BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RechtsVinding Online

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

ANALISIS SITUASI KAJIAN HUKUM GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PILKADA ACEH 2017 EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe


UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 27/PUU-XIV/2016

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

I. PARA PIHAK A. Pemohon Alfridel Jinu, SH dan Ude Arnold Pisy (Pasangan Bakal Calon)

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PHPU.D-XI/2013 Tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kota Serang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PUTUSAN Nomor 168/PHPU.D-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Transkripsi:

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah Agung Berdasrkan UUD 1945 Perubahan ketiga Pasal 24A ayat (1) disebutkan bahwa tugas Mahkamah Agung berwenang Mengadili pada Tingkat kasasi, menguji peraturan peratursn perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang. 1 Kekuasaan kehakiman yang diamanatkan oleh UUD 1945 yaitu Pasal 24 ayat (2) yaitu Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 2 Setelah terjadi perubahan dan berbagai pemabgian kewenangan Mahkamah Agung ini dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi 1 Pasal 24A ayat (1) BAB IX kekuasaan kehakiman Amandemen ke 3 UUD 1945. 2 Pasal 24 ayat (2) BAB IX Kekuasaan Kehakiman Amandemen ke 3 UUD 1945. 38

39 berdasarkan Pasal 236C Undang-Undang sebagai bentuk konsekwensi amanat UUD 1945, diantaranya adalah : a) Mahkamah Agung Bertugas dan Berwenang memeriksa dan memutus: 1) Permohonan Kasasi 2) Sengketa tentang kewenangan mengadili 3) Permohonan peninjauan kembali pututsan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 3 b) Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua Lingkungan Peradilan. 4 c) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undangundang. 5 d) Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundangundangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukanya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. 6 3 Pasal 28 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahakamah Agung. 4 Pasal 29 Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahakamah Agung. 5 Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahakamah Agung. 6 Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahakamah Agung.

40 e) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. 7 2. Dasar Hukum Kewenangan Mahkamah Agung Menyelesaikan Sengketa Hasil Pemilukada Kewenangan Mahkamah Agung yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar 1945 begitu banyak, diatur dalam Pasal 24A ayat (1). Kewenangan tersebut meliputi mengadili tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap Undang-Undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan Undang-Undang. Secara konstitusi kewenangan sengketa pemilukada kepada Mahkamah Agung itu adalah termasuk kewenangannya, maka Undang-Undang Pemerintah Daerah memberi kewenangan sengketa hasil pemilukada kepada Mahkamah Agung, yang diatur dalam Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. 8 7 Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 2009 Perubahan kedua atas Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahakamah Agung. 8 Pasal 106 ayat (1) Paragraf Keempat Pemungutan Suara Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

41 Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 106 tersebut, Mahkamah Agung Mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2005 tentang tata cara pengajuan upaya hukum keberatan terhadap hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dari KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota. Selanjutnya diatur dalam peraturan pelaksanaan, antara lain: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomer 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2005 tentang pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam penanganan sengketa hasil pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang dalam memeriksa, mengadili dan memutus hal-hal mengenai sengketa pemilihan Kepala Daerah, sebagaimana yang tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2005 tentang petunjuk teknis penyelesaian sengketa hasil pemilihan Kepala Daerah. Yang menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak menangani memeriksa dan mengadili hal-hal mengenai sengketa pemilihan Kepala Daerah. Hal

42 tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 2g Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-undang ini Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum, 9 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang peradilan Tata Usaha Negara, yang menjadi alasan kenapa harus dibedakan kewenangan lembaga-lembaga pengadilan yang berhak memutusnya padahal dilakukan terhadap produk atau penetapan yang di terbitkan oleh badan yang sama yaitu Komisi Pemilihan Umum Daerah dan terkait dengan peristiwa hukum yang sama pula yaitu perihal pemilihan umum, maka perbedaan kewenangan tersebut dapat menimbulkan putusanputusan pengadilan yang berbeda satu sama lain atau saling kontroversial. Dalam putusan Mahkamah Agung memutus bahwa keputusan yang berkaitan dan termasuk dalam lingkup politik dalam kasus pemilihan tidak menjadi kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan mengadilinya. 10 3. Putusan Mahkamah Agung Diluar kerangka Peraturan Perundangundangan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan Tinggi secara yuridis normatif mempunyai kewenangan yang sangat terbatas dalam 9 Pasal 2g Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang Nomer 05 Tahun 1986 10 Putusan Nomor 482 K/ TUN/ 2003

