JENIS DAN HARGA KAYU KOMERSIAL SERTA PRODUK KAYU OLAHAN PADA INDUSTRI KAYU SEKUNDER PANGLONG DI KOTA MEDAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Industri kayu merupakan badan usaha yang mengelola kayu dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit memiliki umur ekonomis 25 tahun, setelah umur 26 tahun

20155 (Penuis Korespondensi: 2 Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan secara geografis terletak di antara ' ' Lintang Utara

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

JENIS, HARGA KAYU KOMERSIL DAN ANALISIS EKONOMI PADA INDUSTRI KAYU SEKUNDER PANGLONG DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

JENIS ROTAN, PRODUK ROTAN OLAHAN DAN ANALISIS EKONOMI PADA INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN KOMERSIAL DI KOTA MEDAN HASIL PENELITIAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SIFAT FISIS KAYU LAPIS BATANG KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

II. TEGANGAN BAHAN KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jojon Soesatrijo. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

KAJIAN PERENCANAAN KUDA-KUDA BALOK MONOLIT DAN KAYU LAPIS

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan

PROFIL INDUSTRI KAYU SEKUNDER DI KOTA MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR: 14 TAHUN 1996 T E N T A N G HUTAN RAKYAT DAN HUTAN MILIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

KEAWETAN ALAMI LIMA JENIS KAYU YANG BANYAK DIPERDAGANGKAN DI KABUPATEN NIAS TERHADAP MARINE BORER (PENGGEREK KAYU DI LAUT) SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

SKRIPSI. Oleh : JOHANNES MARTPANTO SIMARMATA / MANAJEMEN HUTAN

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

d. memahami pekerjaan teknik secara benar, aman, dan sadar lingkungan; e. memahami pembuatan produk teknik berdasarkan rancangan sendiri dan atau

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MENENTUKAN KUALITAS KAYU OLAHAN MENGGUNAKAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUTAN TANAMAN RAKYAT Oleh : Agus Budhi Prasetyo PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. di alam dan pertama kali digunakan dalam sejarah umat manusia. Kayu sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya (Spurr 1973).

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rumah Kayu dari Norwegia yang Bergaya Klasik

PEMANFAATAN POHON KELAPA LOKAL SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DI ACEH UTARA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

KUALITAS SERAT DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN SERAT SKRIPSI. Oleh : Rizki Syahputra Hasibuan

PENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku.

BAB II TINJAUAN PROYEK

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

VALUASI EKONOMI HUTAN SEBAGAI PENYEDIA JASA WISATA ALAM DI KAWASAN DAS DELI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN GIPSUM DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN PERLAKUAN PERENDAMAN DAN VARIASI KADAR GIPSUM

BAB III METODE PENELITIAN

PERENCANAAN STRUKTUR KAYU

PERSEBARAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA MEDAN. Mbina Pinem 1. Abstrak

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

Kayu mempunyai kuat tarik dan tekan relatif tinggi dan berat yang relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan kayu untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

KONSTRUKSI PINTU JENDELA KONSTRUKSI PINTU JENDELA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Rumah Adat Banjar

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. DASAR PERENCANAAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Kayu merupakan salah satu sumber alam yang bersifat dapat diperbarui.

PROFIL INDUSTRI KAYU SEKUNDER DI KOTA MEDAN SKRIPSI

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI)

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki beberapa kebutuhan pokok yang dapat dikelompokkan

Oleh: Merryana Kiding Allo

Laporan Tugas Akhir Rekayasa Nilai Pembangunan RS Mitra Husada Slawi 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

DINDING DINDING BATU BUATAN

BAB I PENDAHULUAN. distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang

Transkripsi:

JENIS DAN HARGA KAYU KOMERSIAL SERTA PRODUK KAYU OLAHAN PADA INDUSTRI KAYU SEKUNDER PANGLONG DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : OMBUN RICO SITORUS 041203026/TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Jenis dan Harga Kayu Komersial serta Produk Kayu Olahan pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan Nama : Ombun Rico Sitorus NIM : 041203026 Progtam Studi : Teknologi Hasil Hutan Disetujui oleh : Komisi Pembimbing Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si Ketua Irawati Azhar, S.Hut Anggota Mengetahui, Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS Ketua Departemen Kehutanan

ABSTRACT OMBUN RICO SITORUS, The Type and price of commercial wood and Timber product of Panglong Secondary Wood Industry in Medan. Supervised by Arif Nuryawan S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut. This research aims to identify and describe type and price of wood in circulating and sold in Medan city. This reseach to take panglong secondary wood industry as objects and as a sources of information. Census data obtained though the existance of the panglong secondary wood industry in the 21 districts of Medan city by guidance interview with selected panglong. The existences type of wood sold in panglong dominated by any type of sembarang keras kampung wood as durian (Durio zibethinus), Nangka (Artocarpus integra) about 100 % and any type sembarang keras hutan wood such as rengas (Gluta Rengas L), Surian (Toona sureni Merr) about 100 %. The type of wood that has better quality, such as merbau (Intsia spp) only 13,51 % which panglong provide, meranti (Shorea spp) 48,65% dan damar laut (Shorea macroptera) 21,62 %. Wood of sembarang keras kampung is a comercial timber prices that have the lowest price among another commercially sold wood, the cost average reached Rp. 3.850.000/ 450 inch (Unit commonly used in the Medan city) or about Rp. 5.451.000/m 3. Wood consumed dominated for building, timber sales data from the average consumptions of wood in 21 districts of Medan city estimate 474,33 ton/months or about 671,65 m 3 out side of panglong bought. Key word : Secondary wood industry, Panglong, Commercial timber, The price

ABSTRAK OMBUN RICO SITORUS, Jenis dan Harga Kayu Komersial serta Produk Olahan kayu pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan. Dibawah Bimbingan oleh Arif Nuryawan S.Hut, M.Si dan Irawati Azhar, S.Hut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis dan harga kayu komersial yang beredar dan diperdagangkan di kota Medan. Penelitian ini mengambil industri kayu sekunder panglong sebagai obyek dan sekaligus sebagai sumber informasi. Data diperoleh melalui sensus dan sampling keberadaan industri kayu sekunder panglong yang ada di 21 kecamatan kota Medan dan melakukan wawancara terbimbing dengan panglong yang terpilih. Keberadaan jenis kayu yang diperdagangkan di panglong didominasi oleh jenis kayu sembarang keras (SK) kampung seperti durian (Durio zibethinus), nangka (Artocarpus integra) sebesar 100% dan sembarang keras (SK) hutan seperti Rengas (Gluta renga L),Surian (Toona sureni Merr) 100 %. Jenis kayu yang memiliki kualitas lebih baik, seperti merbau (Intsia spp) hanya 13,51 % panglong yang menyediakannya, meranti (shorea spp) 48,65 %, dan damar laut (Shorea macroptera) 21,62%. Kayu SK Kampung merupakan jenis kayu komersial yang memiliki harga paling rendah diantara kayu komersial yang diperdagangkan lainnya. Harga rata ratanya mencapai Rp.3.850.000,- Per 450 inch nya (satuan yang lazim digunakan dalam pembelian kayu di kota Medan) atau sekitar Rp. 5.451.600,- per m 3 nya. Konsumsi kayu didominasi untuk keperluan bangunan, dari data penjualan kayu rata rata konsumsi kayu di 21 kecamatan kota medan diperkirakan 477,24 ton/ bulan atau sekitar 675,77 m 3 /bulannya di luar pembelian kayu dari luar panglong. Kata kunci: Industri kayu sekunder, Panglong, Kayu komersial, Harga.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Jenis dan Harga Kayu Komersial Serta Produk Kayu Olahan pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si dan Ibu Irawati Azhar, S.Hut selaku dosen pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada teman teman mahasiswa Teknologi Hasil Hutan angkatan 2004 dan 2005 penulis juga mengucapakan terimakasih atas dukungannya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengarapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga laporan hasil penelitian ini berguna bagi kita dan akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Medan, Maret 2009 Ombun Rico Sitorus

DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT...i ABSTRAK...ii KATA PENGANTAR...iii DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR TABEL...vii DAFTAR LAMPIRAN...viii PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B Tujuan Penelitian...2 C. Manfaat Penelitian...3. TINJAUAN PUSTAKA A. Perusahaan dan Industri Kayu...4 B. Konsumsi Kayu Masyarakat...8 Kayu Sebagai Bahan Konstruksi Bangunan...10 Harga Sebagai Aspek yang mempengaruhi Konsumsi Kayu...11 Mutu dan Kualitas Kayu...12 Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi Kayu...14 C. Jenis Kayu Dagang...14 D. Keawetan dan Kekuatan Kayu...16 METODOLOGI PENELITIAN A. Watu dan Tempat Penelitian...20 B. Bahan dan Alat...20 C. Pengambilan Data...20 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan...23 Bentuk Badan Usaha...25 Tenaga Kerja...26 Prospek Usaha Industri kayu Sekunder Panglong...27 B. Jenis dan Harga Kayu yang Diperdagangkan di Kota Medan...29 Kayu Komersial yang Diperdagangkan...29 Tingkat Harga...31 Penyediaan Jenis Kayu Komersial di Panglong...34 C. Jenis Produk Kayu Olahan yang Diperdagangkan...36 D. Konsumsi dan Suplai Kayu di Kota Medan...45

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...49 B. Saran...50 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema Pengambilan Data...22 2. Grafik Jumlah Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan Berdasarkan Lama beroperasi...24 3. Kondisi Panglong UD. Sinar Saudara di Kecamatan Medan Perjuangan...25 4. Grafik Pendapat Pengusaha Tentang Prospek Usaha Perkayuan...27 5. Grafik Harga Kayu Komersial pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan...32 6. Grafik Jenis Kayu Komersial pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan...35 7. Bentuk Papan yang Diperdagangkan...36 8. Model Kusen Pintu...38 9. Model Kusen Jendela...38 10. Pintu Kayu Petak/ Spanyol...39 11. Parquet (Lantai kayu)...41 12. Kondisi Penyimpanan Kayu di Industri Kayu Sekunder Panglong...45

DAFTAR TABEL Halaman 1. Luas Wilayah Kecamatan di Kota Medan...10 2. Kelas Kuat Kayu Menurut Berat Jenis kayu (BJ)...17 3. Tingkat Kelas Keawetan Kayu...18 4. Kriteria Pengambilan Jumlah Sampel...21 5. Keberadaan Panglong Berdasarkan Lama Beroperasi...23 6. Kuantitas Tenaga Kerja yang Digunakan di Panglong...26 7. Daftar Jenis dan Harga Kayu yang Beredar...33 8. Tingkat Penyediaan Jenis Kayu di Panglong...34 9. Kuantitas Panglong yang Melakukan Produksi Kayu Lanjutan Tahun 2008 Berdasarkan Lama Beroperasi...42 10. Daftar Jenis dan Harga Produk Kayu Olahan...44

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Daftar Industri Kayu Sekunder Panglong yang ada di Kota Medan...53 2. Lembar Kuisoner Penelitian...78 3. Daftar Sampel dan Jumlah Kayu Terjual di Panglong...82 4. Peta Kota Medan Lokasi Pengambilan Data...84

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia akan kayu terus meningkat, walaupun produksi hutan alam untuk menghasilkan kayu terus berkurang dari tahun ke tahun. Berbagai kegunaannya di dalam kehidupan manusia, membuat fungsi kayu semakin berkembang dan beragam sesuai sifat alami kayu itu sendiri. Jumlah persediaan kayu yang tersedia di berbagai industri pengolahan kayu saat ini sangat terbatas sehingga mengakibatkan fluktuasi harga kayu jika dibandingkan pada tahun 1980-an dan 1990-an dimana di Indonesia konsentrasi industri kayu mendapat sebutan sebagai sentra industri (Rachman dan Dwiprabowo, 2007). Pengolahan kayu sebagai hasil hutan menciptakan berbagai aktifitas produksi bagi berbagai industri kayu baik itu industri primer maupun industri sekunder. Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang besar, memiliki banyak perusahaan kayu dan berperan penting dalam kegiatan ekonomi daerah. Kebutuhan kayu di Medan juga sangat tinggi, digunakan untuk berbagai hal dalam kebutuhan masyarakat. Dalam penggunaannya kayu banyak digunakan sebagai bahan bangunan yang terus bertambah sehingga permintaan akan kayu juga meningkat. Namun demikian masih banyak masyarakat ataupun pengguna kayu (konsumen) belum mengetahui jenis dan harga kayu yang ada di pasaran di kota Medan khususnya. Martawijaya, et. al. (1995) menyebutkan bahwa ada banyak kegunaan jenis kayu yang diperdagangkan, hal inilah yang membuat konsumsi kayu dalam kehidupan manusia terus berkembang diantaranya adalah : sebagai alat ukur dan

gambar, alat musik (alat musik tiup, gamelan,pipa organ), alat olahraga lembing, kepala pemukul golf), bangunan maritim, bangunan perumahan (balok, jendela, kosen, kasau,papan), bantalan rel kereta api, barang kerajinan (patung, topeng, wayang golek), mebel, dan lain lain. Jenis kayu yang beredar masih belum banyak diketahui dan dikenal oleh masyarakat awam. Penafsiran terhadap nilai atau harga kayu dari berbagai jenis yang banyak diperdagangkan masih sering keliru, hal ini disebabkan sedikitnya informasi tentang harga dan jenis kayu komersial yang beredar dan diperdagangkan di kota Medan. Panglong sebagai salah satu industri kayu sekunder yang menyediakan bahan kayu untuk masyarakat, menjual berbagai jenis kayu pada tingkat harga yang berbeda. Untuk itu penelitian ini dilakukan guna memastikan jenis dan harga kayu yang banyak diperdagangkan di kota Medan. Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi yang jelas serta membantu masyarakat dalam hal pembelian dan penggunaan kayu dalam kehidupan sehari hari. B. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan keberadaan dan perkembangan industri kayu sekunder panglong dikota Medan. 2. Mendeskripsikan jenis kayu yang beredar di industri kayu sekunder panglong sebagai toko penyedia kayu yang berada di kota Medan. 3. Mendeskripsikan jenis produk kayu olahan yang diperdagangkan. 4. Mendeskrip sikan harga masing masing dari jenis kayu dan produk olahan kayu tersebut.

C. Manfaat Penelitian Menyajikan data sebagai sumber informasi tentang jenis kayu komersial dan harga kayu yang diperdagangkan oleh panglong di 21 kecamatan kota Medan bagi masyarakat serta pihak lain yang membutuhkannya.

TINJAUAN PUSTAKA A. Perusahaan dan Industri Kayu Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, berbagai hal atau usaha yag dilakukan, baik itu bekerja pada orang lain, instansi maupun berwiraswasta. Perusahaan adalah suatu unit kegiatan yang melakukan aktifitas pengolahan faktor faktor produksi, untuk menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikannya serta melakukan upaya-upaya lain dengan tujuan memperoleh keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat (Fuad, et.al., 2005). Dengan memanfaatkan kayu sebagai produk, banyak perusahaan perusahaan kayu yang muncul dan menjadikannya sebagi suatu bisnis atau usaha. Perusahaan-perusahaan kayu ini mendapat pasokan kayu dari hutan alam, hutan tanaman dan hutan rakyat serta memproduksi beberapa bentuk kayu olahan. Menurut proses produksinya ada 2 jenis industri kayu yaitu industri kayu primer dan industri kayu sekunder (Rachman dan Dwiprabowo,2007). Panglong atau toko bangunan merupakan salah satu industri pengolahan kayu yang termasuk dalam industri sekunder. Panglong biasanya menghasilkan kayu gergajian hingga produk- produk yang terbuat dari kayu. Benny (1992) menyebutkan bahwa industri sekunder ini dapat berada jauh dari sumber bahan baku, misalnya saja terdapat di perkotaan dan kayu gergajian yang biasa ditemui dan dikonsumsi masyarakat misalnya dalam bentuk kaso, range, papan, broti dan lain-lain.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2005) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga panglong memiliki definisi sebagai berikut: 1. Perusahaan penebangan kayu yang diusahakan oleh orang cina, 2. Kilang kayu (tempat penggergajian kayu). Perusahaan atau industri kayu adalah suatu badan usaha yang mengelola kayu dan menghasilkan suatu produk dimana kayu sebagai objek dari seluruh rangkaian proses produksi. Kayu merupakan salah satu produk alam selain minyak mentah, ikan, biji besi dan lain-lain sehingga dapat dikatakan sebagai produk alam yang sangat terbatas pasokannya. Mereka biasanya terdiri atas kumpulan unit yang sangat dan nilai unit yang rendah serta membutuhkan transportasi yang besar memindahkan mereka dari produsen ke pemakai. Menurut Dumanauw (1999), kayu didefinisikan sebagai suatu bahan, yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon pohon di hutan sebagai bagian dari suatu pohon. Dalam hal pengelolaanya lebih lanjut perlu diperhitungkan secara cermat bagian bagian kayu manakah yang dapat lebih banyak dimanfatkan untuk tujuan tertentu. Tidak semua kayu yang ada di alam dikelolah di industri, hal ini disebabkan beragam dan berbedanya sifat alami kayu kayu tersebut. Kayu industri merupakan kayu yang diolah (dikupas) secara masinal menjadi kayu lapis (plywood) sedangkan kayu pertukangan adalah kayu yang tidak dipakai sebagai bakar maupun untuk kepentingan industri kimia seperti industri plastik kertas dan lain-lain (Ensiklopedi, 1991). Bisnis kayu yang terus berkembang menciptakan badan usaha yang berbeda- beda sehigga mampu menghasilkan keuntungan ekonomi bagi

