BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA UNTUK GEDUNG BERTINGKAT TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

Laporan Tugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Salemba Residences 4.1 PERMODELAN STRUKTUR Bentuk Bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

STUDI KOMPARATIF PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG BERDASARKAN TATA CARA ASCE 7-05 DAN SNI

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

B A B I I TINJAUAN PUSTAKA. getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point).

BAB III METODELOGI PENELITIAN

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton didefinisikan sebagai campuran antara sement portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat. Beton Bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersamasama dalam menahan gaya yang bekerja. Keunggulan sifat dari masing-masing bahan dimanfaatkan untuk menahan beban secara bersama-sama atau dikatakan terjadi aksi komposit yaitu dengan kekuatan tekannya dan baja dengan kekuatan tariknya. Beton sangat mampu menahan tegangan tekan tetapi hampir tidak dapat menahan tegangan tarik (kuat tarik beton berkisar 9%-15% dari kuat tekannya). Hasil pengujian tekan benda uji beton diperlihatkan pada gambar di bawah. Nilai-nilai c dan c didapat dari hasil pengujian tekan tersebut. Tegangan tekan maksimum/ultimit cu terjadi saat regangan beton c mencapai ±0,002. Gambar 2.1 Diagram tegangan-regangan benda uji beton II-1

2.2. Baja Tulangan Hasil pengujian tarik batang baja tulangan diperlihatkan pada gambar di bawah. Pada bagian awal diagram tegangan-regangan, modulus elastisitas baja Es konstan (Es = 2,0 x 10 5 MPa = 2,0 x 10 6 kg/cm2). Kemudian terdapat bagian horisontal yang dikenal sebagai batas leleh dimana regangan bertambah sedangkan tegangan dapat dikatakan konstan. Tegangan pada kondisi ini disebut tegangan leleh baja (y). Setelah terjadi pelelehan, kurva naik lagi melewati titik maksimum (tegangan ultimit), kemudian turun ke suatu nilai tegangan yang lebih rendah dimana batang baja akan putus. Gambar 2.2 Diagram tegangan-regangan benda uji baja tulangan 2.3. Jenis Beban Ketidakpastian besarnya beban yang bekerja pada komponen struktur untuk tiap jenis beban berbeda-beda sehingga besarnya pengambilan faktor-faktor beban juga berbeda-beda untuk tiap kombinasi beban yang bekerja. Jenis beban yang biasanya bekerja pada komponen struktur beton bertulang : 1. Beban mati (dead load) / D II-2

2. Beban hidup (live load) / L 3. Beban atap /A 4. Beban hujan (rain load) /R 5. Beban gempa (earthquake load) /E 6. Beban angin (wind load) /W 7. Beban tekanan tanah /H 8. Beban tekanan fluida /F 9. Beban struktural lainnya akibat pengaruh rangkak, susut, dan ekspansi beton atau pengaruh perubahan temperatur. 2.4. Kombinasi Beban Beban yang bekerja pada struktur atau komponen struktur merupakan kombinasi dari beban-beban di atas. Kuat perlu untuk berbagai kombinasi beban yang bekerja menurut SNI 03-2847-2002: 1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D U 1,4D (1) 2. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan beban atap A atau beban hujan R U 1,2D + 1,6L + 0,5 (A atau R) (2) 3. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L dan beban angin W harus diambil nilai terbesar dari kombinasi berikut: U 1,2D + 1,0L ± 1,6W + 0,5 (A atau R) (3) atau U 0,9D ± 1,6W (4) Tetapi nilai-nilai ini tidak boleh kurang dari persamaan (2) II-3

4. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L dan beban gempa E harus diambil nilai terbesar dari kombinasi berikut: U 1,2D + 1,0L ± 1,0E (5) atau U 0,9D ± 1,0E (6) Tetapi nilai-nilai ini tidak boleh kurang dari persamaan (2) 5. Kuat perlu U yang menahan beban tambahan akibat tekanan tanah H, maka persamaan (2), (4) dan (6) ditambahkan dengan 1,6H U 1,2D + 1,6L + 0,5(A atau R) + 1,6H (7) U 0,9D ± 1,6W + 1,6H (8) U 0,9D ± 1,0E + 1,6H (9) 6. Kuat perlu U yang menahan beban tambahan akibat tekanan fluida F U 1,4 (D + F) (10) U 1,2D + 1,6L + 0,5(A atau R) + 1,2F (11) 7. Kuat perlu U yang menahan beban tambahan akibat pengaruh struktural, T U 1,2 (D + T) + 1,6L + 0,5(A atau R) (12) Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 12.2, dalam perencanaan komponen struktur beton yang menahan beban lentur atau aksial atau kombinasi lentur dan aksial digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: (a) Perencanaan penampang harus memenuhi kondisi keseimbangan gaya dan kompatibiltas regangan; (b) Regangan pada tulangan dan beton harus diasumsikan berbanding lurus dengan jarak dari sumbu netral, kecuali untuk komponen struktur lentur tinggi; Gambar 2.4 Regangan pada tulangan dan beton II-4

(c) Regangan maksimum yang dapat digunakan pada serat tekan beton terluar harus diasumsikan sama dengan 0,003 Gambar 2.4b Regangan maksimum yang digunakan pada serat tekan beton terluar (d) Tegangan pada tulangan yang nilainya lebih kecil dari kuat leleh fy harus diambil sebesar (Es x s). Regangan yang nilainya lebih besar dari regangan leleh yang berhubungan dengan fy, tegangan pada tulangan harus diambil sama dengan fy. (e) Dalam perhitungan aksial dan lentur beton bertulang, kuat tarik beton harus diabaikan. (f) Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton boleh diasumsikan berbentuk persegi, trapesium, parabola atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik bila dibandingkan dengan hasil pengujian. (g) Ketentuan (f) dapat dipenuhi oleh suatu distribusi tegangan beton persegi ekivalen yang didefinisikan sebagai berikut: II-5

1. Tegangan beton sebesar 0,85f c diasumsikan terdistribusi secara merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = 1 c dari serat dengan regangan tekan maksimum. 2. Jarak c dari serat dengan regangan tekan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut. 3. Faktor β1 harus diambil sebesar 0,85 untuk beton dengan nilai kuat tekan f c 30 MPa. Untuk beton dengan nilai kuat tekan diatas 30 MPa, β1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan 7 MPa diatas 30 MPa, tetapi β1 tidak boleh diambil kurang dari 0,65. f c > 30 M - (f c-30) 1 0,65 2.5. Penutup Beton Penutup beton adalah lapisan beton dengan tebal tertentu yang berfungsi untuk mencegah tulangan berhubungan langsung dengan lingkungan/udara luar. Penutup beton digunakan untuk (1) menjamin penanaman tulangan dan lekatan yang baik antara tulangan dengan beton, (2) mencegah terjadinya korosi pada tulangan, (3) meningkatkan perlindungan struktur terhadap suhu tinggi/kebakaran. Tebal penutup beton ditentukan oleh jenis komponen struktur, kepadatan dan kekedapan beton, ketelitian pelaksanaan pekerjaan, lingkungan di sekitar konstruksi. Kondisi Penulangan Ada 3 kondisi penulangan : a. Kondisi Tulangan Seimbang (Balanced-Reinforced) II-6