43 memeriksa dan memutus sengketa hasil pemilihan Kepala Daerah dengan didasarkan pada pasal 106 ayat (2) Undang- Undang Nomer 32 Tahun 2004 yang menentukan bahwa keberatan yang diajukan hanya berkenaan dengna hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon dan bunyi pasal tersebut tidak dapat lagi ditafsir lain, pembatasan kewenangan tersebut dapat dipertegas dalam Pasal 94 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Keberatan sebagaiman yang dimaksud pada ayat (1), hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. 11 Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2005 menyatakan putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi hanya berupa 12 : 1. Putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. 2. Dalam hal Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa keberatan tidak memenuhi persyaratan formal, permohonan dinyatakan tidak dapat diterima. 3. Dalam hal Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa keberatan tidak beralasan, permohonan ditolak. 4. Dalam hal permohonan dikabulkan; Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPUD dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar. 11 Pasal 94 ayat (2) Peraturan Pemerintah tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2005. 12 Pasal 4 Bab IV Putusan Peraturan Mahkamah Agung Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2005.

44 5. Putusan Mahkamah Agung dan Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4) dan ayat (5) bersifat final dan mengikat. Namun dalam prakteknyamahkamah Agung membuat keputusan melebihi dari putusan yang di tentukan oleh peraturan perundangundangan. Salah satu putusan Mahkamah Agung yang menuai Kontroversi adalah putusan Mahkamah Agung Nomor 02/PK/KPUD/2008 tentang permohonan Peninjauan Kembali sengketa hasil pemilihan kepala daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang putusannya tidak hanya membatalkan hasil melainkan memerintahkan pemilihan kepala daerah diulang kembali, 13 padahal Undang-Undang sudah mengatur bahwasannya pemungutan suara di TPS hanya dapat diulang jika terjadi kerusuhan sehingga hasil pilkada tidak dapat digunakan atau perhitungan suara tidak dapat dilakukan. 14 B. Peralihan Kewenangan Mahkamah Agung Ke Mahkamah Konstitusi Dalam Menangani Sengketa Hasil Pemilukada 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Mahkamah konstitusi adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 pasal 24C yang berbunyi: 13 https://slamethariyanto.wordpress.com/2008/01/29/sengketa-pemilihan-gubernur-sulawesiselatan-2007/ diakses pada 15 juni 2016 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 104 ayat (1) tentang Pemerintahan Daerah

45 1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenanganlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. 3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masingmasing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. 4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. 5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. 6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga konstitusi yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk

46 menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum keadilan hal ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003. 15 Tugas dan wewenang yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi telah ditentukan dalam pasal 24C UUD 1945 pada ayat (1) sebagai berikut 16 : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkatpertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2. Dasar Hukum Mahkamah Konstitusi Menangani Sengketa Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kewenangan Dan Kewajiban Mahkamah Konstitusi sangat terbatas yang tertuang dalam Undang-Undang 1945 Pasal 24C, sehingga fungsi dan kewenangan Mahkamah Konstitusi memasukkan kewenangan sengketa pemilukada kedalam rezim pemilu seperti yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang penyelenggara pemilu yang hasilnya penyelesaian sengketa pemilukada pada awalnya kewenangan Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi 15 Pasal 2 Bab II Kedudukan Dan Susunan Bagian Pertama Kedudukan Undang-Undang No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. 16 Pasal 24C ayat (1) Bab IX Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Dasar 1945

47 sesuai dengan Pasal 263C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 atas perubahan kedua Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan : 17 Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pelaksanaan tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi mengaturnya dalam Peraturan Mahkamah Kontitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang pedoman beracara dalam perselisihan hasil pemilihan umum Kepala Daerah. Adapun ketentuan hukum acara Mahkamah Konstitusi dalam pemilihan Kepala Daerah mengacu kepada Undang- Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, Undang- Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah konstitusi, Undang- Undang yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, Nomor 32 Tahun 2004 pada Pasal 106 tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 17 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 atas perubahan kedua Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