pendapatan daerah maupun pendapatan nasional. Menurut Fuad et al, (2005) ada beberapa bentuk perusahaan legal di Indonesia diantaranya : 1. Perusahaan perseorangan 2. Firma (Fa) 3. Perseroan Komanditer/ Commanditer Vennotschap (CV) 4. Perseroan terbatas (PT) 5. BUMN 6. Koperasi Sementara secara garis besar, badan usaha dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Perseroan Usaha Dagang 2. Persekutuan a. Tidak Berbadan Hukum (Persekutuan Perdata/ Maatschap, Firma, CV) b. Berbadan Hukum (PT, Koperasi dan Yayasan) c. Bentuk lain (Perwakilan Usaha Perdagangan Asing (Representative Office) Usaha dagang (UD) merupakan salah satu bentuk perusahaan perseorangan. Organisasi Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia (2008) menyebutkan bahwa perusahaan perseorangan adalah badan usaha kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tertentu. Semua orang bebas membuat bisnis personal tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, terbatasnya jenis serta jumlah produksi, memiliki

tenaga kerja / buruh yang sedikit dan penggunaan alat produksi teknologi yang sederhana. Dephutbun dan LPPM USU (2000), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor faktor yang berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya suatu jenis industri adalah : a. Faktor pendorong, yaitu faktor yang mampu merangasang dilakukannya kegiatan industri oleh pihak pihak tertentu (investor) sehubungan dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memungkinkan kegiatan tersebut secara normal. Faktor faktor tersebut antara lain : sumber bahan baku yang terjamin, teknologi yang tersedia, tenaga kerja dan iklim berusaha yang menunjang. b. Faktor faktor yang mampu memacu pertumbuhan industri tersebut untuk berkembang terus di masa yang akan datang, yaitu permintaan pasar dan nilai tambah.

B. Konsumsi Kayu Masyarakat Penggunaan kayu dalam kehidupan manusia telah ada sejak dahulu, fungsi kayu sangat beragam dan digunakan untuk berbagai keperluan dalam kehidupan sehari hari, sehingga kayu masih dikonsumsi hingga saat ini. Kayu merupakan komponen terpenting dalam pembangunan perumahan dan bangunan gedung lainnya di Indonesia. Sampai abad ke-20 sebagian besar dari seluruh bangunan seperti perumahan atau struktur bangunan komersial dibangun dari kayu. Struktur bangunan perumahan, jembatan, bangunan komersial ringan, pabrik dan tiang menggunakan kayu solid. Sekarang bangunan tersebut lebih banyak menggunakan bahan kayu struktural yang yang lebih modern misalnya lantai, dinding dan atap, untuk konstruksi ringan umumnya dibuat dari papan kayu atau panel kayu. Kayu untuk keperluan bangunan umumnya dari kelas kuat I, II dan III dengan rasio kekuatan terhadap berat yang cukup tinggi serta mempunyai kelas awet I dan II, apabila dari kelas awet III atau kebawahnya, maka kayu tersebut harus diawetkan terlebih dahulu (Kadir,1973). Untuk Provinsi Daerah Istimewa Aceh, daerah Sumatera Utara, sebagian provinsi Sumatera Selatan, Propinsi Kalimantan Barat dan kalimantan Timur, ukuran lebar dan tinggi balok kayu/papan dinyatakan dengan inch dan panjang kayu dinyatakan dengan kaki sedangkan satuannya adalah ton isi (ton shipping). Isi satu ton adalah 7200 inch kubik dibagi 16 kaki untuk ukuran panjang kayu dan didapat 450 inch, demikian juga untuk kayu yang ukuran panjangnya diluar 16 kaki, seperti 18 kaki dipakai rumus 7200 : 18 = 400 sedangkan untuk kayu panjang 20 kaki, 7200 : 20 = 360 inch (Zainal, 2006).

Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Medan sebagai kotamadya memiliki penduduk 2 juta jiwa dengan areal seluas 26.150 hektar yang secara administratif dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan (Lihat Tabel 1). Menurut Wirjomartono (1977) diperkirakan sekitar 80% konsumsi kayu diperuntukkan pada bangunan rumah/gedung, sedangkan yang 20% untuk perancah, jembatan, dermaga dan lain-lain. Penggunaan jembatan dan tiang pacang tidak lebih dari 5 %. Kota Medan secara geografis terletak di antara 2 27'-2 47' Lintang Utara dan 98 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan dengan jumlah penduduk 1.899.327 jiwa (Pemko Medan, 2008).

Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan di Kota Medan No. KECAMATAN LUAS (KM 2 ) 1. Medan Tuntungan 20,68 2. Medan Selayang 9,01 3. Medan Johor 12,81 4. Medan Amplas 14,58 5. Medan Denai 11,19 6. Medan Tembung 4,09 7. Medan Kota 7,99 8. Medan Area 9,05 9. Medan Baru 5,84 10. Medan Polonia 5,52 11. Medan Maimun 5,27 12. Medan Sunggal 2,98 13. Medan Helvetia 15,44 14. Medan Barat 6,82 15. Medan Petisah 13,16 16. Medan Timur 5,33 17. Medan Perjuangan 7,76 18. Medan Deli 20,84 19. Medan Labuhan 36,67 20. Medan Marelan 23,82 21. Medan Belawan 26,25 Total 265,10 Sumber. BPS Kota Medan (2008) B.1. Kayu sebagai Bahan Konstruksi Bangunan Bahan konstruksi adalah bahan yang dipergunakan untuk mendukung beban dalam arti memerlukan analisis/perhitungan yang cukup cermat dan untuk kayu mencakup bahan-bahan untuk kuda kuda, jembatan, tiang pancang dan sebagainya.

Wirjomartono (1977) menunjukkan bahwa penggunaan kuda kuda kayu dapat menghemat biaya sekitar 40 50% dibandingkan dengan menggunakan baja. Jika membicarakan tentang kayu sebagai bahan struktur bangunan, maka yang harus diperhatikan antara lain adalah kekuatan dan keawetan kayu, karena tujuan umum para pemilik bangunan maupun perencana adalah membangun/ mempunyai gedung yang aman dan kuat konstruksinya, biaya konstruksinya murah, umur bangunan cukup lama serta biaya pemeliharaannya ringan. Sebagai bahan konstruksi bangunan, kayu sudah dikenal dan banyak dipakai sebelum orang memaki beton dan baja. Dalam pemakaiannya kayu tesebut harus memenuhi syarat : 1. Mampu menahan bermacam- macam beban yang bekerja dengan aman dalam jangka waktu yang direncanakan. 2. Mempunyai ketahanan dan keawetan yang memadai. 3. Serta mempunyai ukuran penampang dan panjang yang sesuai dengan pemakaiannya dalam Konstruksi. B.2. Harga sebagai Aspek yang Mempengaruhi Konsumsi Kayu Keterbatasan bahan baku membuat harga kayu saat ini semakin mahal, hal ini membuat penggunaan kayu lebih diefisienkan baik itu untuk konstruksi bangunan maupun keperluan lainnya. Pemakaian dan penggunaan kayu oleh masyarakat sangat di pengaruhi tingkat harga yang ada. Indriyo (2001) meyebutkan Harga merupakan faktor penting dalam pembelian suatu barang seperti kayu.