Ketika regangan baja mencapai regangan leleh, pada saat bersamaan beton mencapai regangan tekan maksimum. b. Kondisi Tulangan Kurang (Under-Reinforced) Baja tulangan sudah mengalami leleh tetapi beton belum mencapai regangan tekan maksimum. Pada saat ini terjadi lendutan yang besar sebelum terjadi keruntuhan. c. Kondisi Tulangan Lebih (Over-Reinforced) Keadaan dimana baja tulangan belum leleh tetapi beton sudah mencapai regangan tekan maksimum sehingga beton mengalami hancur secara mendadak. Suatu gedung yang berdiri tegak pasti memiliki sistem struktur tertentu, baik sistem rangka (Frame), Sistem shearwall, atau sistem ganda yang merupakan gabungan dari sistem rangka dan shear wall. Sistem-sistem tersebut tentunya dibuat dengan tujuan mampu memikul beban-beban yang akan diterima bangunan, baik itu beban mati, beban hidup atau beban lateral (angin dan gempa). Untuk menentukan apakah sistem tersebut aman yang berarti gedung tersebut juga harus memenuhi beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu kekakuan, kekuatan, dan kestabilan. II-7

2.6. Dinding Geser 2.6.1. Definisi Dinding Geser (shear wall) Gaya-gaya horizontal yang bekerja pada bangunan seperti misalnya gaya-gaya yang disebabkan oleh beban gempa, dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya adalah bangunan tahan gempa struktur beton dengan dinding geser. Struktur bangunan dengan dinding geser merupakan salah satu konsep solusi dalam masalah gempa di bidang teknik sipil yaitu sebagai substruktur yang menahan gaya geser akibat gempa Dinding geser (shear wall) merupakan sistem elemen struktur berupa dinding yang sangat efektif digunakan penahan gaya lateralnya sangat tinggi. Hal ini menunjukkanbahwa dinding mempunyai pondasi yang memadai, yang dapat menyalurkan aksi deformasidari struktur ke tanah tanpa bergerak secara signifikan. 2.6.2. Dinding geser beton bertulang kantilever Suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh Gempa Rencana, yang runtuhnya disebabkan oleh momen lentur (bukan oleh gaya geser) dengan terjadinya sendi plastis pada kakinya, di mana nilai momen lelehnya dapat mengalami peningkatan terbatas akibat pengerasan regangan. Rasio antara tinggi dan lebar dinding geser tidak boleh kurang dari 2 dan lebar tersebut tidak boleh kurang dari 1,5 m. (Sumber Pasal 3.1.4. SNI Gempa 1726-2002). 2.6.3. Dinding geser beton bertulang berangkai Suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh Gempa Rencana, yang terdiri dari dua buah atau lebih dinding geser yang dirangkaikan oleh balok-balok perangkai dan yang runtuhnya terjadi dengan sesuatu daktilitas tertentu oleh terjadinya sendi-sendi plastis pada ke dua ujung balok-balok perangkai dan pada kaki semua dinding geser, di mana masing-masing momen lelehnya dapat II-8

mengalami peningkatan hampir sepenuhnya akibat pengerasan regangan. Rasio antara bentang dan tinggi balok perangkai tidak boleh lebih dari 4. (Sumber Pasal 3.1.4. SNI Gempa 1726-2002) 2.7. Syarat Bangunan dengan Dinding Geser a. Syarat pertama adalah kekakuan. Suatu struktur harus memiliki kekakuan yang cukup sehingga pergerakkannya dapat dibatasi. Kekakuan struktur dapat diukur dari besarnya simpangan antar lantai (drift) bangunan, semakin kecil simpangan struktur maka bangunan tersebut akan semakin kaku (Smith dan Coull, 1991). Ada perbedaan antara displacement dan drift, displacement adalah simpangan suatu lantai di ukur dari dasar lantai sedangkan drift adalah simpangan suatu lantai di ukur dari dasar lantai di bawahnya. Kekakuan bahan itu sendiri dipengaruhi oleh modulus elastisitas bahan dan ukuran elemen tersebut. Dan modulus elastisitas berbanding lurus dengan kekuatan bahan, maka semakin kuat bahan maka bahan tersebut juga semakin kaku. Namun bahan yang terlalu kaku bisa menjadi getas (patah seketika). SNI 1726 pasal 8.1.2 mensyaratkan simpangan antar tingkat yang terjadi tidak boleh melampaui 0,03/R kali tinggi tingkat yang bersangkutan namun atau 30 mm, bergantung mana yang lebih kecil, untuk memenuhi kinerja batas layan struktur gedung (Δs). SNI 1726 menetapkan ini untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non struktural dan ketidak nyamanan penghuni. Selain kinerja batas layan, SNI 1726 juga menetapkan kinerja batas ultimit (Δm) pada pasal 8.2.1, dimana simpangan antar tingkat tidak boleh melampuai 0,02 kali tinggi lantai yang bersangkutan dan Δm = (zeta) x R x Δs. Hal ini diperlukan untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur yang akan membawa korban jiwa. II-9