48 C. Problematika Peralihan Tugas Dan Kewenangan Menangani sengketa Pemilukada Dari Mahkamah Agung Ke Mahkamah Konstitusi Peralihan tugas dan kewenangan dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilukada merupakan sebuah penegasan sebuah penegasan bahwa selain menjadi pengawal konstitusi (the guardion of the contitution) juga menjalankan fungsi sebagai pengawal demokrasi (the guardian of democrasy). Dalam mengawal demokrasi, Mahkamah Konstitusi menjadi pemutus paling akhir atas sengketa Pemilukada. 18 Dalam perkeembangannya, kewenangan memutus perselisihan hasil pemilihan umum Kepala Daerah di Mahkamah Konstitusi tidak sekedar terkait penentuan angka-angka hasil Pemilu yang diperoleh peserta pemilu, melainkan juga terkait terkait kualitas pelaksanaan Pemilukada. Melalui putusan-putusannya, Mahkamah Konstitusi melakukan berbagai terobosan hukum yang menjaga agar pemilu terlaksana dengan secara demokratis sesuai amanat konstitusi. Alasan Mahkamah Konstitusi mementingkan keadilan subtansial telah menyimpang dari sitem hukum yang dianut oleh Indonesia yaitu civil law system, yang menjadi prinsip utama sistem ini adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, Undang-Undang dan tersusun secara sistematik didalam kodifikasi atau komplikasi tertentu. 19 Mahkamah Konstitusi 18 Hamdan Zoelfa, Mahkamah Konstitusi dan Masa Depan Negara Hukum Demokrasi Indonesia dalam beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana,dan Hukum Islam: Menyambut 73 Tahun Prof. H. Muhammmad Tahir Azhary, S.H, ed Hamdan Zoelfa (Jakarta: Kencana, 2012), 19 R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia,(Jakarta: Raja Grafindo Persada), 67

49 Menyampingkan kepastian hukum demi keadilan sedangkan hukum tidak identik dengan keadilan, hukum bersifat umum mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. 20 Putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus kewenangan menangani sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ditampik dalam UU Pilkada terbaru. Dalam RUU tentang Perubahan atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota yang baru disetujui menjadi UU oleh DPR, mengamanatkan Mahkamah Konstitusi menangani sengketa Pilkada. Ketua Komisi II Rambe Kamarul Zaman berpandangan, dalam UU Pilkada terbaru belum diberikan nomor- memang mengamanatkan MK menangani sengketa Pilkada, sepanjang belum dibentuk badan peradilan khusus. Badan peradilan khusus dibentuk nantinya khusus menangani sengketa Pilkada. Dalam amanat Undang-Undang Pemilukada terbaru, badan peradilan khusus dibentuk paling lama sebelum pelaksanaan Pilkada serentak secara nasional. Pasal 157 ayat (1),(2),(3),(4) menyebutkan: 21 Perkara perselisihan pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus. ayat (2) menyebutkan, Badan peradilan khusus sebagaimana ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak 20 Ibid,. 146 21 Pasal 157 ayat (1),(2),(3),(4) Undang-Undang nomor 8 Tahun 2015

50 nasional. ayat (3) menyebutkan, Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus. ayat (4) menyebutkan, Peserta pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil perhitungan perolehan suara oleh KPU provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi. Wakil Ketua Komisi II Wahidin Halim menambahkan, MK dalam putusannya telah menghapus Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi mengadili sengketa Pemilukada. Namun dengan adanya Undang-Undang Pemilukada terbaru, sudah tegas mengamanatkan Mahkamah Konstitusi kembali menangani sengketa Pemilukada. Selain memiliki pengalaman dalam penanganan sengketa Pemilukada, Mahkamah Konstitusi memiliki kemampuan. Kita harus tegas sengketa Pemilukada diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi, karena ini rezim Pemda. Kita tegas supaya tidak disalahtafsirkan, ujar politisi Partai Demokrat itu. Wakil Ketua Komisi II lainnya, Ahmad Riza Patria mengatakan dalam pembahasan RUU Pemilukada tersebut, Kami sependapat dengan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali agar tidak ditangani Mahkamah Agung, ujarnya. Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, pihaknya menempuh jalan

