jujur, dan disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika maupun bidang lain dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahan ajar menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan untuk menyikapi persoalan tersebut. Bahan ajar yang lengkap, mengajarkan apa, kenapa, dan bagaimana belajar, mudah dipahami dan dipelajari siswa sangat diperlukan. Selain itu, diperlukan juga pengembangan kemandirian belajar dan bernalar. Bahan ajar berbentuk modul sangat cocok dijadikan sebagai bagian dari solusi. Andi (2014: 106), mendefinisikan bahwa modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik. Modul disusun dan dirancang sedemikian sehingga dapat memberikan ruang dan kesempatan yang cukup bagi siswa untuk mengungkapkan ide atau gagasan mereka dalam menemukan sendiri konsep matematika. Disinilah letak kelebihan modul dibandingkan bahan ajar yang lain. Selain bahan ajar, hal lain yang harus diperhatikan adalah pembelajaran. Pembelajaran harus mampu menciptakan suatu interaksi secara aktif antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan objek belajar sehingga dapat membuat siswa secara mandiri menemukan konsep dari materi yang diajarkan. Selain itu, pembelajaran yang digunakan juga harus menggunakan masalah nyata sebagai bagian dari pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dapat dipilih adalah pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) atau PBL. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar bagi siswa untuk belajar (Djamilah Bondan, 2011). Tan (dalam Djamilah Bondan, 2011) juga menyebutkan bahwa PBL telah diakui sebagai suatu pengembangan dari pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang menggunakan masalah-masalah dunia nyata sebagai titik awal dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan

5 penelitian yang dilakukan oleh Khusnul Khotimah, dkk. (2013) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk terlatih memecahkan suatu masalah sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. De Graaff (2003;657) menyatakan, PBL education builds on the student s background, expectations, dan interests. It is common for students to be motivied to work much harder with that PBL model than with traditional teaching metods. Penjelasan tersebut menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah atau PBL mendorong siswa untuk lebih aktif dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional. Hal itu sesuai dengan karakteristik dalam PBL dimana siswa didorong agar bisa menemukan konsep, menganalisis, dan memecahkan permasalahan, serta mengkomunikasikan gagasan yang dimilikinya. Jonassen (2008:16) menyatakan bahwa, PBL is also student s centered, requiring learners to self-direct their learning in order to determine what they know and do not know about the problem. PBL is an instructional methodology, and like all instructional methodoligies, is not universally applicable to different learning problems.the primary goal of PBL is to enhance student s application of knowledge, problem solving, and self-directed learning skills by requiring them to actively articulate, understand, and solve problems. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa PBL merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa secara mandiri menganalisis permasalahan yang mereka hadapi. PBL merupakan pembelajaran yang tujuan utamanya meningkatkan aplikasi pengetahuan siswa, pemecahan masalah, dan keterampilan untuk belajar mandiri dengan mengharuskan mereka secara aktif mengartikulasikan, memahami, dan memecahkan masalah. Berdasarkan uraian tersebut, bahan ajar dalam bentuk modul dengan pembelajaran berbasis masalah (PBL) diharapkan dapat memfasilitasi guru dalam menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna, karena menghadirkan masalahmasalah yang dekat dengan kehidupan siswa sehingga siswa memiliki gambaran tentang aplikasi ilmu yang dipelajarinya. Modul juga bisa menjadi bahan belajar bagi siswa untuk mengembangkan kemandirian, keaktifan dalam memecahkan masalah dan dalam menemukan konsep matematika. Hal itu sesuai dengan

6 Depdiknas dalam Wayan Somayasa (2013) yang menyatakan bahwa pengembangan modul dapat menjawab atau memecahkan masalah ataupun kesulitan dalam belajar. Hal tersebut karena terdapat sejumlah materi pembelajaran yang sering kali siswa sulit untuk memahami ataupun pendidik sulit untuk menjelaskannya. Kesulitan tersebut dapat saja terjadi karena materi tersebut abstrak, rumit, dan asing. Apabila materi bersifat abstrak, maka modul mampu membantu peseta didik menggambarkan sesuatu yang abstrak tersebut misalnya dengan penggunaan foto, gambar, bagan, dan lainnya. Apabila materi pembelajaran rumit, dapat dijelaskan dengan cara yang sederhana sesuai dengan tingkat berpikir siswa sehingga menjadi lebih mudah dipahami. Menurut Nieveen dalam Nanang ( 2014: 28), suatu modul pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Pertama, valid. Valid terkait dengan dua hal, yaitu (1) sesuatu yang dikembangkan berdasarkan pada rasional teoretis yang kuat; (2) terdapat konsistensi internal. Kedua, praktis. Sesuatu dikatakan praktis jika: (1) para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diimplementasikan, (2) kenyataan menunjukkan bahwa yang dikembangkan dapat diterapkan. Ketiga, efektif. Parameter keefektifan dapat dilihat dari: (1) ahli dan praktisi menyatakan layak pada apa yang dikembangkan, (2) secara operasional memberikan hasil yang sesuai dengan harapan. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengembangkan Modul Matematika untuk Pembelajaran Berbasis Masalah yang memenuhi aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pendahuluan di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana mengembangkan modul matematika untuk pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada materi pokok himpunan kelas VII SMP? 2. Bagaimana kelayakan modul matematika untuk pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada materi pokok himpunan kelas VII SMP ditinjau dari kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan modul?

7 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui bagaimana mengembangkan modul matematika untuk pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada materi pokok himpunan kelas VII SMP. 2. Untuk mengetahui kelayakan modul matematika untuk pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada materi pokok himpunan kelas VII SMP ditinjau dari kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan modul. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi siswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber belajar yang dapat meningkatkan daya tarik dan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah matematika sekaligus meningkatkan kemandirian siswa dalam belajar matematika. 2. Bagi guru matematika a. Proses pengembangan modul ini diharapkan dapat menjadi referensi pengembangan modul untuk materi matematika yang lain. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan ajar yang dapat meningkatkan peran guru sebagai fasilitator sekaligus membantu guru dalam melakukan penilaian autentik dan memberikan tindak lanjut bagi pencapaian siswa. 3. Bagi sekolah, proses pengembangan modul ini dapat dijadikan sebagai referensi pengembangan modul untuk bidang yang lain baik yang di dalam mata pelajaran matematika maupun di luar mata pelajaran matematika.