Menurut Fuad, et.al. (2005) harga adalah sejumlah kompensasi (uang maupun barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang dan jasa. Pada saat ini bagi sebagian besar anggota masyarakat, harga masih menduduki tempat teratas dalam keputusan untuk membeli suatu barang dan jasa. Menurut Indriyo (2001) jumlah permintaan akan sangat tergantung dari tunggi rendahnya harga pasar yang berlaku. Apabila harga yang berlaku itu rendah maka tentu saja jumlah yang diminta masyarakat akan lebih banyak, karena dengan harga yang lebih rendah tentulah akan lebih banyak orang yang dapat menjangkau harga tersebut. B.3. Mutu dan Kualitas Kayu Selain harga masyarakat juga memperhatikan mutu dan kualitas kayu sebelum membeli dan menggunakan kayu untuk berbagi keperluan. Menurut Wirjomantoro (1977) mutu atau kualitas kayu secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu ukuran ciri - ciri yang mempengaruhi sifat produk produk yang dibuat dari kayu tersebut. Definisi kualitas yang lebih tepat mungkin sukar dipahami, karena sifat penting kayu yang digunakan untuk sutau produk sering berbeda dengan sifat penting untuk produk kain. Mutu dari suatu jenis kayu kayu ditentukan oleh sifat fisiknya seperti warna, tekstur, serat, kesan raba, bau,nilai dekoratif dan sifat sifat pengerjaan seperti sifat pengetaman, pembubutan pemboran, dan pengampelasan. Dalam satu hal, kualitas mungkin ditentukan dari kerapatan, penampilan, cacat kayu yang

terkandung seperti mata kayu, miring serat, lubang gerek yang akan mempengaruhi pengerjaan dan pemakaiannya (Wirjomantoro, 1977). Menurut Kadir (1973) kadar air merupakan sifat fisik kayu yang perlu diperhatikan karena berkaitan langsung dengan penggunaannya. Kadar air kayu sangat bervariasi tergantung jenis dan lokasi dimana kayu tersebut digunakan. Kondisi yang paling aman untuk dipergunakan adalah kondisi kayu kering udara, karena pada kondisi ini dimensi kayu sudah stabil dan tahan terhadap perusak biologis. Di Indonesia kadar air kayu dalam kondisi kering udara adalah 10 18%. Selain sifat fisisnya, untuk keperluan bahan bangunan, perlu diperhatikan pula sifat mekanis kayu. Sifat mekanis kayu yang sering digunakan sebagai acuan dalam perencanaan suatu struktur bangunan atara lain keteguhan modulus elastisitas (MOE), modulus rupture (MOR) keteguhan tekan sejajar dan keteguhan geser. Sifat fisis dan mekanis kayu selain dipengaruhi oleh jenis pohon, umur pohon, juga dipengaruhi oleh bagian batang kayu gubal dan teras (Yap, 1964). Konsumsi kayu menurut data statistik dalam satu tahun tercatat tidak kurang dari 2 juta m 3 kayu gergajian yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan dan pemukiman. Pada kenyataaannya, jumlah kayu gergajian yang diperlukan jauh dari atas angka tersebut karena banyak sekali kayu- kayu yang digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan yang dihasilkan dari industri kecil rakyat yang tidak tercatat (Greenomics, 2004).

B.4. Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Konsumsi Kayu Bertambahnya jumlah penduduk serta banyaknya pembangunan membuat konsumsi kayu semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari pemasaran produk kayu olahan yang berupa kayu gergajian di wilayah Provinsi Sumatera Utara, volume yang dipasarkannya mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun (Kanwil Dephutbun dan LPPM USU, 2000). C. Jenis Kayu yang Diperdagangkan Dari berbagai jenis kayu yang ada di hutan alam kita, hanya ada beberapa jenis saja yang digunakan dan tersedia di pasaran. Kayu sebagai bahan bangunan merupakan alasan mayoritas hadirnya kayu di berbagai perusahaan kayu seperti panglong. Industri pengolahan kayu hilir seperti seperti moulding, mebel, mengolah bahan baku yang berasal dari industri kayu gergajian demikian juga panglong yang merupakan industri sekunder yang mengolah kayu bail itu kayu gergajian maupun produk kayu lanjutan. Beberapa jenis kayu yang sering dipakai adalah kayu damar (Agathis alba), meranti merah, (Shorea leprosula) dan durian (Durio zibethinus) adalah jenis jenis kayu yang banyak digunakan di industri industri penggergajian dan pengerjaan kayu. Sifat pemesinan kayu yang baik dan mudah diolah serta kualitas hasil pengolahan yang baik adalah alasan banyak pengusaha industri dan masyarakat gemar memakai jenis kayu ini. Sebagaimana diketahui bahan ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1980-an kayu bangunan didominasi jenis - jenis kayu tertentu seperti

kapur, kempas, jati, merbau, ulin yang termasuk jenis jenis kayu kelas kuat dan kelas awet cukup (Rudi, 2002). Menurut Benny (1992), di dalam perdagangan, kayu umumnya mempunyai ukuran ukuran tertentu yang biasanya banyak dipakai ntuk bangunan rumah. Masing- masing bentuk dan ukuran dikenal dengan nama nama sebagai berikut : 1. Balok : Mempunyai ukuran tinggi lebih besar dari lebarnya, biasanya terbentuk empat persegi panjang atau bujur sangakar, misalnya b/h (cm) = 6/12, 6/15, 8/12, 8/14, 10/10, 12/12. 2. Papan : Berupa lembaran tipis yang lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya misalnya (cm) = 2/20, 3/20, 3/25. 3. Ram : Yaitu papan untuk membuat rangka daun pintu dengan ukuran (cm) = 3/10, 3/12 4. Kaso/usuk : Yaitu balok kecil dengan ukuran (cm) = 4/6, 5/7 5. Reng : Yaitu kecil dengan ukuran (cm) = 2/3, biasa dipakai untuk penumpu genteng. 6. Plepet : Kayu kecil dengan ukuran (cm) = 1/3, 1/5 biasanya untuk klem kaca pada kosen jendela atau lis penutup sambungan eternit. Panjang dari ukuran diatas sudah tertentu, yang banyak dijumpai adalah 1 sampai 3 meter, 3 sampai 4 meter sudah jarang, lebih dari 4 meter sudah sulit dicari, seandainya ada biasanya harganya mahal.

Menurut Benny (1992) berbagai jenis kayu yang banyak dipakai sebagai bahan bangunan, diantaranya adalah : 1. Kayu Jati : cocok untuk pintu dan jendela, mebeler, konstruksi berat terutama yang tidak terlindung, 2. Kayu Kalimantan : Jenisnya ; Kamper, kruing, bangkirai, Meranti, Laban dan sebagainya, cocok untuk segala macam konstruksi bangunan terutama yang terlindung dari pengaruh panas dan air. 3. kayu glugu, (kelapa) : Masih banyak dipakai untuk membuat kuda-kuda rumah,terutama pohonnya yang sudah benar benar tua, 4. Kayu nangka, sawo, mahoni, Rasamala : Masih banyak digunakan rumah rumah di desa. Menurut Martawijaya, et. al. (1995) ada 30 jenis kayu perdagangan diantaranya Agathis (Agathis spp), Balau (Shorea spp. Dan Hopea spp.), Bangkirai (Shorea laevis Ridl), Bintangur (Calophyllum spp.), Durian (Durio spp.), Eboni (Diospyros celebica), Gerunggang (Cratoxylon arbosences BI), Jati (Tectona grandis L.f), Jelutung (Dyera spp), Kapur (Dryobalanops spp), Keruing (Dipterogarpus spp), Mahoni (Swietenia spp), Matoa (Pometia spp), Medang (semua famili Lauraceae kecuali genus Eusidoroxylon), Mentibu (Dactylocladus stenostachys Oliv), Meranti Kuning (Shorea spp.) Meranti Putih (Shorea spp.), Merawan (Hopea spp), Mersawa (Anisoptera spp), Nyatoh (Ganua sp., Plaquium spp., Payena spp) Palapi (Heritiera spp), Pasang (Litocarpus spp., dan Quercus spp.), Pulai (Alstonia spp.), Ramin (Gonystylus spp.), Rengas (Gluta spp), Resak (Vatica spp), Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), Sonokembang (Pterocarpus indicus Willd), Sungkai (Peronemons canescens Jack).