b. Syarat yang kedua adalah kekuatan. Syarat kekuatan ini mencakup seluruh elemen struktur, baik pelat, kolom, balok, dan shear wall. Cara mengeceknya pun sesuai dengan perilaku elemen-elemen tersebut. Misalnya kolom, cari terlebih dahulu diagram interaksi dan tentukan dimana titik Pu, Mu maksimum pada diagram interaksi tersebut, jika titik tersebut berada di luar dan di bawah keadaan seimbang, maka terjadi kegagalan tarik. Jika berada di luar sebelah atas keadaan balance maka terjadi kegagalan tekan. Sedangkan pada balok dan pelat, di cek dengan mengukur kemampuan balok dengan ukuran dan tulangan terpasang kemudian bandingkan dengan momen yang terjadi. Bila momen kapasitas balok di atas momen yang terjadi di lapangan, baik itu tekan maupun tarik, maka balok dan pelat tersebut aman. Sedangkan pada shearwall, ada beberapa pakar yang mengasumsikan shearwall sebagai kolom pendek karena itu pengecekannya pun sama dengan kolom. II-10

c. Syarat yang ketiga adalah kestabilan. Konsep pemeriksaan kestabilan ini dikemukakan oleh Mac Gregor dalam bukunya yang berjudul Reinforced Concrete, Mecjanics and Design pada tahun 1997. Dalam bukunya tersebut beliau mengemukakan konsep kestabilan struktur seperti sebuah bola yang berada pada suatu tempat dengan keadaan tertentu. Pada gambar pertama di atas, keadaan a menunjukkan keadaan yang stabil, yang berarti bahwa walaupun bola dapat bergerak namun tetap dapat kembali pada keadaan semula. Sedangkan keadaan b menunjukkan keadaan yang kurang stabil karena ketika bola tersebut bergerak,belum tentu bola tersebut akan kembali pada keadaan semula, sedangkan keadaan c menunjukkan keadaan yang tidak stabil, dimana bila sedikit saja bola terkena gaya dan bergerak maka bola tersebut akan langsung jatuh. Konsep ini dapat diterapkan pada kolom atau shearwall yang merupakan struktur utama penopang gedung. Kolom atau shearwall tersebut dapat mengalami tekuk atau buckling, keadaannya pun berbeda-beda, namun jika kolom atau shearwall tersebut dapat kembali pada keadaan semula maka kolom atau shearwall tersebut dapat dikatakan stabil. Lalu bagaimana suatu kolom atau shearwall dapat kembali pada keadaan semula setelah mengalami tekuk? Hal ini juga telah di jabarkan oleh MacGregor dalam buku yang sama, bahwa kolom beton bertulang mempunyai daya untuk menahan gaya (tekan) yang menyebabkan tekuk, berbeda dengan kekuatan, karena gaya yang menyebabkan tekuk bergantung pada panjang kolom bukan hanya ukuran kolom. II-11

