BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan karena tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan (Sutrisno & Nuryanto, 2008). Seiring dengan tuntutan perkembangan zaman, perubahan kurikulum di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari. Semangat zaman yang makin mengglobal menyebabkan perubahan evolusioner bahkan revolusioner secara mendasar pada dinamika pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan manusia sangat dibutuhkan. Salah satu inovasi terbaru yang dilakukan pemerintah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di bidang kurikulum adalah diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mulai tahun pelajaran 2006/2007. Setiap sekolah dalam kurikulum yang baru ini dimungkinkan membuat kurikulum yang berbeda, tetapi dalam penyusunannya harus memperhatikan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang sudah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 dan nomor 23 serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Mulyasa, E, 2006). Guru dalam kurikulum baru ini diberi otonomi dalam menjabarkan kurikulum dan peserta didik sebagai subyek dalam proses belajar mengajar. Pemberian otonomi terhadap guru dalam menjabarkan kurikulum ini bertujuan agar implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat 1
memenuhi standardisasi evaluasi belajar peserta didik. Satuan-satuan pendidikan harus mampu mengembangkan komponenkomponen dalam KTSP sesuai dengan panduan yang disusun oleh BSNP. Komponen yang dimaksud mencakup visi, misi, dan tujuan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan, kalender pendidikan, silabus sampai pada rencana pelaksanaan pembelajaran (Mulyasa, E, 2006). Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam praksis pendidikan kontemporer menggiring pada paradigma baru, baik yang menyangkut visi maupun aksi dalam pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan. Hal ini disebabkan makin kompleks dan kompetitifnya kehidupan pada era globalisasi dewasa ini. Akibatnya, sekolah yang sekadar menjalankan fungsi transmisi pengetahuan menjadi tidak memadai lagi memenuhi tuntutan kehidupan masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing pendidikan. baik dalam dunia kerja maupun melanjutkan studi. Kurikulum yang baik dan indah belum menjamin keberhasilan kegiatan pendidikan dan pengajaran. Ketersediaan guru yang mampu melaksanakan program pengajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan tersedianya sarana prasarana, alat dan bahan serta manajemen sekolah sangatlah besar peranannya dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang telah digariskan, sebagaimana diungkapkan oleh Hamalik, Oemar (2009) bahwa kurikulum sebaik apapun aktualisasinya sangat ditentukan oleh guru dalam mengimplementasikan kurikulum khususnya dalam hal pembelajaran, sarana prasarana, alat dan bahan serta manajemen sekolah. Sebagai konsep baru dalam peningkatan kualitas kurikulum, KTSP 2
tidaklah mudah diterapkan secara universal dan instan. Apalagi selama ini, mayoritas sekolah-sekolah masih berpusat dengan pemerintah pusat. Jadi untuk menerapkan KTSP memerlukan sosialisasi-sosialisasi dan proses pengalaman. Menurut Suhadi dalam Sutrisno & Nuryanto (2008) menyatakan bahwa: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disikapi secara kurang bijaksana oleh para pelaku pendidikan. Diantaranya, masih banyak dijumpai adanya anggapan KTSP adalah kurikulum baru yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Sebagai konsekuensinya implementasi kurikulum yang berlaku sebelumnya harus pula dibenahi atau dirombak. Anggapan inilah yang menimbulkan sikap apriori dan penolakan secara psikologis terhadap perubahan. Kecenderungan selama ini, terutama ketika muncul tanda-tanda pergantian kurikulum, selalu tidak diperhitungkan dengan matang. Buktinya, pada tahun 2006 saat KTSP digulirkan berbagai jenjang sekolah di Indonesia menggunakan tiga jenis kurikulum secara bersamaan (kurikulum 1994, kurikulum 2004 dan kurikulum 2006 berlabel KTSP) sebagaimana juga diungkapkan oleh Susilo (2007) bahwa pada tahun 2006 berbagai jenjang sekolah di Indonesia menggunakan tiga jenis kurikulum secara bersamaan yaitu kurikulum 1994, kurikulum 2004 dan kurikulum 2006, dengan adanya tiga kurikulum berbeda untuk generasi yang hampir seangkatan, bisa dibayangkan bagaimana gamangnya arah dan visi pendidikan nasional kita. Dengan diberlakukannya kurikulum tahun 2006, yang juga dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maka di kota Sumenep semua sekolah telah menerapkan KTSP, salah satunya adalah SMAN 1 Ambunten. Sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan, SMAN 1 Ambunten telah mencoba menerapkan konsep KTSP dalam pembelajaran di semua mata pelajaran pada tahun pelajaran 2006/2007. Namun dalam 3