51 tengah lembaga konstitusi itu yang menangani sengketa Pemilukada. Ia beralasan selain memiliki pengalaman panjang dalam menangani sengketa Pemilukada, Mahkamah Konstitusi berada di pusat ibu kota. Menurutnya, dengan berada di pusat ibu kota, setidaknya dapat menghindari kerusuhan, berbeda halnya jika diadili lembaga yang berada di tingkat provinsi seperti halnya pengadilan tinggi Untuk kasus sengketa Pilkada hampir sama kasusnya, dan akan ditangani Mahkamh Konstitusi. Tapi kemudian nantinya akan ada badan peradilan khusus sengketa pilkada dibentuk sebelum 2027, ujarnya. Terpisah, Ketua MK Arief Hidayat mengatakan dengan terpaksa Mahkamah Konstitusi harus siap kalau revisi Undang-Undang Pemilukada menyebutkan sengketa hasil Pemilukada dikembalikan lagi ke Mahkamah Konstitusi. Tetapi, nanti kita lihat Undang-Undang Pemilukada itu secara lengkap. Soalnya, ini potensial bisa menjadi objek pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi, jadi sebenarnya kita tidak bisa banyak komentar, kata dia. Meski begitu, Mahkamah Konstitusi berharap pengaturan kewenangan sengketa Pemilukada di Mahkamah Konstitusi selaras dengan putusan Mahkam\ah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 yang menyatakan sengketa pemilukada bukan lagi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Namun, sebelum ada regulasi baru yang mengaturnya Mahkamah Konstitusi tetap berwenang menangani sengketa pilkada. Alasannya, Mahkamah Konstitusi menganggap sengketa pilkada bukan bagian rezim pemilu, melainkan rezim pemda. Materi ini yang seharusnya dipakai, kalau memang belum ada lembaga khusus yang ditunjuk menangani sengketa

52 pilkada, masih menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai putusan kita sebelumnya, harapnya. 22 Dengan demikian, menurut Revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2010, sudah tegas mengamanatkan Mahkamh Konstitusi kembali menangani sengketa Pilkada. Nantinya perkara perselisihan hasil Pilkada memang diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus. Namun, perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamh Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus. 23 Tahapan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemda guna mewujudkan Pemilukada serentak secara Nasional dijelaskan pada pasal 201 ayat (1) sampai ayat (7) disebutkan: 24 (1) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dan bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Desember tahun 2015. (2) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai dengan bulan 22 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54e318a34db3e/uu-pilkada-terbaru--amanatkanmk-tangani-sengketa-pilkada diakses pada 10 juni 2016 23 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5481966c9477d/siapa-yang-berwenang-mengadilisengketa-pilkada diakses pada 10 juni 2016 24 Pasal 201 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7) Undang-Undang Pemilukada Nomor 8 Tahun 2015

53 Desember tahun 2016 dan yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2017 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Februari tahun 2017. (3) Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan tahun 2019 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Juni tahun 2018. (4) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota Dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada tahun 2020. (5) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota Dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022. (6) Pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota Dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023. (7) Pemungutan suara serentak Nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada tahun 2027 Dalam perkembangan yang dihasilkan dalam Pasal 201 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 itu mempunyai beberapa tahapan bila kita membacanya

54 yaitu ada VI terdiri dari Tahapan I dilaksanakan pada Desember Tahun 2015. Tahapan II dilaksanakan pada Februari Tahun 2017. Tahapan III dilaksanakan pada Juni Tahun 2018. Tahapan ke IV dilaksakan pada Tahun 2020. Tahapan V dilaksanakan Tahun 2022. Tahapan ke VI dilaksanakan pada Tahun 2023. Dan pada akhirnya diharapkan terlaksana Pemilukada serentak seluruh Indonesia pada Tahun 2027.