D. Keawetan dan Kekuatan Kayu Tingkat Kekuatan Kelas Kuat kayu di Indonesia dibagi kedalam 5 kelas yang ditetapkan menurut berat jenisnya, yang dimaksud berat jenisnya dalam hal ini adalah perbandingan berat dan volume kayu dalam keadaan kering udara dengan kadar air sekitar 15% (Yap.F, 1984). Tabel 2. Kelas kuat kayu menurut Berat Jenis kayu (BJ) Kelas Kuat Berat Jenis (BJ) Contoh Tanaman/Kayu Bangkirai (Shorea laevis), Eboni I 0,90 (Dyospirus celebica), Merbau (Intsia spp), Ulin (Eudoroxylon Zwagerii), dll II 0,90 0,60 III 0,60 0,40 IV 0,40 0,30 V 0,30 Rengas (Gluta rengas), Meranti (Shorea spp), dll Durian (Durio zibethinus), Ramin (Gonystilus bancanus) Kemiri (Aleuritus mollucana), Perupuk (Lophopetalum spp) Pulai (Alstonia scholaris),jelutung (Dyera lowii) Sumber : Atlas Kayu Indonesia Jilid I dan II Tingkat Keawetan Dalam pemanfaatannya kayu memiliki kriteria dalam hal kekuatan dan keawetannya yaitu kelas kuat dan kelas awet kayu. Wiryomartono (1976)

menyebutkan bahwa yang menentukan tingkat keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap pengaruh perusakan oleh rayap rayap, serangga dan binatang binatang kecil lainnya dan sebagainya. Kelas awet kayu dibagi kedalam 5 kelas yaitu : Tabel 3. Tingkat Kelas Keawetan Kayu Tingkat Kelas A (Tahun) B (Tahun) C (Tahun) Contoh I 8 20 Tak terbatas Jati, Merbau II 5 15 Tak terbatas Bangkirai III 3 10 Lama Keruing IV Singkat sekali Beberapa tahun 10 20 tahun Suren V Singkat sekali Singkat sekali Singkat Keterangan : A B : Kayu di tempatkan di tanah lembab : Kayu ditempatakan ditempat yang tidak terlindung tetapi dicegah masuk air ke dalamnya. C : Kayu itempatkan di tempat yang terlindung Tingkat Pemakaian Tingkat pemakaian sesuatu kayu menyatakan kecakapan kayu untuk suatu macam konstruksi. Dalam menentukan tingkat pemakaian, tidak dipandang soal mengerjakan kayu serta mudah atau sukarnya pengolahan kayu itu, kayu yang digunakan adalah kayu biasa atau dalam keadaan tidak diawetkan. Ada 5 macam tingkat pemakaian kayu yaitu :

1. Tingkat I dan II Untuk keperluan konstruksi konstruksi berat tidak terlindung dan terkena tanah lembab. Tingkat I diantaranya adalah kayu Jati, Merbau, bangkirai. Tingkat II diantaranya adalah merawan, rasamala dan sebagainya. 2. Tingkat III untuk keperluan konstruksi konstruksi berat terlindung. Diantaranya adalah Keruing, kamper, Merranti. 3. Tingkat IV untuk keperluan konstruksi konstruksi ringan yang terlindung yang termasuk dalam tingkat ini adalah suren, jeunjing dan lain lain. 4. Tingkat V untuk keperluan pekerjaan sementara.

METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan adalah pada bulan Oktober 2008 sampai Januari 2009 dilakukan di industri kayu sekunder panglong yang ada di kota Medan. B. Bahan dan Alat 1. Bahan Adapun bahan yang digunakan adalah seluruh jenis kayu yang ada di panglong terpilih kota Medan. 2. Alat Adapun alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : Alat tulis Data Form Kamera Kalkulator C. Pengambilan data 1. Pengambilan data indusri kayu sekunder panglong yang ada di kota Medan dilaksanakan melalui sensus di setiap kecamatan yang ada di kota Medan. Data ini meliputi :

Nama Perusahaan Status badan hukum Alamat dan nomor telepon Jenis kayu yang diperdagangkan. Jenis produk/ sortimen yang diperdagangkan. Kecamatan :... No Nama Industri Jenis Kayu Produk Alamat Ket Sekunder (Sortimen) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 2. Dari hasil sensus, dipilih industri kayu sekunder yang mewakili tiap kecamatan berdasarkan luasan 1 kecamatan.dengan kriteria berikut Tabel 4. Kriteria Pengambilan Jumlah Sampel Luas Kecamatan (Km 2 ) Jumlah Sampel a. 1,01 10 1 b. 10,01 20 2 c. 20,01 30 3 d. 30,01 40 4 diutamakan industri kayu sekunder yang lebih besar (Total 37 panglong). 3. Selanjutnya perusahaan - perusahaan yang telah terpilih, dikunjungi untuk diminta kesediaannya untuk wawancara terbimbing. 4. Mengisi bahan kuisoner oleh peneliti dengan metode wawancara terbimbing 5. Hasilnya ditabulasikan dan dideskripsikan.

Gambar 1. Skema Pengambilan Data Sensus di 21 kecamatan Penentuan jumlah sampel (industri kayu sekunder panglong ) yang mewakili tiap kecamatan berdasarkan luasan (sebanyak 37 panglong) Industri kayu sekunder yang bersedia diwawancara terbimbing Mengisi kuisoner dengan metode terbimbing Data Ditabulasikan Dideskripsikan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan Panglong merupakan usaha perkayuan yang memperdagangkan berbagai jenis kayu serta mengolah produk kayu jadi dan menyediakan berbagai kebutuhan bahan bangunan lainnya. Industri kayu sekunder panglong juga merupakan satu satunya badan usaha yang menyediakan kayu bagi masyarakat kota Medan untuk keperluan bahan bangunan dan kepentingan lainnya. Keberadaan industri kayu sekunder panglong di kota medan dapat ditemukan atau terdapat di seluruh kecamatan yang ada (dapat dilihat dalam lampiran). Jumlah total industri kayu sekunder yang berbentuk panglong ini adalah 164 unit tersebar di 21 kecamatan dan memperdagangkan hasil hutan kayu dan berbagai produk kayu jadi lainnya. Berdasarkan hasil sampling didapatkan bahwa keberadaan jenis usaha perkayuan ini telah ada 30 tahun tahun lalu (Tabel 5), hal ini dilihat dari waktu lamanya beroperasi panglong panglong tersebut. Tabel 5. Keberadaan Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan Berdasarkan Lama Beroperasi. Lama Beroperasi (Tahun) Kuantitas (%) 5 10,81 6 10 16,22 11 20 29,73 21-30 18,92 > 30 24,32 Dari sampel diperoleh bahwa panglong/industri kayu sekunder yang ada saat ini didominasi oleh panglong - panglong yang sudah beroperasi selama 11-

20 tahun, dimana keberadannya sebanyak 29,73 %. Untuk panglong yang baru yaitu panglong yang masih beroperasi 5 tahun hanya 10,81 %, hal ini menunjukkan pertumbuhan industri kayu sekunder panglong pada tahun 2004 mengalami penurunan jika dibanding puluhan tahun lalu. Tingkat perkembangan atau keberadaan panglong yang ada di kota Medan dapat digambarkan pada grafik berikut. Jumlah Industri kayu sekunder Panglong di kota Medan 35 30 berdasarkan lama beroperasi 29,73 25 24,32 Kuantitas (%)) 20 18,92 15 16,22 10 10,81 5 0 5 6 10 11 20 21-30 < 30 Kelas Lama Beroperasi Gambar 2. Grafik Jumlah Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan Berdasarkan Lama Beroperasi Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi banyak mempengaruhi keberadaan industri kayu sekunder panglong dan perusahan dagang yang mengolah dan memperdagangkan kayu, di pasaran kota Medan khususnya. Hasil survey menyatakan perkembangan jenis usaha perkayuan mengalami penurunan, hal ini terlihat dari kegiatan/aktifitas industri atau perusahaan perkayuan dimana pada tahun1990 2000 memiliki produksi yang lebih baik jika dibandingkan saat ini. Seperti yang diungkapkan oleh Rachman dan Dwiprabowo (2007) menyatakan bahwa konsentrasi industri di Indonesia mendapat sebutan sentra industri pada saat itu produksi yang berlimpah membuat usaha perkayuan menjadi industri primadona dan banyak menghasilkan devisa.