implementasinya patut kiranya dipertanyakan, hal ini jika didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2009) tentang kesiapan sekolah dasar dalam melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di kecamatan kadur kabupaten Pamekasan yang menyatakan bahwa pemahaman kepala sekolah dan guru-guru SD di kecamatan Kadur Kabupaten Pamekasan sangat beragam, ratarata banyak yang menjawab sesuai dengan apa yang mereka dengar dan diperoleh dari hasil pelatihan, sarana prasarana yang dapat mendukung pelaksanaan KTSP kurang memadai dan dalam penyusunan KTSP tidak membentuk tim pengembang kurikulum, padahal Kabupaten Pamekasan merupakan kiblat pendidikan di pulau Madura, dari itu perlu dipertanyakan implementasi KTSP di SMAN 1 Ambunten yang merupakan sekolah standar nasional namun termasuk SMA pinggiran jika dilihat dari posisi geografisnya yang terletak kurang lebih tiga puluh kilometer di sebelah barat daya kota sumenep. Menurut Rino (2010) mengungkapkan bahwa kendala implementasi KTSP adalah pertama ketidaksiapan sekolah menjalankan KTSP secara baik dan konsekwen sebagaimana adanya sehingga menimbulkan kebingungan mulai dari pemahaman secara konsep hingga pelaksanaan kedua sosialisasi KTSP yang tidak terlaksana dengan baik ketiga adanya diferensiasi yang tinggi antar daerah dengan daerah lain terutama antar pusat dan daerah dalam hal sarana dan prasarana sekolah, infrastruktur, input, kualifikasi tenaga pendidikan dan SDM. Selain itu implementasi KTSP juga menghadapi tangtangan besar terkait dengan dinamika perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam era globalisasi dewasa ini. Globalisasi memaksa terjadinya variasi dan dinamika sumber pengetahuan. Dulu guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, namun 4
dewasa ini peserta didik memiliki peluang mengakses informasi dari berbagai sumber tanpa harus bergantung pada guru. Begitu pula tuntutan kebutuhan pasar kerja dan melanjutkan studi. Banyak pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tingkat tinggi, membutuhkan tenaga kerja yang dapat belajar, menalar, berfikir kreatif, membuat keputusan dan memecahkan masalah. Menurut Klausner dalam Maknun, Johar (2007) pemahaman sains (fisika) dan proses-proses sains (fisika) memberikan kontribusi yang penting kepada kemampuan-kemampuan tersebut. Hal ini juga sejalan dengan yang diungkapkan BSNP (2006) bahwa mata pelajaran Fisika diajarkan untuk tujuan membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fisika sebagai ilmu dasar dimamfaatkan untuk memahami ilmu terapan sebagai landasan pengembangan teknologi. Sebagai komponen dalam kurikulum, mata pelajaran fisika bermakna membina segi intelektual, melalui observasi dan berfikir taat azas dapat melatih peserta didik untuk berfikir kritis. Dengan pemahamam alam sekitar, menganalisis dan memecahkan persoalan terkait, serta memamfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, merupakan bekal untuk bekerja dan melanjutkan studi (Muslim dan Suparwoto, 2002). Namun berdasarkan studi awal yang dilakukan pada tanggal 4 april 2011 di SMAN 1 Ambunten pada nilai rapot sisipan menunjukkan lebih dari 40% peserta didik masih dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang sudah ditentukan yaitu 75. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten. 5
Pertanyaan sebagaimana tersebut diatas tidak akan pernah terjawab tanpa adanya penelitian. Untuk mengungkap fakta dan data tentang implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten perlu dilakukan penelitian dengan judul Analisis Implementasi Kurikulum Fisika di SMAN 1 Ambunten. 1.2 Fokus dan Pertanyaan Penelitian. Agar penelitian ini lebih terarah, maka perlu memfokuskan penelitian ini. Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten Kabupaten Sumenep, faktor pendukung dan faktor penghambat implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten dan strategi yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan-hambatan implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten.. Dengan mengacu pada uraian sebagaimana dikemukakan diatas, maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten? 2. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten? 3. Bagaimana strategi yang dilakukan guru fisika dalam mengatasi hambatanhambatan implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten? 1.3 Tujuan Penelitian. Berdasarkan fokus penelitian, tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Mendiskripsikan implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten. 2. Mendiskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten. 3. Menganalisis strategi guru fisika dalam mengatasi hambatan-hambatan 6
implementasi kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten. 1.4 Manfaat Penelitian. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut : 1.4.1 Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memperluas pengetahuan tentang keefektifan dan efisiensi proses pembelajaran fisika di SMA serta menambah referensi dan masukan bagi peneliti berikutnya. 1.4.2. Manfaat Praktis a. Bagi guru, dapat digunakan sebagai perbaikan kurikulum fisika sehingga implementasi Kurikulum fisika dapat berhasil dan sukses. b. Bagi SMAN 1 Ambunten, sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan kurikulum fisika di SMAN 1 Ambunten. c. Bagi Peneliti, memperoleh wawasan dan pemahaman baru mengenai salah satu aspek yang penting dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini yaitu perbaikan pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan demikian, diharapkan peneliti sebagai guru siap melaksanakan tugas sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman. 1.5 Penegasan Istilah Penegasan istilah ini dipergunakan untuk memperjelas apa yang akan dibicarakan pada topik pembahan dalam tesis ini. Berikut hal-hal yang perlu dipahami yang merupakan batasan masalah dalam penelitian ini. a. Analisis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyelidikan terhadap suatu kebijakan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (Alwi dkk: 7
2001) b. Implementasi kurikulum didefinisikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis dalam bentuk pembelajaran (Hamalik, Oemar, 2009). c. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (BSNP, 2006). d. Fisika adalah salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam (BSNP, 2006) 8