Sehingga faktor yang mempengaruhi daya kestabilan itu adalah EI (modulus elastisitas dan momen inersia) dan h (panjang kolom), dan rumusnya adalah: Jika Pu maksimum yang terjadi pada kolom kuran dari Pc kolom tersebut maka dapat dikatakan bahwa kolom tersebut stabil dan sebaliknya jika Pu maksimum melebihi Pc kolom tersebut maka kolom tersebut dapat dikatakan kurang stabil. 2.8. Sistem Struktur Bangunan Tinggi Tahan Gempa Pada dasarnya setiap sistem struktur pada suatu bangunan merupakan penggabungan berbagai elemen struktur secara tiga dimensi. Fungsi utama sistem struktur adalah untuk memikul secara aman dan efektif beban yang bekerja pada bangunan serta menyalurkannya ke tanah melalui pondasi. ( Juwana S,Jimmy,2005 ) Struktur suatu bangunan bertingkat tinggi harus dapat memikul beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, diantaranya beban gravitasi dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati struktur dan beban hidup sedangkan yang termasuk beban lateraladalah beban angin dan gempa.menurut Jimmy S Juwana,(2005), dalam berbagai sistem struktur, baik yangmenggunakan bahan beton bertulang, baja maupun komposit selalu ada komponen(subsystem) yang dapat dikelompokkan dalam sistem yang digunakan untuk menahan gaya gravitasi dan sistem untuk menahan gaya lateral seperti gambar di bawah ini : II-12

Jika terjadi bencana alam seperti gempa yang merupakan salah satu beban lateral, maka struktur di atasnya akan mengalami pergerakan secara vertikal maupun secara lateral. Pergerakan vertikal relatif kecil dan pada umumnya struktur cukup kuat menahannya.sehingga tidak perlu perhatian khusus dalam proses desain, sedangkan pergerakan lateralakan memberikan beban lateral kepada struktur yang dapat menyebabkan struktur runtuh.untuk sistem bangunan tinggi biasanya disesuaikan dengan dengan tinggibangunannya. Secara umum, semakin tinggi bangunan maka ada titik limit dimanakekakuannya kurang untuk menahan beban-beban lateral, sehingga diperlukan sistem strukturyang sesuai dengan ketinggiannya. Sistem struktur tinggi yang dapat memikul gaya lateralyang dialami oleh bangunan adalah struktur yang dapat memiliki daktilitas yang memadai didaerah yang joint atau elemen struktur tahan gempa seperti shear wall. Shear wall biasa digunakan bangunan tinggi tahan gempa yang memiliki lantai di bawah 40 lantai. (JuwanaS,Jimmy,2005) II-13

2.9. Wilayah Gempa dan Spektrum Respon Dalam SNI 03-1726-2002, Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10, dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan yang paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Gambar 2.10 Wilayah Gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002) II-14

Pembagian wilayah gempa ini didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun, nilai rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa dapat dilihat pada Gambar 2.10. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah A 0 pada Gambar 2.10 ditetapkan sebagai percepatan minimum yang harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur gedung untuk menjamin kekerasan (robustness) minimum dari struktur gedung tersebut. Spektrum respon gempa rencana diperlukan dalam menentukan besarnya beban gempa yang harus diperhitungkan sebagai beban lateral pada struktur bangunan. Beban gempa lateral tersebut dinyatakan sebagai fungsi daripada koefisien beban gempa dasar C, yaitu spektrum percepatan muka tanah dibagi dengan tetapan gravitasi. Koefisien tersebut juga sebagai fungsi dari sifat tanah setempat yang dinyatakan dalam periode kontrol T. 2.10. Faktor Reduksi Gempa Faktor Reduksi Gempa R merupakan faktor yang digunakan dalam disain struktur. Nilai R dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu daktilitas, redundansi, dan kuat lebih material dan beban. Inelastic time-history analysis dari sistem single-degree-of-freedom dengan kekuatan (strength) kurang dari hubungannya dengan gaya respon elastic ditunjukan oleh sebuah faktor R, mengindikasikan sifat yang konsisten berdasarkan pada periode alami struktur tersebut. II-15