Bentuk Badan Usaha Perkayuan di Kota Medan Jenis badan usaha Perusahaan Dagang/ Usaha Dagang (UD) mendominasi bentuk usaha perkayuan panglong di kota Medan sebesar 92, 8%. Sukirno, et.al. (2001) menyatakan bahwa Usaha Dagang (UD) merupakan badan usaha perseorangan yang dimiliki satu individu. Akan tetapi dalam praktiknya badan usaha ini kerap kali merupakan perusahan keluarga yaitu perusahaan yang menggunakan seluruh atau sebagaian anggota keluarga menjalankannya. Badan usaha dagang lainnya adalah Commanditer Vennotschap (CV) dengan kapasitas keberdaannya hanya 7, 2 %. Badan usaha Commanditer Vennotschap (CV) merupakan badan usaha persekutuan yang dimiliki 2 orang atau lebih. Usaha perkayuan/panglong di kota Medan yang berbentuk CV memiliki skala yang lebih besar dan aktifitas produksi yang lebih besar juga. Menurut Sukirno, et al. (2004) Perusahaan perkongsian lebih baik dari perusahaan perseorangan dimana modal, keahlian yang diperoleh lebih banyak, dan umur usaha lebih panjang. Gambar 3. Kondisi Panglong UD. Sinar Saudara di Kecamatan Medan Perjuangan

Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan satu komponen penting dalam kegiatan produksi dalam suatu perusahaan/ industri perkayuan. Panglong sebagai industri kayu sekuder juga menyerap tenaga kerja sehingga memberikan kontribusi bagi pendapatan masyarakat, saat ini jumlah tenaga kerja disetiap panglong sekitar 5 15 orang atau lebih. Keberadaan kapasitas tenaga kerja yang dipakai oleh suatu industri kayu sekunder/ panglong menunjukkan tingkat kapasitas produksi dan skala modal yang dimiliki panglong tersebut. Semakin besar tenaga kerja yang digunakan dalam suatu industri kayu sekunder maka semakin besar pula kapasitas produksinya. Jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh masing masing panglong yang ada di kota Medan berbeda. Pada Tabel 6 dapat dilihat jumlah tenaga kerja yang umum digunakan di dibagi kedalam 4 kelas. Tabel 6. Kuantitas Tenaga Kerja yang Digunakan di Panglong Jumlah tenaga kerja Persentase (%) 1 5,40 2-5 45,95 6-10 35,14 > 10 13,51 Jumlah tenaga kerja yang digunakan dibeberapa industri kayu sekunder di kota Medan mengalami penurunan dari tahun tahun sebelumnya, hal ini merupakan satu fakta yang mendukung bahwa menurunnya aktifitas industri kayu sekunder panglong yang mengolah dan menjual kayu di kota Medan. Saat ini

jumlah tenaga kerja yang dominan digunakan di panglong kota Medan adalah 2 5 orang yaitu sebesar 45, 95 %. Prospek Industri Kayu Sekunder Panglong Kehadiran Industri kayu sekunder panglong di Kota Medan banyak di latar belakangi oleh kegiatan pembangunan di kota Medan yang terus berkembang sejak tahun 1980 an. Kebanyakan diantara jenis usaha industri kayu sekunder panglong ini telah ada berpuluh tahun yang lalu, dan merupakan warisan atau peninggalan keluarga. Banyak pemilik Industri kayu sekunder/ panglong yang ada di kota Medan, menyatakan tingkat prospek usaha menjual kayu untuk saat ini sangat rendah. Diantaranya 29,73 % pengusaha panglong menyatakan bahwa usaha menjual tidak memiliki prospek yang baik untuk saat ini, namun masih ada 70,27 % pengusaha menyatakan hal sebaliknya tentang prospek usaha menjual kayu masih menjajikan, karena kebutuhan kayu dalam pembanguan perumahan maupun bangunan lainnya selalu ada sehingga konsumsi kayu berkelanjutan. Pendapat pengusaha tentang prospek usaha perkayuan 80 60 40 20 0 70,27 Pengusaha 29,73 Prospek Baik Prospek kurang baik Gambar 4. Grafik Pendapat Pengusaha Tentang Prospek Usaha Perkayuan

Zubir (2006) menyatakan bahwa untuk mengetahui perkembangan dan prospek permintaan terhadap suatu usaha barang dan jasa yang akan dibuat dilakukan penelitian atau pengamatan terhadap perkembangan konsumsi dan perkembangan. Sementara kebutuhan manusia akan kayu terus ada dan selalu meningkat namun produksi atau kondisi bahan baku kayu saat ini terbatas, hal ini membuat tingkat prospek usaha perkayuan semakin mundur. Di setiap kecamatan di kota medan terdapat panglong yang menjual kayu dan bahan bangunan lainnya, hal ini membuktikan keberadaan panglong berpengaruh terhadap pembangunan yang ada di kota Medan. Industri kayu sekunder panglong yang tersebar di 21 kecamatan yang ada di kota Medan mengalami penurunan produktivitas jika dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Kesulitan bahan baku merupakan suatu aspek yang paling dominan dihadapi oleh pengusaha kayu, 98% dari responden menyatakan kesulitan memperoleh bahan baku kayu apalagi untuk kayu jenis meranti, damar, dan Merbau serta kayu komersial lainnya yang memiliki kelas kuat I II sehingga kapasitas stok kayu yang akan diperdagangkan terbatas.

B. Jenis dan Harga Kayu yang Diperdagangkan di Kota Medan Kondisi hutan di Indonesia saat ini yang kurang produktif sangat mempengaruhi jenis kayu komersial yang beredar dan diperdagangkan dipasaran, salah satunya adalah kota Medan. Menurut Effendi (2001) sampai saat ini hutan alam merupakan bahan baku utama bagi industri perkayuan di Indonesia dan dalam kenyataannya produksi hutan alam Indonesia mengalami penurunan. Hal ini memiliki dampak terhadap pemakaian kayu yang semakin terbatas, apalagi untuk jenis kayu yang berasal dari hutan alam. Kayu Komersial yang Diperdagangkan Pemanfaatan kayu kayu berkualitas tinggi seperti ulin, merbau, meranti, damar sangat sedikit dan terbatas, Hal ini diakibatkan oleh harga kayu kayu tersebut cukup mahal dan stok kayu yang sedikit bahkan tidak ada lagi disuplai dari hutan. Jenis jenis kayu yang ada di perusahaan dagang/panglong hanya terdiri beberapa jenis kayu saja, jenis kayu yang dulunya tidak begitu komersial saat ini banyak ditemukan dipasaran dan digunakan sebagai konstruksi bangunan serta keperluan lainnya. Adapun jenis kayu tersebut adalah Kayu buah buahan serta kayu hutan lainnya yang kurang awet serta beberapa jenis kayu dengan kelas kuat I II. Kayu kayu yang beredar dipasaran dibagi kedalam 5 kelas, yaitu (Lihat Tabel 7) : 1. Sembarang Keras (SK) Kampung, merupakan jenis kayu yang berasal dari perkampungan penduduk baik itu yang tumbuh liar/alami maupun tanaman yang dibudidayakan seperti pohon

buah buahan, seperti durian (Durio zibethinus), nangka (Artocarpus integra), Rambutan (Nephelium lappaecum). 2. Sembarang Keras (SK) Hutan, Jenis kayu campuran yang berasal dari hutan yang tumbuh secara alami dan bukan merupakan jenis tanaman yang sering dibudidayakan. Kayu SK Hutan adalah jenis kayu yang dulunya kurang komersial danjarang digunakan namun saat ini kayu tersebut sudah banyak dimanfaatkan karena stok kayu dari hutan alam terbatas. Seperti Ingul/ Surian (Toona sureni Merr), Mersawa (Anisoptera spp), Rengas (Gluta renga L). 3. Kayu Meranti (Shorea spp), Meranti batu (Shorea platyclados), Meranti Gembung (Shorea leprosula Miq) dan Keruing (Dipterocarpus spp) 4. Kayu Damar Laut (Shorea macroptera). 5. Kayu Merbau (Intsia spp), merupakan jenis kayu yang memiliki kualitas terbaik saat ini dan diperdagangkan di panglong. Jenis kayu merbau ini juga memiliki warna lebih gelap jika dibanding dengan jenis kayu lainnya. 6. Kayu lain, jenis kayu diluar dari jenis jenis kayu yang ada diatas seperti kelapa (Cocos nucifera). Batang kelapa yang mayoritas dalam bentuk papan dan broti. Banyak jenis kayu komersial yang disebutkan oleh Martawijaya, et. al. (1981) dalam Atlas Kayu Indonesia tidak ditemukan atau diperdagangkan lagi, diantaranya adalah jenis kayu Sungkai (Peronema canescens Jack), Eboni (Diospyros celebica Back) yang merupakan jenis kayu kelas kuat I II.

Tingkat Harga Harga merupakan nilai jual kayu yang dinilai dengan mata uang per satuan tertentu. Industri kayu sekunder/panglong kota Medan menjual kayu untuk produk papan, broti, balok dengan satuan ton dimana Zainal (2006) menyebutkan bahwa isi satu ton adalah 7200 inch kubik. 1 ton juga dikonversi ke meter kubik adalah sebesar 1,416 m 3, namun lazimnya 1 ton kayu dikatakan sebesar 450 inch untuk ukuran kayu yang memiliki panjang 16 kaki (30,48 cm), ini di dapat dari 7200 : 16 = 450 inch. Hal ini berlaku untuk papan, broti yang memiliki ukuran panjang 16 kaki. Harga kayu juga dikonversi ke inch, sehingga setiap produk kayu seperti papan atau balok memiliki harga per inch. jenis kayu merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi harga jual produknya. Contoh : untuk broti ukuran 2 inch x 3 inch x 16 kaki. Jadi banyak broti untuk 1 ton adalah 450 inch : (2 x 3) inch = 75 batang Demikian juga dengan harganya, misalkan saja harga kayu meranti Rp.6.000.000,- maka harga kayu meranti per inch adalah Rp.6.000.000,- : 450 = Rp. 13.300,- Madura (2001) menyatakan bahwa penentuan harga dapat didasarkan suply persediaan bahan baku dan berdasarkan harga pesaing. Harga kayu yang tinggi dipengaruhi oleh stok atau persediaan kayu yang sulit didapat. Hal ini menciptakan harga kayu yang beredar dan diperdagangkan di kota Medan pada saat inicukup mahal jika dibandingkan puluhan tahun lalu. Jenis kayu komersial yang diperdagangkan di panglong kota Medan (Dapat dilihat dalam tabel 7) dengan harga yang tertinggi adalah jenis kayu merbau (Intsia spp) yang mencapai harga rata - rata Rp 12. 000.0000 per tonnya,

Kayu Damar laut (Shorea macroptera) Rp. 9.000.000, Meranti ( Shorea. Spp) Rp.6.000.000, Sembarang Keras (SK) Hutan Rp. 4.250.000, dan kayu Sembarang Keras (SK) Kampung Rp. 3. 850.000, merupakan jenis kayu yang memiliki harga paling kecil dan stok yang lebih banyak. Menurut Martawijaya, et. al. (1981) kayu merbau merupakan kayu yang berkualitas baik dengan berat jenis 0,84 dan kelas kuat I II. Sedangkan kayu SK kampung seperti kemiri (Aleuritus mollucana) hanya memiliki berat jenis 0,57 0,61 berada pada kelas kuat III II dan kayu SK hutan seperti rengas (Gluta rengas L) memiliki berat jenis 0,66 0, 69 berada pada kelas kuat II. Kelas kuat kayu diklasifikasikan berdasarakan oleh Berat Jenis yang dimiliki oleh suatu kayu. Kekuatan kayu dipengaruhi oleh berat jenis kayu itu sendiri. Berat jenis berbanding lurus dengan dengan kekuatan kayu (Yap, 1964). Wiryomartono (1976) menyebutkan bahwa Jenis kayu seperti merbau termasuk jenis kayu yang diperuntukkan untuk keperluan keperluan konstruksi berat, tidak terlindung dan terkena tanah lembab sedangkan jenis kayu seperti meranti dan suren merupakan kayu untuk keperluan konstruksi konstruksi ringan yang terlindung. Tingkat harga kayu yang beredar di kota Medan digambarkan dalam Tabel 7 dan Gambar 5 berikut dibawah ini. Harga rata - rata kayu komersial per Ton pada industri kayu sekunder panglong di kota Medan Juta Rupiah 14 12 10 8 6 4 2 0 SK Kampung 3,85 4,25 6 SK Hutan Meranti Damar laut Merbau Kelapa 9 12 0,8 Harga (Juta Rupiah) Gambar 5. Grafik Harga Rata Rata Kayu Komersial pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan

Tabel 7. Daftar Jenis dan Harga Rata Rata Kayu Komersial di Panglong Kota Medan Jenis Kayu Komersial Harga (Rupiah)/ ton Minimum Maximum Rata rata Rata rata m 3 Sembarang Keras (SK) Kampung Durian (Durio zibethinus) Nangka ( Artocarpus integra) Manggis (Garcinia mangostana) Jengkol (Phitecollium labatum) Petai (Parkia speciosa Hassk) Duku (Lansium domesticum) Kemiri (Aleurites molluccana ) Rambutan (Nephelium lappaecum) Rp. 3.600.000,- Rp. 4.000.000,- Rp. 3. 850.000,- Rp. 5.451.600,- Sembarang Keras (SK) Hutan Rengas (Gluta renga L) Pualang/Cengal (Hopea sangal ) Mayang/ Nyatoh (Ganua spp) Sampinur (Dacrydium junghunii) Ingul/ Suren (Toona sureni Merr) Bintangur (Callophillum spp) Mersawa (Anisoptera spp) Rp. 4.000.000,- Rp. 4.500.000,- Rp. 4.250.000,- Rp. 6.018.000,- Meranti ( Shorea. Spp) Meranti batu (Shorea platyclados) Meranti gembung (Shorea leprosula Miq) Keruing (Dipterocapus spp) Rp. 6.000.000,- Rp.8.496.000,- Damar Laut (Shorea macroptera) Rp. 8.000.000,- Rp.10.000.000,- Rp. 9.000.000,- Rp. 12.744.000,- Merbau (Intsia spp) Rp. 11.000.000,- Rp.13.000.000,- Rp.12.000. 000,- Rp.16.992.000,- Kayu lain Kelapa (Cocos nucifera) Rp.800.000,- Rp.800.000,- Rp. 800.000,- Rp.1.132800,-

Penyediaan Jenis Kayu Komersial di Panglong Berat jenis kayu mempengaruhi kekuatan kayu yang juga mempengaruhi tingkat harga kayu tersebut. Kayu SK hutan dan SK kampung yang memiliki BJ yang lebih kecil hanya dapat dipergunakan untuk keperluan konstruksi ringan dan berbagai keperluan lainnya, kini kuantitasnya atau stok kayunya lebih banyak dari jenis kayu yang memiliki berat jenis yang lebih tinggi. Hal ini mempengaruhi tingkat harga kayu yang beredar. Jenis kayu seperti merbau, damar, meranti yang memiliki BJ tinggi dengan stok lebih sedikit berada pada tingkat harga yang tinggi. Sifat fisis kayu seperti berat jenis dan kerapatan kayu dapat diperbaiki melalui proses pemadatan. Menurut Rilatupa, et. al. (2004) akibat proses pemadatan rata rata berat jenis papan damar meningkat dari 0,41 menjadi 0,80 sedangkan kerapatannya meningkat dari 0,46 gr/ cm 3 menjadi 0,83 gr/cm 3. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kayu lain seperti SK kampung maupun SK hutan dapat dijadikan sebagai kayu untuk keperluan yang lebih kuat melalui proses pemadatan. Tingkat penyediaan jenis kayu komersial yang diperdagangkan di kota Medan saat ini digambarkan dalam Tabel 8 berikut. Tabel 8. Tingkat Penyediaan Jenis Kayu Komersial di Panglong Jenis kayu Jumlah Panglong Persentase (%) SK kampung 36 100 SK Hutan 36 100 Meranti 18 48,65 Damar 8 21,62 Merbau 5 13,51 Jenis kayu lain Kelapa 1 2,70