Gambar 2.9 Hysteretic Loop Untuk struktur yang mempunyai periode alami lebih besar dari respon spektra elastis T m (lihat Gambar 2.5), T > T m, maka simpangan maksimum yang diterima sistem inelastis akan sebanding dengan simpangan pada sistem elastic dengan kekakuan yang sama, tetapi dengan kekuatan yang tidak terbatas. Sehingga hubungan antara daktilitas dan faktor reduksinya dapat dituliskan sebagai μ = R. Hal ini disebut juga prinsip persamaan lendutan (equal displacement principle). Gambar 2.9b Pengaruh Periode dalam Gaya Reduksi Daktilitas II-16

Jika periode yang dialami struktur sangat kecil (katakan T < 0,2 s), maka simpangan yang dialami struktur akan sangat kecil. Pada kenyataannya walaupun sangat simpangan sangat kecil, tetapi struktur juga akan tetap menerima percepatan tanah. Sehingga struktur harus tetap direncanakan untuk dapat menerima percepatan tanah. Hubungan antara daktilitas dan faktor reduksinya dapat dituliskan sebagai R = 1. Hal ini biasa disebut sebagai prinsip persamaan kecepatan (equal-acceleration principle). Untuk keadaan dimana periode alami berada di antara dua keadaan di atas, maka hubungan antara daktilitas dan factor reduksi ditunjukan sebagai. Hubungan ini diturunkan dari persamaan energi, sehingga sering disebut sebagai prinsip persamaan energy (equal-energy principle). Dapat disimpulkan, faktor reduksi berdasarkan hubungan dengan daktilitas struktur dan periode alaminya : a. Untuk struktur Long-period : b. Untuk struktur Short-period : c. Untuk struktur Zero-period : Faktor redundasi juga salah satu faktor yang mempengaruhi nilai R. Redundansi merupakan kelebihan gaya tahan yang dipunyai struktur statik tak tentu. Faktor kuat lebih (overstrength factor) disebabkan oleh material yang digunakan dan faktor pembebanan (load factor). Kuat lebih yang diakibatkan oleh material disebabkan oleh kuat material (nominal strength) yang digunakan biasanya memiliki kekuatan yang lebih besar dari kuat rencana (actual strength). Untuk baja, overstrength factor biasa juga disebabkan oleh sifat baja yang memiliki strain hardening. Pada SNI, nilai faktor kuat lebih sudah ditotalkan, yaitu II-17

sebesar, f 1 =1,6. Sehingga hubungan antara nilai R, faktor kuat lebih, dan daktilitas adalah Dengan demikian, nilai R menurut memiliki rentang, 1,6 R = μ f1 Rm. Nilai R = 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur gedung yang berperilaku elastic penuh. Sedangkan Rm adalah faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dikerahkan oleh struktur yang bersangkutan. 2.11. Dasar penentuan V desain pada penentuan gaya gempa bangunan Pada dasarnya ada dua jenis analisa yang digunakan yaitu analisa dengan pola ragam getar ordo satu (V statis) dengan analisa dengan perpaduan berbagai pola ragam getar (V dinamik). Seharusnya V dinamik lebih menyerupai kondisi asli sehingga lebih tepat dibanding dengan V statis. Namun untuk mengantisipasi gaya gempa yang terlalu kecil SNI 1726-2002 mengatur bahwa nilai gaya geser dasar ( base shear ) minimum pada analisa gaya gempa dinamis setidaknya harus diambil 80% dari gaya gempa statis. Pada pasal 7.1.3 SNI-1726-2002 nilai akhir respons dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambilkurang dari 80% nilai respons ragam yang pertama. Bila respons dinamik struktur gedung dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal V, maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan menurut persamaan berikut : di mana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang pertama terhadap pengaruh Gempa Rencana menurut persamaan : II-18

dengan C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami pertama T1, I adalah Faktor Keutamaan menurut Tabel 1 dan R adalah faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai. II-19