Dari panglong yang berada di 21 kecamatan di kota Medan hanya ada beberapa panglong yang menyediakan jenis kayu tertentu, karena tidak semua jenis kayu terdapat pada suatu panglong. Keberadaan jenis kayu yang diperdagangkan di panglong didominasi oleh jenis kayu sembarang keras kampung sebesar 100% dan sembarang keras hutan 100 % yang dimiliki dan diperdagangkan oleh seluruh panglong yang ada di 21 Kecamatan kota Medan.. Jenis kayu yang memiliki kualitas lebih baik, seperti merbau hanya 13,51 % panglong yang menyediakannya, meranti 48,65 %, dan damar laut 21,62 %. Jenis kayu komersial pada industri kayu sekunder panglong di kota Medan 100 100 100 80 60 40 20 0 48,65 21,62 13,51 Jumlah Panglong (%) 2,7 SK kampung SK Hutan Meranti Damar Merbau Kelapa Gambar 6. Grafik Jenis Kayu Komersial pada Industri Kayu Sekunder Panglong di Kota Medan

C. Jenis produk olahan kayu yang diperdagangkan Pengerjaan kayu lanjutan, dengan proses produksi yang baik dapat meningkatkan nilai ekonomi suatu jenis kayu. Setiap panglong yang ada di kota Medan menyediakan berbagi jenis produk olahan kayu produk jadi maupun setengah jadi. Pembuatan produk jadi seperti kusen pintu, kusen jendela, pintu, jendela dan lainnya. Disamping itu juga ada yang dilakukan oleh industri kecil/ industri rumah tangga lokal. Industri sekunder ini menyuplai produk jadi ke toko bangunan /panglong lainnya atau bahkan langsung kepada masyarakat. Tidak semua jenis produk kayu olahan terdapat di satu panglong, namun untuk keperluan konsumen dapat melakukan pemesanan terlebih dahulu. Suatu produk kayuolahan dapat beral dari berbagai jenis kayu yag berbeda, dan tidak semua kayu baik digunakan untuk satu produk yang sama. Beberapa produk berbahan baku kayu yang diperdagangkan di panglong adalah sebagai berikut : 1. Papan Produk olahan kayu berupa lembaran dengan ukuran dimana tebalnya jauh lebih kecil dibanding ukuran lebar dan panjangnya. Panglong kota Medan memiliki 2 ukuran papan dengan tebal x lebar x panjang (inch), yaitu : a. 1 x 9 x 16 b. ¾ x 8 x 16 Tebal panjang Lebar Gambar 7. Bentuk Papan yang Diperdagangkan

Sedangkan Budianto (1990) mengungkapkan bahwa ukuran kayu perdagangan di indonesia untuk bentuk papan memiliki ketebalan 2, 2,5 dan 3 cm sedangkan untuk papan <2 cm dan >3 cm dibuat atas pemesanan. 2. Broti Kayu batangan berbentuk balok dengan ukuran dimana ukuran tebal dan lebarnya hampir sama sedangkan ukuran panjangnya jauh lebih besar atau sama dengan ukuran panjang papan. Berdasarkan ukurannya, broti dibagi 8 bentuk, yaitu (inch): a. 1 x 2 x 16 d. 1 1 /2 x 2 x 16 g. 4 x 4 x 16 b. 2 x 2 x16 e. 3 x 3 x 16 c. 2 x 4 x 16 f. 3 x 4 x 16 3. Kusen Kayu yang dimodifikasi dengan ukuran tertentu yang berfungsi sebagai tempat atau penyangga daun pintu atau daun jendela dalam suatu bangunan. Model kusen dapat dibagi kedalam 2 jenis yaitu model kusen jalusi dan kusen biasa. Kusen jalusi adalah kusen yang memilki celah ventilasi udara di bagian atas kusen tersebut, sedangkan kusen biasa adalah kusen yang tidak memiliki celah ventilasi atau sehingga ukurannya hampir sama dengan daun pintu atau daun jendela yang akan digunakan. Bentuk kusen pintu maupun kusen jendela dapat dipesan sesuai selera demikian juga ukurannya sehingga bentuk atau ukuran kusen tidak selalu tetap.

80 cm 40 cm 2 m Gambar 8. Model Kusen Pintu a. Jalusi b. Kusen Pintu Gawang/ Tanpa Jalusi Namun ukuran kusen (Panjang x Lebar) yang lazim digunakan dan diperdagangkan dipasaran adalah Kusen Pintu : 70/80/90 x 2 m Kusen Jendela : 60 x 60 cm dan 60 x 120 60 cm 120 cm a b c 60 cm Gambar 9. Kusen Jendela a. Jalusi 20 x 60 b. Kusen jendela jalusi 60 x 60 c. Kusen biasa 60 x 60

4. Pintu/ Daun Pintu Pintu merupakan produk kayu olahan berbentuk persegi panjang dan memiliki tebal, yang berfungsi penutup penghubung antar ruang. Untuk ukurannya, pintu disesuaikan dengan ukuran kusennya. Umumnya ukuran pintu yang diperdagangkan di kota medan adalah 70 x 2m, 80 x 2m, 90 x 2m. Jenis kayu yang digunakan untuk daun pintu berbeda beda, sehingga kualitas dan harga setiap pintu berbeda. Saat ini banyak pintu terbuat dari kayu meranti, damar, merbau dan kayu sembarang. Harga pintu juga dipengaruhi oleh motif atau relief permukaan pintu tersebut, hal ini membuat jenis pintu dibedakan atas: a. Pintu biasa, merupakan pintu yang permukaannya rata tidak memiliki motif ukiran atau relief di permukaannya. b. Pintu Spanyol/ jopenpetak, merupakan pintu yang permukaannya memiliki relief atau motif ukiran, sehingga kesannya lebih menarik. Pintu petak biasanya lebih mahal daripada pintu biasa. Gambar 10. Model Pintu Petak/ Spanyol

5. Jendela/ Daun Jendela Produk kayu berbentuk persegi, atau persegi panjang sama halnya dengan daun pintu, namun ukuran jendela lebih kecil. Ukuran jendela yang umum diperdagangkan di kota medan adalah 60 x 60 cm dan 60 x 120 cm. Jenis kayu yang digunakan untuk daun jendela umumnya adalah kayu meranti. 6. Plywood/ Triplek Triplek merupakan produk kayu lapis yang terdiri dari 3 lapis. Jenis plywood ini banyak diperdagangkan di kota Medan, namun untuk produksinya tidak dilakukan di kota medan. Banyak triplek dipasok dari industri industri plywood besar. Kayu lapis menurut Budianto (1990) adalah semacam papan yang terdiri dari sejumlah lembarankayu tipis, yang disebut vinir. Lembaran vinir yang satu dilekatkan dengan yang lain sedemikian rupa sehingga setiap lembar arah seratnya bersilangan tegak lurus dengan lembar berikutnya. Jenis kayu plywood atau triplek ini adalah meranti. Untuk ukuran triplek yang umum adalah 3, 4, 6, 9, 12 inch. Ada 2 jenis plywood/ triplek yang diperdagangkan dikota medan yaitu : 6.1. Triplek biasa 6.2. Triplek warna yang salah satu permukaannya dilapisi bahan permika. Ukuran Triplek dalam perdagangan adalah : a. 8 x 4 kaki (kurang lebih 2440 x 1220 mm) b. 7 x 3 kaki (kurang lebih 2130 x 915 mm)

7. Profil Profil adalah produk kayu aksesoris bangunan yang sering digunakan sebagai penyangga atap asbes suatu bangunan. Meranti merupakan jenis kayu yang sering digunakan untuk pembuatan profil. Tingkat harga profil dipengaruhi oleh bentuk motif relief profil itu sendiri. Semakin besar dan banyak motif/ relief profil itu maka harganya pun semakin tinggi. Ukuran panjang profil yang umum diperdagangkan adalah 4 meter. 8. Produk lain (Parquet) Parquet merupakan produk kayu olahan atau papan yang dimodifikasi untuk lantai suatu ruangan indoor, karena dianggap bernilai dekoratif tinggi juga mampu meredam suara dan membuat ruangan terasa hangat. Gambar 11. Parquet (Lantai Kayu) Jenisparquet yang tersedia di panglong kota medan adalah jenis parquet MDF (Medium Density Fiberwood) dengan ukuran tebal x lebar x panjang adalah 8mm x 20 cm x 1 meter untuk 1 parquet. Parquet ini berasal dari negara Malasya.